Pendapat dan Masukan Akademisi – Prof. Kommarudin Hidayat

16

3.2.4 Pendapat dan Masukan Akademisi – Prof. Kommarudin Hidayat

Sementara itu Prof. Komarudin Hidayat mengatakan bahwa kita harus apresiasi perjalanan bangsa. Setiap bangsa diikat oleh collective memory, ada yang dialami langsung ada yang ditanamkan melalui pendidikan. Jika tidak ditanamkan melalui pendidikan maka memori ini akan semakin tipis dan berimplikasi kepada wasbang. Apa pengikat kita sebagai bangsa? Memori sebagai bangsa yang tidak mau dijajah, dan cita ‐cita sebagai bangsa yang merdeka ini yang harus diingat. Pancasila jika ditelusuri ke belakang akan membawa kita kepada cita‐cita bangsa. Khawatirnya, generasi muda kita tidak lagi memiliki soft ware ini sehingga ikatan bisa semakin kendor. Berbeda dengan ikatan di Bangsa Iran atau Turki, yang mayoritasnya homogen. Indonesia, sebagai bangsa adalah sebuah imagination in the future. Akar kita bukan akar tunggang namun akar serabut pada setiap etnis. Posisi kita yang secluded dari dunia luar menjadikan ancaman kita bukan militer namun budaya, ekonomi, politik. Militer tidak berani karena dihadang oleh lautan dan militansi rakyat kita. Ikatan kita adalah collective memory, dan ini adalah pancasila. Jika tidak ada pancasila, tidak akan ada Indonesia. Jika pancasila hilang, maka kita akan menjadi Yugoslavia atau Sovyet. Namun jika Pancasila tidak menjadi karakter, bangsa kita akan menjadi bangsa kerumunan. Dengan satu bahasa, sebagai rumah budaya yang mengikat, ada plus dan minus. Daerah tidak punya lagi tulisan jurnal daerah, tulisan daerah tidak lagi ada. Sisi positifnya, kita semakin mengindonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat egaliter, yang sejalan dengan semangat modernisasi. Bahasa melayu tepat dipilih karena tidak memicu konflik dan kecemburuan antara Jawa dan Sunda yang merupakan etnis terbesar. Ini bukti bahwa dari dulu bangsa kita sudah toleran. Contohnya, orang Muslim punya andil menyatukan Indonesia melalui perdagangan. Jika ada gerakan islam yang keras di Indonesia, maka ini ahistoris bahkan anti‐historis. Mengapa pancasila bergulat pada tataran ideologi untuk waktu yang lama? Karena Indonesia negara yang besar dan luas, butuh pemikiran yang besar dan waktu. Posisi pancasila sebagai pengikat keindonesiaan semakin kokoh, indikasi: tidak ada pertentangan ideologis antarparpol. 17 Concern berikutnya, kebhinnekaan jangan berhenti pada apresiasi recognisi antropologis. Kebhinnekaan harus diwujudkan pada capaian yang iconic, pemerataan identitas budaya, ekonomi yang tersebar, jangan terpusat di Jawa. Yang terjadi, selama ini desentralisasi menimbulkan ironi. Masih ada sentimen klasik yang irasional, sehingga yang menjadi pejabat daerah harus putra daerah dsb. Revolusi mental harus diadopsi oleh parpol. Inti demokrasi adalah mencari putra terbaik. Namun saat ini parpol masih ribut secara horisontal. Sehingga revolusi mental harus diterapkan di parpol, yang selama ini sangat dominan menentukan agenda nasional. Bagaimana agar Nusantara secara kelembagaan terwujud? Sekarang ini muncul generasi hibrida yang semakin mengindonesia. Generasi baru yang memorinya tidak terikat pada etnis, tidak lagi punya ikatan emosional dengan kampung halaman. Ada beberapa pendikan yang wawasan agenda keindonesiaannya masih rendah. Misalnya di kalangan anggota DPR RI yang berasal dari daerah. Pancasila adalah suatu kesatuan. Namun masih ada egosektoralisme. Misalnya hanya menekankan kepada Ketuhanan namun menindas kemanusiaan, dan sebaliknya. Pancasila mengajarkan kebertuhanan yang melahirkan komitmen kemanusiaan. Semua pemuka agama lahir sebagai pembebas. Agama awalnya selalu menjadi kekuatan pembebas. Artinya: Kebertuhanan selalu memihak kepada kemanusiaan . Etos ini yang harus ditekankan dalam pancasila. Ciri kemanusiaan : keadilan, menempatkan sesuatu kepada tempatnya. Lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk menyusun strategi kurikulum. Pendidikan akan membentuk habit dan karakter. Penyebabnya adalah language carries culture. Maka dalam konteks pembelajaran pancasila dalam pelajaran matematika adalah benar dikali salah jadi salah, salah dikali salah jadi benar. Hal ini masih belum terjadi. Pelajaran agama seharusnya silabusnya disusun dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kemudian kerjaharta, dan baru kemudian ritual. Sekarang giliran kita, kita harus malu kepada generasi pemuda 1928 jika kita tidak berbuat sesuatu. Mereka tidak ada yang profesor atau doktor. 18

3.2.5 Pendapat Cendikiawan – Yudie Latif