Komplikasi DM TINJAUAN PUSTAKA

pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat Budiyanto, 2009. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM usia 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi 4000 gr, kolesterol HDL = 35 mgdl, atau trigliserida ≥ 250 mgdl. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring Gustaviani, 2006. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral TTGO standar Gustaviani, 2006. Golongan klinik Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu mgdl Plasma vena Darah kapiler 110 90 110-199 90-199 ≥200 ≥200 Kadar glukosa darah puasa mgdl Plasma vena Darah kapiler 110 90 110-125 90-109 ≥126 ≥110 Sumber : Konsensus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2002

2.10. Komplikasi DM

Universitas Sumatera Utara Menurut Mansjoer dkk, 1999 beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah

2.10.1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg 5,5 mmolL, tetapi kadar 180 mg 6 mmolL masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan whole blood karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena Wahono Soemadji, 2006. b. Hiperglikemia Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam seljaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi Arifin. Hiperglikemia terdiri dari: 1. Diabetes Keto Asidosis DKA Diabetes Ketoasidosis DKA adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif Soewondo, 2006. 2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik KHHNK Universitas Sumatera Utara Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis Soewondo, 2006.

2.10.2. Komplikasi Kronik

a. Penyakit Makrovaskuler Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler Avicenna, 2009. Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat Waspadji, 2006. b. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi Waspadji, 2006. Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin Waspadji, 2006. Universitas Sumatera Utara c. Neuropati saraf sensorik berpengaruh pada ekstrimitas, saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler Suddarth dan Brunner, 2002. d. Ulkusgangren Avicenna, 2009.

2.11. Pencegahan DM