Pencegahan DM Pengelolaan DM

c. Neuropati saraf sensorik berpengaruh pada ekstrimitas, saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler Suddarth dan Brunner, 2002. d. Ulkusgangren Avicenna, 2009.

2.11. Pencegahan DM

Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan Junita, 2006. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:

2.11.1. Pencegahan Primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

2.11.2. Pencegahan Sekunder

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat Universitas Sumatera Utara reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

2.11.3. Pencegahan Tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya progresi komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

2.12. Pengelolaan DM

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu 2 – 4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral OHO atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus Yuli, 2010. Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien DM tersebut adalah sebagai berikut:

2.12.1. Penyuluhan

Universitas Sumatera Utara Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral imformasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi Suyono, 2006. Penyuluhan Diabetes Melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder dan tersier Hiwani Mkes FK USU. Menurut Yuli 2010 penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang: a. Penyakit DM. b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM. c. Penyulit DM. d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis. e. Hipoglikemia. f. Masalah khusus yang dihadapi. g. Perawatan kaki pada diabetes. h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan. i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

2.12.2. Perencanaan Makanan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 , Lemak 20-25 , Protein 10-15 . Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Makanan dengan komposisi sampai 70-75 masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan 300 mghari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA Mono Unsaturated Fatty Acid, dan membatasi PUFA Poli Unsaturated Fatty Acid dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 ghari, diutamakan serat larut Yuli, 2010. Universitas Sumatera Utara Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks BMI = Indeks Massa Tubuh IMT. BMI = IMT = BBkgTB m². Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006: a. Berat badan kurang 18,5 b. BB normal 18,5 – 22.9 c. BB lebih ≥23,0 d. Dengan resiko 23 – 24,9 e. Obes I 25 – 29,9 f. Obes II ≥ 30 2.13. Kebutuhan Zat Gizi DM 2.13.1. Protein