Menurut saya ganti kerugian ini sebaiknya diberikan dalam prosedur pidana dan juga mencakup ganti kerugian immateriil yang dirasa sangat dibutuhkan
korban.
C. Perlindungan Korban Untuk Mendapat Pemulihan Reparation
Korban perkosaan mengalami suatu trauma Bahkan secara psikologis korban mengalami trauma seumur hidupnya akibat perbuatan tindak pidana itu
dan hal ini harus dipulihkan. Perlu dilakukannya pelayanan khusus pada para korban kejahatan perkosaan untuk memulihkan penderitaan atau rasa traumatis
mereka. Tujuan utama program pelayanan korban ini adalah untuk pemulihan korban. Pemulihan ini bisa berjangka pendek maupun panjang, bisa saja
menangani masalah-masalah fisik, emosional dan atau financial, atau mungkin juga menolong korban dalam lingkungannya. Beberapa asumsi umum dinyatakan
oleh program-program pelayanan korban itu adalah antara lain sebagai berikut:
109
5. Para korban dan saksi akan memanfaatkan pelayanan tersebut. 1. Sistem peradilan kriminil telah memperlakukan para korban dan saksi
secara tidak baik; 2. Para pelaku telah memperlakukan tidak baik para korban;
3. Pelayanan yang segera dapat merupakan suatu penanggulangan permasalahan untuk para korban dan saksi;
4. Sistem peradilan kriminil akan menarik manfaat dari pelayanan ini;
109
Arif Gosita, Op.Cit, hlm. 25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kebanyakan macam program pelayanan korban ini digolongkan menurut organisasi pemrakarsanya, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain atau
menurut macam klien mereka, seperti penyalahgunaan anak, perkosaan, dan lain- lain. Struktur berbagai bentuk ini menunjukkan berbagai perbedaan. Ada yang
bebas, tanpa organisasi, memberikan bantuan secara informal atas dasar ad hoc, untuk suatu peristiwa tertentu, oleh mereka yang sudah mempunyai jabatan resmi
lain dalam suatu sistem peradilan kriminil. Apabila mereka bertemu dengan seorang korban yang membutuhkan pelayanan, mereka mengatasinya sendiri dan
memberikan pelayanan yang dianggap sesuai pada saat itu. Usaha-usaha yang agak lebih terorganisir, timbul apabila individu-individu khusus diminta untuk
berperan sebagai penolong korban sebagai tugas tambahan mereka dalam suatu sistem peradilan kriminil atau kesejahteraan tertentu, oleh karena mereka punya
keinginan, keterampilan atau pengalaman yang unik. Dalam bentuk ini, beberapa prosedur disebutkan secara formal dalam konteks keseluruhan misi suatu
organisasi.
110
Pelayanan terhadap para korban kejahatan pada hekekatnya merupakan pula suatu usaha kesejahteraan sosial yang pelaksanannya harus sebanyak
mungkin diikuti oleh setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuan masing-masing.
111
110
Ibid., hlm. 28-29
111
Ibid., hlm.18
Hal ini tercantum dalam Undang-undang Tentang ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial No 6 Tahun 1974.
Pasal 1 berbunyi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik- baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha
kesejahteraan sosial” Pasal 2 ayat 1 berbunyi:
“Kesejahteraan sosial” ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dam
sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
Pasal 2 ayat 2 berbunyi:
“Usaha-usaha kesejahteraan sosial ialah semua upaya, program, kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan
mengembangkan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas dapatlah diketahui dengan jelas, bahwa setiap warga negara berhak dan berkewajiban untuk ikut serta dalam
mengusahakan kesejahteraan sosial demi mencapai aspirasi bangsa Indonesia, yaitu masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan material. Hal ini dapat
dilakukan melalui program, kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial.
Hal ini berarti, bahwa setiap warga negara, setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk bersama-sama dengan pemerintah, melakukan
pelayanan pada para korban yang menderita.
112
112
Ibid., hlm.19
Secara khusus juga untuk korban tindak pidana perkosaan yang kita ketahui pasti sangat menderita secara fisik dan
psikis, dan sering kali diperlakukan tidak adil dan dipersalahkan, perlu dilakukannya suatu program atau didirikannya pusat-pusat pelayanan bagi korban
tindak pidana perkosaan ini. Dalam memberikan pelayanan ini tentunya kita tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
boleh lalai dan melakukan seleksi dan menentukan pengutamaan prioritas yang harus dilayani. Tidak semua korbanpihak korban patut mendapat ganti kerugian,
sebab korbanpihak korban ada yang secara langsung atau tidak langsung terlibat atau bertanggungjawab terhadap terjadinya suatu kejahatan. Yang pertama perlu
dilayani adalah korbanpihak korban golongan lemah ekonomi, yang tidak mempunyai kemampuan pribadi untuk mengatasi sendiri penderitaan mental,
fisik, sosial sebagai akibat tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan orangpihak lain, baik swasta maupun pemerintah. Ongkos pengobatan, perawatan
kesehatan kerap kali harus dibayar sendiri, karena tidak mempunyai asuransi untuk hal ini atau karena tidak mempunyai orang lain yang bersedia menanggung
ongkos-ongkos tersebut. Kerap kali diperlukan pula pengganti perlengkapan untuk mencari nafkah pribadi atau keluarga yang telah dirusak. Dengan demikian, maka
pada hekekatnya suatu viktimisasi atau penimbulan korban dapat mempunyai akibat yang beruntun, yang dapat berpengaruh negatif pada berbagai
perkembangan bidang kehidupan korban dalam bermasyarakat.
113
Ada berbagai kegiatan pelayanan yang dapat dilakukan bagi korban tindak pidana perkosaan untuk megusahakan pemulihan korban akibat tindak
pidana yang dialami. Pelayanan ini dapat dilakukan secara individual atau bersama-sama oleh pihak-pihak swasta maupun pemerintahan. Pelayanan pada
dasarnya dilakukan oleh para pekerja sosial orientasinya kepada pekerjaan sosial. Adapula kegiatan pelayanan korban kejahatan yang timbul karena usaha kaum
wanita yang menampilkan masalah korban kejahatan perkosaan secara menyayat
113
Ibid., hlm. 21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hati melalui forum-forum terbuka. Sebagai salah satu hasilnya timbullah pusat- pusat pelayanan korban kejahatan perkosaan, yang secara resmi ingin memerangi
perkosaan. Dengan adanya permulaan perkembangan kesadaran mengenai para korban kejahatan perkosaan dan timbulnya berbagai pusat pelayanan korban
kejahatan perkosaan, maka mulailah nampak rasa keterlibatan diri orang untuk melayani semua macam korban kejahatan. Korban- korban bidang-bidang lain
juga diakui memerlukan perhatian dan pelayanan. Dirasakan bahwa pemberian bantuan, pelayanan ini tidak boleh dibatasi oleh criteria ras, kelamin, umur, tetapi
harus lebih didasarkan pada sifat dan beratnya penderitaan dan kerugian. Organisasi ini mempunyai dua fungsi pokok:
114
1 Melibatkan setiap anggota masyarakat dalam menangani kejahatan;
dan 2
Mengembangkan perhatian dan tanggung jawab bersama terhadap para korban, saksi dan para juri bagian sistem peradilan kriminil
Usaha-usaha ini sangat penting untuk dikembangkan dalam membantu pemulihan para korban, khususnya korban tindak pidana perkosaan yang sangat
memerlukan dukungan dari masyarakat untuk memulihkan kondisinya. Hal yang perlu juga dilakukan adalah memberikan konseling bagi korban
tindak pidana perkosaan. Memberikan bantuan konseling kepada korban bertujuan untuk membantu korban memecahkan masalahnya, karena apabila ia dapat
mengatasi masalah-masalahnya, maka secara emosional ia terbebas dari tekanan mental yang dideritanya sehingga dapat dan akan menjadi pribadi yang lebih
114
Ibid., hlm. 24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
efektif dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya dampak
negatif yang sifatnya psikis dari suatu tindak pidana. Pemberian bantuan dalam bentuk konseling sangat cocok diberikan kepada korban kejahatan yang
menyisakan trauma berkepanjangan, seperti pada kasus-kasus yang menyangkut kesusilaan.
115
Menurut J.Dusich fungsi-fungsi utama program pelayanan korban dapat dibagi dalam yang primer, sekunder dan tersier. Yang primer adalah bersifat
segera dan diperlukan, dan ditujukan memberikan pelayanan langsung secara segera kepada korban.
Selanjutnya hal yang dapat dilakukan adalah memberikan PelayananBantuan Medis. Pelayanan ini diberikan kepada korban yang menderita
secara medis akibat suatu tindak pidana. Pelayanan medis yang dimaksudkan disini adalah memberi pelayanan kesehatan terapi psikologi terhadap korban
tindak pidana perkosaan akibat tindak pidana yang dialaminya.
116
1 Bertanggung jawab langsung segera untuk para korban;
Hal ini sangat perlu diberikan kepada korban tindak pidana perkosaan.
Beberapa fungsi primer meliputi antara lain:
2 Menjamin korban dengan pelayanan medis atau pelayanan sosial
darurat; 3
Melayani keperluan keluarga para klien yang terdesak;
115
Ira Dwiati, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam
Peradilan Pidana, http:eprints.undip.ac.id177501Ira_Dwiati_Tesis.pdf, diakses pada 06112012,10.23 Wib
116
Arif Gosita, Op.Cit, hlm.26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4 Menjamin tidak adanya eksploitasi korban lebih lanjut oleh sistem
peradilan kriminil, media massa atau yang lain; 5
Menjamin pemberian bantuan umum dalam keadaan bahaya kepada para klien;
6 Penyediaan teman sementara kepada para korban
Hakekatnya, melayani sesama kita, sesama manusia pada umunya, dan para korban kejahatan pada khususnya secara rasional positif, bertanggung jawab
dan bermanfaat adalah tugas kita bersama swasta dan pemerintah, yang juga merupakan kewajiban setiap warga negara yang penuh pengabdian dalam
mencapai masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan material. Dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat yang rohaniah maupun jasmaniah perlu diusahakan
adanya sarana yang dapat menjamin adanya pemulihan secara tegas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN