BAB 5 PEMBAHASAN
Perawatan ortodonti dapat memberikan perubahan bentuk wajah, oleh karena itu perubahan tersebut seharusnya telah diantisipasi dan diperkirakan sejak awal
dalam membentuk sebuah rencana perawatan yang komprehensif. Jaringan lunak mempunyai peranan yang besar dalam keseluruhan estetika wajah seorang individu.
2
Para ortodontis telah menyadari bahwa jaringan keras dan lunak harus dipertimbangkan dalam membangun estetika wajah yang harmonis dan oklusi yang
fungsional.
2,5-9
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas skeletal, nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata
konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah antara laki-laki dan perempuan. Selain itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan
lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Analisa wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis kelamin dan ras etnis.
19
Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal N-Pog.
Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A -3 mm sampai +4 mm.
11
Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata nilai konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah
sebesar 3,26 mm dan memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,760 p 0,05.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 3,85 mm sedangkan rerata
konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki sebesar 2,67 mm. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi p yaitu 0,197 yang mana p0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas
Universitas Sumatera Utara
skeletal pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati 2009 pada suku Bugis dan Makassar yang mendapatkan hasil bahwa rerata derajat konveksitas
jaringan keras pada laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
17
Begitu pula halnya dengan Kusnoto 1988 dalam penelitiannya terhadap anak-anak usia 6-15 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok
etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Penelitiannya tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin.
32
Analisis konveksitas jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.
2,6,26
Hidung bangsa Indonesia yang memiliki rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan
lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini. Holdaway menggunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan
keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik pogonion
kulit Pog’ ke titik labial superior Ls. Garis-H ini berhubungan erat dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang
dibentuk oleh perpotongan garis- H dengan garis N’-Pog’. Sudut-H yang digunakan
dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus, atau cekung. Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7
o
– 15
o
.
11
Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan lunak diperoleh nilai rerata 14,97
o
. Pengukuran pada 40 sampel penelitian memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,210 p0,05.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 15,42
o
sedangkan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki sebesar 14,52
o
. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi p yaitu 0,425 p0,05. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna
Universitas Sumatera Utara
antara rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perabuwijaya 2007 terhadap 42 orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu
memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki mean = 17
o
dan perempuan mean = 16,53
o
yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin tersebut.
16
Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai
signifikansi p yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
kuat r = 0,748 antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu
FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat r = 0,701 antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU. Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa perempuan adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat r = 0,814 antara konveksitas skeletal
dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Korelasinya positif berarti perubahan kedua variabel menunjukkan arah yang sama. Semakin besar nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai
konveksitas jaringan lunak mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati 2009 pada suku
Bugis dan Makassar yang menyatakan adanya korelasi antara derajat konveksitas jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan.
Kekuatan korelasi yang diperoleh pada laki-laki sebesar +0,658 dengan
Universitas Sumatera Utara
probabilitas 0,002 p0,05 sedangkan pada perempuan sebesar +0,586 dengan probabilitas 0,001 p0,05 menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara
kedua variabel tersebut.
17
Penelitian Koesoemahardja 1993 tentang pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan
pertumbuhan umum pada anak usia 6-18 tahun menyatakan bahwa tidak semua jaringan lunak fasial pertumbuhannya berkorelasi dengan jaringan kerasnya, tetapi
ada yang tumbuh mandiri. Hasil penelitian tersebut kurang bisa diperbandingkan dengan penelitian ini karena sampel penelitian tersebut masih bercampur antara
rentang usia anak-anak dan dewasa.
33
Penelitian Sijabat 2011 tentang hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di
klinik ortodonti FKG USU juga mendapatkan hasil adanya hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak pada kelompok kelas I Angle dengan kekuatan
korelasi kedua variabel sedang.
34
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN