“Perceraian Akibat Intervensi Orang Tua” (Analisis Putusan No. 0118/Pdt.G/Pa Js)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Natasha Nicola Anjani Dekock NIM: 1110044200014

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

i

(Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS ) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Natasha Nicola AnjaniDekock 1110044200014

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A 195003061976031001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1435 H/2014 M


(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PERCERAIAN AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA (Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS )” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.

Jakarta, Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin, MA. NIP: 196808121999031014 PANITIA UJIAN

1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (...) NIP: 19690610200312201

3. Pembimbing :Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

4. Penguji I :Nur Rohim Yunus, LLM (...) NIP: 197904162011011004

5. Penguji II :Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. (...) NIP: 197304242002121007


(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 April 2014


(5)

iv

Natasha Nicola AnjaniDekock, NIM 1110044200014,“PERCERAIAN

AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA (Analisis Putusan

Nomor0118/Pdt.G/2013/PAJS )”, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 54halaman+halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), penyebab gugat cerai istri ini adalah karena intervensi orang tua sang suami. Yang didalam

Undang-undang Perkawinan dan KHI tidak disebut secara jelas kata “intervensi atau pun ikut campur”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan intervensi tidak diatur dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakimmelandaskan putusan berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, Intervensi.

Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2011


(6)

v



Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayat dan rahmatnya kepada seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepadaBapak:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan.

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Kepada kedua orang tua Ayahanda tercinta Nico Irianno Sterro Dekock dan Ibunda tersayang Sri Miharti, sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Adikku tersayang Farah Monica Septyana Dekock dan Caesiovita Indah Virandani, serta saudara-saudaraku yang selalu memberi support.


(7)

vi

Syukron, Adi Guna, Iqbal Warats, Lala, Novita, Lukman, Azhar, Dea, Abim, Dini, Dira, Salmi, ika dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan seluruh keluarga SAS Angkatan 2010 dan juga 2011 yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Yang tersayang, Mohamadiqbal “uchil”, Opah dan Omah sekeluarga terimakasih atas bimbingan, ilmu dan supportnya.

8. Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Ciputat, 15April 2014


(8)

vii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Metode Penelitian... 12

E. Kerangka Teori... 13

F. Review Studi Terdahulu ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II :PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA A. Pengertian Perceraian ... 18

B. Dasar Perceraian... 20

C. Jenis dan Alasan Perceraian ... 21

D. Akibat dan Hikmah Perceraian ... 25

E. Kedudukan Orang tua DalamKeluargaAnak ... 28

BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Sejarah Singkat Pengadilan ... 31

B. Letak Geografis Pengadilan ... 37

C. Struktur Organisasi Pengadilan ... 39

BAB IV: ANALISIS PUTUSAN A. Duduknya Perkara ... 42


(9)

viii

C. Analisis Penulis ... 47

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan Skripsi ... 56

2. Surat Wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 57

3. Salinan Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS ... 58

4. Surat Hasil Wawancara ... 68

5. Pedoman Wawancara ... 69 6. Hasil Wawancara ... 7. Dokumentasi ...


(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semau-maunya, atau seperti tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah memberikan batas dengan peraturan-peraturanNya, yaitu dengan syari’at yang terdapat dalam KitabNya dan Hadits Rasulnya dengan hukum-hukum perkawinan, misalnya mengenai meminang sebagai pendahuluan perkawinan, tentang mahar atau mas kawin, yaitu pemberian seorang suami kepada isterinya sewaktu akad nikah atau sesudahnya.1

Allah menciptakan segala sesuatu pasangan, hidup berpasang-pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk menikah dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.

1


(11)

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan umat masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar memperoleh keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang disebut “keluarga”. Keluarga yang dicita -citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.

Perkawinan yang dibangun dengan cinta yang semu (tidak lahir batin), maka perkawinan yang demikian itu biasanya tidak berumur lama dan berakhir dengan suatu perceraian. Apabila perkawinan sudah berakhir dengan suatu perceraian maka yang menanggung akibatnya adalah seluruh keluarga yang biasanya sangat memprihatinkan.2

Manusia dan segala alam lainnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta. Makhluk yang mempunyai nyawa (roh) dapat dibagi kepada 3 bagian :

1. Makhluk nabati (tumbuh tumbuhan) 2. Makhluk hewani (segala binatang)

3. Makhluk insani (manusia yang mempunyai akal).

2

Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Media Group, 2008), h. 2.


(12)

Semua makhluk tersebut terdiri dari dua jenis yang berpasang-pasangan. Bagi alam nabati dan hewani, ada jenis jantan dan betina dan pasa alam insani, ada jenis pria dan wanitanya. Adapun hikmah agar diciptakan oleh Tuhan segala jenis alam atau makhluk itu berpasang-pasangan yang berlainan bentuk dan sifat, adalah agar masing-masing jenis saling butuh membutuhkan, saling memerlukan, sehingga dapat hidup berkembang selanjutnya.

Inilah ayat di dalam Al Quran yang menerangkan bahwa manusia itu diciptakan berasal dari satu jenis, satu jiwa dan dari dirinya itu lahir pula seorang pasangnya dari jenis wanita untuk teman hidupnya, untuk melahirkan keturunannya yang akan berkembang biak kelak.

Untuk mempertegas keterangan tersebut, pada surat Ar-Rum, yang menyatakan:                                     (Ar-Rum : 21)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.3

3

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 2.


(13)

Dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 1 dijelaskan bahwa : “ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-Dasar Perkawinan pada pasal 2 dijelaskan bahwa: “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Ulfatmi dalam bukunya mengatakan bahwa keluarga adalah multibodied organism, organism yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan (entity) atau organism, mempunyai komponen-komponen yang membentuk organism keluarga itu. Komponen-komponen itu adalah anggota keluarga.

Melihat pengertian keluarga di atas, nampaknya para ahli ada yang menerjemahkan keluarga dalam arti sempit dan ada yang menerjemahkan dalam arti luas. Dalam arti sempit pengertian keluarga didasarkan pada hubungan darah yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan dalam arti yang luas, semua pihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama keluarga atau marga.

Sementara itu arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagai jenis, ada yang dikaitkan dengan wilayah geografis dari mana mereka berasal, ada


(14)

yang dikaitkan dengan silsilah, lingkungan kerja, mata pencaharian, profesi dan sebagainya.4

Alangkah baiknya bagi yang sudah berumah tangga atau yang akan menempuhnya dapat mengetahui dan memahami tujuan dari suatu perkawinan atau tujuan dalam hidup berumah tangga, yang pada abad modern ini justru semakin dikaburkan, dijauhkan oleh generasi yang katanya telah mengenyam pendidikan.

Memang hanya segelintir generasi muda yang telah mengacak-acak dan menjauhkan arti sesungguhnya tujuan dari suatu perkawinan (pernikahan), dan mereka pada umumnya juga melanggar aturan-aturan yang telah digariskan oleh agama. Karena memang mereka telah jauh meninggalkan ajaran-Nya. Tetapi justru yang segelintir inilah jika didiamkan akan merusak generasi sekarang dan yang akan datang.

Apa yang membuat mereka begitu, yaitu karena iman mereka telah keropos atau rapuh, akibat dari terbawa arus kemodernan yang memang memuja hidup dalam kebebasan. Mereka alergi untuk mengikuti aaturan-aturan yang sudah ditentukan oleh agama, bagi mereka hidup dalam kebebasan itu lebih nikmat karena tanpa ikatan dan peraturan.5

4

Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan di Kota Padang), (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), h.19-20.

5

Hartono Ahmad Jaiz, Mulyawati Yasin, Ragam Berkeluarga; Serasi Tapi Sesat, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,1995), h.45-46.


(15)

Rumah tangga adalah amanah bersama, yang seharusnya dijadikan sebagai acuan awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan bersama didalamnya apabila terjadi suatu problematika kehidupan dalam rumah tangga, hal itu dikarenakan masing-masing pihak diantara mereka tidak bisa memenuhi amanah tersebut.

Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi sesuatu hal yang tidak dapat dihindari, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya.6

Dalam menjalankan perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep mawaddah wa rahmah, saling cinta mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan menerima, saling terbuka.

Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus, pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percekcokan dalam menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya namun ada juga yang tidak.

Talak merupakan persoalan yang serius, untuk itu butuh keseriusan untuk memutuskannya. Islam hanya mengijinkan perceraian karena tidak ada jalan lain untuk keluar dari lingkaran ketegangan yang terus menerus dalam rumah tangga.

6

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2006), h.19-20.


(16)

Perceraian atau yang dalam bahasa Arabnya “talak” merupakan isim masdar dari yang artinya melepaskan, membebaskan atau meninggalkan. Menurut istilah perceraian adalah: melepas tali perkawinan pada waktu sekarang atau pada waktu yang akan datang. Secara singkat, perceraian didefinisikan sebgai melepas tali perkawinan dengan kata talak atau yang sepadan artinya dengan talak.

Perceraian dalam hukum positif ialah: suatu keadaan dimana antara suami dan istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.7

Tidak ada suami istri yang secara lengkap dan sempurna kompatibel. Bila mana saudara mencari jodoh yang cocok dalam segala-galanya dengan saudara sendiri, saudara boleh mencari seumur hidup dan akhirnya tidak mendapatkannya dan menjadi bujangan tua. Suami istri yang berbahagia ada saja perbedaan-perbedaannya, tetapi tidak banyak dan tidak mengenai perkara-perkara yang sangat fundamental, seperti iman, pandangan hidup dan arah hidup (way of life) yang ingin diselenggarakan.8

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setalah mengadakan upaya perdamaian secara

7

Yayan sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan Islam dalam hukum nasional), (jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h.172-174.

8

Dep. Agama RI, Pedoman Konselor keluarga sakinah, (jakarta: Direktorat jenderal BIMAS islam dan penyelenggaraan haji, 2001), h.142.


(17)

maksimal. Perceraian dapat dilakukan dengan kehendak suami atau permintaan istri. Perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut cerai gugat.

Salah satu masalahnya datang dari pihak keluarga, yaitu adanya ikut campur dari orang tua ke kehidupan anaknya. Yang mengakibatkan ketidakharmonisan atau tidak ada keselarasan antara anak dan orang tuanya. Peristiwa seperti ini sangat amat disayangkan karena pernikahan yang pada awalnya didasari dari ikatan suci dan dipupuk dengan rasa kepercayaan hancur begitu saja karena hilangnya unsur-unsur tersebut.

Ini merupakan salah satu yang banyak terjadi di masyarakat, dalam beberapa segi atau hal adanya turut campur atau (intervensi) tidak selalu menghasilkan hal positif, justru dalam kenyataan sosial tidak sedikit perceraian yang terjadi karena turut campur (intervensi) keluarga, orang tua maupun teman-teman.

Salah satu kenyataan sosial adalah seorang istri yang menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor perkara: 0118/Pdt.G/2013/PA JS. Pada putusannya hakim Jakarta Selatan mengesahkan perceraian yang disebabkan oleh adanya turut campur (intervensi) orang tua.

Kasus ini bertentangan dengan putusnya perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 116 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;


(18)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat yang membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri; f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Di lihat dari latar belakang yang ada, ditakutkan akan ada kasus-kasus semacam ini di ranah masyarakat dikarenakan kelalaian hakim dalam mengutus suatu perkara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mencoba menganalisis putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “PERCERAIAN AKIBAT


(19)

INTERVENSI ORANG TUA” (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0118/Pdt.G/2013/PA JS).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi masalah tentang kewenangan orang tua terhadap keluarga anak dan mengetahui apa alasan hakim dalam memutuskan perkara

2. Perumusan Masalah

Menurut Peraturan tidak ada dinyatakan Intervensi orang tua merupakan sebab perceraian namun pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama memutuskan perkara perceraian yang berdasarkan intervensi orang tua.

Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Sejauhmana Intervensi Orang Tua terhadap keluarga anak yang berakibat terjadinya Perceraian?

2. Dasar Hukum apa yang digunakan Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan Perkara Perceraian Tersebut?


(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui intervensi orang tua terhadap keluarga anak yang

berakibat terjadinya perceraian.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum yang dipakai Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan Perkara Perceraian tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah (S.Sy) yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.

2. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas ini.


(21)

D. Metode Penelitian

Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa data dan metode. Adapun data yang digunakan:

1. Data Prime, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada skripsi ini penulis menggunakan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Pada skripsi ini penulis menggunakan buku-buku yang terkait, koran, media elektronik dan lain-lain.

Sedangkan metode yang digunakan diantaranya: 1. Metode Pengumpulan Data

a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan

b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Metode Interview

Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur


(22)

maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka pertanyaan untuk disajikan kepada Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

3. Metode Observasi

Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

4. Metode Penulisan

Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”.

E. Kerangka Teori

Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum islam agar dilaksanakan manusia dengan baik, guna mencapai kehidupan yang bahagia dan terhindar dari ketimpangan dan penyimpangan.


(23)

Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikolog dan agama.

Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali. Walaupun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi.9

Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian.

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat

yang membahayakan pihak yang lain.

9

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 97.


(24)

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.10

F. Review Studi Terdahulu

Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu dalam bentuk table berikut ini:

1. Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Perceraian yang ditulis oleh Surya Parma Batu Bara/Sas/Peradilan Agama/Fsh/s1/2008

Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Surya Parma Batu Bara berusaha menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan karena ekonomi.

10

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI),( jakarta: Kencana, 2004), h. 218-219


(25)

2. Perceraian Akibat Poligami (Studi Kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan) yang di tulis oleh Shonifah Albani/Sas/Peradilan Agama/Fsh/s1/2006

Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Shonifah Albani berusaha menjelaskan tentang perceraian yang di akibatkan oleh orang ketiga, sehingga terjadi atau adanya perceraian.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat melalui sistematika skripsi berikut ini:

BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan, Pengertian Perceraian, Pengertian Orang Tua.

BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Letak Geografis dan Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tugas dan Fungsi Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.


(26)

BAB KEEMPAT berisi, Pandangan Hakium Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai perceraian, Wawancara Hakim dan Tokoh Agama Jakarta Selatan, Analisis terhadap Perceraian yang diakibatkan oleh intervensi orangtua.


(27)

BAB II

PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA

A. Pengertian Perceraian

Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh islam. Sebaliknya melepaskan diri dari kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul dan menyalahi kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.

Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya perceraian atau thalaq itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh. 11

Talak menurut bahasa berarti perpisahan dan melepaskan. Menurut syara’

melepaskan ikatan suami istri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Talak juga merupakan perbuatan Halal yang Dibenci Allah.

Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda:

ُقَاَطلا ِها َدِْع ِلَاَْْا ُضَغْ بَا

11

Amir syarifuddin, hukum perkawinan islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawina, (Jakarta: Kencana, 2007), h.199


(28)

Perbuatan halal yang paling dibenci Allah swt. adalah Talak.”

Hadis ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai, tetapi ada sesuatu yang disukai dan ada yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan pergaulan yang baik. Wanita yang meminta talak karena mengharapkan suatu kehidupan yang direncanakan lebih baik, maka ia berdosa dan bau surga haram baginya.12

Perceraian bukanlah produk baru islam, Ia sudah ada sebelum Islam lahir. Masyarakat arab jahiliyah telah mempraktikkannya, walau akibat dari perceraian itu merugikan perempuan. Tradisi perceraian pada jaman Jahiliyah yang bersambung pada masa permulaan islam. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum islam diturunkan secara bertahap. Salah satu hikmahnya agar apa yang telah diturunkan menjadi mantap dan dilaksanakan. Dengan turunnya ayat tentang batasan-batasan jumlah talak yang boleh dirujuk di atas, maka berakhirlah bilangan talak yang tidak terbatas itu.13

Perjanjian (ikatan) yang demikian kuat kokohnya, tidaklah layak dirusak atau disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan ataupun

12

Ibrahim Muhammad Al-jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 279

13

Yayan Sopyan, Islam-Negara:Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.174-175


(29)

melemahkannya, adalah suatu perbuatan yang dibenci islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan antara suami isteri. 14

Karena itu, setiap usaha untuk merusak perkawinan itu adalah dibenci oleh islam, sebab ia telah merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri dan anak-anak.15

B. Dasar Perceraian

Di dalam Al-Qur’an memang tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang Talak, namun hanya mengatur bagaimana bila talak terjadi. Ayat-ayat yang mengatur perceraian seperti berikut:

                                    

(QS. An-Nisa’:35)

Artinya : dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Argumentasi lain yang menyatakan bahwa hukum asal dari perceraian makruh adalah perkawinan adalah nikmat Allah. Dan manusia haram untuk mengingkari

14

Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983). h.170-171

15


(30)

nikmat Allah. Oleh karena itu, ketika terjadi perceraian dapat diartikan sebagai bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah. Perceraian hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa.16

Di Indonesia perceraian diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang-undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena :

a. kematian b. perceraian, dan

c. atas putusan Pengadilan

Hal ini sama dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.

Di dalam Undang-undang Indonesia perceraian dibedakan antara atas kehendak suami dan atas kehendak istri. Hal ini dikarenakan karakteristik hukum islam dalam perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses penyelesaiannyapun berbeda. Namun hal ini harus dilakukan di depan pengadilan seperti pada pasal 115 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.17

16

Yayan Sopyan, Islam-Negara: Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.179

17


(31)

C. Jenis Dan Alasan Perceraian 1. Jenis Perceraian

a. Cerai Talak (Suami yang Bermohon untuk Bercerai)

Seorang suami yang akan menalak istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat termohon. Dalam permohonan tersebut dimulai identitas para pihak, yaitu pemohon (suami) dan termohon (istri) yang meliputi: nama, umur dan tempat kediaman serta alasan-alasan yang mendasari terjadinya cerai talak.

Pemeriksaan permohonan tersebut dilaksanakan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atas surat permohonan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.18

Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mennceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam pasal 66 UUPA. Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama, Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi dasar diajukannya permohonan tersebut. Pertama pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lamabatnya 30 (tiga puluh) hari. Hal ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan pasal 131 KHI.

Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua

18

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 77


(32)

dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isttri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.

b. Cerai Gugat (Istri yang Bermohon untuk bercerai)

Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud. Oleh karena itu, khulu’ seperti yang telah diuraikan pada sebab-sebab putusnya ikatan perkawinan termasuk cerai gugat. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas pertujuan suaminya.

Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.19

Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, dan untuk hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke

19

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h.78


(33)

Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Hal ini sesuai dengan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 73 UUPA.20

2. Alasan Perceraian (Talaq)

a. Suami dapat mengajukan gugatan ke pengadilan ketika sang istri melalaikan kewajiban, ini sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 34 ayat (3).

b. Ketika salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain-lain maka pihak yang lain bisa mengajukan gugatan perceraian, ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf a dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf a.

c. Ketika salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 Tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah maka berhak di gugat, ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf b dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf b.

d. Ketika salah satu pihak Permohonan melakukan penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf d dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 huruf a. e. Ketika salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya,

20


(34)

ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf e dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf e.

f. Ketika kedua belah pihak terus menerus berselisih atau bertengakar, ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf f dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf f.21

Selain itu Imam Mazhab: Malik, Syafi’y dan Ahmad bin hanbal juga menetapkan bahwasanya kantor Pengadilan boleh menjatuhkan Thalaq secara fasakh karena suami tidak memberikan nafkah, dengan mengambil alasan Firman Allah swt:

      

Artinya: Dan janganlah kamu menahan istri-istri kamu itu dengan maksud untuk membiarkan mereka itu menderita, karena dengan demikian berarti kamu menganiaya mereka. (Q.S Al Baqarah, 231)22

D. Akibat dan Hikmah Perceraian 1. Akibat Perceraian

Akibat hukum yang muncul ketika putus ikatan perkawinann antara seorang suami dengan seorang istri dapaat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam Undang-undang Perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI. Berikut jenis akibat perceraian:

a. Akibat Cerai Talak

21

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 85-87 22

Mustafa As-Siba’y, Wanita diantara Hukum Islam dan Perundangan-undangan, (Jakarta: Bintang Bulan, 1980), h. 201-203


(35)

Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai beberapa akibat hukum, maka bekas seuami wajib memberika mut’ah (sesuatu yang layak kepada berkas istrinya, member nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian), melunasi mahar apabila masih terhutang, memberikan biaya hadhanah untuk anak yang belum mencapai umur 21 Tahun. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 149 KHI yang bersumber dari Surah Al-Baqarah ayat 235 dan 236.

b. Akibat Cerai Gugat

Cerai gugat didasarkan hadis Nabi Muhammad saw.:

َل ِِ ْدَثَو ٌء اَع ِو َُل ِِْطَب ْتَناَك اَذَ ِِْبا َنِإ ِها ُلْوُسَر اَي ْتَل اَق ُةَأ َرْما َنَا

ُه اَبا َنِاَوُءاٌوَح َُل ىِرْجَحَو ٌء اَقَس ُ

ِِْقَلَط

علص ِها ُلْوُسَراَََ َلاَقَ ف ىِِم َُعِزَْ ي ْنَاَداَراَو

)دوادوباو دما اور( ىِحِكَْ ت ََْاَم ِِب ٌقَحَا َتْنَا م

Seorang perempuan berkata Rasullah saw.: “Wahai Rasulullah saw. Saya yang mengandung anak ini, air susuku yang diminumnya, dan di balikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya dariku”, maka Rasulullah saw. bersabda: “kamu lebih berhak (memelihaaranya, selama kamu tidak menikah”. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim mensahihkannya)23

Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu, Ayah, Wanita-Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan, Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah. ketika sang anak sudah mumayyiz, anak berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya. Biaya hadhanah dan

23


(36)

nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 Tahun). Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Ini sesuai dengan Pasal 156 KHI.24

2. Hikmah Perceraian

Pada Prinsipnya, kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawwadah,

rahmah dan cinta kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran masing-masing, yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Jika kedua-duanya sudah tidak lagi saling mempedulikan satu dengan yang lainnya serta sudah tidak menjalankan tugas dan kewajibannnya masing-masing, kemudian keduanya berusaha memperbaiki namun tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, talak adalah kata yang paling tepat seakan-akan ia merupakan setrika yang didalamnya terdapat obat penyembuh, namun ia merupakan obat yang paling akhir diminum. Seandainya islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan tidak membolehkan mereka untuk bercerai pada saat yang sangat kritis, niscaya hal itu akan membahayakan bagi pasangan tersebut. Dan hal itu pasti akan berakibat buruk

24


(37)

terhadap anak-anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Karena, jika pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak-anak mereka pun pasti menderita dan menjadi korban. 25

Dari mereka itu akan lahir masyarakat yang dipenuhi dengan kedengkian, iri hati, kezhaliman, hidup berfoya-foya dan berbuat hal-hal yang negatif sebagai bentuk pelampiasan dan pelarian diri dari kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka, rumah itu tidak lain hanyalah seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan, yang menyebabkan seluruh penghuninya lari menjauh agar tidak terperangkap ke dalam kebencian, adu domba, kesengsaraan dan kesedihan.

Pada saat itu, talak merupakan satu-satunya jalan yang paling selamat. Talak merupakan pintu rahmat yang selalu terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar tiap-tiap suami istri malu, berintrospeksi diri dan memperbaiki kekurangan dan kesalahan. Orang-orang yang menolak adanya talak telah menutup semua pintu bagi pasangan suami istri jika rumah tangga mereka sedang goyang dan dalam keadaan kritis. Maka dengan demikian sebenarnya mereka telah membunuh perasaan cinta, hati nurani dan kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan yang halal bagi suami istri itu di tutup, maka masing-masing akan mencari jalan yang tidak layak dan tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal

25


(38)

yang diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa dengan istri dan anak-anak mereka.26

E. Kedudukan Orangtua Dalam Keluarga Anak

Islam mempunyai suatu karakter sosial yang mendasar, dan keluarga adalah inti masyarakatnya. Islam cenderung memandang keluarga sebagai sesuatu yang mutlak baik dan mendekati suci.

Di samping memberikan ketentraman dan dukungan timbal balik dan saling pengertian antara suami istri, fungsi yang jelas dari keluarga adalah memberikan saluran cultural dan legal yang dapat diterima dalam memuaskan naluri seksual maupun untuk membesarkan anak sebagai generasi baru.27

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun dalam masyarakat pengertian orang tua adalah orang yang melahirkan kita yaitu bapak dan ibu. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini juga mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena orang tua adalah kehidupan rohani anak dan yang telah memperkenalkan anaknya kepada alam dan kehidupan luar,maka

26

Syaikh Hasan Ayyub. Fikih Keluarga. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h.206

27

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. (Yohyakarta: Graha Ilmu, 2011), h.33


(39)

setiap emosi dan reaksi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu. 28

Semua agama menempatkan kedudukan orang tua pada tempat yang terhormat. Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorangpun yang nuraninya bisa mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orang tua mereka. Selama Sembilan bulan ibu mengorbankan nyawanya sendiri demi anak yang dikandung. Pada saat melahirkan betapa ibu sangat menderita. Ia tidak memikirkan nyawanya sendiri. Harapan satu-satunya ialah: “semoga anakku lahir dengan selamat”.29

Orangtua ditempatkan pada kedudukan tertinggi sehubungan dengan kasih sayang dan ketulusan oleh anak-anak mereka. Dibeberapa tempat, Al-Qur’an menempatkan kasih sayang (ihsan) pada orangtua langsung setelah iman kepada Allah.

Yang terpenting dalam hubungan orang tua dan anak adalah kewajiban orang tua dalam memberikan nafkah. Selama anak ini belum dewasa, orang tua wajib memberi nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga, orang tua sudah tidak wajib lagi dalam memberikan nafkah dan penghidupan kepada anakya, karena seorang anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan dewasa, dan seorang anak yang sudah berkeluarga apabila seorang istri menjadi tanggungan suaminya.

28

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara,Bandung)

29


(40)

Kewajiban anakpun sebenarnya tidak hilang ketika seorang anak ini sudah dewasa dan mempunyai keluarga sendiri, namun kedudukan orang tua terhadap anak yang berubah. Karena ketika anak itu sudah berkeluarga mereka sudah mempunyai kewajiban terhadap keluarganya sendiri. Oleh karena itu kedudukan orang tua terhadap anak yang sudah mempunyai keluarga hanyalah sebatas antara orang tua dan anak, atau orang tua hanya sebatas sebagai penasihat dan menjadi pembimbing dalam keluarga anaknya jika memang dibutuhkan.30

30


(41)

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A.Sejarah Singkat Pengadilan Agama

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI hanya terdapat tiga kantor Cabang yaitu:

1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara; 2) Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah;

3) Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;

4) Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua pengadialn Agama Propinsi Jawa Barattermasuk pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).31

31Sayed Usman, “

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, artikel diakses pada 19 Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.


(42)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.32

Perkembangan dari masa ke masa:

1. PA Jakarta Selatan Berkantor di Serambi Masjid (1967-1979)

Terbentuknya kantor Pengadialn Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarat jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntunan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu di suatu gang kecil yang

32

“ayed Us a , “ejarah Pe gadila Aga a Jakarta “elata , artikel diakses pada 19 Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.


(43)

sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. POLANA.33

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang warisan masuk kepada Komparisi itu pun mulai tahun 1969 kerjasama dengan Pengadilan Negeri ayng ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR, S.H. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk pak HASAN MUGHNI ditahan karena penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa Waris ditambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.34

Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan Kantor Cabang pun dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula beberapa Hakim hoorer yang antaranya adalah Bapak H. ICHTIJANTO, S.A., S.H. Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta

33

“ayed Us a , “ejarah Pe gadila Aga a Jakarta “elata , artikel diakses pada 19 Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.

34

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses pada 19 Maret 2014.


(44)

Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-tugas kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI, SUKANDI, SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN MUGHNI, DAN IMRON, keadaan penempatan Kantor diserambi Masjid tersebut bertahan sampai pada tahun 1979.35

2. PA. Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri

a. Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat pengadilan Agama Jakarta Selatan dipinpim oleh Bapak H. ALIM BA diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya: KH. YA’KUB, KH. MUHDATS YUSUF, HAMIM QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI IMRAN, Drs. H. NOER CHAZIN.36

35“ayed Us a , “ejarah Pe gadila Aga a Jakarta “elata , artikel diakses pada 19 Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.

36

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 19 maret 2014.


(45)

b. Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H. DJABIR MANSHUR, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. JAYUSMAN, S.H. Begitu pula pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs, H. AHMAD KAMIL, S.H. pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal computer walaupun hanya sebatas pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak Drs, RIF’AT YUSUF.37

c. Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs.H. ZAINUDDIN FAJARI, S.H. pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan sistem komputerisasi dengan online computer, dan ini terus dibenahi sampai sekarang oleh ketua pengadilan Agama Bapak Drs.

37

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html diakses pada 19 maret 2014.


(46)

H. Syed Usman, S.H. yang tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa.

d. Perkembangan selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, S. H., M.H. pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online computer, pada periode ini juga Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas 6000 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan.

e. Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru sesuai dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketuai oleh Bapak Drs. H. PAHLAWAN HARAHAP, S.H.,MA.

f. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Penagdialn Agama Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut,


(47)

pada saat itu Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. HAMID, S.H.

g. Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representative tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal peningkatan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah semakin canggih disertai dengan program-program yang menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama) Yang sudah berjalan dan terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta beberapa fitur tambahan dari Situs Web http://www.pa-jakartaselatan.go.id38

B.Letak Geografis Pengadilan Agama

Gedung baru pengadilan Agama Jakarta Selatan kelas 1A yang terletak di Jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21 April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 (tahap 1) dengan anggaran sejumlah Rp. 6.501.077.000,- (enam miliar lima ratus satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) serta pembangunan taha kedua tanggal 26 Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember 2009 dengan anggaran Rp.

38

Media Informasi dan Transfaransi Agama Jakarta Selatan, Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan, diakses pada tanggal 14 Maret 2014 melalui http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/index.php/tentang-kami/sejarah.html


(48)

6.489.230.980.,- (enam miliar empat ratus delapan puluh Sembilan juta dua ratus tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah). Yang mencapai luas bangunan 2 lantai seluas 1.500 M2 dan luas tanah 6.144 M2. 39

Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup semua wilayah kota Jakarta Selatan yang meliputi 10 kecamatan dan 65 kelurahan antara lain:

1. Kecamatan Kebayoran Baru terdiri dari Kelurahan Selong, Gunung, Kramat Pela, Gandaria Utara, Cipete Utara, Pulo, Melawai, Petogogan, Rawa Barat, Senayan.

2. Kecamatan Kebayoran Lama terdiri dari Kelurahan Grogol Utara, Grogol Selatan, Cipulir, Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama Selatan, Pondok Pinang.

3. Kecamatn Pesanggrahan terdiri dari Kelurahan Ulujami, Petukangan Utara, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Bintaro.

4. Kecamatan Cilandak terdiri dari Kelurahan Cipete Selatan, Gandaria Selatan, Cilandak Barat, Lebak Bulus, Pondok Labu.

5. Kecamatan Pasar Minggu terdiri dari Kelurahan Pejaten Barat, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Kebagusan, Jati Padang, Ragunan, Cilandak Timur.

39

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014.


(49)

6. Kecamatan Jagakarsa terdiri dari Kelurahan Tanjung Barat, Lenteng Agung, Jagakarsa, Ciganjur, Srengseng Sawah, Cipedak.

7. Kecamatan Mampang prapatan terdiri dari Kelurahan Kuningan Barat, Pela Mampang, Bangka, Tegal Parang, Mampang Prapatan.

8. Kecamtan Pancoran Terdiri dari Kelurahan Kalibata, Rawa Jati, Duren Tiga, Cikoko, Pengadegan, Pancoran.

9. Kecamatan Tebet terdiri dari Kelurahan Tebet Barat, Tebet timur, Kebon Baru, Bukit Duri, Manggarai Selatan, Menteng Dalam.

10.Kecamatan Setiabudi, Terdiri Dari Kelurahan Setiabudi, Karet, Karet Semanggi, Karet Kuningan, Kuningan Timur, Menteng Atas, Pasar Manggis, Guntur.40

C.Struktur Organisasi Pengadilan Agama

Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdiri dari pemimpin pengadilan agama (yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua), hakim Panitera sekretaris, dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga kepala sub kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga kepala sub bagian, panitera pengganti, jurusita, jurusita pengganti, calon hakim dan beberapa orang staf/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat Keputusan

40

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html diakses pada tanggal 14 Maret 2014.


(50)

Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/004/II/92 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan KMA Nomor 5 Tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan.

1. Ketua : Dr. H. Imron Rosyadi, S.H, M.H

2. Wakil Ketua : Drs. H. Abdul Latif, M.H

3. Dewan Hakim :

Drs. Ahmad Busyro,M.H Dra. Hj.Athiroh Muchtar

Drs. Muh. Rusydi Thahir,S.H.,M.H Drs. Sohel,S.H

Dra.Hj.Tuti Ulwwiyah,M.H Dra. Hj.Ida Nursa’adah,S.H.,M.H

Drs. Yusran,M.H Drs. Nasrul,M.A

Drs. Azhar Mayang,M.H.I Drs. Agus Abdullah,M.H Drs.Agus Yunih,S.H.,M.H.I Dra. Hj. Lelita Dewi,S.H.,M.Hum Drs. Nurhafizal, S.H., M.H.I Elvin Nailana S.H., M.H Drs. Saifuddin,M.H Drs.H. Sunardi M. S.H.,M.H.I

4. Panitera/Sekretaris : Ahmad Majid,S.H

5. Wakil Sekretaris : H.Fauzan,S.H.,M.H.,M.M

6. Wakil Panitera : Dra. Aida Yahya

7. Ka. Sub. Keuangan : Djuhdan Muharom. S.H.,M.M

8. Ka.Sub.Kepegawaian : Nur Khaefah

9. Ka.Sub.Umum : Najamudin, S.Ag


(51)

11.Panmud Gugatan : Moh.Hambali,S.H

12.Panmud Hukum : Pahrurozi, S.H

13.Panitera Pengganti :

a. Hj.Rahmi,S.H f. Hamdani,S.H.I

b. Abas g. Junaedi,S.H

c. H.Aswar Nasution,S.H h. Ahlan,S.H

d. Nurhayati,S.H i. Nuraini,S.H

e. Saparanto, S.H.,M.H j. Teguh Magzan

k. Siti Faradilla,S.H.I o. Ahmad Irfan,S.H

l. Sajidan,S.H p. Ahmad Irfan,S.H

m. Hj.Halwan Najah,S.E.,S.H.,M.M q. Siti Makbullah, S.H

n. Neneng Kurniati,S.Ag r. Sumaryani,S.H

14.Jurusita :

a. Wardono c. Zaenal Arifin

b. Ombang Hasyim Azhari,S.Ag d. Gunawan

15.Jurusita Pengganti :

a. Sudiono f. Kunti Septiyanti,A.Md

b. Tati Julianti g. Nining Widiawati


(52)

d. A.Zamrun Najib,S.E i. Rita Suryani,S.H41 e. Ahmad Rumqoni,S.E.,S.H

41

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-jaksel.html di akses pada tanggal 14 Maret 2014.


(53)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN

A. Duduknya Perkara

Menimbang bahwa penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 14 januari 2013 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Nomor 0118/Pdt.G/2013/PA JS., telah mengajukan permohonan untuk melakukan cerai gugat terhadap Tergugat dengan alasan sebagai berikut :

1. Bahwa Pada Hari Minggu, tanggal 5 Nopember 2000 M atau 8 Sya’ban 1421H Pukul 9.00 WIB. Penggugat dengan Tergugat melangsungkan Pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Sebagaimana ternyata dari kutipan akta nikah Nomor 769/22/XI/2000.

2. Bahwa semula kehidupan Rumah Tangga antara Penggugat dan Tergugat rukun dan harmonis. Setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal bersama Ibu Kandung dan Keluarga kakak kandung Tergugat ditempat kediaman Orang Tua Tergugat di Jl.Daksa 3 No. 9 RT 006/002 Kel. Selong, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sampai dengan Tergugat rukun baik sebagaimana layaknya suami istri dan belum dikarunia anak.


(54)

3. Bahwa walaupun sebenarnya Penggugat Kurang berkenan untuk tinggal dikediaman Orang Tua Tergugat tetapi demi untuk keharmonisan Rumah Tangga, Penggugat akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama dikediaman orang tua Tergugat. Namun kurang lebih dari tahun 2007 sampai tahun 2010 Perkawinan Rumah Tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan sering terjadinya perselisihan perbedaan pendapat yang terus meneru dikarenakan banyaknya intervensi Keluarga Tergugat dan teman-teman Tergugat yang datang silih berganti menjadikan komunikasi tidak lancar dan tidak adanya privasi lagi seperti layaknya rumah tangga pasangan suami istri.

4. Bahwa setiap saran pendapat Penggugat tidak pernah didengar dan dihargai lagi. Apalagi didepan keluarga dan teman-teman Tergugat sehingga seringnya pertengkaran & perselisihan terjadi dan tidak memungkinkan lagi untuk hidup damai dan tentram seperti sebuah keluarga pasangan suami istri.

5. Bahwa hubungan antara penggugat dan tergugat menjadi tidak harmonis lagi dan lama kelamaan membawa dampak yang kurang baik. Tergugat tidak pernah mau keluar dari kediaman orang tuanya. Akhirnya 2 tahun lebih sudah telah pisah ranjang sampai sekarang dan tidak pernah dinafkahi lahir batin lagi oleh tergugat.


(55)

6. Dengan kejadian tersebut diatas rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk Rumah Tangga Sakinah, Mawadah, Rahmah tidak bisa tercipta. Maka perceraian adalah alternatif terakhir bagi penggugat untuk menyelesaikan permasalahan antara Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Peerkawinan Penggugat dan Tergugat secara hukum dapat dinyatakan putus karena perceraian, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan JO pasal 19 / F Peraturan Pemerintah RI No.19 Th. 1975 Tentang Pelaksanaan UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan.

B. Pertimbangan Majelis Hakim

Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh orang lain sebagai kuasanya untuk menghadap di persidangan, meskipun menurut relas panggilan yang dibacakan di persidangan telah dipanggil secara sah dan patut dan ketidak hadirannya tanpa alasan yang dibenarkan menurut hukum, oleh karena itu, berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR, Tergugat harus dinyatakan tidak hadir dan perkara ini diputus secara verstek;

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir, maka Majelis Hakim tidak dapat melaksanakan upaya perdamaian melalui mediasi sebagaimana


(56)

dimaksud oleh PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008, namun majelis hakim telah mendamaikan dengan menasehati Penggugat agar mengurungkan niatnya cerai dari Tergugat, akan tetapi Penggugat tetap pada pendiriannya;

Menimbang, bahwa inti alasan gugatan cerai Penggugat adalah antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus karena Tergugat mempunyai wanita impian lain serta berpisah 2 tahun”, dengan demikian alasan tersebut yang harus dibuktikan oleh Penggugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti (P.1) yang telah memenuhi ketentuan sebuah alat bukti surat sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, maka terbukti bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah, sehingga antara Penggugat dan Tergugat terdapat hubungan hukum dan oleh karena itu Penggugat memiliki kualitas untuk mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat:

Menimbang, bahwa saksi I dan saksi II, menerangkan bahwa penggugat dan Tergugat telah berselisih terus menerus, masalah Tergugat mengambil uang Penggugat dan tidak memberi nafkah kepada Penggugat, serta keduanya berpisah selama 2 Tahun dan telah diupayakan perdamaian namun tidak berhasil, oleh karena itu kesaksian keduanya secara formil dapat diterima karena telah memenuhi unsur Pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama sehingga secara materil dapat pula dipertimbangkan;


(57)

Menimbang, bahwa oleh karena keterangan saksi I dengan saksi II saling bersesuaian sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 170 dan Pasal 172 HIR, maka yuridis formal Penggugat telah membuktikan dalil-dalil perceraiannya;

Menimbang, bahwa Penggugat tetap bersikeras menuntut agar diceraikan dari Tergugat;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas, diperoleh fakta; 1. Penggugat dan Tergugat telah terikat perkawinan yang sah sejak

tanggal 5 Nopember 2000;

2. Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat sering berselisih dan bertengkar terus menerus;

3. Bahwa Tergugat telah berbuat kekerasan penelantaran dalam rumahtangga karena tidak member nafkah kepada Penggugat;

4. Penggugat dan Tergugat telah berpisah selama 2 Tahun dan selama itu keduanya tidak ada yang berusaha untuk rukun kembali;

5. Antara Penggugat dan Tergugat telah diupayakan perdamaian, namun tidak berhasil;

6. Penggugat tetap bersikeras untuk perceraian;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majlis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat cukup beralasan dan tidak melawan hukum karena sudah memenuhi ketentuan pasal 19 huruf (b & f) Kompilasi Hukum Islam, Tergugat juga telah melanggar Pasal 5 huruf (d) Undang-undang Nomor 23 Tahun


(58)

2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu “Kekerasan psychis dan penelantaran rumahtangga”, maka berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR, Gugatan Penggugat cukup beralasan dan tidak melawan hak, oleh karenanya dapat dikabulkan dengan verstek;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim mengambil pendapat ahli fiqh sebagai pendapat majelis Hakim sebagaimana disebutkan dalam kitab Fiqhus Sunnah juz I halaman 605 yang artinya “Jika istri menuduh suaminya telah menyengsarakan

dirinya dengan sesuatu yang menyebabkan tidak dapat diteruskannya kelangsungan pergaulan suami istri, maka istri boleh menuntut ke pengadilan untuk diceraikan, saat itu juga hakim dapat menjatuhkan talak satu ba’in jika memang tuduhan itu terbukti dan hakim tidak berhasil mendamaikan keduanya”

Mengingat segala perundang-perundangan yang berlaku dan dalil syar’i yang berkaitan dengan perkara ini;

MENGADILI

1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir;

2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek;

3. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat; 4. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan

untuk mengirimkan salinan putusan perkara ini setelah berkekuatan hukum yang tetap kepada Kantor Urusan Agama tempat pernikahan


(59)

Penggugat dan Tergugat dilangsungkan untuk dicatat dalam register yang tersedia untuk itu;

5. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara hingga putusan ini diucapkan sejumlah Rp 716.000,00 (tujuh ratus enam belas ribu rupiah):

C. Analisis Penulis

1. Islam adalah agama yang adil terhadap umatnya. Dalam hukum perkawinan pun islam memberikan batasan syar’i guna mengarungi bahtera rumah tangga agar menjadi sebuah keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Namun seringkali konflik dan perpecahan pun sering muncul dalam biduk rumah tangga, sehingga Islam pun membuka kelonggaran berupa pintu perceraian, bila konflik dan perpecahan sudah tidak bisa diatasi. Artinya Islam tidak memberikan suatu ketentuan yang kaku, sehingga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan dalam hal ini.42

2. Kasus yang diangkat penulis adalah masalah cerai gugat yang diajukan istri kepada Institusi Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi kompetensi relatif Pengadilan Agama Jakarta Selatan, karena istri selaku pihak penggugat berdomisili di wilayah Kota Jakarta Selatan.

42 Abdul Qadir Djaelani,

Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 320


(60)

3. Penggugat mengajukan gugatan cerainya karena kehidupan rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat mulai tidak harmonis lagi karena adanya perselisihan dan perbedaan pendapat yang terus menerus dikarenakan banyaknya intervensi Keluarga Tergugat dan teman-teman Tergugat yang datang silih berganti menjadikan komunikasi tidak lancar dan tidak adanya privasi lagi seperti layaknya rumah tangga pasangan suami istri.

4. Dari putusan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan menerima gugatan Penggugat yang disebabkan karena perselisihan serta adanya intervensi dari orang tua dan teman-teman Tergugat, secara verstek.

5. Orang Tua merupakan orang yang sangat patut untuk dihormati dan disayangi. Pada dasarnya orang tua memang mempunyai kewajiban terhadap anak anaknya. Namun, ketika anak anak ini sudah menikah dan mempunyai keluarga baru, orang tua tidak bisa mengaturnya seperti saat anak ini belum menikah. Jadi, orang tua mempunyai batasan-batasan tertentu terhadap keluarga anak. Dalam arti, orang tua tidak bisa penuh mengatur atau masuk kedalam keluarga anak. Kecuali, untuk hal-hal yang positif.

6. Pada dasarnya yang melatar belakangi perceraian ialah sering terjadinya perselisihan, pertengkaran atau pun sejenisnya. Perselisihan


(61)

pun banyak sebab dan wujudnya. Perselisihan bisa disebut beda pendapat, beda paham dan beda haluan, dan ini yang menyebabkan timbulnya ketidak harmonisan sehingga tidak ada harapan rukun. 7. Majelis Hakim Jakarta Selatan memutuskan gugatan secara verstek

dikarenakan Tergugat tidak hadir dan tidak menunjuk kuasanya di persidangan. Selain itu Majelis Hakim pun meminta Penggugat untuk menghadirkan saksi. di dapatkan keterangan bahwa memang benar konflik yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dalam rumah tangga.

8. Dari keterangan saksi dari pihak Penggugat diketahui bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sering terjadi percekcokan disebabkan oleh karena Tergugat tidak bekerja sehingga tidak dapat memenuhi nafkah.

9. Hakim berpendapat, Putusan harus bersifat futuristik dengan kata lain putusan itu harus mempunyai manfaat. Sebelum terciptanya putusan hakim pun harus melihat kualitas perselisihan itu seperti apa. Karena kualitas perselisihan itu adalah efek yang ditimbulkan dari perselisihan itu sendiri. Ketika memang tidak bisa damai maka Rumah Tangga tidak perlu dipertahankan. Jadi, hakim berpendapat apapun penyebabnya, jika Rumah Tangga tidak ada harapan untuk rukun, tidak perlu dipertahankan.


(62)

10.Dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan hukumnya, sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup memenuhi alasan yang objektif atau tidak. Dalam perkara ini yang menjadi dasar hukum hakim dalam menetapkan putusan yaitu hakim senantiasa mengkaji dan menggali hukum tertulis, pendapat ahli, yurisprudensi dan juga hukum yg hidup di masyarakat. Hakim pun tidak lupa menggunakan selalu hati nuraninya sebagai hakim dan keyakinannya dalam menetapkan putusan suatu perkara.

11.Pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim adalah karena majelis hakim melihat bahwa antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dalam rumah tangga yang alasannya karena Penggugat merasa bahwa kehidupan rumah tangganya terlalu dicampuri oleh keluarga Tergugat khususnya orang tuanya serta teman-temannya..

12.Majelis Hakim melihat dengan adanya fakta-fakta tersebut telah merupakan bukti bahwa antara Penggugat dan Tergugat tidak bisa dipersatukan kembali, atau mereka telah berada pada titik akhir perkawinan. Sehingga, sangat sulit untuk keduannya hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Dan pada akhirnya Majelis Hakim mengabulkan gugatan Penggugat karena telah berdasar dan beralasan hukum untuk diterima dan dikabulkan berdasarkan pasal 19 huruf ( f ) Peraturan


(63)

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf ( f ) Kompilasi Hukum Islam.


(64)

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan, maka dapat penulis tarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.

A. Kesimpulan

1. Intervensi orang tua terhadap keluarga atau rumah tangga anak menurut hukum Islam dibolehkan, selama tidak mengandung kezhaliman, karena ridho orang tua adalah pintu surga. Sosok orang tua tidak bisa dihilangkan karena orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkannya, akan tetapi turut campurnya orang tua dalam keluarga anaknya hanya dalam kontek membimbing dan memberikan nasihat dalam keluarga anaknya, bukan berarti mencampuri urusan rumah tangga anaknya.

2. Intervensi orang tua terhadap keluarga anak menurut hukum positif seharusnya tidak ada atau tidak dibenarkan, karena kewajiban orang tua terhadap anak menurut Pasal 45 Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan, hak dan kewajiban antara orang tua dalam Bab X menyatakan bahwa kedua orang tua hanya wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri


(65)

sendiri. Artinya ketika anak ini sudah menikah berarti anak ini sudah dikatakan dewasa dan orang tua tentu saja sudah tidak lagi mempunyai kewajiban terhadap anaknya. Apalagi untuk mencampuri urusan rumah tangga atau keluarga anaknya, tentu saja tidak dibenarkan karena anak tersebut dikatakan sudah dewasa (sudah menikah).

3. Dalam proses penyelesaian perkara No. 0118/Pdt.G/2013/PAJS hakim memutuskan perkara dengan putusan verstek yang artinya tergugat tidak hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi oleh pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sehingga akhirnya gugatan perceraian dikabulkan oleh hakim.

B. Saran

1. Hendaknya orang tua lebih memahami dan menyadari, ketika anaknya telah menikah mereka sudah mempunyai kewajiban yang lain terhadap keluarganya sendiri. Selain ketika anak sudah menikah, hendaknya mereka tidak tinggal satu rumah dengan orang tua atau mertuanya agar orang tua dan mertuanya tidak mudah untuk mencampuri urusan rumah tangga anaknya.

2. Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga diusahakan hendaknya diselesaikan terlebih dahulu dengan pasangan dan dengan kepala dingin sebelum keluarga masing-masing mengetahui. Jika memang tidak berhasil kirimlah hakam atau juru damai dari pihak suami atau istri.


(66)

3. Bagi pasangan suami istri hendaknya meningkatkan intensitas komunikasi agar tidak terjadi salah paham, karena tujuan dari perkawinan ialah membentuk keluarga sakinah, mawaddah, waa rahmah.

4. Bagi pemerintah agar lebih mensosialisikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengenai perkawinan khususnya hak dan kewajiban suami dan istri kepada masyarakat.


(1)

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan, maka dapat penulis tarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.

A. Kesimpulan

1. Intervensi orang tua terhadap keluarga atau rumah tangga anak menurut hukum Islam dibolehkan, selama tidak mengandung kezhaliman, karena ridho orang tua adalah pintu surga. Sosok orang tua tidak bisa dihilangkan karena orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkannya, akan tetapi turut campurnya orang tua dalam keluarga anaknya hanya dalam kontek membimbing dan memberikan nasihat dalam keluarga anaknya, bukan berarti mencampuri urusan rumah tangga anaknya.

2. Intervensi orang tua terhadap keluarga anak menurut hukum positif seharusnya tidak ada atau tidak dibenarkan, karena kewajiban orang tua terhadap anak menurut Pasal 45 Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan, hak dan kewajiban antara orang tua dalam Bab X menyatakan bahwa kedua orang tua hanya wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri


(2)

sendiri. Artinya ketika anak ini sudah menikah berarti anak ini sudah dikatakan dewasa dan orang tua tentu saja sudah tidak lagi mempunyai kewajiban terhadap anaknya. Apalagi untuk mencampuri urusan rumah tangga atau keluarga anaknya, tentu saja tidak dibenarkan karena anak tersebut dikatakan sudah dewasa (sudah menikah).

3. Dalam proses penyelesaian perkara No. 0118/Pdt.G/2013/PAJS hakim memutuskan perkara dengan putusan verstek yang artinya tergugat tidak hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi oleh pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sehingga akhirnya gugatan perceraian dikabulkan oleh hakim.

B. Saran

1. Hendaknya orang tua lebih memahami dan menyadari, ketika anaknya telah menikah mereka sudah mempunyai kewajiban yang lain terhadap keluarganya sendiri. Selain ketika anak sudah menikah, hendaknya mereka tidak tinggal satu rumah dengan orang tua atau mertuanya agar orang tua dan mertuanya tidak mudah untuk mencampuri urusan rumah tangga anaknya.

2. Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga diusahakan hendaknya diselesaikan terlebih dahulu dengan pasangan dan dengan kepala dingin sebelum keluarga masing-masing mengetahui. Jika memang tidak berhasil kirimlah hakam atau juru damai dari pihak suami atau istri.


(3)

3. Bagi pasangan suami istri hendaknya meningkatkan intensitas komunikasi agar tidak terjadi salah paham, karena tujuan dari perkawinan ialah membentuk keluarga sakinah, mawaddah, waa rahmah.

4. Bagi pemerintah agar lebih mensosialisikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengenai perkawinan khususnya hak dan kewajiban suami dan istri kepada masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alhamdani.RisalahNikah. Jakarta: Pustaka Amani. 1985.

Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.

Al-jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani. 1995.

As-Siba’y, Mustafa. Wanita diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan.

Jakarta: Bintang Bulan. 1980.

Dep. Agama RI. Pedoman Konselor keluarga sakinah. Jakarta: Direktorat jenderal BIMAS islam dan penyelenggaraan haji. 2001.

Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1995. Durachman, Budi. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Fokus Media, 2007. Effendi, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. Jakarta: Prenada Media. 2004.

Fauzan, Muhammad. Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo Permai. 2001.

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/sejarah-pa-jaksel.html

http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/tupoksi.html http://www.pa-jakartaselatan.go.id/v2/profil-pengadilan/visi-dan-misi-pa-jaksel.html

Jaiz, Hartono Ahmad. Ragam Berkeluarga; Serasi Tapi Sesat. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 1995.

Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1983.


(5)

Manan, Abdul. Aneka masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana Media Group. 2008.

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011.

Sopyan, Yayan. Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan islam dalam

hukum nasional). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada Media. 2006.

Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1994.

Ulfatmi. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan di Kota Padang). Jakarta : Kementrian Agama RI. 2011.


(6)

Dokumen yang terkait

Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

1 59 103

Hak asuh anak kepada bapak akibat perceraian (analisis putusan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara nomor: 0305/Pdt.G/2010?pa.JS)

2 24 72

Akibat hukum dari perceraian dengan alasan suami murtad : Analisa Putusan No.1154/PDT.G/2007/PA.JS

1 8 100

Perselisihan terus menerus antara suami isteri akibat turut campur orang tua sebagai dasar alasan perceraian (kajian terhadap putusan PA Jakarta Timur NO 1164/Pdt.G/2008/PA JT)

1 8 98

Pornografi Sebagai Faktor Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 2571/Pdt. G/2012/PA JS)

0 5 0

Pornografi sebagai faktor perceraian analisis putusan nomor : 2571/Pdt. G/2012/PA JS

1 20 99

Hak Hadhanah Bagi Anak Yang Belum Mumayyiz (Analisis Putusan No. 184/pdt.G/2011/PA.Dpk)

1 7 111

PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA SUATU ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA NOMOR : 0689/PDT.G/2012/PA.SKA Perceraian Dan Akibat Hukumnya Suatu Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor : 0689/Pdt.G/2012/Pa.Ska.

0 2 8

PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA SUATU ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA NOMOR : 0689/PDT.G/2012/PA.SKA Perceraian Dan Akibat Hukumnya Suatu Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor : 0689/Pdt.G/2012/Pa.Ska.

0 2 21

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN AKIBAT SUAMI TIDAK MEMBAGI NAFKAH YANG RATA ANTARA ORANG TUA DAN MERTUA : STUDI PUTUSAN NOMOR: 455/PDT.G/2013/PA.SPG.

0 2 71