D. Metode Penelitian
Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa data dan metode. Adapun data yang digunakan:
1. Data Prime , yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangansuatu
organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada skripsi ini penulis menggunakan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Data Sekunder , yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
berupa publikasi. Pada skripsi ini penulis menggunakan buku-buku yang terkait, koran, media elektronik dan lain-lain.
Sedangkan metode yang digunakan diantaranya:
1. Metode Pengumpulan Data
a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan
bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan b.
Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Metode Interview
Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama
data. Dalam interview ini penulis menggunakan interview terstruktur
maksudnya adalah
penulis membawakan
kerangka-kerangka pertanyaan untuk disajikan kepada Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
3. Metode Observasi
Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini
penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 4. Metode Penulisan
Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis
penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”.
E. Kerangka Teori
Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum islam agar dilaksanakan manusia dengan baik, guna mencapai kehidupan yang bahagia dan terhindar dari
ketimpangan dan penyimpangan.
Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting
yang berkaitan dengan sosial, psikolog dan agama. Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil
keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali. Walaupun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun
perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh Nabi.
9
Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian.
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 lima tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat yang membahayakan pihak yang lain.
9
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 97.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak;
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
10
F. Review Studi Terdahulu
Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu
dalam bentuk table berikut ini: 1.
Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Perceraian yang ditulis oleh Surya
Parma Batu BaraSasPeradilan AgamaFshs12008
Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Surya Parma Batu Bara berusaha menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan
karena ekonomi.
10
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 11974 sampai KHI, jakarta: Kencana, 2004, h. 218-219
2. Perceraian Akibat Poligami Studi Kasus Pengadilan Agama
Jakarta Selatan yang di tulis oleh Shonifah AlbaniSasPeradilan
AgamaFshs12006
Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Shonifah Albani berusaha menjelaskan tentang perceraian yang di akibatkan oleh orang
ketiga, sehingga terjadi atau adanya perceraian.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat
melalui sistematika skripsi berikut ini:
BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika
Penulisan. BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan, Pengertian Perceraian,
Pengertian Orang Tua. BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
Letak Geografis dan Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tugas dan Fungsi Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
BAB KEEMPAT berisi, Pandangan Hakium Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai perceraian, Wawancara Hakim dan Tokoh Agama Jakarta Selatan,
Analisis terhadap Perceraian yang diakibatkan oleh intervensi orangtua. BAB KELIMA berisi, Penutup, Kesimpulan, Saran-saran.
BAB II PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA
A. Pengertian Perceraian
Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh islam. Sebaliknya melepaskan diri dari
kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul dan menyalahi
kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.
Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka
islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya perceraian atau thalaq itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah
ushul fiqh disebut makruh.
11
Talak menurut bahasa berarti perpisahan dan melepaskan. Menurut syara’
melepaskan ikatan suami istri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Talak juga merupakan
perbuatan Halal yang Dibenci Allah. Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda:
ُقَاَطلا ِها َدِْع ِلَاَْْا ُضَغْ بَا
11
Amir syarifuddin, hukum perkawinan islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawina, Jakarta: Kencana, 2007, h.199
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah swt. adalah Talak.” Hadis ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai, tetapi ada
sesuatu yang disukai dan ada yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan
pergaulan yang baik. Wanita yang meminta talak karena mengharapkan suatu kehidupan yang direncanakan lebih baik, maka ia berdosa dan bau surga haram
baginya.
12
Perceraian bukanlah produk baru islam, Ia sudah ada sebelum Islam lahir. Masyarakat arab jahiliyah telah mempraktikkannya, walau akibat dari perceraian itu
merugikan perempuan. Tradisi perceraian pada jaman Jahiliyah yang bersambung pada masa permulaan islam. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum islam diturunkan
secara bertahap. Salah satu hikmahnya agar apa yang telah diturunkan menjadi mantap dan dilaksanakan. Dengan turunnya ayat tentang batasan-batasan jumlah talak
yang boleh dirujuk di atas, maka berakhirlah bilangan talak yang tidak terbatas itu.
13
Perjanjian ikatan yang demikian kuat kokohnya, tidaklah layak dirusak atau disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan ataupun
12
Ibrahim Muhammad Al-jamal, Fiqih Muslimah, Jakarta: Pustaka Amani, 1995, h. 279
13
Yayan Sopyan, Islam-Negara:Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.174-175
melemahkannya, adalah suatu perbuatan yang dibenci islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan antara suami isteri.
14
Karena itu, setiap usaha untuk merusak perkawinan itu adalah dibenci oleh islam, sebab ia telah merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri
dan anak-anak.
15
B. Dasar Perceraian
Di dalam Al- Qur’an memang tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang Talak,
namun hanya mengatur bagaimana bila talak terjadi. Ayat-ayat yang mengatur perceraian seperti berikut:
QS. An- Nisa’:35
Artinya : dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam juru pendamai dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Argumentasi lain yang menyatakan bahwa hukum asal dari perceraian makruh adalah perkawinan adalah nikmat Allah. Dan manusia haram untuk mengingkari
14
Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. h.170-171
15
Abdul qadir djaelani. Keluarga Sakinah.Surabaya. PT. Bina Ilmu, 1995. h. 316
nikmat Allah. Oleh karena itu, ketika terjadi perceraian dapat diartikan sebagai bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah. Perceraian hanya boleh dilakukan dalam
keadaan terpaksa.
16
Di Indonesia perceraian diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang-undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa
perkawinan dapat putus karena : a.
kematian b.
perceraian, dan c.
atas putusan Pengadilan Hal ini sama dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.
Di dalam Undang-undang Indonesia perceraian dibedakan antara atas kehendak suami dan atas kehendak istri. Hal ini dikarenakan karakteristik hukum islam dalam
perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses penyelesaiannyapun berbeda. Namun hal ini harus dilakukan di depan pengadilan seperti pada pasal 115
Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.
17
16
Yayan Sopyan, Islam-Negara: Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h.179
17
Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara. 2011. h. 268
C. Jenis Dan Alasan Perceraian
1. Jenis Perceraian
a. Cerai Talak Suami yang Bermohon untuk Bercerai
Seorang suami yang akan menalak istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat termohon. Dalam
permohonan tersebut dimulai identitas para pihak, yaitu pemohon suami dan termohon istri yang meliputi: nama, umur dan tempat kediaman serta alasan-alasan
yang mendasari terjadinya cerai talak. Pemeriksaan permohonan tersebut dilaksanakan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 hari setelah berkas atas surat permohonan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.
18
Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mennceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam
pasal 66 UUPA. Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama, Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi
dasar diajukannya permohonan tersebut. Pertama pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lamabatnya 30 tiga puluh hari. Hal
ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan pasal 131 KHI. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat
Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua
18
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, h. 77
dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isttri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.
b. Cerai Gugat Istri yang Bermohon untuk bercerai
Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon suami
menyetujuinya, sehingga pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud. Oleh karena itu,
khulu’ seperti yang telah diuraikan pada sebab-sebab putusnya ikatan perkawinan termasuk cerai gugat.
Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas
pertujuan suaminya. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.
19
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, dan untuk hal penggugat dan
tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke
19
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h.78
Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Hal ini sesuai dengan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 73 UUPA.
20
2. Alasan Perceraian Talaq