Analisis Putusan KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

105 “melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah” 2 Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 dua tahun dan denda Rp. 1.000.000.000 satu milyar rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 dua bulan 3 Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa diikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4 Menetapkan barang bukti berupa : a 1 satu unir sepeda motor jenis Honda GL Pro tanpa nomor polisi dengan spackboard bagian depan berwarnah putih dikembalikan kepada pemiliknya yaitu terdakwa Iswandi bin Hasyim b 1 satu buah korek api mancis yang bahan gasnya berwarna biru, 1 satu unit Chain Saw Kecil dengan penutup mesin warna jingga, 1 satu buah parang mesin chain saw kecil dirampas untuk negara. 5 Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000 dua ribu rupiah

4. Analisis Putusan

Dasar pertimbangan hakim dalam membuktikan terdakwa Iswandi Bin Hasyim sebagai pelaku tindak pidana perusakan hutan adalah : Universitas Sumatera Utara 106 1. Mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tentang perbuatan terdakwa sebagaimana dikemukakan diatas dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang diajukan dimuka persidangan, terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana dikemukakan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya. 2. Terdakwa telah didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta- fakta hukum dan memilih langsung dakwaan alternatif kesatu 3. Bahwa oleh karena semua unsur yang terkandung dalam Pasal 82 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan telah terpenuhi, maka dakwaan penuntut umum telah terbukti secara sah dan menimbulkan keyakinan bagi hakim akan kesalahan terdakwa sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. 4. Selama persidangan Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan dari pertanggungjawaban pidana, sehingga terdakwa dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahannya dan harus dijatuhi pidana. 5. Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa selain pidana penjara juga disertai dengan pidana denda oleh karena itu terdakwa sudah sepatutnya membayar denda tersebut dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan yang lamanya akan ditentukan dalam amar putusan. Universitas Sumatera Utara 107 6. Bahwa terhadap penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan. Terdakwa Iswandi bin Hasyim di pidana dengan pidana penjara selama 2 dua tahun, dan pidana denda Rp. 1.000.000.000 satu milyar rupiah dengan subsidair 3 tiga bulan kurungan. Majelis Hakim menetapkan terdakwa Iswandi bin Hasyim bersalah dan telah melanggar ketentuan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 82 ayat 1 huruf c yang berbunyi : “Orang-perseorangangan yang denga sengaja melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 2.5.000.000 dua milyar lima ratus juta rupiah” Majelis hakim memilih langsung dakwaan alternatif kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat 1 huruf c Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1 Unsur orang perseorangan Bahwa yang dimaksud dengan “orang perseorangan” adalah setiap orang sebagai subjek hukum dari tindak pidana yang dilakukan yang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Dalam perbuatan hukum yang dilakukan oleh terdakwa, tidak ditemukan adanya alasan yang dapat menghapuskan pidana terdakwa, apakah itu alasan pembenar ataupun alasan pemaaf. Sehingga, terdakwa dapat dijatuhi pidana sebagai orang perorangan yang melakukan tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut diatas maka unsur pertama ini telah terpenuhi. Universitas Sumatera Utara 108 2 Unsur yang dengan sengaja melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah Unsur dengan sengaja pada pasal ini memberikan syarat bahwa perbuatan tersebut harus dilakukan dengan kehendak sendiri dari pelaku tindak pidana. Unsur dengan sengaja termasuk kedalam salah satu bentuk unsur kesalahan. Dalam kasus ini, Iswandi Bin Hasyim diketahui mengetahui apa yang diperbuat, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan tersebut telah memenuhi unsur dengan sengaja. Selain itu, unsur kawasan hutan dalam pasal ini menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Sedangkan pengertian dari penebangan pohon secara tidak sah adalah suatu kegiatan pemanfaatan hasil dari hutan berupa tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 sepuluh cm atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 satu koma liima puluh meter di atas permukaan tanah secara tidak sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan posisi kasus dari putusan nomor 21pid.sus2015PN.Tkn, bahwa terdakwa menebang pohon dengan diameter paling kecil 5 cm, dan paling besar adalah 50 cm. Sehingga, pasal tersebut telah terpenuhi. Diketahui bahwa perbuatan terdakwa tidak hanya melakukan penebangan pohon, akan tetapi juga melakukan pembakaran lahan kehutanan dengan tujuan untuk ditanami kentang. Akan tetapi pada putusan majelis hakim hanya Universitas Sumatera Utara 109 mepertimbangkan bahwa perbuatan tersebut hanya penebangan pohon di kawasan hutan. Padahal, berdasarkan keterangan saksi yang dibenarkan oleh terdakwa bahwa terdakwa setelah menebang pohon tersebut, lalu membakar ranting-ranting kering dari pohon yang sebelumnya terdakwa tebang dan apinya membesar dan menjalar ke kayu yang lebih besar. Tujuan dari perbuatan tersebut adalah untuk membuka lahan perkebunan. Secara teori, kesalahan tidaklah terdapat pada majelis hakim. Majelis hakim mempertimbangkan salah satu alternative pasal, sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Akan tetapi kesalahan berada pada penuntut umum. Sebaiknya, penuntut umum membentuk surat dakwaan yang bersifat kumulatif antara perbuatan yang didakwakan pasal 82 ayat 1 huruf c Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 mengenai larangan untuk melakukan penebangan pohon, dan dikumulatifkan dengan Pasal 78 ayat 3 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan jo Pasal 112 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan mengenai tindak pidana pembakaran hutan. Karena, fakta-fakta hukum telah jelas mengungkapkan bahwa perbuatan tersebut tidak hanya melakukan penebangan pohon di kawasan hutan, akan tetapi melakukan pembakaran terhadap pohon yang telah ditebang tersebut. Seharusnya ada pertimbangan mengingat kebakaran hutan dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan polusi udara dan berdampak langsung bagi masyarakat yang tinggal disekitar wilayah hutan baik yang dekat ataupun yang tinggal puluhan kilometer dari lokasi kebakaran. Asap Universitas Sumatera Utara 110 yang ditimbulkan dapat tersebar lebih dari puluhan kilometer. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan dampak negatif langsung bagi satwa-satwa yang ada di hutan dan hutan yang terbakar juga tidak akan bisa dipulihkan seperti sedia kala, karena butuh waktu untuk mengembalikan nya seperti semula. Akibat asap tersebut juga dapat mengganggu wilayah sekitar lokasi hutan. Oleh karena itu juga dapat berdampak buruk pada perputaran ekonomi diwilayah sekitar, sehingga mengalami kerugian. Selain itu, keganjalan lainnya adalah tidak diketahui berapa luas kawasan yang dibakar. Pasal 82 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan tersebut dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun. Dalam kasus ini, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 dua tahun. Menurut penulis hukuman tersebut terlalu berat, karena tidak diketahui sebenarnya berapa banyak pohon yang ditebang dan berapa luas lahan yang rusak akibat dari perbuatan tersebut. Hanya dari keterangan terdakwa lah yang memperkirakan ada sekitar seratus batang kayu ukuran besar dan kecil yang telah ditebang. Mengingat Pemberantasan kejahatan kehutanan secara terorganisir merupakan sasaran utama dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 11 ayat 1 membatasi perbuatan yang dikualifikasikan perbuatan perusakan hutan adalah kegiatan pembalakan liar danatau penggunaan kawasan hutan yang dilakukan secara terorganisir. Perbuatan tersebut adalah kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Universitas Sumatera Utara 111 terstruktur terdiri atas 2 dua orang atau lebih dan bertindak bersama-sama pada waktu tertentu. Artinya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ingin memfokuskan pada perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisir dan bukan pada masyarakat kecil yang menggantungkan kehidupan pada hutan. Selama ini, dalam beberapa kasus, pemidanaan yang dilakukan dengan pendekatan Undang-Undang Kehutanan digunakan untuk memidanakan masyarakat lokal atau adat yang memang menggantungkan kehidupan pada hutan. Mengingat bahwa terdakwa melakukan penebangan pohon tersebut seorang diri dan melakukan penebangan untuk membuka lahan yang kemudian dilahan tersebut akan terdakwa tanami tanaman kentang, maka menurut penulis hukuman tersebut tidak tepat dan terlalu berat bagi terdakwa. Berbeda hal jika pelaku perusakan hutan merupakan korporasi. Maka hukumannya bisa lebih berat. Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana atas perbuatan perusakan hutan dengan diwakili oleh pengurusnya. Sedangkan pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda. Tidak hanya dimintakan tanggung jawab, korporasi juga dikenai sanksi administratif berupa paksaan pemerintah, uang paksa, danatau pencabutan izin atas perbuatan perusakan hutan tertentu. Pasal 82 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan memberikan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 2.500.000.000 dua milyar lima ratus juta rupiah. Hakim mengenakan denda Universitas Sumatera Utara 112 sebesar Rp. 1.000.000.000 satu milyar rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 dua bulan. Menurut penulis denda yang dikenakan terhadap terdakwa tidak sesuai mengingat terdakwa Iswandi Bin Hasyim yang pekerjaan nya hanyalah seorang petani yang ingin membuka lahan kentang.

B. Kebijakan Non-Penal

Menurut G.P Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan : a. Penerapan hukum pidana criminal law application b. Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment, dan c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa influencing views of society on crime and punishmentmass media Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur penal hukum pidana dan lewat jalur non- penal bukandi luar hukum pidana. Upaya-upaya yang disebut dalam butir b dan c dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non-penal. Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif penindasanpemberantasanpenumpasan sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif pencegahanpenangkalanpengendalian sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Sebagai Kejahatan Kehutanan Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan

7 155 148

Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

13 221 146

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (Studi Kasus Terhadap Putusan MARI No 68 K/PID.SUS/2008 An ADELIN LIS)

2 96 219

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit

5 98 111

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (Studi Kasus Terhadap Putusan MARI No 68 K/PID.SUS/2008 An ADELIN LIS)

0 1 14