PENGATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PENCEGAHAN

27

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN A. Pengaturan Hukum Mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ini merupakan salah satu peraturan perundang-undangan kehutanan yang dibuat pada era reformasi. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ini, maka Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dinyatakan tidak berlaku. 36 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Pasal 47 menentukan bahwa perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk : 1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya- daya alam, hama, serta penyakit, dan 2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Perlindungan terhadap kerusakan hutan merupakan usaha untuk menjaga dan melindungi hutan dari kerusakan yang disebabkan karena perbuatan manusia, ternak, daya alam, hama, dan penyakit. Terkait dengan kerusakan hutan, menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dalam penjelasan 36 Lihat Pasal 83 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Universitas Sumatera Utara 28 Pasal 50 ayat 2, yaitu bahwa yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Pelaksanaan perlindungan hutan dimaksudkan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Upaya pencegahan dilakukan untuk menghilangkan kesempatan perusakan hutan. Dilakukan upaya-upaya perlindungan sebelum dilakukannya tindakan perusakan hutan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan berdasarkan undang-undang ini adalah seperti melibatkan peran serta masyarakat. Kewajiban melindungi hutan adalah bukan kewajiban dari pemerintah semata-mata, akan tetapi merupakan kewajiban dari seluruh rakyat, karena fungsi hutan itu menguasai hajat hidup orang banyak. Di dalam Pasal 69 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ditentukan bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Upaya lain yang bisa digunakan sebagai upaya pencegahan perusakan hutan adalah seperti pendidikan dan latihan kehutanan. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 55, yaitu sebagai berikut : 1 Pendidikan dan latihan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia kehutanan yang terampil, profesional, berdedikasi, jujur, serta amanah dan berakhlak mulia 2 Pendidikan dan latihan kehutanan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang menguasai serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3 Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kehutanan dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 29 4 Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya pendidikan dan latihan kehutanan, dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. Dengan meningkatnya kualitas pengetahuan dari masyarakat, maka akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut akan berpengaruh karena masyarakat akan dapat mengetahui dampak dari perbuatan merusak hutan tersebut. Sehingga perbuatan merusak hutan dapat dihindari. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah seperti penyuluhan kehutanan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 56, yaitu sebagai berikut : 1 Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dasar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia. 2 Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. 3 Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatan penyuluhan kehutanan. Dengan dilakukannya penyuluhan kehutanan maka masyarakat akan lebih terampil dan dapat meningkatkan pengetahuan. Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah merupakan suatu perbuatan pidana tindak pidanastrafbaar feit. Untuk itu jika terjadi perbuatan perusakan hutan, maka diperlukan upaya pemberantasan, yaitu sebagai upaya Pemerintah dalam memberantas perbuatan perusakan hutan yaitu dengan memberikan hukuman atau sanksi kepada pelaku perusakan hutan. Universitas Sumatera Utara 30 Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 37 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan terdapat ketentuan pidana dan sanksi bagi pelaku yang melakukan perusakan hutan. Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 78. Pasal 50 ayat 3 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan melarang setiap orang untuk melakukan perbuatan sebagai berikut : a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah Mengerjakan kawasan hutan berdasarkan penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf a adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya. Menggunakan kawasan hutan menurut penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf a adalah memanfaatkan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan menurut penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf a adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya. 37 Mohammad Ekaputra, op.cit., Halaman 84. Universitas Sumatera Utara 31 b. Merambah kawasan hutan Penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf b menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang. c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1. 500 lima ratus meter dari tepi waduk atau danau 2. 200 dua ratus meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa 3. 100 seratus meter dari kiri kanan tepi sungai 4. 50 lima puluh meter dari kiri kanan tepi anak sungai 5. 2 dua kali kedalaman jurang dari tepi jurang 6. 130 seratus tiga puluh kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai d. Membakar hutan Pembakaran hutan merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang- undang ini karena dengan melakukan pembakaran hutan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Selain itu, perbuatan membakar hutan dapat merugikan masyarakat disekitarnya. Karena, dengan melakukan pembakaran hutan yang akan menimbulkan asap yang mengandung gas berbahaya seperti CO3. NO3, dan gas lainnya, akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sekitar. Universitas Sumatera Utara 32 Selain itu, gas-gas berbahaya tersebut juga akan mempengaruhi usaha pertanian masyarakat sekitar. Dengan akibat dari perbuatan membakar hutan tersebut, maka pemerintah dengan kebijakan penal melalui peraturan perundang- undangan ini melarang setiap orang baik orang perseorangan maupun korporasi untuk melakukan pembakaran hutan. e. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang Perbuatan menebang pohon atau memanen atau memungut hasil dalam hutan tanpa izin, merupakan perbuatan yang ilegal. Pemberian izin oleh pejabat yang berwenang, bertujuan untuk mengetahui bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan, agar dapat mengontrol perbuatan tersebut supaya tidak merusaki lingkungan hidup. Izin sebagaimana yang di maksud adalah izin yang disebutkan dalam Pasal 50 ayat 2 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yaitu izin izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu f. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin menteri; Yang dimaksud dengan penyelidikan umum sesuai dengan yang disebutkan di dalam penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf g adalah penyelidikan Universitas Sumatera Utara 33 secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan, dan dari udara, dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian. Eksplorasi sebagaimana yang disebutkan di dalam penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf g bagian b adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebih seksama adanya bahan galian dan sifat letakannya. Eksploitasi adalah kegiatan menambang untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. h. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; Yang dimaksud dengan dilengkapi bersama-sama adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai bukti. i. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; Pejabat yang berwenang menetapkan tempat-tempat yang khusus untuk kegiatan penggembalaan ternak dalam kawasan hutan Universitas Sumatera Utara 34 j. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain berupa traktor, buldozer, truk, logging truck, trailer, crane, tongkang, perahu klotok, helikopter, jeep, tugboat, dan kapal k. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawa alat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya, sesuai dengan tradisi budaya serta karakteristik daerah setempat. l. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; m. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. Ketentuan pidana di dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur sebagai berikut : 1 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1 atau Pasal 50 ayat 2, diancam Universitas Sumatera Utara 35 dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Berdasarkan Pasal 78 ayat 1 diatas, ditentukan dua jenis perbuatan pidana yang dapat dihukum, yaitu : 1. Dengan sengaja merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan Pasal 50 ayat 1 dan, 2. Dengan sengaja menimbulkan kerusakan hutan Pasal 50 ayat 2. Kategori orang yang dapat dihukum yang dengan sengaja menimbulkan kerusakan hutan ini adalah setiap orang yang diberikan izin, terutama izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Orang yang dengan sengaja merusak prasarana dan perlindungan hutan, dan orang atau badan hukum yang diberikan izin usaha dalam bidang kehutanan dengan sengaja menimbulkan kerusakan dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 2 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Berdasarkan Pasal 78 ayat 2 diatas maka, ditentukan tiga jenis perbuatan pidana yang dapat dihukum yaitu : 1. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah Pasal 50 ayat 3 huruf a Universitas Sumatera Utara 36 2. Merambah kawasan hutan, dan Pasal 50 ayat 3 huruf b 3. Melakukan penebangan pohon Pasal 50 ayat 3 huruf c Dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. 3 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Berdasarkan Pasal 78 ayat 3 diatas, kategori perbuatan pidana yang disebutkan yaitu sengaja membakar hutan. Sanksi terhadap orang yang sengaja membakar hutan dihukum penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. Selain pidana penjara dan denda kepada terpidana, pelanggaran terhadap Pasal 50 ayat 3 huruf d, juga dapat dikenakan hukuman pidana tambahan. 4 Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 satu milyar lima ratus juta rupiah. Berdasarkan Pasal 78 ayat 3 diatas, kategori perbuatan pidana yang disebutkan yaitu karena kelalaiannya menimbulkan kebakaran hutan. Sanksi terhadap perbuatan ini adalah hukuman penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah. Universitas Sumatera Utara 37 5 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Berdasarkan Pasal 78 ayat 5 diatas, ditentukan dua jenis perbuatan pidana yang dilanggar, yaitu melanggar Pasal 50 ayat 3 huruf e dan melanggar Pasal 50 ayat 3 huruf f. Unsur-unsur perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 50 ayat 3 huruf e, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Menebang pohon 3. Memanen atau memungut hasil hutan 4. Di dalam hutan 5. Tanpa hak atau izin dari pejabat yang berwenang Sedangkan unsur-unsur perbuatan pidana yang disebutkan Pasal 50 ayat 3 huruf f adalah : 1. Barangsiapa 2. Menerima, membeli atau menjual 3. Menerima tukar atau menerima titipan 4. Atau memiliki hasil hutan 5. Diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan 6. Yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Universitas Sumatera Utara 38 Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi maka kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 6 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 4 atau Pasal 50 ayat 3 huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Ada dua jenis pasal yang dilanggar yang diatur dalam Pasal 78 ayat 5, yaitu Pasal 38 ayat 4, dan Pasal 50 ayat 3 huruf g. Unsur perbuatan pidana yang tercantum dalam Pasal 38 ayat 4 yaitu : 1. Barangsiapa 2. Melakukan penambangan 3. Pola terbuka dan 4. Di kawasan hutan lindung Unsur perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 50 ayat 3 huruf g yaitu : 1. Barangsiapa 2. Melakukan kegiatan 3. Penyelidikan umu atau eksplorasi 4. Eksploitasi pengambilan 5. Barang tambang 6. Dalam kawasan hutan 7. Tanpa izin Menteri Universitas Sumatera Utara 39 Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 7 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah. Berdasarkan Pasal diatas, perbuatan yang dilanggar adalah Pasal 50 ayat 3 huruf h. Unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam pasal ini, adalah : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Mengangkut 4. Menguasai atau memiliki hasil hutan 5. Tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 8 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. Universitas Sumatera Utara 40 Pasal 78 ayat 8 ditentukan hanya satu pasal yang dilanggar, yaitu melanggar Pasal 50 ayat 3 huruf i. Unsur-unsur perbuatan pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Menggembalakan ternak 4. Di dalam kawasan hutan 5. Tidak ditunjuk secara khusus oleh pejabat yang berwenang. Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, maka kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 3 tiga bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 9 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Pasal 78 ayat 8 menentukan satu pasal yang dilanggar, yaitu Pasal 50 ayat 3 huruf j. Unsur-unsur pidana yang tercantum dalam pasal ini, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Membawa alat-alat berat atau alat-alat lainnya 4. Yang tak lazim atau patut diduga 5. Akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan Universitas Sumatera Utara 41 6. Dalam kawasan hutan 7. Tanpa izin pejabat yang berwenang Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 10 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah. Di dalam Pasal 78 ayat 10 ditentukan satu pasal yang dilanggar, yaitu Pasal 50 ayat 3 huruf k. Unsur-unsur perbuatan pidana yang diatur dalam kedua ketentuan ini, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Membawa alat-alat yang lazim digunakan 4. Untuk menebang, memotong atau membelah pohon 5. Dalam kawasan hutan 6. Tanpa izin pejabat yang berwenang Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Universitas Sumatera Utara 42 11 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf l, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah. Pasal 78 ayat 11 ditentukan satu pasal yang dilanggar, yaitu Pasal 50 ayat 3 huruf l. Unsur-unsur perbuatan pidana yang tercantum dalam Pasal 78 ayat 11, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Membuang benda-benda 4. Menyebabkan kebakaran 5. Kerusakan 6. Membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan 7. Dalam kawasan hutan Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, kepada pelaku dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 12 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Universitas Sumatera Utara 43 Pasal 78 ayat 12 ditentukan satu Pasal yang dilanggar yaitu Pasal 50 ayat 3 huruf m. Unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya pelaku dapat dihukum, yaitu : 1. Barangsiapa 2. Dengan sengaja 3. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut 4. Tumbuh-tumbuhan dan satwa liar 5. Yang dilindungi UU 6. Berasal dari kawasan hutan 7. Tanpa izin dari pejabat yang berwenang Apabila unsur itu terpenuhi, pelaku dapat dihukum dengan hukuman penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum, berdasarkan Pasal 78 ayat 15 tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 13 sepertiga dari pidana yang dijatuhkan. Hal tersebut adalah merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi Universitas Sumatera Utara 44 pelanggar hukum di bidang kehutanan itu. Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan menjadi enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidananya berat. Undang-undang kehutanan pada dasarnya mengakui subjek delik tidak hanya orang perorangan tapi juga korporasi, dengan dua alasan. Pertama, ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 mengatur mengenai berbagai jenis izin yang diberikan kepada orang perorangan, koperasi, badan usaha milik negara atau daerah, dan badan usaha swasta seperti izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemungutan hasil hutan bukan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Kedua, Pasal 50 ayat 2 secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Ini artinya, korporasi bisa juga melakukan tindak pidana kehutanan, terlebih rumusan delik dalam Pasal 78 ayat 1 mengakui bahwa tindak pidana kehutanan tidak hanya bisa dilakukan oleh orang perorangan tapi juga korporasi. 38 Mengenai siapa yang harus bertanggungjawab atas tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh korporasi, Pasal 78 ayat 14 menegaskan sekaligus membatasinya. Disebutkan dalam pasal tersebut sebagai berikut : 38 Hanafi Amrani, Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan Penerapan, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2015, Halaman 105. Universitas Sumatera Utara 45 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 13 sepertiga dari pidana yang dijatuhkan. Kata „tuntutan..dijatuhkan terhadap pengurusnya‟, menunjukkan bahwa hanya pengurus yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana kehutanan yang dilakukan korporasi. Dihubungkan dengan perkembangan sistem pertanggungjawaban pidana korporasi, undang-undang kehutanan menganut sistem yaitu korporasi yang melakukan tindak pidana, tapi tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada pengurusnya.

B. Pengaturan Hukum

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Illegal Logging (Pembalakan Liar) Sebagai Kejahatan Kehutanan Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan

7 155 148

Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

13 221 146

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (Studi Kasus Terhadap Putusan MARI No 68 K/PID.SUS/2008 An ADELIN LIS)

2 96 219

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Ketentuan Pajak Pada Transaksi Kartu Kredit

5 98 111

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (Studi Kasus Terhadap Putusan MARI No 68 K/PID.SUS/2008 An ADELIN LIS)

0 1 14