Latar Belakang Permasalahan Tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan lingkungan alam tropiknya dengan curah hujan yang cukup tinggi, secara alamiah dapat menyebabkan terjadinya pembentukan situ, danau atau waduk yang kemudian selain berfungsi sebagai tempat penampungan dari air hujan, mata air maupun sungai-sungai yang terdapat disekitarnya, juga dimanfaatkan untuk perairan ladang pertanian, tambak dan tempat wisata alam. Situ adalah sejenis waduk kecil sebagai wadah genangan air di atas permukaan tanah atau air permukaan yang terbentuk secara alamiah sebagai siklus hidrologi dan merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung. 1 Sedangkan waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun buatan manusia. 2 Terjadinya pembentukan situ atau danau baik secara alami maupun buatan, yang tanpa disadari semakin lama sudah berumur relatif tua namun tidak disertai dengan adanya pemeliharaan dan perawatan yang memadai, kemudian ditambah dengan pelanggaran-pelanggaran tata ruang yang terjadi dan telah berlangsung sejak lama, sedikit demi sedikit menyebabkan kemungkinan akan kerentanan terhadap terjadinya bencana sangatlah besar. Hingga fenomena bencana jebolnya tanggul situ atau danau di Indonesia yang sangat berdampak bagi lingkungan sekitarnya menjadi semakin bertambah. 1 Roviky, “Dongeng Seputar Situ-situ di Indonesia,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http:rovicky.wordpress.com20090330dongeng-seputar-situ-situ-di-indonesia-beauty-and-the-beast-1 2 “Waduk,” artikel diakses pada Minggu, 28 Februari 2010 dari http:.wikipediawaduk. org Hasil inventarisasi situ-situ di Jabodetabek oleh BBWS-CC Balai Besar Waduk dan Sungai-Ciliwung Cisadane yang dilakukan tahun 2009, Jabodetabek yang dulunya memiliki 202 situ kini hanya tinggal 182 situ. Situ-situ yang tersisa pun saat ini cukup memprihatinkan dan kurang baik, ada pula yang dinyatakan rusak. 3 Dengan demikian, seharusnya menjadi tolak ukur untuk dapat berbuat banyak dalam menjamin keselamatan warga. 4 Wilayah, daerah dan lokasi yang semestinya tidak kurang layak dihuni atau dikembangkan sebagai pemukiman, aktivitas produksi dan industri tanpa memperhatikan kaidah alam dan perilakunya, serta tidak menggunakan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bijaksana dan tepat, misalnya pada lokasi pinggir danau situ, dapat menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Pada akhirnya, aktivitas pembangunan, industri, produksi, transportasi dan rekreasi untuk tujuan pembangunan sosial, budaya, politik, hukum dan keamanan yang dapat dilihat betapa semarak dan berpacu tanpa henti- hentinya tersebut, menjadi kandas dan pudar manakala bencana datang dengan dahsyatnya. 5 Lebih-lebih Indonesia kini termasuk dalam daftar negara paling beresiko bencana dilansir Badan Pencegahan Bencana PBB atau United Nations International Strategy for Disaster Reduction . Dalam daftar ini, negara-negara di Asia mendominasi dan Indonesia berada diposisi Sembilan sangat tinggi bersama Bangladesh, China, India dan Myanmar. Data disusun berdasarkan bencana sejak tahun 1977 sampai 2009, yang tidak hanya mengukur resiko bencana, namun juga menunjukan kemampuan negara dan masyarakat di negara bersangkutan dalam menanggulangi bencana. Tidak mengherankan 3 “Situ Gintung Segera di Bangun Lagi,” Kompas, 18 Mei 2009, h. 7. 4 “Departemen PU Kaji Kondisi Situ di JABOTABEK” artikel diakses pada Sabtu, 20 Maret 2010 dari http:bbwsciliwungcisadane.comindex.php?option=com_contenttask=viewid=136 Itemid=2 5 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu Jakarta: Yarsif Watampone, 2006, h. 2-3. bila Indonesia oleh masyarakat Internasional dikenal sebagai supermarket bencana, karena hampir semua jenis bencana ada di Indonesia. Jepang misalnya, masuk dalam negara beresiko sedang atau medium karena dinilai sangat siap menghadapi bencana jenis apapun. 6 Dalam dasa warsa terakhir pengelolaan bencana semakin bergeser kearah pemberdayaan komunitas, seperti yang dicanangkan dalam World Conference on Natural Disaster Reduction di Yokohama pada tahun 1994 mengenai Community-based Disaster Management. Suatu kesadaran mengenai pentingnya upaya pemberdayaan komunitas agar memiliki informasi yang memadai, memiliki kewaspadaan yang lebih tinggi, lebih aktif, serta memiliki kemampuan untuk berkoordinasi dan mendukung pemerintah. Tentunya bukan hanya sekedar merespon bencana tetapi juga dalam kegiatan mitigasi. 7 Melihat banyaknya potensi bencana, sudah seharusnya bangsa Indonesia senantiasa sadar dan waspada. Bencana sudah seyogyanya dijadikan peristiwa yang membuat kita patut merenungi dan merefleksi diri bahwa negara kita merupakan wilayah yang hampir semua bencana exist. 8 Ketika terjadinya suatu bencana maka kita berhadapan dengan manusia, sehingga kondisi serta kebutuhan para korban harus didahulukan dan akhir dari tindakan terlihat pada hasil yang dinikmati korban. Kebutuhan korban harus dimaknai sebagai menjawab kebutuhan manusia yang tengah menderita tersebut. 9 Terjadinya bencana seolah menagih simpati jiwa kemanusiaan kita untuk mengaplikasikan nilai-nilai moral. Dengan demikian, suara hati manusia tanpa harus memandang agama dan kepercayaannya akan bicara mengenai tindakan-tindakan yang 6 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Komunika, Edisi 12tahun V Agustus 2009: h. 8. 7 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu Jakarta: Yarsif Watampone, 2006, h. 92. 8 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2-3. 9 Abraham Fanggidae, “Soal Nilai Dalam Manajemen Bencana”, artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http:www.averroes.or.idbreaking-newssoal-nilai-dalam-manajemen-bencana.htmlZ berperikemanusiaan. Begitu banyak manusia yang tunduk pada tuntutan-tuntutan moral karena menanti surga dan kekhawatiran akan Jahanam dan ancaman siksa. Tentu dalam hal ini, agama mempunyai peran sebagai pendorong untuk menerapkan nilai-nilai moral. Dalam kerangka interaksi sosial, aplikasi nilai-nilai moral adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi karena keadilan dan tatanan sosial bersemayam dalam nilai-nilai moral yang bertanggungjawab. 10 Seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an QS. Al-Maidah 5: 2 yang berbunyi: 11 + ,- . 0123 5 6 78, 9 : ; =, ?, + ,-  BC DE72 F ; G HIJK LM NK O 7PQ8 S T2 6 U V 7WX 72 O G YZ [,\7] _ 7 ` Gab K X cF defg, _ ,- ` V B7h i L 7h k6h QH d, Y. ,8lB L 7h k6h dm,m=n M , O a8Zh ZQ8 V do 78 , cp Artinya: “Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.” Allah SWT menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam mengerjakan kabaikan kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran. Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian namun membutuhkan orang lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan 10 “Aplikasi Nilai-Nilai Moral Dalam Bencana”, artikel diakses pada Kamis, 25 Februari 2010 dari http:en.search.zorpia.commurtaufiqjournal1770283 11 M Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987, h. 368-369. sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong menolong antara manusia satu dengan yang lainnya. Allah SWT memberikan rule kaidah panduan agar dalam melakukan tolong menolong itu seyogyanya dalam melakukan hal-hal yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan maupun budaya atau norma yang berlaku di masyarakat dimana kita tinggal. Masing- masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan. 12 Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia ada kalanya sehat, sakit senang dan ada kalanya susah. Kita sangat membutuhkan bantuan orang lain. Jadi adab kepada orang yang kena musibah adalah membantu atau menolong mereka untuk meringankan penderitaannya, serta menghiburnya dalam kesusahan. Allah SWT akan senantiasa menolong hambanya yang suka memberi pertolongan kepada orang lain. 13 Sebagaimana dalam suatu hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda: Artinya: “Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya sendiri.” H.R Muslim. Kita harus mencoba memahami setiap musibah yang kita dapatkan. Segala musibah tersebut terjadi dengan seizin Allah. Manusia memang ditakdirkan tidak pernah lepas dari ujian. Baik yang sudah diprediksikan ataupun yang datang tiba-tiba seketika. Musibah 12 Ahmad Nurcholish, “Tolong Menolong Dalam Kebajikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http:ahmadnurcholish.wordpress.com20080827tolong-menolong-dalam-kebajikan-qs-al-maidah52 13 Anggit Saputra Dwi Pramana, “Tolong Menolong dalam Kebaikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http:anggitsaputradwipramana.blogspot.com200908tolong-menolong-dalam- kebaikan.html merupakan salah satu cara Allah dalam menilai keimanan seseorang kepada takdir, karena seorang mukmin yakin bahwa segala sesuatu yang diterimanya adalah ketentuan dari Allah SWT. 14 Sudah selayaknya manusia sebagai salah satu penghuni muka bumi ini untuk senantiasa merawat, melestarikan serta menjaga bumi ini dari hal-hal negatif yang dapat merusak alam semesta. Paling tidak dapat mengurangi terjadinya bencana yang disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia dan kelalaian-kelalaiannya yang berakibat fatal. 15 Peringatan Allah seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an QS. Ar-Rum 30: 41 yang berbunyi: 16 \7V V fq, kQ QH , [7 ?, gQr = Cfs .  ` Z Z GV\78 du u v r . wx GV\ 7 yz cN Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan ulah manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” Allah dengan segala Kebesaran dan Anugrah-Nya telah memberikan akal budi dan pikiran kepada manusia yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya di planet bumi. Manusia sebagai makhluk sosial itulah yang justru cenderung kurang bijaksana menyikapi dan menyiasati eksistensi alam sebagai habitatnya yang penuh dengan rahasia dan peristiwa alam, serta berpotensi menimbulkan bencana yang bisa datang dan pergi tiba-tiba. 17 14 “Ujian Bagi Mereka Adalah Ujian Bagi Kita”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http:mta-online.comv220091002ujian-bagi-mereka-adalah-ujian-bagi-kita 15 Agus Mustofa, Menuai Bencana Surabaya: PADMA press, 2005, h. 236. 16 M Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987, h. 368-369. 17 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2. Pada hakekatnya bencana juga merupakan suatu cobaan, peringatan dan ujian dalam kehidupan manusia didunia. Sebagai suatu alat introspeksi diri serta pelajaran berharga bagi manusia untuk senantiasa memperbaiki dirinya, karena suatu saat kita pasti akan kembali kepada-Nya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Al-Anbiyaa 21: 35 yang berbunyi: 18 K K{ s |J,q L 78} 7P G g, Y G s ? L QH ~ Qr Q 7 ,- • 2 ,7Q8 zh c[Q Artinya: “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” Bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dan membuka diri, mereka akan dapat mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hikmah tersebut akan menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi masalah di masa depan, serta membangun kedekatan dengan Allah sang penguasa kehidupan. Demikian seharusnya kita menyikapi setiap bencana yang menimpa kita, menimpa sahabat-sahabat kita atau mungkin sanak famili kita. Hikmah yang terkandung di dalam bencana tentu selalu memuat beberapa pelajaran agar kita berintrospeksi dan kemudian termotivasi untuk melangkah kearah yang lebih baik dan produktif. Bagi orang-orang yang berfikir positif, mereka akan selalu berpendapat bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan. Ujian terhadap keimanan kita dan cobaan bagi kesabaran kita dalam menerima musibah. Karena semua itu datangnya dari Allah dan kita pun akan kembali pada-Nya. 19 18 Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, h. 293. 19 Mustofa, Menuai Bencana, h. 236-237. Untuk itu, atas semua musibah dan bencana yang tengah kita alami saat ini, seharusnya membuat kita mawas diri dan jangan sampai menunggu bencana yang lebih besar kembali datang memusnahkan kita. Penanggulangan terhadap ancaman bencana yang tidak mengenal waktu dan tempat, juga memerlukan pengelolaan secara menyeluruh baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana maupun juga pasca terjadinya bencana. Penanggulangan bencana harus ditangani secara terpadu dan terkoordinasi, serta menekankan pada upaya penanganan secara sistemik, termasuk kebijakan-kebijakan sosial terkait. Kebijakan sosial memiliki fungsi preventif pencegah, kuratif penyembuh dan pengembangan developmental. Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial fungsi preventif, mengatasi masalah sosial fungsi pengembangan sebagai wujud kewajiban negara state obligation dalam memenuhi hak-hak sosial warganya Suharto, 2006a. 20 Penanggulangan bencana pada hakekatnya merupakan upaya kemanusiaan untuk melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun dari ancaman bencana. Penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan ekonomi yang bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, serta kehidupan dan penghidupan masyarakat. 21 Usaha kesejahteraan sosial dengan mengacu pada program penanggulangan bencana yang secara kongkrit, bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian sosial para korban bencana pada kondisi yang normal dan merupakan suatu tanggung jawab bersama semua kalangan baik pemerintah, swasta maupun lapisan dan golongan masyarakat lainnya untuk turut andil dalam proses penanggulangan bencana. 20 Suharto, Kebijakan Sosial; Sebagai Kebijakan Publik, h. 11. 21 Soeladi, Manajemen Bencana Alam Tsunami Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1995, h. 1. Dalam undang-undang no. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut: “Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah kita, yaitu pancasila”. 22 Dalam kondisi bencana, diperlukan upaya penanganan agar dapat menumbuhkan semangat korban dalam membangun kembali wilayahnya yang telah hancur dengan partisipasi sosial masyarakat, dimana manusia warga masyarakat tidak boleh dipandang dan diperlakukan sebagai objek pembangunan belaka, namun menjadi subjek terhadap pembangunan daerahnya sendiri. 23 Dengan melaksanakan aktivitas kemanusiaan baik itu didalam maupun diluar lembaga pelayanan sosial, yang direkat tidak hanya oleh sikap karitatif atau belas kasihan, melainkan dengan dasar pengetahuan body of knowledge dan keterampilan body of skill, 24 untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar berfungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial, serta dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan situasi sosialnya. 25 Hal-hal tersebut diatas dapat diwujudkan melalui pelayanan-pelayanan sosial yang pada prinsipnya mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1. Pelayanan sosial merupakan aktivitas profesi pekerjaan sosial bersama dengan profesi lain bukan monopoli profesi pekerjaan sosial, 2. Pelayanan sosial ditujukan untuk membantu agar seseorang dapat mengembangkan diri, tidak bergantung, memperkuat relasi keluarga dan juga 22 Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial,1997, h. 5. 23 Jusman Iskandar, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat Bandung: KM STKS, 1993, h. 27. 24 Edi Suharto, M.Sc, Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial Bandung: LSP-STKS, 1997, h. 392. 25 Siti Napsiyah, Review: Konsep, Sejarah dan Peran Pekerja Sosial Makalah, h. 1. memperbaiki individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, 3. Pelayanan sosial diberikan agar penerima pelayanan dapat berfungsi sosial dengan baik. 26 Selama ini, umumnya banyak diantara kita yang bereaksi hanya pada waktu terjadi bencana dan setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi bencana pada waktu dan lokasi lain. Penanggulangan bencana sesaat responsive lebih terlihat dari pada upaya antisipatif dan pencegahan preventif yang cenderung dilupakan. 27 Penanggulangan bencana harus dilakukan baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana. Upaya ini harus dilakukan secara terus menerus secara bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat serta dunia usaha yang merupakan segi tiga kekuatan yang harus solid dalam penanggulangan bencana. Bencana yang terjadi di Indonesia selalu menimbulkan bentuk simpatik dari masyarakat baik secara nasional maupun internasional dari lembaga pemerintah, swasta, organisasi-organisasi, partai politik dan LSM Lembaga Swadaya Masyarakat. 28 Kini semakin banyak lembaga-lembaga terkait yang concern dan aware terhadap masalah penanggulangan bencana, yang diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial melalui berbagai program-program pelayanan sosial yang konkrit jelas. PKPU sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah melakukan berbagai misi kemanusiaan baik didalam maupun luar negeri, tetap konsisten dan kontinyu menjalankan aksi-aksi kemanusiaannya. Bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang menyebabkan terjadi banjir bandang beberapa waktu silam juga tak luput untuk ditangani. Beragam rangkaian aksi program-program penanggulangan bencana untuk para korban bencana 26 Soetarso, MSW, Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial Bandung: Koprasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1993, h. 103. 27 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Edisi 12tahun V, h. 8. 28 Dedi Gunawan, “Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di Klaten Jawa Tengah pada Tahap Rehablitasi,” Skripsi S1 Institut Imu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2007, h. 2. Situ Gintung digulirkan oleh PKPU secara bertahap dari awal terjadinya bencana hingga proses pasca bencana recovery. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka kemudian mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara lebih mendalam mengenai “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung Oleh PKPU.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah