Bentuk Arsitektur Gereja Katolik

21

2.3 Bentuk Arsitektur Gereja Katolik

Dalam kajian teori arsitektur, Capon 1999 dan Salura 2012 menempatkan aspek fungsi, bentuk dan makna sebagai aspek yang utama dalam arsitektur. Setiap bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya aktivitas manusia yang menjadi penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut. Hubungan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, atau antara satu kelompok aktivitas dengan kelompok aktivitas lainnya terstruktur dalam satu tatanan ruang. Tatanan ini, secara tiga dimensional merupakan aspek bentuk arsitektur Laurens, 2014. Meskipun tidak ada teori koheren yang menjelaskan dengan gamblang sumber pemberi bentuk arsitektur, namun secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kelompok teori bentuk. Pertama, teori deterministik yang menekankan pentingnya kekuatan informasi eksternal yang ditangkap oleh perancang. Di sini perancang berperan pasif dalam menemukan kekuatan tersebut. Dalam pandangan ini sebuah bangunan arsitektur dibentuk oleh berbagai tuntutan fungsi fisik, sosial, psikologis, maupun fungsi simbolik yang harus diakomodasikannya, seperti kekuatan nilai-nilai sosial budaya, ekonomi setempat, atau bahkan ditentukan oleh prinsip tatanan yang sudah ada berdasarkan logika geometris. Kelompok kedua adalah kelompok behavioristik yang menekankan pentingnya kondisi transpersonal perancang, di mana perancang berperan secara aktif mengekspresikan imajinasinya untuk kemudian membentuk kesesuaian dengan kondisi lingkungan di luar dirinya. Penganut paham strukturalis mempunyai pandangan yang berlawanan dengan kelompok pertama yang lebih deterministik maupun kelompok behavioristik. Mereka berpendapat bahwa 22 perancang tidak secara pasif menerima informasi eksternal tetapi secara aktif mengolah informasi eksternal tersebut untuk mendapatkan solusi bagi tuntutan desain dalam tatanan ruang Laurens, 2014. Bentuk arsitektur Gereja Katolik selalu dilandasi gagasan teologis agama Katolik, yang juga menjadi dasar penerimaan dan penolakan teori atau pemahaman tertentu lainnya. Dalam perwujudannya, arsitektur Gereja Katolik selalu merupakan pencampuran antara hal-hal orthodoxies, yang terkait dengan konsep teologis agama Katolik tersebut, dan hal-hal praktis yang berperan sebagai kekuatan pembentuk perwujudan fisik bangunan Gereja Laurens, 2014. Mengacu kepada sejarah arsitektur Gereja Katolik, Secara umum terdapat tiga karakteristik utama pada gaya arsitektur Renaissance. Karakteristik yang pertama merupakan atap kubah dengan stuktur cangkang dengan detail-detailnya yang rumit. Karakter yang kedua adalah denah bangunan yang berbentuk salib. Serta karakter ketiga adalah skala bangunan yang monumental Malino, 2012.

2.4 Fungsi Arsitektur Gereja Katolik