KARAKTERISASI L-ASPARAGINASE KAPANG ENDOFIT KENTANG (Solanum tuberosum L. ) PADA MEDIUM SOYBEAN MEAL
KARAKTERISASI L-ASPARAGINASE KAPANG ENDOFIT KENTANG (Solanum tuberosum L. ) PADA MEDIUM SOYBEAN MEAL
SKRIPSI
Oleh: Laila Karomah NIM 101810401027
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER
(2)
i
KARAKTERISASI L-ASPARAGINASE KAPANG ENDOFIT KENTANG (Solanum tuberosum L. ) PADA MEDIUM SOYBEAN MEAL
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat untuk menyelesaikan Program Studi Biologi (S1)
dan mencapai gelas Sarjana Sains
Oleh: Laila Karomah NIM 101810401027
HALAMAN JUDUL
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER
(3)
ii
PERRSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Ummi Iradatul Matin, Abah Mukhotib, Adik Moch. Ali Karomah, Ammi Washil Rahbini serta keluarga besar tercinta, atas kasih sayang, dukungan dan perjuangannya selama ini;
2. Ibu Esti Utarti, SP., M.Si, atas dukungan, arahan, dan kasih sayang selama menempuh bangku kuliah;
3. guru-guru, sejak SD hingga perguruan tinggi, atas didikan dan panduannya;
4. Almamater Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Jember.
(4)
iii MOTTO
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan menuntut ilmu pengetahuuan beberapa derajat
(Terjemahan QS al-Mujadalah : 11*)
The quiter you are become, the more you are able to hear (http://bactrack-linux.org*)
If you want to be a good scientist, you have to be persistent and don’t give up! (Dr. Nico Tjandra)
Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid
(Albert Einstein)
Departemen Agama RI. 1998. Al-Quran dan Terjemahannya. Semarang: PT. Kumusdasmoro Grafindo
Offensive Security. 2012. Our Philosophy. [Serial Online] available at http://backtrack-linux.org/ourphilosophy.php [Diakses 21 Maret 2012]
(5)
iv
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Laila Karomah NIM : 101810401027
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul
“Karakterisasi L-asparaginase Kapang Endofit Kentang Pada Medium Soybean Meal” ini adalah benar-benar hasil karya ilmiah sendiri, kecuali kutipan-kutipan substansial yang disebutkan sumbernya. Skripsi ini belum pernah duajukan pada instansi manapun dan bukan karya jiplakan. Penelitian dalam skripsi ini dibiayai oleh Esti Utarti, SP., M.Si, dan data yang diperoleh dari penelitian ini tidak dipublikasikan tanpa izin Esti Utarti, S.P., M.Si. Keabsahan dan pertanggung jawaban atas isi dari karya ilmiah ini saya tanggung dengan menjunjung tinggi sikap ilmiah.
Demikian perrnyataan ini saya buat sebenar-benarnya tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Saya bersedia mendapat sanksi akademik jika pernyataan ini tidak benar atau Saya langgar.
Jember, 19 Mei 2015 Yang Menyatakan,
Laila Karomah NIM.101810401027 HALAMAN PERNYATAAN
(6)
v SKRIPSI
KARAKTERISASI L-ASPARAGINASE KAPANG ENDOFIT KENTANG PADA MEDIUM SOYBEAN MEAL
Oleh
Laila Karomah NIM. 101810401027
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Kahar Muzakhar, S.Si., Ph.D
(7)
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Karakterisasi L-asparaginase Kapang Endofit Kentang Pada Medium Soybean Meal” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Jember pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNEJ
Tim Penguji
Ketua, Sekretaris
Kahar Muzakhar, S.Si., Ph.D Prof. Bambang Sugiharto, M.Agr.Sc NIP. 196805031994011001 NIP. 195510221982121001
Anggota I, Anggota II,
HALAMAN PENGESAHAN
Drs. Rudju Winarsa, M.Kes. Drs. Siswanto, M.Si.
NIP.196008161989021001 NIP. 196012161993021001
Mengesahkan, Dekan,
Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D NIP. 19610181986021001
(8)
vii RINGKASAN
Karakterisasi L-asparaginase Kapang Endofit Kentang Pada Medium Soybean Meal; Laila Karomah; 101810401027; 2015; 38 Halaman; Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hember
L-asparaginase adalah enzim yang dimanfaatkan sebagai agen kemoterapi kanker dan untuk mencegah pembentukan akrilamid yang bersifat karsinogen dan neurotoksin pada pengolahan makanan bersuhu tinggi. Pemakaian jangka panjang enzim L-asparaginase asal bakteri sebagai agen kemoterapi kanker dapat memicu alergi dan anafilaksis. L-asparaginase yang diproduksi dari organisme eukariotik seperti kapang memiliki resiko pemicuan alergi yang lebih rendah, hingga kapang endofit yang diisolasi dari kentang (Solanum tuberosum L.) dengan kandungan L-asparagin 33-59% dari total asam amino lainya diharapkan mampu menghasilkan L-asparaginase dengan aktivitas tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber baru agen kemoterapi kanker.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik aktivitas L-asparaginase asal kapang endofit kentang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu isolasi dan penapisan kapang endofit kentang penghasil asparaginase, produksi aspareginase dan karakterisasi L-asparaginase. Penapisan kapang endofit penghasil L-asparaginase dilakukan dengan menumbuhkan kapang pada media M9 modified (medium minimal M9 dengan penambahan asparagin 0.5% dan indikator phenol red). Produksi enzim L-asparaginase dilakukan dengan menumbuhkan kapang endofit kentang dengan index aktivitas enzim inkubasi tertinggi pada medium produksi soybean meal (dengan metode solid state fermentation). Penentuan aktivitas kuantitatif L-asparaginase asal kapang endofit kentang dilakukan dengan metode Nesslerisasi amonia. Selanjutnya karakterisasi L-asparaginase dilakukan pada penentuan pH dan suhu optimum serta pengaruh ion logam pada L-asparaginase tersebut.
Terdapat sembilan isolat kapang endofit yang berhasil diisolasi dari kentang. Dan uji aktivitas semikuantitatif menunjukkan bahwa 8 dari 9 isolat mampu
(9)
viii
menghasilkan L-asparaginase ekstraseluler dengan isolat EK7 sebagai isolat terbaik yang memiliki indeks aktivitas enzim sebesar 2.07. Isolat tersebut memiliki kepadatan spora optimum pada hari ke-7 inkubasi dengan kepadatan sebesar 1.76×109 spora/ml. L-asparaginase isolat EK7 diproduksi secara optimum pada waktu inkubasi 96 jam (4 hari) dengan aktivitas sebesar 12.47 U/ml. Enzim tersebut memiliki aktivitas optimum pada pH 8.0 (23.71 U/ml) dan suhu 50°C (16.83 U/ml) dan ion Ca2+ sebagai aktivator dan ion Al2+ sebagai inhibitor aktivitas enzim terkait. Hasil identifikasi primer berdasarkan morfologi mikroskopis dan makroskopis menunjukkan bahwa isolat EK7 adalah kapang dari genus Fusarium.
(10)
ix PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya hingga penyusunan skripsi yang berjudul “Karakterisasi L -asparaginase Kapang Endofit Kentang Pada Medium Soybean Meal”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Karena penyusunan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, Penulis menyampaikan terimakasih pada:
1. Bapak Kahar Muzakhar, S.Si., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Bambang Sugiharto, M.Agr.Sc., selaku Dosen Pembimbing anggota atas bimbingan, masukan dan tegurannya selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini;
2. Bapak Drs. Siswanto dan Bapak Drs. Rudju Winarsa, sebagai dosen penguji yang telah mengoreksi, memberi masukan dan turut mengawasi pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini;
3. Ibu Esti Utarti, S.P., M.Si., selaku penyandang dana dan Dosen Pembimbing, atas masukan, dukungan dan bimbingannya selama penelitian penyusunan skripsi ini;
4. Bapak Dr. Hidayat Teguh Wiyono, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan dan memberi bimbingan selama perkuliahan penulis 5. Ibu Endang Susetyaningsih, selaku teknisi Lab. Mikrobiologi yang telah
memberi penulis bantuan dan bimbingan selama dilaksanakannya penelitian ini;
6. Teammate EC.3 Research Team, Tifani Istiqomah, Dini Ramadhani, Rion Faizah Muamaroh, dan Riski Bagus Setyabudi, atas sokongan semangat, ide, dan berbagai fluktuasi emosi saat berjuang bersama;
7. Teman seperjuangan ‘Papi’s Angels’, Mbak Nier, Citra, Sri, Mbak Ipeh, Laras, dan Syafiq, atas tawa, canda dan bantuannya;
(11)
x
8. Arminatul Jannah, S.Si., Narita A. Maharani., S.Si, Kunti Anis Azizah, atas atas kebersamaan, canda tawa saat perkuliahan, serta kesediaannya menjadi tempat curhat dan berbagi pikiran. Kiky, Vivta dan tim PKM atas kerjasamanya. Serta Putri Yulia atas bantuan dan hiburannya saat naskah ini susun ;
9. Teman-teman Bolu (Biologi 2010), atas kebersamaan dan berbagai kenangan yang pernah Kita lalui.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kesalahan, oleh karena itu, diharapkan masukan dan saran untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis akan manfaat yang mampu diberikan untuk semua pihak yang membacanya.
Jember, 19 Mei 2015
Penulis
Laila Karomah
(12)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii
MOTTO ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
RINGKASAN ... vii
PRAKATA ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
3.1 Enzim L-asparaginase ... 5
3.2 Fungi Endofit ... 7
3.3 Enzim L-asparaginase Hasil Produksi Kapang Endofit ... 9
3.4 Kentang Sebagai Sumber Asparagin ... 9
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 11
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanan Penelitian ... 11
3.2 Rancangan Penelitian ... 11
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 11
3.4 Prosedur Penelitian ... 12
3.4.1 Isolasi Kapang Endofit Kentang ... 12
3.4.2 Uji Aktivitas L-asparaginase Secara Semikuantitatif ... 13
3.4.3 Produksi Enzim L-asparaginase Dengan Solid State Fermentation 13 3.4.4 Uji aktivitas Enzim Ekstrak Kasar L-asparaginase ... 15
3.4.5 Karakterisasi Enzim L-asparaginase (Singh et al, 2013) ... 17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1 Kapang Endofit Kentang dan Uji Aktivitas L-asparaginase Semikuantitatif ... 18
4.2 Optimasi Produksi L-asparaginase Pada Medium Soybean Meal ... 20
(13)
xii
4.4 Identifikasi Primer Isolat EK7 ... 26
BAB V. PENUTUP ... 28
5.1 Kesimpulan ... 28
5.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
(14)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Mekanisme aktivitas enzim l-asparaginase ... 5
Gambar 2. 2 Reaksi pembentukan akrilamida (Blank et al. 2006) ... 6
Gambar 3.1 Bidang hitung penghitungan spora pada haemocytometer ... 14
Gambar 4.1 Hasil uji aktivitas semikuantitatif ... 19
Gambar 4.2 Kurva kepadatan spora isolat EK7 selama 7×24 jam ... 20
Gambar 4.3 Aktivitas L-asparaginase isolat EK7 pada berbagai waktu inkubasi. 21 Gambar 4.4 Efek perubahan pH pada aktivitas L-asparaginase ... 22
Gambar 4.5 Pengaruh temperatur inkubasi terhadap aktivitas L-asparaginase .... 24
Gambar 4.6 Pengaruh pemberian logam divalent ... 25
(15)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1Jenis Fungi Endofit dan Inangnya ... 8 Tabel 4. 1 Hasil uji aktivitas semikuantitatif kapang endofik kentang ... 19 Tabel 4. 2 Morfologi makroskopis dan mikroskopis isolat EK7 ... 27
(16)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
A. KOMPOSISI BAHAN PENELITIAN ... xvi
1. Komposisi Medium Malt Extract (Untuk 1 lt) ... xvi
2. Komposisi Medium M9 Modified ... xvi
3. Komposisi Medium Potato Dextrose Agar ... xvi
4. Soybean Meal (Medium Tepung kedelai) ... xvi
B. LAMPIRAN DOKUMENTASI DAN HASIL PENELITIAN ... xvii
B.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit dan Morfologi Makrokopisnya ... xvii
B2. Pertumbuhan Kapang Endofit Saat Isolasi ... xvii
B.3 Kurva Standard Ammonium Sulfat ... xvii
B.4 Uji Aktivitas Kuantitatif ... xviii
a Optimasi Waktu Inkubasi Produksi L-asparaginase ... xviii
b Karakterisasi Enzim: pH Optimum Aktivitas Enzim ... xviii
(17)
1 BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim L-asparaginase (L-asparagine amidohidrolase; E.C 3.5.1.1) merupakan enzim yang memiliki kemampuan mengkatalisis reaksi deaminasi asam amino L-asparagin menjadi L-aspartat dan amonia (Baskar et al, 2009). Asparaginase merupakan salah satu agen kemoterapi dalam pengobatan kanker pada sistem limfatik, acute lymphoblastic leukemia (ALL), Hodgkin’s lymphoma, dan melanosarkoma (Singh et al, 2013). Kemampuan anti kanker serum darah guinea pig adalah karena keberadaan L-asparaginase yang mendeplesi jumlah L-asparagin yang bersifat esensial terhadap pertumbuhan kanker (Nagarethinam et al, 2012).
L-asparaginase juga digunakan dalam produksi makanan untuk menghasilkan produk makanan yang bebas akrilamid, yakni senyawa yang terbentuk dari reaksi Maillard antara L-asparagin dan gula reduksi dalam makanan yang diproses dalam suhu tinggi (±120°C) (Fuhr et al, 2006). Akrilamid digolongkan sebagai senyawa karsinogenik dan neurotoksik oleh FDA (Food and Drugs Administration, Amerika Serikat) (Simonne dan Archer, 2012). Penambahan L-asparaginase pada proses produksi makanan yang diolah pada suhu tinggi dapat menurunkan resiko serangan kanker maupun kerusakan syaraf akibat akrilamid yang terkandung didalamnya.
L-asparaginase untuk keperluan klinis diproduksi secara komersial dengan menggunakan dua bakteri yakni Erwinia chrysanthemi dan Escherichia coli (Verma et al, 2007). Sumber potensial asparaginase asal mikroba lainnya adalah L-asparaginase dari Thermococcus kodakaraensis TK 1656 yang dilaporkan oleh
(18)
2 Chohan dan Rashid (2013) memiliki aktivitas sebesar 2350 UI/mg pada suhu optimum 85°C dan pH 9.5.
Pemakaian jangka panjang L-asparaginase yang bersumber dari bakteri memiliki resiko memicu alergi dan anafilaksis (Kumar dan Sobha, 2012), sedangkan L-asparaginase yang diproduksi dari organisme eukariotik seperti fungi memiliki resiko pemicu alergi yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena kedekatan filogenik fungi dengan manusia menyebabkan kedua organisme tersebut memiliki struktur protein yang mirip hingga tidak dikenali sebagai antigen oleh tubuh manusia (Kumar dan Shoba, 2012. ).
Diantara jenis fungi yang banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, kapang endofit merupakan salah satu sumber potensial penghasil senyawa organik yang memiliki manfaat medis (Selim et. al, 2012). Senyawa organik kapang endofit seperti protein dan beberapa metabolit sekundernya tidak bersifat toksik dan tidak memiliki dampak negatif pada lingkungan, hingga dianggap sebagai kandidat sumber L-asparaginase non-alergenik. Salah satu kapang endofit penghasil L-L-asparaginase potensial adalah kapang endofit yang dilaporkan oleh Theantana et al., (2009), kapang endofit Colletotrichum sp. E5T9 dengan aktivitas L-asparaginase sebesar 0.42 UI/mL. mampu menghambat total pertumbuhan kultur in-vitro sel kanker human Caucasian colon adenocarcinoma dan mereduksi pertumbuhan HepG2 human Caucasian hepatocyte carcinoma sebesar 70%.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki asam amino L-asparagin 33-59% dari total asam amino lainnya (Lea et al., 2006), sehingga kapang endofit kentang diharapkan memiliki kemampuan untuk menghidrolisis asparagin lebih baik. Penapisan kapang penghasil enzim L-asparaginase yang diisolasi dari kentang tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari kebutuhan dunia kesehatan akan sumber baru L-asparaginase dengan kemampuan terapetik yang baik dan efek samping yang lebih rendah.
Enzim akan mempunyai aktivitas katalitik tertinggi pada kondisi optimal aktivitasnya, baik untuk kepentingan penelitian atau pemanfaatan secara komersial.
(19)
3 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tersebut adalah pH, suhu inkubasi optimum, serta pengaruh aktivator dan inhibitor pada aktivitas Enzim (Nelson dan Cox, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji karakterisasi untuk mengetahui kondisi optimum dari L-asparaginase kapang endofit kentang seperti proses karakterisasi L-asparaginase yang dilakukan Thakur et al (2014), yang melaporkan bahwa L-asparaginase kapang Mucor hiemalis memiliki aktivitas terbaik pada suhu 37°C, pH 7.0 yakni sebesar dan diaktifkan oleh beberapa jenis ion logam seperti Mn2+, Hg2+, Fe2+ dan Ca2+ dengan ion logam Mn2+ sebagai aktivator terbaik yang meningkatkan aktivitas sebesar 210%. Sedangkan kation Fe2+ menginhibisi aktivitas L-asparaginase tersebut hingga menurun sebesar 80%.
1.2 Perumusan Masalah
L-asparaginase yang dihasilkan oleh mikrob sebagian besar dimanfaatkan sebagai agen kemoterapi pada penderita Acute Lymphoblastic Lymphoma. Namun, penggunaan jangka panjang L-asparaginase tersebut dapat memicu reaksi alergi dan beberapa efek samping lain. L-asparaginase yang bersumber dari mikroorganisme eukariotik memiliki kelebihan yakni memiliki resiko pemicuan alergi yang lebih rendah. Selanjutnya, dalam penelitian ini dilakukan isolasi kapang endofit dari kentang yang memiliki kandungan L-asparagin 33-59% dari total asam amino yang diharapkan mampu menghasilkan L-asparaginase dengan aktivitas lebih baik hingga dapat dimanfaatkan sebagai agen kemoterapi kanker dengan resiko pemicuan kanker rendah serta pencegah terbentuknya akrilamid dalam makanan.
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penentuan aktivitas kuantitatif L-asparaginase asal kapang endofit kentang dengan kondisi pH dan suhu optimum serta pengaruh ion logam pada aktivitas L-asparaginase kapang endofit kentang yang diproduksi dengan menggunakan medium soybean meal (tepung kedelai).
(20)
4 1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter aktivitas enzim L-asparaginase asal kapang endofit kentang yang meliputi pH, suhu optimum serta pengaruh pemberian ion logam pada aktivitas crude enzyme L-asparaginase.
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi kapang endofit kentang yang mampu memproduksi enzim L-asparaginase dengan karakter pH dan suhu optimum serta pengaruh ion logam pada aktivitas L-asparaginase tersebut.
(21)
5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Enzim L-asparaginase
Enzim L-asparaginase adalah enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis asam amino L-asparagin menjadi aspartat dan amonia. Mekanisme lengkap dari aktivitas enzim asparaginase belum diketahui secara jelas selain fakta bahwa reaksi hidrolisis dikatalis dengan dua langkah melalui intermediet beta-acyle-enzyme beikut (Gambar 2.1)
Gambar 2. 1 Mekanisme aktivitas enzim l-asparaginase
Potensi utama enzim L-asparaginase sebagai agen kemoterapi kanker. Kidd (1953), yang menemukan pertama kali aktivitas anti kanker (anti limfoma) pada serum darah marmut (guinea pig). Selanjutnya, penemuan Kidd tersebut dikonfirmasi oleh Neuman dan McCoy (1956) yang mendemonstrasikan perbedaan metabolisme serta pertumbuhan sel normal dan sel kanker sebagai respon tidak adanya L-asparagin secara in vitro. Kedua penemuan tersebut disimpulkan lebih lanjut oleh Broome (1961) bahwa kemampuan anti kanker serum marmut yang dilaporkan oleh Kidd (1953) tersebut terjadi karena kadar L-asparagin yang esensial untuk pertumbuhan sel kanker berkurang karena aktivitas hidrolitik L-asparaginase.
(22)
6 Pemanfaatan enzim L-asparaginase secara luas sebagai terapi kanker memiliki beberapa masalah. Permasalahan tersebut antara lain adalah penggunaan marmut (guinea pig) sebagai satu-satunya sumber L-asparaginase pada tahun 1960-an bersifat terbatas (Nagarethinam, 2012). Kemudian, Mashburn dan Wriston (1964) menemukan bahwa bakteri E.coli mampu menghasilkan enzim L-asparaginase dalam jumlah yang besar. E.coli menghasilkan dua jenis enzim L-asparaginase yakni EC-1 yang ditemukan pada sitoplasma sel dan EC-2 yang ditemukan pada periplasmik. Singh (2013) menyatakan, diantara kedua jenis enzim L-asparaginase tersebut, enzim L-asparaginase periplasmik-lah yang memiliki aktivitas anti kanker. Penemuan tersebut mendorong penggunaan L-asparaginase sebagai agen kemoterapi kanker. Efikasi klinis enzim L-asparaginase tersebut dikonfirmasi oleh FDA pada tahun 1978 melalui serangkaian uji klinis pada pasien (Nagarethinam, 2012).
Fungsi lain L-asparaginase adalah untuk mencegah pembentukan akrilamid. Akrilamid adalah senyawa yang berpotensi kanker terhadap manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akrilamida terbentuk akibat pengolahan pada suhu tinggi terhadap asam amino asparagin, terutama apabila dikombinasikan dengan gula pereduksi dan produk-antara reaksi Maillard. Pada tahapan intermediet reaksi Maillard, asam amino mengalami dekarboksilasi dan deaminasi untuk membentuk senyawa aldehid yang selanjutnya akan membentuk senyawa akrilamida (Gambar 2.2). Senyawa akrilamida terbentuk apabila setelah diproses permukaan pangan membutuhkan Aw (water activity, molekul air yang tidak terikat pada suatu molekul) yang relatif rendah serta diproses pada temperatur ±120oC (Weisshaar dan Gutsche, 2005).
(23)
7 Pengaruh penambahan enzim L-asparaginase yang dilaporkan oleh Ciesarova et al. (2006) pada bahan uji berbasis kentang, yang mengandung asam amino asparagin dan karbohidrat tinggi, menunjukkan bahwa penambahan 0.2 unit enzim per-gram kentang segar dan suhu inkubasi 30°C mengalami penurunan kadar akrilamid sebesar 50%. Pada unit enzim dan suhu inkubasi yang lebih besar (1 U/g; 37°C), menunjukkan deplesi akrilamid yang lebih besar yakni 97% dibanding kentang tanpa penambahan enzim. Selain pada kentang, Kumar et al. (2013) juga melaporkan bahwa penambahan enzim L-asparaginase sebesar 300 unit mampu mereduksi akrilamid pada adonan (dough) roti manis sebesar 97% dan 73% pada remahan roti (breadcrumbs) yang sama.
3.2 Fungi Endofit
Fungi endofit didefinisikan sebagai fungi yang umumnya tumbuh didalam jaringan hidup tumbuhan. Keberadaan fungi endofit pada suatu tumbuhan umumnya asimptomatis (tidak menimbulkan gejala infeksi) (Arnold dan Lutzoni, 2007). Istilah endofit pertama kali dikenalkan oleh de Bari pada tahun 1866. Kemudian, Carol (1986) mendefinisikan fungi endofit sebagai fungi yang bersimbiosis mutualisme didalam jaringan hidup tumbuhan tanpa menimbulkan efek negatif (penyakit) pada tumbuhan inangnya.
Definisi oleh Carol tersebut diperluas oleh Petrini (1991) yang menyatakan bahwa kapang endofit adalah seluruh jenis fungi yang pada satu fase pertumbuhannya, mampu hidup dan berkembang dalam jaringan hidup tumbuhan. Oleh karena itu, Bills (1996) mengelompokkan berbagai mikoriza seperti ectendomycorrhizae, ericoid mycorrhizae serta pseudomycorrhizae sebagai kelompok fungi endofit (Xiang dan Liang-Dong, 2012). Xiang dan Liang-dong (2012) juga menyatakan bahwa fungi endofit dapat ditemukan hampir pada seluruh tumbuhan. Beberapa jenis kapang endofit dan inangnya ditampilkan dalam tabel berikut:
(24)
8 Tabel 2. 1Jenis Fungi Endofit dan Inangnya (Vega, 2008)
Jenis kapang endofit Tumbuhan inang
Acremonium spp. Coffea arabica L.
Acremonium alternatum C. arabica
Beauveria bassiana Zea mays L.
Z. mays (N)
Solanum tuberosum L.
Gossypium hirsutum L.
Xanthium strumarium L. Datura stramonium L.
Lycopersicon esculentum Miller)
Theobroma gileri Cuatrec.
Carpinus caroliniana Walter
Pinus monticola D.
Papaver somniferum L.
Phoenix dactylifera L.
Musa paradisiaca L.
C. arabica
Theobroma cacao L.
Beauveria brongniartii C. arabica
Cladosporium spp. C. arabica
Avicennia officinalis L., Rhizophora mucronata Lam.,
Sonneratia caseolaris (L.) Engl. (N) (mangroves)
Clonostachys rosea C. arabica
Isaria spp. C. arabica
Lecanicillium dimorphum P. dactylifera L.
& L. c.f. psalliotae
Paecilomyces spp. Musa acuminata C.
Oryza sativa L.
Paecilomyces farinosus (= C. caroliniana
Isaria farinosa)
Verticillium (= Araceae
Lecanicillium) lecanii C. caroliniana
(25)
9 3.3 Enzim L-asparaginase Hasil Produksi Kapang Endofit
Kapang endofit merupakan salah satu sumber senyawa bioaktif yang dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pertanian dan kesehatan. Weber et al.(2004) melaporkan bahwa kapang endofit Phoma medicaginis yang berasosialisasi dengan tanaman obat Medicago sativa dan Medicago lupulina menghasilkan antibiotik brefeldine. Antibiotik brefeldine tersebut merupakan antibiotik yang menginisiasi apoptosis (kematian sel terprogram) pada kanker.
Kapang endofit juga mampu menghasilkan enzim dengan baik. Kapang endofit adalah sumber enzim komersial seperti xilanase, selulase, dan hemiselulase karena enzim-enzim tersebut adalah enzim yang berperan dalam proses inhabitasi pada jaringan tumbuhan yang memiliki komponen selulosa, xilan dan beberapa jenis hamiselulosa lain (Selim et al.2012).
Enzim L-asparaginase asal kapang endofit adalah salah satu opsi yang potensial, karena kapang endofit sendiri adalah organisme simbiotik yang tidak menghasilkan metabolit yang membahayakan inangnya, hingga diharapkan pemicuan alergi dan efek samping lain L-asparaginase komersial pada pengobatan kanker dapat diminimalisir (Thangavel et al 2013). Selain itu, beberapa kapang endofit seperti kapang endofit Colletotrichum sp. E5T9 dengan aktivitas sebesar 0.42 UI/mL. mampu menghambat total pertumbuhan kultur in-vitro sel kanker human Caucasian colon adenocarcinomadan mereduksi pertumbuhan HepG2 human Caucasian hepatocyte carcinoma sebesar 70% (Theliana et al. 2009).
3.4 Kentang Sebagai Sumber Asparagin
Pada kentang, asparagin adalah asam amino dominan dengan presentase 33-59% dibanding jumlah asam amino lain. De Wilde et.al., (2005) menyatakan bahwa kandungan asam amino asparagin pada kentang kultivar Belgium adalah 1.54 – 1.93 mg/g. Sedangkan pada kultivar kentang yang sering ditemukan di Asia, memiliki kandungan asparagin pada kisaran 0,9 hingga 2.0 mg/g (Matsuura dan Endo, 2006).
(26)
10 Kandungan asparagin yang tinggi tersebut mengakibatkan mikroba yang berasosialiasi dan bersifat patogen pada kentang memiliki kemampuan menghasilkan enzim asparaginase. Salah satu bakteri patogen pada kentang, Erwinia chrysanthemum dan Erwinia sp (Elphinestone dan Toth, 2007), adalah bakteri yang digunakan secara komersial sebagai sumber asparaginase dengan merek Erwinia Asparaginase® dan Crisantaspase® (Kumar dan Shoba, 2012).
(27)
11 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2014 hingga Januari 2015 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biologi Dasar Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember.
3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dekstriptif. Proses penelitian dilakukan di laboratorium dan data yang didapat adalah data kualitatif berupa aktivitas semikuantitatif morfologi makroskopis kapang endofit yang diisolasi dari kentang, serta morfologi mikroskopis dari kapang dengan aktivitas semikuantitatif L-asparaginase terbaik yang digunakan untuk uji lanjutan.
Sedangkan data kuantitatif yang didapat berupa aktivitas L-asparaginase ekstrak kasar dari isolat kapang endoft kentang terpilih yang didapat dengan menguji L-asparaginase ekstrak kasar pada waktu inkubasi produksi, pH dan suhu optimum reaksi serta pengaruh ion logam divalent. Data kualitatif dan kuantitatif yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun foto dokumentasi hasil pengamatan yang dilakukan selama dilaksanakan penelitian
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan adalah timbangan, alumunium foil, spatula, tisu, labu Erlenmeyer, shaker, kapas, mikro pipet, pipet volum, tabung reaksi, petridish, batang L, penggaris, sentrifuse, tabung Falcon, botol kaca 20 mL, spektrofotometer, gelas
(28)
12 benda, Bunsen, pinset, gelas ukur dan mikroskop Olympus Light Microscope. Bahan yang digunakan adalah: umbi (tuber) kentang (Solanum tuberosum L.). Sodium hipoklorit; alkohol 70%; garam fisiologis 0,85%; M9 modified agar; medium malt extract agar dan PDA (potato dextrose agar) dengan penambahan streptomycin; phenol red; stok L-asparagin 0.25M; buffer M-Tris HCl 50 mM (pH 8.5); asam trikloroasetat 1,5 M; reagen Nessler A (K2[HgI4]); NaOH 2 M (reagen Nessler B).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Isolasi Kapang Endofit Kentang
Isolasi kapang endofit kentang diawali dengan sterilisasi permukaan yang bertujuan untuk menghilangkan mikrob kontaminan dari permukaan akar, batang dan umbi (tuber) kentang. Sterilisasi dilakukan dengan merendam potongan akar, batang dan umbi kentang (panjang potongan ± 5 cm) pada sodium hipoklorit 2% selama 2 menit. Masing-masing Potongan tersebut dibilas berturut-turut dengan akuades steril sebanyak satu kali, alkohol 70% sebanyak 3-5 kali dan dilanjutkan dengan akuades steril sebanyak 5 kali untuk membersihkan sisa-sisa desinfektan. Selanjutnya, potongan organ kentang tersebut dibagi menjadi bagian yang lebih kecil (± 1cm) dan dibelah secara aseptis menjadi dua bagian secara horizontal untuk memaparkan jaringan bagian dalam potongan tersebut (Kim et al, 2013).
Potongan-potongan kentang yang telah disterilkan ditransfer secara aseptis pada medium Malt Extract Agar dan diinkubasi gelap (tanpa paparan cahaya) pada suhu 30°C selama 3 hari. Koloni kapang dengan morfologi berbeda dipisahkan untuk pemurnian dengan menginokulasikan satu jarum inokulum spora pada medium PDA dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30°C dengan tiga kali pengulangan. Masing-masing kultur murni kapang endofit kentang hasil pemurnian terakhir diremajakan pada medium PDA miring sebelum diuji lebih lanjut.
(29)
13 3.4.2 Uji Aktivitas L-asparaginase Secara Semikuantitatif
Uji aktivitas L-asparaginase secara semikuantitatif dilakukan dengan menginokulasikan satu jarum inokulum spora kapang endofit pada medium M9 modified yang mengandung indikator phenol red dan diinkubasi padasuhu 30˚C selama 3×24 jam. Diameter koloni dan zona pink masing-masing isolat diukur untuk menentukan indeks aktivitas enzim dengan persamaan berikut:
Isolat dengan indeks aktivitas terbaik diidentifikasi secara mikroskopis dengan metode slide culture (identifikasi mikroskopis) dan diremajakan kembali pada medium PDA miring untuk uji selanjutnya.
3.4.3 Produksi Enzim L-asparaginase Dengan Solid State Fermentation a. Pembuatan Inokulum
Pembuatan inokulum ditentukan diawali dengan pembuatan pola pertumbuhan kapang endofit berdasarkan penghitungan kepadatan spora sampai didapatkan jumlah spora 108 sel/ml. Mitchell et al, (2000) menyatakan bahwa Umumnya, teknik fermentasi substrat padat membutuhkan spora dengan kepadatan optimum yakni pada range 104 hingga 108 Spora/mL. Namun, kepadatan 108 spora/mL adalah kepadatan spora yang paling banyak digunakan pada fermetasi substrat padat, karena kepadatan spora (inokulum) yang terlalu tinggi (>108 Spora/mL) akan menyebabkan terhambatnya produksi enzim terhambat karena terlalu banyak biomassa mikroba yang tumbuh hingga mereduksi jumlah nutrisi yang diperlukan untuk memproduksi enzim. Sedangkan jika densitas spora terlalu rendah (< 104 spora/ mL), biomassa kapang untuk fermentasi tidak mencukupi dan kemungkinan terjadinya kontaminasi meningkat (Rambault, 1980).
Penghitungan kepadatan spora kapang endofit dibuat dengan mengkulturkan spora pada 7 medium PDA miring, kemudian diinkubasi pada inkubator suhu 30°C.
(30)
14 Kultur PDA miring diamati kepadatan sporanya setiap hari berturut-turut selama satu minggu. Pengamatan dilakukan dengan menambahkan 9 mL akuades (dengan Tween 80 0.2%. sebagai agen dispersi) steril pada tiap tabung kultur (Higo et al., 2011). Spora dikerik menggunakan jarum inokulum hingga merata. Suspensi spora yang didapat dipindahkan secara aseptis pada tabung lain. Sebelum pengamatan, suspensi spora dihomogenkan dengan vortex. 20 µL suspensi spora diteteskan pada bidang hitung haemocytometer Neubauer (Gambar 3.1) dan dihitung dengan bantuan mikroskop. spora yang dihitung adalah spora yang ada pada kotak sedang haemocytometer. Penghitungan dilakukan sebanyak lima kali ulangan.
Gambar 3.1 Bidang hitung penghitungan spora pada haemocytometer
Selanjutnya, Jumlah spora/ml sampel ditentukan dengan persamaan berikut (BBPPTP Surabaya, 2014):
Keterangan:
S : Jumlah spora/ml
n : Rerata spora pada bidang hitung 1, 2, 3, 4, dan 5 L : Luas bidang hitung kotak ( )
t : kedalaman bidang hitung (0.1 mm) d : Faktor pengenceran
(31)
15 b. Produksi Enzim L-asparaginase
Produksi L-asparaginase dilakukan dengan menginokulasikan 0.5 mL suspensi spora dengan kerapatan 108 spora/mL pada medium Soybean Meal Medium yang terdiri dari 2.25 g tepung kedelai dan 2.25 mL larutan Mineral Mandel dengan dua kali ulangan (pada. Pemilihan Soybean (kedelai; Soja max) adalah karena medium tersebut adalah medium yang umum digunakan dalam solid state fermentation selain itu, kedelai memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan asam amino yang tinggi (Singhania et al., 2009). Masing-masing kultur produksi diinkubasi pada inkubator bersuhu 30°C selama 24, 48 hingga 144 jam.
Ekstraksi enzim ekstrak kasar L-asparaginase dilakukan dengan menambahkan 22.5 mL buffer Tris HCl 50 mM dengan pH 8.5 dan dihomogenkan dengan di shake pada rotary shaker 150 rpm selama 1 jam (Gosh et al. 2013). Penggunaan buffer Tris HCl dengan pH 8.5 berdasarkan pernyataan Sinha et al. (2013) bahwa pada umumnya L-asparaginase memiliki stabilitas terbaik pada pH 8 hingga 8.5.
Suspensi kultur produksi selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm dan suhu 4°C selama 15 menit (Ebrahiminezhad et al, 2011). Supernatan yang merupakan enzim ekstrak kasar ditampung dalam botol kaca secara aseptis untuk penyimpanan dan uji lanjutan. Seluruh prosedur ekstraksi dilakukan on ice untuk mencegah kerusakan protein akibat fluktuasi suhu.
3.4.4 Uji aktivitas Enzim Ekstrak Kasar L-asparaginase a. Pembuatan Kurva Standart Ammonia
Pembuatan standar amonium dilakukan dengan mereaksikan 100µL
ammonium sulfat konsentrasi 5 M, 10 M, 15 M, 20 M, 25 M, 30 M, dan 35 M dengan reagen Nessler sebanyak 200 µL serta 3.7 mL akuades. Campuran
(32)
16 dilakukan dengan panjang gelombang 450 nm. Sebagai blanko, digunakan 100 µL akuades (Kushwaha et al, 2012).
Selanjutnya dibuat kurva standar amonium sulfat. Kurva standar tersebut menunjukkan hubungan antara absorbansi pada =450 nm dengan konsentrasi ammonium sulfat yang digunakan.
b. Uji Aktivitas L-Asparaginase
Uji kuantitatif aktivitas L-asparaginase dilakukan dengan metode Nesslerisasi amonia yang telah dimodifikasi oleh Singh et al. (2013). Untuk perlakuan test, Crude enzyme sebanyak 500 µL direaksikan dengan 500 µL L-asparagin (0.04 M) dan 500 µL buffer Tris HCl 50 mM (pH 8.5), campuran tersebut diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit.
Reaksi dihentikan dengan menambahkan 500 µL asam trikloroasetat (TCA) 1.5 M dan didiamkan selama 5 menit, dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 8000 rpm suhu 4°C untuk memisahkan campuran dari presipitat. Sedangkan pada perlakuan kontrol, L-asparagin 0.04 M direaksikan dengan TCA selama 5 menit, kemudian ditambahkan ekstrak kasar L-asparaginase, dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepattan 8000 rpm suhu suhu 4°C untuk memisahkan presipitat.
Sebanyak 100 µL supernatan hasil sentrifugasi direaksikan berturut-turut dengan 200 µL reagen Nessler dan 3700 µL akuades steril. Campuran tersebut dihomogenkan dan direaksikan selama 20 menit. Kadar amonia test dan kontrol diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Aktivitas enzim (UI) dinyatakan sebagai jumlah amonia yang dihasilkan (mmol) oleh 1 mL enzim yang digunakan. UI enzim L-asparaginase ditentukan dengan persamaan berikut:nnnnnnnnnnnnn digunakan yang enzim volume menit t mol dilepas yang ammonia Jumlah mL U inkubasi ) ( ) ( /
(33)
17 3.4.5 Karakterisasi Enzim L-asparaginase (Singh et al, 2013)
a. Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim L-asparaginase
Pengujian suhu dilakukan pada crude enzyme yang diproduksi berdasarkan waktu inkubasi optimum. Metode yang digunakan sama dengan langkah uji aktivitas enzim (Langkah 3.2.3). Namun, pada langkah enzim ekstrak kasar dan substrat direaksikan pada suhu 20, 30, 40, 50, 60, 70 dan 80°C.
b. Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim L-asparaginase
Penentuan pH optimum dari enzim ekstrak kasar L-asparaginase ditentukan dengan mereaksikan enzim ekstrak kasar dan substrat pada buffer reaksi dengan berbagai tingkat keasaman. Tingkat keasaman dan jenis buffer reaksi yang digunakan adalah: buffer asam sitrat (pH 4-5), buffer fosfat (pH 6-7), buffer Tris HCl (pH 8) dan glisin-NAOH (pH 9-11.). uji aktivitas pada tingkat keasaman tersebut dilakukan dengan metode yang sama dengan uji aktivitas enzim L-asparaginase secara kualitatif.
c. Pengaruh Logam Pada Aktivitas Enzim L-asparaginase
Pengujian logam dilakukan dengan metode yang sama dengan langkah uji aktivitas enzim. Namun, pada langkah ini, digunakan pH dan suhu inkubasi optimum dari dua uji karakterisasi sebelumnya. Buffer yang digunakan hanya setengah dari total volume buffer sebelumnya (0.25 ml ) dan ditambahkan larutan ion logam (0.25 ml) dengan konsentrasi 1 µM. Ion logam yang digunakan antara lain Mg2+, Fe2+, Ca2+, Zn2+, Al2+,Mn2+.
(34)
18 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kapang Endofit Kentang dan Uji Aktivitas L-asparaginase Semikuantitatif
Sebanyak 8 isolat kapang berhasil diisolasi dari kentang dengan karakter morfologi koloni berbeda. Selanjutnya masing-masing isolat diinokulasikan pada medum M9 modified yang telah diberi indikator phenol red dan L-asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen tunggal dalam media untuk menapis kapang yang mampu menghasilkan enzim L-asparaginase (Gambar 4.1).
Asparaginase yang dihasilkan oleh isolat akan memecah asam amino L-asparagin menjadi asam aspartat serta amoniak, Pelepasan amonia tersebut mengubah pH medium yang semula netral (pH 7.0) menjadi basa. Perubahan pH ini diindikasikan dengan perubahan warna medium di sekitar koloni mikrobia yang memproduksi L-Asparaginase yang semula merah oleh penambahan phenol red menjadi berwarna pink (Gulati et al., 19970. Perubahan warna tersebut, menurut Yamaguchi et al. (1997) disebabkan oleh gugus hidroksil pada molekul Phenol red (Phenosulphonphtalein) yang semula berwarna jingga pada pH 7.0 terdiasosiasi dan kehilangan ion proton saat terpapar pada pH alkali (pKa >7.7), dan menghasilkan molekul PS- (Phenosulphonphtalein-) yang berwarna pink muda hingga ungu tua.
L-asparagin, sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen tunggal dalam medium M9 modified dipecah oleh isolat kapang endofit kentang dengan mensekresikan L-asparaginase ekstraselular. Enzim tersebut kemudian menghidrolisis L-asparagin menjadi asam amino L-aspartat dan NH3 (Singh et al., 2013). Kedua molekul tersebut digunakan oleh isolat terkait untuk kebutuhan fisiologisnya yakni untuk menghasilkan energi dan sintesis biomolekul. Indeks aktivitas L-asparaginase dari kesembilan isolat ditunjukkan pada tabel 4.1.
(35)
19 Gambar 4.1 Hasil uji aktivitas semikuantitatif L-asparaginase isolat kapang endofit kentang pada medium M9 modified (a) Hasil positif ditunjukkan dengan keberadaan zona pink pada media. (b) Pada hasil negatif, media tetap berwarna jingga
Tabel 4. 1 Hasil uji aktivitas semikuantitatif kapang endofik kentang No Isolat Pertumbuhan pada medium M9 Indeks Aktivitas
Enzim Keterangan
1 EK1 + 1.33 + : Tumbuh sedikit
2 EK2 + 1.56 ++: Tumbuh lebat
3 EK3
+ 1.3 +++: Tumbuh
sangat lebat
4 EK4 + 1.45
5 EK5 +++ 1.16
6 EK6 + -
7 EK7 ++ 2.07
8 EK7 + 1.86
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuh dari delapan isolat kapang endofit yang berhasil diisolasi mampu menghasilkan L-asparaginase ekstraseluler dengan isolat EK7 sebagai isolat yang memiliki indeks aktivitas enzim terbaik yaitu sebesar 2.07. Sedangkan isolat EK7 tidak mampu menghasilkan L-asparaginase karena tidak ada perubahan warna pada medum M9 yang digunakan. Isolat EK7 sebagai isolat dengan aktivitas semikuantitatif terbaik diremajakan untuk prosedur selanjutnya.
a
a a
a a
(36)
20 4.2 Optimasi Produksi L-asparaginase Pada Medium Soybean Meal
a. Kepadatan Spora Isolat EK7
Kepadatan spora diukur untuk mengetahui waktu dimana isolat EK7 menghasilkan spora dengan jumlah maksimum. kurva tabulasi kepadatan spora pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada peningkatan kepadatan spora berbanding lurus dengan bertambahnya waktu inkubasi. Dengan kepadatan spora tertinggi pada hari ketujuh yakni sebanyak 1.76×109 spora/mL.
Gambar 4. 2 Kurva kepadatan spora isolat EK7 selama 7×24 jam
Tujuan dari penghitungan kepadatan spora ini adalah untuk mengetahui jumlah spora yang diproduksi perhari oleh isolat EK7. Hal ini untuk mempersiapkan inokulum spora starter bagi kultrur produksi L-asparaginase. Mitchell et al, (2000) menyatakan bahwa Umumnya, teknik fermentasi substrat padat membutuhkan spora dengan kepadatan optimum yakni pada range 104 hingga 108 Spora/mL.
b. Produksi L-asparaginase Pada Medium Soybean Meal
L-asparaginase yang dihasilkan selama periode pertumbuhan endofit EK7 digunakan untuk memecah L-asparagin dalam medium soybean meal menjadi asam aspartat dan ammonia. L-asparaginase adalah salah satu enzim konstititif yang selalu
Kep ad atan Sp o ra I so lat E K8 ( Sp o ra/m L )
(37)
21 disintesis dan disekresikan oleh mikroorganisme untuk memecah L-asparagin sebagai sumber nitrogen (Youssef et al., 2008). Dari uji aktivitas yang dilakukan pada tiap enzim yang dihasilkan selama 144 jam (6 hari), didapat kurva sebagai berikut:
Gambar 4.3 Produksi L-asparaginase isolat EK7 pada berbagai waktu inkubasiyang ditentukan berdasarkan pengukuran aktivitas L.asparaginase pada substrat soybean meal. Pada gambar 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 aktivitas L-asparaginase isolat EK7 sebesar 1.83 U/mL dan terus meningkat hingga mencapai aktivitas optimum pada hari ke-4 (96 jam) yakni sebersar 12,47 U/mL. Peningkatan aktivitas yang bertahap ini terjadi karena kapang endofit EK7, seperti jenis mikrobia lain memerlukan adaptasi pada awal pertumbuhannya (jam ke-24 hingga 72) terutama saat ditumbuhkan di medium baru hingga produksi enzim dan metabolit primer lain belum maksimal (Courtney et.al, 2010).
Setelah hari ke-4 (jam 96), aktivitas cenderung mengalami penurunan drastis. Hal tersebut terjadi karena pada jam ke-120 dan ke-144, isolat yang ditumbuhkan mulai mensekresikan zat inhibitor dan beberapa jenis protease. Keberadaan substansi-substansi tersebut akan mengakibatkan terhambatnya aktivitas, bahkan kehadiran protease dapat merusak L-asparaginase (Singh et al.,2013). Selain itu, Golden dan Bernlohr (1985) menyatakan bahwa pada mikroorganisme seperti fungi, terdapat represi katabolit nitrogen yang menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme nitrogen, termasuk aktivitas L-asparaginase.
(38)
22 4.3 Karakter L-asparaginase
a. Pengaruh pH Pada Aktivitas L-asparaginase Isolat EK7
Gambar 4.3 berikut memperlihatkan bahwa pada pH terendah dalam proses uji yakni pH 4.00, aktivitas L-asparaginase isolat EK7 sebesar 3.49 U/mL, aktivitas enzim tersebut mengalami kenaikan seiring kenaikan pH buffer yang digunakan. Hal tersebut terjadi karena kenaikan pH mengakibatkan afinitas substrat dan enzim meningkat akibat perubahan ionization state rantai samping sisi aktif enzim dan substrat (Price and Stevens, 1999). Pada gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa pH optimum dari L-asparaginase isolat EK7 adalah pH 8.00 dengan aktivitas sebesar 23.71 U/mL.
Gambar 4. 4 Efek perubahan pH pada aktivitas L-asparaginase: Aktivitas enzim berbanding lurus dengan kenaikan enzim dan pH optimum untuk reaksi adalah pH 8 (aktivitas 23.71 U/mL). Setelah titik optimum, aktivitas enzim mulai mengalami penurunan drastis
Hal tersebut selaras dengan pernyataan Sinha et al. (2013) yang menyebutkan bahw L-asparaginase memiliki stabilitas terbaik pada pH 8 hingga 8.5. Namun, setelah mencapat titik aktivitas optimum pada pH 8, enzim mengalami penurunan aktivitas pada pH 9 dengan aktivitas sebesar 12.94 U/mL dan terus menurun drastis hingga pH 11 dengan aktivitas 1.05 U/mL.
Penurunan aktivitas tersebut terjadi karena terjadi denaturasi enzim akibat ionisasi berlebihan pada residu asam amino pada enzim (Murray et al., 2009). Seperti
(39)
23 yang telah diketahui bahwa aktivitas enzim diawali dengan terbentuknya kompleks enzim dan substrat [ES], kerusakan atau perubahan struktural enzim akan menyebabkan kompleks [ES] tak dapat terbentuk dan tidak terjadi aktivitas katalitik enzim. Selain itu, gugus-gugus fungsi enzim atau substrat yang mengalami disasosiasi berlebihan juga akan mengurangi afinitas enzim pada substrat (Berg et al, 2005). Selain itu, Harper et al., 1984 juga menyebutkan bahwa perubahan struktur tersier pada enzim akibat ionisasi berlebihan akan mengekspos cluster hidrofob enzim hingga solubilitas enzim akan berkurang secara bertahap, demikian pula aktivitas enzim tersebut.
pH optimum dari L-asparaginase kapang endofit EK 8 tersebut lebih rendah dari pH optimum L-asparaginase yang diproduksi oleh Aspergillus tereus PC-1.7.A yang memiliki pH optimum sebesar 9.0 (Loureiro et.al, 2012). Dan mendekati pH optimum dari L-asparaginase komersial yang diproduksi dari E. coli yakni sebesar 7.8 (Tosa et al., 1971). Shrivastava et al. (2012) menyatakan bahwa L-asparaginase yang memiliki pH optimum mendekati pH optimum L-asparaginase komersial, lebih berpotensi sebagai kandidat L-asparaginase medis.
b. Pengaruh Suhu Pada Aktivitas L-asparaginase Isolat EK7
Seperti reaksi kimia pada umumya, reaksi yang dikatalis oleh enzim akan mengalami kenaikan dua kali aktivitas normal tiap kenaikan suhu sebesar 10˚C. Kenaikan temperatur yang diikuti oleh kenaikan energi kinetik tersebut membuat partikel substrat dan enzim mengalami kontak lebih sering. Kontak yang terjadi antar molekul tersebut membangkitkan energi potensial kimia pada rantai samping substrat dan enzim hingga pembentukan kompleks [ES] akan cepat terbentuk dan reaksi katalitik akan mengalami peningkatan (Price and Stevens, 1999), seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.3. Hal tersebut berlanjut hingga pada puncak reaksi dan seperti pada pengaruh pH pada kinetika enzim, aktivitas enzim akan menurun apabila
(40)
24 terpapar pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari titik optimumnya (Ngili, 2009).
Untuk mengetahui suhu optimum enzim L-asparaginase, dilakukan uji aktivitas dengan berbagai variasi suhu inkubasi. Hasil pnelitian menunjukkan bahwa enzim asparaginase memiliki aktivitas sangat rendah pada suhu 20°C dibandingkan temperatur lain yakni sebesar 0.93 U/mL (Gambar 4.3). Aktivitas L-asparaginase isolat EK7 mengalami kenaikan hingga temperatur optimum yakni suhu 50°C dengan aktivitas sebesar 16.83 U/mL. Namun, pada suhu 60 dan 70°C, L-asparaginase isolat EK7 mengalami penurunan drastis.
Gambar 4. 5 Pengaruh temperatur inkubasi terhadap aktivitas L-asparaginase
Penurunan tingkat aktivitas enzim pada suhu dibawah titik optimum terjadi karena enzim kekurangan energi kinetik untuk melakukan kontak dengan substrat dan berubah menjadi lebih kaku. Kekakuan struktur enzim menyebabkan enzim tersebut kehilangan aktivitas katalitiknya (Copeland, 2000). Selain itu, pada suhu rendah, energi kinetik partikel substrat dan enzim juga kecil hingga kontak antara partikel enzim dan substrat berkurang. Jika demikian, maka reaksi katalitik oleh enzim terkait tak dapat berlangsung.
Sedangkan apabila enzim terpapar pada suhu yang diatas temperatur optimal, akan terjadi denaturasi struktur protein akibat rusaknya ikatan intra dan intermolekul
(41)
25 hingga enzim tersebut kehilangan aktivitas biologisnya (tidak dapat berikatan dan mengkatalis reaksi substrat (Madigan et al, 2010).
Jika dibandingkan dengan aktivitas L-asparaginase kapang endofit Eurotium Sp. yang diteliti oleh Jalgaonwala dan Mahajan (2014), L-asparaginase isolat EK7 memiliki suhu optimum yang sama yakni 50°C. Namun, L-asparaginase asal kapang endofit yang diisolasi dari rimpang Curcuma longa tersebut memiliki aktivitas yang lebih rendah yakni hanya sebesar 1.3 U/mL.
c. Ion Logam Divalen Sebagai Aktivator dan Inhibitor L-asparaginase isolat EK7 Karakter selanjutnya adalah pengaruh ion logam divalent pada aktivitas L-asparaginase isolat EK7. Pada gambar 4.4 dibawah ini, terdapat dua jenis logam divalent yang bersifat aktivator yakni Cu2+dan Mn2+. Cu2+ merupakan aktivator terbaik, mampu meningkatkan aktivitas L-asparaginase isolat EK7 sebesar 302.86% (4.417 U/mL) dibandingkan kontrol. Sedangkan Mn2+ mampu menaikkan aktivitas enzim tersebut sebesar 124.29%. Lima jenis logam divalent lain yakni Fe2+, Mg2+, Ca2+, Zn2+ dan Al2+ cenderung menyebabkan aktivitas menurun hingga ditetapkan sebagai inhibitor L-asparaginase isolat EK7.
Gambar 4. 6 Pengaruh pemberian logam divalent terhadap aktivitas L-asparaginse isolat EK7
Ion logam yang mampu menaikkan aktivitas enzim disebut logam aktivator. Pengaruh logam aktivator pada enzim adalah sebagai kofaktor, kofaktor
(42)
26 menyediakan polaritas yang dibutuhkan oleh protein (apoenzim) untuk mengikat substrat dan menyediakan energi aktivasi untuk mengkatalis reaksi substrat menjadi produk. Kompleks antara protein inaktif (apoenzim) dengan logam aktivator disebut holoenzim. Selain itu, logam aktivator mampu menyediakan energi aktivasi yang cukup untuk memulai reaksi katalis (Copeland, 2000).
Sedangkan logam yang bersifat menurunkan aktivitas enzim disebut logam inhibitor. Suatu substansi yang dapat menginhibisi aktivitas enzim umumnya mempengaruhi polaritas rantai samping hingga konformasi enzim berubah. Perubahan aktivitas enzim tersebut menyebabkan enzim tidak dikenali oleh substrat atau daya ikat substrat terhadap sisi aktif menjadi berkurang.
4.4 Identifikasi Primer Isolat EK7
Identifikasi primer isolat EK7 dilakukan berdasarkan dengan parameter makroskopis dan mikroskopis (tabel 4.2). berdasarkan berbagai parameter yang diamati, diduga bahwa isolat kapang endofit kentang EK7 termasuk dalam genus Fusarium (Samson dan Van Reenen-Hoekstra, 1988).
Genus Fusarium merupakan salah satu genus penghasil L-asparaginase dengan aktivitas tertinggi yang pernah diteliti. Pada keadaan nutrisi optimal, kapang dari genus Fusarium seperti F. moniliforme, F. oxysporum dan F. semitectum masing-masing mampu menghasilkan L-asparaginase dengan aktivitas sebesar 300 IU/ml, 210 IU/ml , 328 IU/ml (Tippani dan Sivadevuni, 2012).
(43)
27 Tabel 4. 2 Morfologi makroskopis dan mikroskopis isolat EK7
Gambar 4. 7 Dokumentasi parameter mikroskopis isolat EK7: a. Makrokonidia berbentuk bulan sabit (usia isolat 7×24 jam, pewarnaan Typhan blue), mikrokonidia memiliki ujung tumpul (usia isolat 7×24 jam, pewarnaan Typhan blue), dan hifa bersekat (usia isolat 3×24 jam, tanpa pewarnaan).(Dokumentasi pribadi. Pembesaran 400×).
Makroskopis Mikroskopis
Warna Permukaan Bentuk Margin Warna sporangium
Exudate Drop
Garis
Konsentrris Hifa Makrokonidia Mikrokonidia Putih
keabu-abuan
Seperti bubuk
Tidak
(44)
28 BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini, berhasil diisolasi kapang endofit asal kentang (S. tuberosum) sebanyak 9 isolat. Satu isolat terpilih dari uji semikuantitatif menggunakan rapid plate assay pada medium M9 modified, yakni isolat EK7 . Isolat EK7 menghasilkan L-asparaginase dengan aktivitas kuantitatif tertinggi pada waktu inkubasi produksi optimum selama 96 jam (4 hari). Karakteristik dari L-asparaginase ekstrak kasar yang dihasilkan oleh isolat EK7 pada waktu inkubasi optimum tersebut memiliki pH optimum pada potentia hidrogenii (pH) 8.0 dengan aktivitas sebesar 12.47 U/mL, suhu inkubasi reaksi enzimatis optimum pada suhu 50°C dengan aktivitas sebesar 16.83 U/mL, serta logam Ca2+, Mn2+ sebagai logam aktivator yang mampu meningkatkan aktivitas L-asparaginase masing-masing sebesar 302.98% dan 124.29%. Sedangkan lima ion logam bivalent lain yakni Al2+, Ca2+, Fe2+, Mg2+, dan Zn2+ cenderung bersifat inhibitor dengan aktivitas relatif masing masing sebesar 4.29%, 40.00%, 92.86%, 87.14% dan 22.86%. Hasil identifikasi primer dari isolat EK7 menunjukkan bahwa isolat tersebut merupakan kapang dari genus Fusarium.
5.2 Saran
Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan optimasi produksi L-asparaginase isolat Fusarium sp. EK7 pada jenis sumber karbon, sumber nitrogen, pH dan suhu optimum produksi. Selain optimasi produksi, perlu dilakukan purifikasi dan karakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas spesifik dan karakteristik L-asparaginase Fusarium sp. EK7 pada tingkat kemurnian yang lebih tinggi.
(45)
29 DAFTAR PUSTAKA
Arnold, A.E., dan F. Lutzoni. 2007. Diversity and Host Range of Foliar Fungal Endophytes: Are Tropical Leaves Biodiversity Hotspots. Ecology 88:541– 549.
Baskar, G. M. D. Kumar, A.A. Prabu, S. Renganathan and C. Yoo. 2009. Optimization of Carbon and Nitrogen Sources for L-asparaginase Production by Enterobacter aerogenes using Response Surface Methodology. Chem. Biochem. Eng. 23:393–397
Bills, GF., Redlin, S.C., Carris, L.M. 1996. Endophytic fungi in grasses and woody plants: systematics, ecology, and evolution. American Phytopathological Society (APS Press). Hal: 31-65
Baskar, G. dan B. Renganathan, 2011. Optimization of Media Components and Operating Conditions for Exogenous Production of Fungal L-asparaginase. Chiang Mai J. Sci. 38:270-279
BBPPTP Surabaya, 2014. Pedoman Uji Mutu Dan Uji Efikasi Lapangan Agens Pengendali Hayati. Surabaya: Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian.
Berg, J.M., Tymoczko, J.L.; and Stryer, L. 2002. Biochemistry 5th Edition. New York: WH. Freeman Publishing.
Blank, I., R.F. Goldmann, , N. Varga, S. Devand, Saucy F, T. Huynh- and Stadler R. 2005. Mechanisms of acrylamide formation: Maillard-induced transformation of asparagine.Adv. Exp. Med. Biol. 561:171-89.
Broome, J.D. 1961. Evidence That The L-Asparaginase Activity of Guinea Pig Serum is Responsible for Its Antilymphoma Effects. Nature 191:1114-1115. Carroll, G.C. 1986. The Biology of Endophytism. Cambridge (UK): Cambridge
(46)
30 Chohan, SM. dan N. Rashid . 2013. TK1656, A thermostable L-asparaginase from Thermococcus kodakaraensis, Exhibiting Highest Ever Reported Enzyme Activity. J Biosci Bioeng. Vol.116:4 :438–443
Ciesarová, Z., Kiss, E., & Boegl, P. 2006. Impact of L -asparaginase on acrylamide content in potato products, J. of Food and Nut. Research 45(4), 141–146. Copeland, R.A. 2000. Methods for Protein Analysis: A Practical Guide to Laboratory
Protocols. New York: Chapman and Hall Publishing.
Courtney, M. L., Rapp, J., Bowers, R. M., Silman, M., dan Fierer, N. 2010. Fungal growth on a common wood substrate across a tropical elevation gradient: Temperature sensitivity, community composition, and potential for above-ground decomposition. J. Soil Bio. and Biochem. Vol:42, 1083–1090. De Wilde T, De Meulenaer B, Mestdagh F, Govaert Y, Vandeburie S, Ooghe W,
Fraselle S, Demeulemeester K, Van Peteghem C, Calus A, Degroodt JM, Verhe R. 2005. Influence of storage practices on acrylamide formation during potato frying. J Agric Food Chem Vol:7 Hal 53:65
Ebrahiminezhad , A., S. Rasoul-Amini, and G. Younes. 2011. L-Asparaginase Production by Moderate Halophilic BacteriaIsolated from Maharloo Salt Lake. Indian J Microbiol 51(3) Hal:307–311
Eugen, Z dan P. Boegl. 2006. Impact of L-asparaginase on Acrylamide Content in Potato Products. J. Food Nutr. Res., 45: 141-146
Elphinstone, J.G. and Toth, I.K. 2007. Erwinia chrysanthemi (Dickeya spp.). The Facts. Oxford: British Potato Council.
Fuhr, U., M.I. Boettcher, and M. Kinzig-Schippers. 2006.Toxicokinetics of Acrylamide in Humans After Ingestion of a Defined Dose in a Test Meal To Improve Risk Assessment For Acrylamide Carcinogenicity. Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 15(2) Hal:266–271.
Ghosh, S., S. Murthy, S. Govindasamy and M. Chandrasekaran. 2013. Optimization of L-asparaginase production by Serratia marcescens (NCIM 2919) Under Solid State Fermentation Using Coconut Oil Cake. J. Sus. Chem. Prosc 1:1-9
Golden, K.J. and R W. Bernlohr. 1985. Nitrogen catabolite repression of the L-asparaginase of Bacillus licheniformis. J Bacteriol.Vol:164 :938–940.
(47)
31 Godfrind, Y dan Y. Bertrand. 2006. L-asparaginase Introduced into Erythrocytes for
the Treatment of Leukaemia (ALL). BioMedES Vol:1 :11-13
Gulati R, Saxena RK, Gupta R 1997. A rapid plate assay for screening L-asparaginase. J. Lett Appl Microbiol. 1997 Vol:24:23-6.
Guyton, C.A. dan J.E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. New York: CRC Media Press
Higo M., I. Katsunori, D. Kang, T. Maekawa, and R. Ishii. 2011. Molecular Diversity and Spore Density Of Indigenous Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Acid Sulfate Soil in Thailand. Ann. Of Micr. 61(2) : 383-389
Hosamani, R. dan B.B Kaliwal. 2011. L-Asparaginase An Anti Tumor Agent Production By Fusarium Equiseti Using Solid State Fermentation. J. of Int. Vol. 3: 88-99
Kidd JG. 1953. Regression Of Transplanted Lymphomas Induced In Vivo By Means Of Normal Guinea Pig Serum. I. Course Of Transplanted Cancers Of Various Kinds In Mice And Rats Given Guinea Pig Serum, Horse Serum, Or Rabbit Serum. J Exp Med 3:565-582.
Kim, CK, Eo., JK, and Eom AH. 2013. Diversity and Seasonal Variation of Endophytic Fungi Isolated from Three Conifers in Mt. Taehwa, Korea. Mycobiology. 41:82–85.
Kumar, D.S dan K. Sobha. 2012. L-Asparaginase from Microbes: a Comprehensive Review. ABR 3(4) :137- 157
Loureiro, C. B., Borges, K. S., Andrade, A. F., Tone, L. G., & Said, S. 2012. Purification and Biochemical Characterization of Native and Pegylated Form of L-Asparaginase from Aspergillus terreus and Evaluation of Its Antiproliferative Activity. J. Adv in Microbiol., Vol:2 :138-145
Madigan, M.T., and Martinko, J.M., D. Stahl dan, D. P. Clark. 2010. Brock Biology of Microorganisms 13 ed. Pearson Education Publishing
Matsuura-endo , C. M., Akada, O. H., Huda, Y. C., No, H. O., Ada, H. Y., Oshida,
M. Y., … Ori, M. M. 2006. Effects of Storage Temperature on the Contents of
Sugars and Free Amino Acids in Tubers from Different Potato Cultivars and Acrylamide in Chips. J. Biosci. Biotechnol. Biochem., Vol.70 (5),Hal:1173– 1180
(48)
32 Mitchell, DA. , M. Berovic dan N. Krieger. 2000. Biochemical Engineering Aspects of Solid State Bioprocessing. Advances in Biochemical Engineering Biotechnology. Vol. 68 Hal:75
Mohan Kumar, N. S., & Manonmani, H. K. (2013). Purification, characterization and kinetic properties of extracellular l-asparaginase produced by Cladosporium sp. World Journal of Microbiology and Biotechnology. Vol:29 Hal:577–587. Jalgaonwala, R. E., & Mahajan, R. T. 2014. Production of anticancer enzyme
asparaginase from endophytic Eurotium Sp . isolated from rhizomes of Curcuma longa Pelagia Research Library, 4(3), 36–43.
Kushwaha, A., F. Ahmed, J. P. Singh. 2012. Production And Purification Of L-Asparaginase From Bacterial Source. Int. J. of Uni. Pharm. and Life Sci Vol: 2 Hal:39-62
Lea, P.J., L. Sodek, M.A.J. Parry, P.R. Shewry and N.G. Halford. 2007. Asparagine in Plants. Ann Appl Biol 150 :1–26
Mashburn , LT dan J.C. Wriston. 1964. Tumor Inhibitory Effect of L- Asparaginase from Escherichia coli. Arch Biochem Biophys 105 Hal :450-452.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia Harper (27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Nagarethinam, S., N. Anantha, .R. Nagappa, N. Udupa, R.J. Venkata and M. Vanathi. 2012. Microbial L-Asparaginase And Its Future Prospects. Asian J. Med. Res. 1 : I-4
Nelson, L.D. dan Cox, M. Michael. 2010. Lehninger Principles of Biochemistry. New York:Wiley Publisihng. ISBN 0-87901-500-4
Neuman, R. E., dan McCoy, T. 1956. Dual Requirement of Walker Carcinoma 256 In vitro for Asparagine and Glutamine. Science 124 :124-125
Ngili, Y.2009. Biokimia : Struktur dan Fungsi Biomolekul. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu
Petrini O. 1991. Fungal Endophytes of Tree Leaves. New York: Springer. Hal:. 179– 197.
Price, N.C. and L Stevens. 1999. Fundamentals of Enzymology. Oxford: Oxford University Press.
(49)
33 Pradhan, B., K. Sashi, S.S., Dash.. 2013. Screening and Characterization of Extracelluar L-Asparaginase Producing Bacillus Subtilis Strain Hswx 88, Isolated From Taptapani Hotspring of Odisha, India. Asian Pac J Trop Biomed 3(12) :936-941
Raimbault M, Alazard D (1980) Culture method to study fungal growth in solid fermentation. Eur J App Microbiol Biotechnol Vol:9 Hal:199–209
Sinha, R. H. Singh, S. Jha. 2013. Microbial L-Asparaginase: Present And Future Prospective. Int. J. I.R.S.E.T. Vol:2:732-751
Samson, R.A., & Van Reenen-Hoekstra, E.S. 1988. Introduction to food-borne fungi. Third edition. Centraalbureau voor Schimmelculture
Selim, KA, A.A. El-Beih, T.M Abd El-Rahman and A.L. El-Diwany. 2012. Biology of Endophytic Fungi.Current Research in Environmental & Applied Mycology 2(1) :31–82
Shrivastava, A., A. A.f Khan, A.Shrivastava, S. K. Jain c dan P. K. Singh. 2012. Kinetic Studies Of L-Asparaginase From Penicillium digitatum. J. Preparative Biochemistry and Biotechnology, 42:6, 574-581
Simmone, A.H dan D.L. Archer. 2012. Acrylamide in Foods: A Review and Update. [Serial online] http://edis.ifas.ufl.edu/fy578 [Diakses 28 November 2013] Singh, Y, R. Kumar., V .Gundampati, S. Jagannadham and S.K. Srivastava. 2013.
Extracellular L-Asparaginase from a Protease-Deficient Bacillus aryabhattai ITBHU02: Purification, Biochemical Characterization, and Evaluation of Antineoplastic Activity In Vitro. Appl Biochem Biotechnol. DOI 10.1007/s12010-013-0455-0
Singhania, R.R., A.K. Patel, C.R. Soccol and A. Pandel. 2009. Recent advances in solid-state fermentation. J. Bio. Eng. 44: 13-18
Thakur, M., Lincoln, L., & Niyonzima, F. N. 2014. Biotransformation Isolation, Purification and Characterization of Fungal. J Biocatal Biotransformation 2:2
Thangavel, A, G . Krishnamoorthy, A. Subramanian and M. Maruthamuthu. 2013. Seaweed Endophytic Fungi: A Potential Source for Glutaminase FreeL-Asparaginase. Che Sci Rev Lett 2:348-354
(50)
34 Theantana, T., K.D. Hyde and L. Saisamorn. 2009. Asparaginase production by endophytic fungi from Thai medicinal plants: cytoxicity properties. Int. J. of Integ. Bio. Vol:1
Tippani, R., dan Sivadevuni, G. 2012. Nutritional factors effecting the production of L- asparaginase by the Fusarium sp. 11(15), 3692–3696. doi:10.5897/AJB10.2355
Tosa, T.; Sano, R.; Yamamoto, K.; Nakamura, M.; Ando, K.; Chibata. 1971. L-Asparaginase From Proteus vulgaris. J. Appl. Environ. Microbiol. Vol: 22 :387–392
Vega, FE. 2008. Insect Pathology and Fungal Endophytes. J. Inv. Path. 98 277–279 Verma, N. 2007. L-asparaginase: a Promising Chemotherapeutic Agent. Crit. Rev.
Biotech. 27 :45-62
Weber, R.W, Stenger E. M.,t dan Hahn M.A. 2004. Brefeldin A production by Phoma medicaginis in dead pre-colonized plant tissue: a strategy for habitat conquest?. J. Mycol Res. Vol.108:662-71.
Weisshaar, R dan G. Gutsche 2005. Formation of Acrylamide in Heated Potatoes Products- Model Experiments Pointing to Asparagine as Precursor. Deutsche-Lebensmittel-Rundschau. 98 Hal:397-400
Xiang, S. dan G. Liang-Dong. 2012. Endophytic Fungal Diversity: Review Of Traditional And MolecularTechniques. Mycology 8:122-124
Yamaguchi, K. 1997. Instrumental Molecular Structure of the Zwitterionic Form of Phenolsulfonphthalein Achievements. J. Anal. Sci. Vol:13, Hal:4–5.
Youssef, M. M., & Al-Omair, M. A. (2008). Cloning, Purification, Characterization and Immobilization of L-asparaginase II from E. coli W3110. Asian Journal of Biochemistry, 3(6):337-350
(51)
xiv LAMPIRAN
A. KOMPOSISI BAHAN PENELITIAN
1. Komposisi Medium Malt Extract (Untuk 1 lt)
No Bahan Kuantitas
1 Malt extract 20 g
2 Dextrosa 20 g
3 Pepton 6 g
4 Bacto agar 15 g
5 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
2. Komposisi Medium M9 Modified
No Bahan Kuantitas
1 L-asparagin 5 g
2 MgSO4.7H2O 0.5 g
3 (Na)2HPO4 0.6 g
4 (KH)2HPO4 3 g
5 NaCl 0.5 g
6 CaCl2.2H20 0.014 g
7 Bacto agar 15 g
8 HCl 1 N Ditambah hingga pH 7.0
9 Phenol red 1.8% 3.25 ml
10 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
3. Komposisi Medium Potato Dextrose Agar
No Bahan Kuantitas
1 Kentang 200 g
2 Dekstrosa 20 g
3 Bacto agar 15 g
4 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
4. Soybean Meal (Medium Tepung kedelai)
No Bahan Kuantitas
1 Kedelai 100 g
(52)
xv B. LAMPIRAN DOKUMENTASI DAN HASIL PENELITIAN
B.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit dan Morfologi Makrokopisnya Isolat
Hifa
Warna Elevasi Konsentris
EK1 Spora
Putih Ungu undulate - EK2 Bulat
Putih Abu-abu undulate - EK3 Tidak beraturan
Putih Kekuningan raised ada EK4 Bulat
Putih kehij auan
Abu-abu raised Ada EK5 Tidak beraturan
Putih Abu-abu crater - EK6 Bulat
Putih keme rahan
Putih undulate - EK7 Bulat
Putih Putih undulate - EK7 Bulat
Putih kehij auan
Coklat undulate Ada Bulat
B2. Pertumbuhan Kapang Endofit Saat Isolasi
Gambar 1. (a) Isolat yang tumbuh pada waktu inkubasi 10 hari. (b) Isolat-isolat yang tumbuh pada waktu inkubasi 15 hari
(53)
xvi B.3 Kurva Standard Ammonium Sulfat
y = 0.0402x + 0.0171 R² = 0.9917
0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600
0 10 20 30 40
Ab
so
rb
an
si
(
@
4
50
n
m
)
(54)
xvii B.4 Uji Aktivitas Kuantitatif
B.4..a Optimasi Waktu Inkubasi Produksi L-asparaginase
B.4.b Karakterisasi Enzim: pH Optimum Aktivitas Enzim
(1)
33 Pradhan, B., K. Sashi, S.S., Dash.. 2013. Screening and Characterization of Extracelluar L-Asparaginase Producing Bacillus Subtilis Strain Hswx 88, Isolated From Taptapani Hotspring of Odisha, India. Asian Pac J Trop Biomed 3(12) :936-941
Raimbault M, Alazard D (1980) Culture method to study fungal growth in solid fermentation. Eur J App Microbiol Biotechnol Vol:9 Hal:199–209
Sinha, R. H. Singh, S. Jha. 2013. Microbial L-Asparaginase: Present And Future Prospective. Int. J. I.R.S.E.T. Vol:2:732-751
Samson, R.A., & Van Reenen-Hoekstra, E.S. 1988. Introduction to food-borne fungi. Third edition. Centraalbureau voor Schimmelculture
Selim, KA, A.A. El-Beih, T.M Abd El-Rahman and A.L. El-Diwany. 2012. Biology of Endophytic Fungi.Current Research in Environmental & Applied Mycology 2(1) :31–82
Shrivastava, A., A. A.f Khan, A.Shrivastava, S. K. Jain c dan P. K. Singh. 2012. Kinetic Studies Of L-Asparaginase From Penicillium digitatum. J. Preparative Biochemistry and Biotechnology, 42:6, 574-581
Simmone, A.H dan D.L. Archer. 2012. Acrylamide in Foods: A Review and Update. [Serial online] http://edis.ifas.ufl.edu/fy578 [Diakses 28 November 2013] Singh, Y, R. Kumar., V .Gundampati, S. Jagannadham and S.K. Srivastava. 2013.
Extracellular L-Asparaginase from a Protease-Deficient Bacillus aryabhattai ITBHU02: Purification, Biochemical Characterization, and Evaluation of Antineoplastic Activity In Vitro. Appl Biochem Biotechnol. DOI 10.1007/s12010-013-0455-0
Singhania, R.R., A.K. Patel, C.R. Soccol and A. Pandel. 2009. Recent advances in solid-state fermentation. J. Bio. Eng. 44: 13-18
Thakur, M., Lincoln, L., & Niyonzima, F. N. 2014. Biotransformation Isolation, Purification and Characterization of Fungal. J Biocatal Biotransformation 2:2
Thangavel, A, G . Krishnamoorthy, A. Subramanian and M. Maruthamuthu. 2013. Seaweed Endophytic Fungi: A Potential Source for Glutaminase FreeL-Asparaginase. Che Sci Rev Lett 2:348-354
(2)
34 Theantana, T., K.D. Hyde and L. Saisamorn. 2009. Asparaginase production by endophytic fungi from Thai medicinal plants: cytoxicity properties. Int. J. of Integ. Bio. Vol:1
Tippani, R., dan Sivadevuni, G. 2012. Nutritional factors effecting the production of L- asparaginase by the Fusarium sp. 11(15), 3692–3696. doi:10.5897/AJB10.2355
Tosa, T.; Sano, R.; Yamamoto, K.; Nakamura, M.; Ando, K.; Chibata. 1971. L-Asparaginase From Proteus vulgaris. J. Appl. Environ. Microbiol. Vol: 22 :387–392
Vega, FE. 2008. Insect Pathology and Fungal Endophytes. J. Inv. Path. 98 277–279 Verma, N. 2007. L-asparaginase: a Promising Chemotherapeutic Agent. Crit. Rev.
Biotech. 27 :45-62
Weber, R.W, Stenger E. M.,t dan Hahn M.A. 2004. Brefeldin A production by Phoma medicaginis in dead pre-colonized plant tissue: a strategy for habitat conquest?. J. Mycol Res. Vol.108:662-71.
Weisshaar, R dan G. Gutsche 2005. Formation of Acrylamide in Heated Potatoes Products- Model Experiments Pointing to Asparagine as Precursor. Deutsche-Lebensmittel-Rundschau. 98 Hal:397-400
Xiang, S. dan G. Liang-Dong. 2012. Endophytic Fungal Diversity: Review Of Traditional And MolecularTechniques. Mycology 8:122-124
Yamaguchi, K. 1997. Instrumental Molecular Structure of the Zwitterionic Form of Phenolsulfonphthalein Achievements. J. Anal. Sci. Vol:13, Hal:4–5.
Youssef, M. M., & Al-Omair, M. A. (2008). Cloning, Purification, Characterization and Immobilization of L-asparaginase II from E. coli W3110. Asian Journal of Biochemistry, 3(6):337-350
(3)
xiv LAMPIRAN
A. KOMPOSISI BAHAN PENELITIAN
1. Komposisi Medium Malt Extract (Untuk 1 lt)
No Bahan Kuantitas
1 Malt extract 20 g
2 Dextrosa 20 g
3 Pepton 6 g
4 Bacto agar 15 g
5 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
2. Komposisi Medium M9 Modified
No Bahan Kuantitas
1 L-asparagin 5 g
2 MgSO4.7H2O 0.5 g
3 (Na)2HPO4 0.6 g
4 (KH)2HPO4 3 g
5 NaCl 0.5 g
6 CaCl2.2H20 0.014 g
7 Bacto agar 15 g
8 HCl 1 N Ditambah hingga pH 7.0
9 Phenol red 1.8% 3.25 ml
10 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
3. Komposisi Medium Potato Dextrose Agar
No Bahan Kuantitas
1 Kentang 200 g
2 Dekstrosa 20 g
3 Bacto agar 15 g
4 Aquadest Ditambah hingga 1 lt
4. Soybean Meal (Medium Tepung kedelai)
No Bahan Kuantitas
1 Kedelai 100 g
(4)
xv B. LAMPIRAN DOKUMENTASI DAN HASIL PENELITIAN
B.1 Hasil Isolasi Kapang Endofit dan Morfologi Makrokopisnya Isolat
Hifa
Warna Elevasi Konsentris
EK1 Spora
Putih Ungu undulate - EK2 Bulat
Putih Abu-abu undulate - EK3 Tidak beraturan
Putih Kekuningan raised ada EK4 Bulat
Putih kehij auan
Abu-abu raised Ada EK5 Tidak beraturan
Putih Abu-abu crater - EK6 Bulat
Putih keme rahan
Putih undulate - EK7 Bulat
Putih Putih undulate - EK7 Bulat
Putih kehij auan
Coklat undulate Ada Bulat
B2. Pertumbuhan Kapang Endofit Saat Isolasi
Gambar 1. (a) Isolat yang tumbuh pada waktu inkubasi 10 hari. (b) Isolat-isolat yang tumbuh pada waktu inkubasi 15 hari
(5)
xvi B.3 Kurva Standard Ammonium Sulfat
y = 0.0402x + 0.0171 R² = 0.9917
0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600
0 10 20 30 40
Ab
so
rb
an
si
(
@
4
50
n
m
)
(6)
xvii B.4 Uji Aktivitas Kuantitatif
B.4..a Optimasi Waktu Inkubasi Produksi L-asparaginase
B.4.b Karakterisasi Enzim: pH Optimum Aktivitas Enzim