Konflik arab Israel: Pengusiran etnis Palestina dan Diaspora Etnis Palestina

(1)

KONFLIK ARAB ISRAEL: PENGUSIRAN ETNIS PALESTINA DAN DIASPORA ETNIS PALESTINA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

Rian Yuliani NIM. 107022003813

KONSENTRASI TIMUR TENGAH

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


(2)

KONI,'I,l

li

AIIAII ISIIA Et. : I' !,.

\

( ; t r S I IIAN trTNIS pAt,ES'I'l N A I) A,

r-I)IASPORA I.]'I'N IS I'ALESTINA SKITI I)SI

Diajukan Kepada lrakLrlras Adab dan Humaniora

Untuk l4ernenuhi Persyaratan N4enrperoleh Celar Sarjana Huntaniora (S.Hurr)

Oleh:

Rian Yuliani NIM. 107022003813

Pernbimbing ,7 ..',/ z

/(

/>

,/c

./

Dr. H. Abdul

ehau

r44 NIP.19541231 1983031 1 030

KONSENTRASI TIMUR TENGAH

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF I{IDAYATULLAH

JAKARTA 2011tl432


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan judul "KonJtik Arab Israel: Pengusiran Etnis Palestirm dan Diaspora Etnis Palestina", telah diujikan dalam munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jum'at tanggal 23 September20ll. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu sy'arat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Seja'r'ah Peradaban islam.

Jakarta, 23 September 201 1

Sidang Munaqasah

, Ketua- fi

ilt'*x:

Drs. H. N{.I\{a'ruf Mistrah, MA. NlP. 1959122219910-? 1 003

Anggota

Pembimbing Skripsi ,1 .r

Penguji

II

n

til'**:

Drs. H. M. Ma'ruf Misbah. MA. NrP. r9591222199103

i

003


(4)

ABSTRAKSI

Setelah Perang Dunia I usai, dan Turki menjadi pihak yang kalah, Zionis menjalin hubungan dengan Inggris yang menggantikan posisi Turki sebagai penguasa Palestina. Harapan Zionis dimanfaatkan oleh Inggris. Mereka mendukung Zionisme dengan maksud agar kekuasaan mereka di kawasan Timur Tengah tetap terjamin. Maka keluarlah sebuah surat dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, kepada para tokoh Zionis tentang kesediaan Inggris untuk mendukung Zionis. Surat itu kemudian dikenal dengan sebutan

“Deklarasi Balfour”.

Dengan keluarnya Deklarasi Balfour, kaum Zionis merasa mendapatkan angin segar, dan orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai negara mulai berimigrasi ke Palestina. Kejadian ini menimbulkan protes keras dari masyarakat Arab Palestina. Sejak itu, sering terjadi bentrokan antara orang-orang Arab Palestina dan orang-orang Yahudi. Bentrokan ini berubah menjadi perang besar ketika kaum Yahudi memploklamirkan berdirinya negara Israel.

Secara de facto, Palestina mulai jatuh ke tangan Barat setelah PD I melalui apa yang disebut dengan mandat Inggris (British Mandate Palestina). Kekalahan Turki Usmani dalam PD I memaksa Turki untuk menyerahkan sebagian wilayah yang dikuasainya kepada Blok Inggris yang keluar sebagai pemenang perang.

Pada tahun 1948, dengan diakuinya Resolusi PBB No. 181, ratusan ribu warga Palestina tiba-tiba telah menjadi orang tak bernegara di tanahnya sendiri. Menurut Resolusi ini, Palestina dibagi sebagai berikut: 55 persen dari tanah tersebut, termasuk bagian yang lebih besar yang terdiri atas pantai yang menguntungkan secara ekonomi, diserahkan kepada orang-orang Israel, sedangkan sisanya yang 45 persen termasuk jalur pantai sempit gaza, setengah Galilea, dataran tinggi Judi dan Samaria, serta sedikit Negev, diberikan kepada orang Palestina.

Pembangunan kamp-kamp pengungsi pada tahun 1948 juga merupakan elemen baru yang mempengaruhi pola pesebaran penduduk dan perkampungan di Jalur Gaza. Setiap kamp pengungsi dihuni oleh sekitar 20.000 jiwa, atau bahkan lebih. Semula kamp pengungsian berjumlah delapan. Empat di antaranya terhitung sebagai kamp besar, yakni Yabaliya, Esh-shati, Khan Yunis, dan Rafah, sedangkan empat kamp lainnya yang lebih kecil adalah Nusayrat (sebelah barat daya Gaza City, terletak agak dekat Laut Mediterania), Burayj dan Al-Mughazi (sebelah barat daya Gaza City, tetapi lebih di tengah wilayah Jalur Gaza), dan Dahir el-Balah (sebelah barat daya Al-Mughazi).

Ketika terjadi perang pada 15 Mei 1948, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari negaranya. Sekitar sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya, khususnya Yordania, Siria, dan Libanon.


(5)

KATA PENGANTAR







Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang tiada henti-hentinya melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam tak lupa penulis curahkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konflik Arab-Israel:Pengusiran Etnis Palestina dan Diaspora Etnis Palestina”.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materil untuk terselesaikannya skripsi ini. Tanpa bantuan dan kerjasama mustakhil skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepeda:

1. Bapak Dr. H. Wahid Hasyim, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Ibu Sholikatus Sa’diyah selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Abd. Chair, M.A. Selaku Dosen Pembimbing Akademik


(6)

4. Dosen-dosen SPI, untuk kesabaran dan kelapangan hati dalam mendidikku selama ini.

5. Ayahku (Alm) dan Ibuku tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga dan selalu memberikan ku semangat.

6. Kakak dan adik-adikku yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabatku Sury dan Mun yang selalu ada dikala suka dan duka dan tidak pernah bosannya memberikanku spirit dan kesediaannya mendengarkan semua keluh kesahku.

8. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu terselesaikannya skripsi ini.

Atas segala bantuannya penulis menghaturkan jazakumullah khoiron katsiron. Semoga skripsi ini dapar bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Jakarta, 20 Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. ... i

KATA PENGANTAR……… ... ii

DAFTRA ISI……….. ... iv

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah……… ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah……… ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... ... 8

D. Kajian Pustaka……… ... 9

E. Metode Penelitian……….. .... 10

F. Sistematika Penulisan……… .... 12

Bab II Selintas Tentang Palestina A. Profil Palestina……….. ... 13

B. Sejarah Palestina………... ... 16

C. Organisasi-organisasi yang ada di Palestina………. ... 19

a. Pergerakan Nasional Palestina (1918-1928)………… ... 20

b. Pergerakan Nasional Palestina (1929-1939)…………. ... 21

Bab III Palestina Pasca Perang Dunia I A. Pendudukan Palestina oleh Inggris……….. ... 23


(8)

Bab IV Pengusiran Etnis dan Diaspora Etnis Palestina

A. Penggusiran Etnis Palestina……… ... 43

B. Diaspora Etnis Palestina……….. ... 49

1. Lebanon……….. ... 51

2. Jordania………... 55

3. Syria, Arab Saudi, Dan Mesir………. ... 56

C. Kondisi kehidupan Etnis Palestina di Diaspora……….. ... 57

Bab V Penutup A. Kesimpulan……… .... 63

B. Saran………. ... 64

DAFTAR PUSTAKA………. ... 66


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada 1917 melalui Deklarasi Balfour, Inggris menyatakan dukungannya atas pembentukan tanah air bangsa Yahudi di wilayah Palestina. Deklarasi tersebut berbentuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Arthur James Balfour.1

Ketika Inggris merebut Palestina dari tangan Turki, mereka tidak diberi tahu secara resmi tentang perjanjian Balfour. Banyak orang Palestina yang menyambut Inggris dengan penuh harapan, merasakan akan tibanya hari-hari yang lebih baik di hadapan mereka. Namun bangsa Palestina kecewa ketika Inggris ternyata memberikan dukungan kepada Yahudi untuk mendirikan Rumah Nasional Kaum Yahudi.

Inggris dapat menduduki selatan Palestina dan bagian tengahnya pada bulan Desember 1917. Dan pada bulan September 1918, pasukan Inggris berhasil menjajah Palestina bagian utara2. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri

Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat kepada seorang Zionis kaya dan berpengaruh, Lord Rothchild, bahwa pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah Homeland bagi Yahudi di Palestina.3

1

Bawono Kumoro. Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Bandung; Mizan, 2009), hal. 39


(10)

Istilah Zionisme berasal dari kata Zion atau Sion yang pada masa awal sejarah Yahudi merupakan sinonim dari perkataan Yerussalem. Zion berasal dari bahasa Inggris, dalam bahasa latin disebut Sion, dan dalam bahasa Ibraninya adalah Tsyon. Arti dari istilah ini adalah “Bukit” yaitu bukit suci Jerussalem atau Jerussalem Surgawi. Surga berarti Theokrasi Yahudi. Sion juga diartikan sebagai

“Bukit yang tinggi”, tempat berdirinya bait suci yang didirikan oleh Sulaiman.

Zion juga ditujukan bagi kota Jerusalem sebagai kota Allah tempat tinggal Yahwe.

Zionisme adalah sebuah gerakan dan ideologi yang terkait dengan sejarah orang-orang Yahudi di negara pembuangan untuk kembali ke negeri nenek moyang mereka, Palestina. Bangsa Yahudi yang terpaksa diaspora menyebar di berbagai wilayah seperti Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan negara-negara yang berada di Timur Tengah.4

Kontrol Inggris atas Palestina terus berlanjut sampai pecahnya Perang Dunia II. Banyak keluarga Yahudi berimigrasi ke Palestina, bergabung dengan komunitas para Zionis perintis yang berupaya keras untuk hidup berdampingan dengan orang-orang Arab. Mereka juga membangun organisasi yang di kemudian hari menjadi bibit berdirinya negara Israel. Bentrokan yang terjadi di banyak kota mengoyak perdamaian yang memang rapuh antara orang Arab dengan orang Yahudi.

Di saat pasukan Inggris berusaha menentukan sikap di wilayah yang sekarang terbagi ini, desakan orang Yahudi untuk berimigrasi semakin meningkat.

4

Hermawati. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 84


(11)

Inggris kemudian berubah pikiran karena pendirian negeri Yahudi akan menghancurkan perdamaian yang memang rapuh di wilayah ini.

Karena kehabisan tenaga dan melemah akibat Perang Dunia II, Inggris tidak dapat melanjutkan kendalinya atas negeri yang telah diamanatkan kepadanya setelah perang Dunia I berakhir. Pada tahun 1947, Inggris mengumumkan akan meninggalkan wilayah ini dan menyerahkan Palestina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun itu pula PBB mengusulkan pembagian Palestina menjadi sebuah negara Arab dan sebuah negara Yahudi. Namun, pembagian ini hampir tidak mencerminkan ukuran populasi masing-masing. Pada tanggal 14 Mei 1948, tanpa menghiraukan kemarahan orang Arab, Israel mengibarkan bendera barunya dengan lambang Bintang Daud. Segera setelah itu, orang Arab pun mengumumkan perang.5

Selama kekuasaan Inggris, lebih dari 1.500 orang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaanya terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Inggris. Selain itu adapula orang-orang Palestina yang ditahan oleh Inggris karena menentang pendudukan Yahudi. Tekanan pemerintah Inggris menyebabkan kekerasan serius terhadap mereka. Namun, hal itu belumlah seberapa dibandingkan kekejaman zionis yang pecah begitu kekuasaan Inggris berakhir.6

Pembangunan kamp-kamp pengungsi pada tahun 1948 juga merupakan elemen baru yang mempengaruhi pola pesebaran penduduk dan perkampungan di Jalur Gaza. Setiap kamp pengungsi dihuni oleh sekitar 20.000 jiwa, atau bahkan


(12)

lebih. Semula kamp pengungsian berjumlah delapan. Empat di antaranya terhitung sebagai kamp besar, yakni Yabaliya, Esh-shati, Khan Yunis, dan Rafah, sedangkan empat kamp lainnya yang lebih kecil adalah Nusayrat (sebelah barat daya Gaza City, terletak agak dekat Laut Mediterania), Burayj dan Al-Mughazi (sebelah barat daya Gaza City, tetapi lebih di tengah wilayah Jalur Gaza), dan Dahir el-Balah (sebelah barat daya Al-Mughazi).

Ketika terjadi perang pada 15 Mei 1948, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari negaranya. Sekitar sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya, khususnya Yordania, Syria, dan Lebanon.

Akibat peperangan ini, ribuan pengungsi melarikan diri dari daerah perang ke Tepi Barat dan negara-negara yang berdekatan. Menurut perkiraan PBB, kira-kira 750.000 orang telah mengungsi. Melihat aktivitas ini sebagai kesempatan untuk memindahkan penduduk Arab, Israel kemudian menutup perbatasannya, menolak kembalinya pengungsi setelah perang berakhir. Tidak lama kemudian ratusan desa Arab dihancurkan, membuat para pengungsi tidak mungkin kembali.7

Taktik pengusiran etnis Arab oleh organisasi militan Israel antara lain: desa-desa dikepung dari tiga arah dan arah keempat dibuka untuk penerbangan dan evakuasi. Dalam beberapa kasus, taktik ini tidak berhasil karena para penduduk desa tetap tinggal di dalam rumah-rumah mereka. Dalam kondisi seperti inilah dilakukan pembunuhan massal. Pengusiran etnis dilakukan dalam tiga

7


(13)

tahap. Tahap pertama adalah dari Desember 1947 hingga akhir musim panas 1948. Dalam tahap ini desa-desa palestina di sepanjang pesisir dan bagian yang lebih dalam dihancurkan dan penduduk desa-desa diusir.

Hingga Juni 1948, sekitar 370.000 orang Palestina telah diusir dari rumah-rumah mereka dan pada akhir tahun itu, angka orang-orang terusir itu menjadi 780.000. Pada pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Ben Gurion tanggal 18 Agustus 1948, dilaporkan bahwa 286 desa telah dikuasai dan tiga juta dunum

lahan (setara dengan 3 miliar persegi) ditinggalkan oleh orang-orang Palestina yang memilikinya. Selama enam bulan berikutnya (yaitu operasi tahap dua), Haganah telah mengusir 452.780 orang-orang Palestina dari kawasan-kawasan yang menjadi jatah Israel dalam UN Partition Plan. Sebanyak 347.220 orang lainnya diusir dari kawasan di sekitar garis batas jatah wilayah Israel.

Tahap ketiga dilakukan hingga tahun 1954. Dari 900.00 orang Palestina yang hidup di kawasan jatah Israel, hanya 100.000 orang yang tetap tinggal di dekat atau di tanah dan rumah mereka. Mereka inilah yang menjadi kelompok minoritas Palestina yang menjadi warga Israel. Sisanya (800.000) diusir, melarikan diri karena ketakutan, atau tewas dalam pembunuhan massal. Dengan demikian total 80% orang Palestina yang tinggal di kawasan jatah Israel telah terusir dan hidup di pengungsian hingga kini.8 Akibat pendudukan Tepi Barat oleh

Isreal, 400.000 orang Palestina meninggalkan daerah itu dan menetap di kamp-kamp pengungsian di Jordania.


(14)

Orang-orang Palestina yang hidup di kamp-kamp pengungsian saat ini menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar sekalipun. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah.

Mereka tidak dapat berpindah tempat dari tempat satu ke tempat lain tanpa menggunakan pasport. Karena tentara-tentara Israel sering menutup jalan untuk alasan keamanan, imigran Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin mereka tuju, atau untuk ke Rumah Sakit sekalipun ketika mereka jatuh sakit. Bahkan orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian setiap hari hidup dalam perasaan takut.9

Orang-orang Palestina yang hidup di kamp-kamp pengungsian, menemukan diri mereka dibenci oleh rekan-rekan Arab mereka di tempat diaspora mereka. Pada saat nasionalisme yang berlebihan sedang menggelora di dunia Arab, orang-orang Palestina dicemooh karena dianggap telah menjual tanah-tanah dan negeri mereka kepada kaum Yahudi dan karena mereka dianggap melarikan diri.

Dalam keadaan terhina ini, wajar jika para pengungsi memandang masa lalu mereka di Palestina dengan rasa nostalgia yang dalam. Di kamp-kamp pengungsian, para pengungsi dari kampung yang sama akan mengelompokan diri seakan hendak menciptakan kembali kampung mereka yang hilang di Palestina dengan sesempurna mungkin.

9


(15)

Dengan kondisi serba sulit yang dialami oleh bangsa Palestina setelah Perang Dunia I, kondisi keterpurukan dunia Arab yang berada di sekelilingnya, dan dunia Islam secara umum, karena cengkraman penjajahan dan kekuasaannya. Aktifitas politik Palestina terkonsentrasi pada tuntutan-tuntutan definitif yang paling utama. Dengan dasar-dasar tersebut lahirlah Pergerakan Nasional yang mengadakan muktamar pertama (konferensi Arab palestina 27 Januari-10 Febuari 1919) di Al Quds.10

Organisasi-organisasi masyarakat Palestina banyak bermunculan dan bertujuan untuk menentang Zionisme serta menuntut Inggris agar segera mengakhiri pemerintahan mandatnya. Pada tahun 1932, dibentuk partai politik Palestina yang pertama, yaitu Partai Kemenangan. Partai Kemerdekaan secara aktif menghimbau agar orang-orang Palestina tidak bekerja sama dengan pemerintahan Mandat Inggris dan melarang adanya transaksi penjualan tanah dengan orang-orang Yahudi. Pada tahun 1933, meletus perjuangan bersenjata melawan Inggris dan juga orang Yahudi. Di sisi lain, partai-partai politik Palestina terus bermunculan.11

Pada tahun 1935 lahirlah sebuah Partai Arab Palestina, yang tumbuh menjadi partai nasional pertama yang mendapat dukungan seorang mufti (al-Hajj Amin) dan rakyat luas. Pada awal dekade 1950-an, ANM (The Arab Nasionalist Movement) dibentuk oleh George Habash dengan dukungan Mesir. Tujuan organisasi ini adalah berjuang melawan segala bentuk Imperialisme dan Zionisme di wilayah Arab.


(16)

Pada tahun 1957, muncul organisasi Al Fatah, yang dibentuk oleh Yasser Arafat. Al Fatah merupakan kelompok perjuangan garis keras yang bertujuan merebut kembali wilayah Palestina dari tangan Israel.12

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Penelitian skripsi ini hanya difokuskan pada Pengusiran etnis Palestina dan Diaspora Etnis Palestina.

Adapun perumusan masalah penelitian ini dapat dibaca dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut;

1. Apa faktor yang mempengaruhi pengusiran etnis Palestina?

2. Mana sajakah negara-negara yang menjadi tujuan para diaspora rakyat Palestina?

3. Bagaimana kondisi kehidupan etnis palestina di diaspora?

Pertanyaan-pertanyaan diatas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor pengusiran etnis Palestina

2. Untuk mengetahui negara-negara yang menjadi tujuan Diaspora Etnis Palestina.

12


(17)

3. Untuk mengetahui bagaimana kondisi kehidupan etnis Palestina di disapora

b. Manfaat Penelitian

1. Memberikan wawasan yang luas tentang pandangan diaspora Etnis Palestina.

2. Memberikan manfaat bagi penulis dan para pencinta studi penelitian sejarah dalam rangka upaya pengembangan sejarah Islam umumnya. 3. Sebagai bahan perbandingan bagi penulis selanjutnya.

D. Kajian Pustaka

Buku yang saya jadikan sumber primer dalam penulisan skripsi adalah Buku yang ditulis oleh Ilan Pape yang berjudul Pembersihan Etnis Palestina: Holocaust ke dua. 13Buku ini berisikan tentang bagaimana upaya-upaya Yahudi

Israel menyingkirkan semua etnis Arab Palestina dalam mewujudkan impiannya untuk mendirikan sebuah negara di atas sebuah tanah yang telah “dijanjikan“. Rakyat Palestina perlahan terusir dari tanah airnya sendiri. Buku ini juga menjelaskan bagaimana situasi peperangan antara Arab-Israel yang hampir selalu dimenangkan oleh Israel, dan dampak dari peperangan yang harus ditanggung oleh bangsa Arab.


(18)

Selain itu penulis juga memiliki sumber primer lainnya yang digunakan dalam penulisan yaitu buku Palestina: Zionisme Dan Terorisme Israel. Buku ini ditulis oleh Harun Yahya. Buku ini berisikan mengenai teror-teror dan pembantaian yang dilakukan Israel terhadap orang-orang Palestina. Juga menjelaskan bagaimana kehidupan orang-orang Palestina di kamp-kamp pengungsian

Terdapat pula buku yang ditulis oleh Gary M. Burge yang berjudul

Palestina Milik Siapa?: Fakta yang tidak Diungkapkan kepada Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian14, dalam buku ini Gary M. Burge melihat masalah Palestina secara objektif dari sudut pandang Alkitab. Selain kedua buku tersebut terdapat pula buku Jalur Gaza: Tanah Terjanji, Intifada, Dan Pembersihan etnis. Buku ini ditulis oleh Trias Kumcahyono. Buku ini berisikan bagaimana kondisi rakyat Palestina saat penggempuran Israel, juga menjelaskan kondisi kehidupan para pengungsi Palestian yang hidup di kamp-kamp pengungsian, kesulitan-kesulitan yang dialami orang-orang Palestina.

E. Metode Penelitian

Laporan penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai bentuk, kejadian, susana dan masanya.

Untuk memperoleh data serta bahan bacaan yang lebih lengkap, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah melalui

14


(19)

kajian kepustakaan (Library Reseach), yaitu penelitian yang berdasarkan pada sumber tulisan, seperti buku, dokumen, jurnal, dan makalah yang merekam dan memberi informasi mengenai objek yang diteliti.

Pengumpulan data atau sumber informasi primer dan sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian, sebagai langkah awal, dilakukan dengan mencari data-data di beberapa tempat, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Kementerian Pendidikan Nasional,

Perpustakaan LIPI, Iman Jama’ dan lain-lain. Selain itu juga penulis

menggunakan data-data pribadi seperti buku-buku yang berkaitan dengan tema skripsi.

Setelah berbagai data dan sumber primer maupun sekunder diperoleh dan dihimpun rapi, selanjutnya penulis melakukan klarifikasi data berdasarkan topik dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dan penulisan ini. Penulis juga menguji kevalidan dan keotentikan data dan sumber informasi yang diperoleh dengan melakukan kritik, serta memilih dan memilah data yang sesuai dengan objek penelitian.

Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini adalah buku Pedoman Penulisan Karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi

yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan.


(20)

F. Sistematika Penulisan

Untuk menyajikan laporan dan penulisan penelitian, sekaligus memberikan gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi ini. Penulis menyusun sistematika penulisan ini ke dalam 5 bab beserta bibliografi dengan urutan sebagai berikut.

BAB I : berisikan latar belakang, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kajian pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : merupakan bab inti pertama yang membahas tentang Palestina. Jadi dalam bab ini akan dijelaskan tentang profil Palestina, sejarah Palestina, dan Organisasi-organisasi yang ada di Palestina.

BAB III : merupakan bab inti ketiga yang akan membahas Palestina Pasca Perang Dunia I. Dalam bab ini akan dibahas mengenai pendudukan Palestina oleh Inggris, kebijakan Inggris terhadap Palestina, serta konflik Arab Yahudi di Palestina.

BAB IV : merupakan bab inti ketiga yang akan membahas tentang faktor yang mempengaruhi pengusiran etnis palestina, negara-negara tujuan diaspora etnis Palestina, dan kondisi kehidupan etnis Palestina

BAB V : mengandung dua sub-bab, yaitu kesimpulan yang merupakan pandangan penulis tentang hasil penelitian yang telah ditempuh. Sub-bab yang kedua; saran-saran yang merupakan anjuran penulis kepada para akademisi yang memiliki perhatian terhadap penelitian sejarah dan peradaban Islam, terutama yang berkenaan dengan Palestina.


(21)

BAB II

SELINTAS TENTANG PALESTINA

A. Profil Palestina

Palestina adalah suatu wilayah yang terletak di antara tepi sungai Yordan mencapai sebelah Selatan dari Laut Mati hingga muara Teluk Aqabah. Kawasan ini berbentuk segitiga, bagian kepala menuju ke Selatan dan ekornya ke Utara. Pada bagian kepala bertemu dengan ujung Teluk Aqabah, sedangkan bagian ekor memanjang dari Laut Mati hingga Laut Tengah. Wilayah Palestina berada di ujung sebelah Barat dari Benua Asia, membentang pada garis 15˚-34˚ dan 40˚-35˚ lintang Timur serta memanjang pada garis 30˚-29˚ dan 15˚-33˚ Lintang Utara.

Palestina berbatasan dengan Lebanon di Ras El- Nakoura, di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania) dengan arah mengarah ke Timur di dekat kota kecil di Lebanon, yaitu kota Berit Jubael. Garis pemisah antara kedua negara ini berbelok ke utara dengan sudut yang nyaris lurus. Pada titik ini, perbatasan berada dibibir Mata Air Sungai Yordania yang menjadi bagian dari Palestina. Dari wilayah Timur berbatasan dengan wilayah Suriah dan Danau Al Hola, Lout dan Tabariyya. Perbatasan dengan Yordania dari wilayah Selatan Danau Tabariyya, di Sungai Al Yarmouk, sepanjang Sungai Yordan. Dari air Sungai Yordan, arah Selatan Palestina membelah pertengahan Laut Mati secara geometrical dan Lembah Araba, hingga sampai ke Teluk Aqaba. Perbatasan ini dimulai dari Rafah, Laut Tengah, hingga ke daerah Taba di Teluk Aqaba.


(22)

Dibagian Barat, Palestina berbatasan dengan perairan lepas Internasional dari Laut Tengah dengan jarak kurang lebih 250 KM² hingga Rafah di bagian selatan. Karena lokasinya terletak di tengah-tengah negara-negara Arab, Palestina membentuk kombinasi geografis natural dan humanistic. Tanah Palestina istimewa dibandingkan dengan daerah lain karena menjadi jembatan aktivitas komersial dan tempat penyusupan ekspedisi militer disepanjang era bersejarah yang berbeda-beda. Lokasi strategis yang dinikmati Palestina menjadi faktor penghubung berbagai benua Asia, Afrika, dan Eropa.15

Daerah-daerah di Palestina meliputi: 1. Daerah Pesisir

Daerah pesisir Palestina memanjang dari Ra΄s An-Naqurah hingga Rafah

pesisir Palestina hampir datar, tidak terdapat pelabuhan-pelabuhan yang dapat dilabuhi kapal. Kota-kota terpenting dan pelabuhan-pelabuhan yang terdapat di daerah pesisir Palestina adalah Gaza, Yafa, dan Aka. Pesisir Palestina merupakan jembatan yang menghubungkan Asia dengan Afrika dan jalur Laut tempur terpopuler dalam sejarahnya.

2. Daerah Pegunungan

Daerah pegunungan Palestina memanjang di tengah Negara itu dan menempati sepertiga luas Palestina seperti Gunung Galia, Nablus, dan Gunung Al-Quds. Di daerah pegunungan ini banyak didapati tempat-tempat suci umat Islam, Kristen, dan umat Yahudi seperti di Al-Quds (Jerusalem), Hebron, Bethlehem, Nasiroh, Nablus, dan Safad.

15


(23)

3. Daerah Lembah

Daerah Lembah terletak di Timur palestina melewati Sungai Jordan dengan danaunya. Daerah itu termasuk bagian dari yang sangat indah mulai dari Gunung Taoros di Asia kecil sampai Tenggara melewati Syria, Laut mati, dan Teluk Aqabah dan berakhir di Danau Victoria, tengah-tengah Afrika.

4. Daerah Bi΄ru As-Sabu dan Sahana Palestina

Daerah itu menduduki setengah luas Palestina dan terletak di bagian selatan Palestina. Daerah ini seperti segi tiga yang sudutnya terletak di Teluk Aqabah, mencakup wilayah yang terletak di antara kedua tanah Gaza dan Semenanjung Pulau Sinai serta Timur Jordan dan Selatan Laut Mati sebagai

sikunya. Bi΄ru Sabra merupakan satu-satunya kota kawasan Palestina yang

dihuni oleh orang-orang baduy dan seni Baduy. Ia juga merupakan penghubung perdagangan penting dunia masa lalu dan tempat kelahiran Nabi Ibrahim dan tempat kelahiran putranya, Ismail, nenek kabilah Arab

Kan΄an

Kawasan ini bukan merupakan kawasan yang subur dengan hasil alam yang melimpah. Kawasan ini menjadi penting bukan karena hasil kekayaan alamnya, melainkan lebih karena kedudukannya yang strategis. Letak wilayah ini menghubungkan tiga benua, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika, serta menghubungkan Laut Tengah dengan Laut Merah. Wilayah Palestina berbatasan langsung dengan Lebanon, Suriah, Yordania, Arab Saudi, serta Mesir, yang artinya


(24)

menghubungkan negara Arab di kawasan Benua Asia dengan negara-negara di Benua Afrika.16

B. Sejarah Palestina

Tanah Kan’aan, yang sekarang disebut Tanah Palestina memiliki sejarah yang panjang. Dari Kan’aan hingga berubah menjadi Palestina menyimpan banyak cerita. Banyak catatan sejarah dan prasasti yang menceritakan tentang hal itu. Palestina adalah tanah kakek moyang semua keturunan Ibrahim atau Abraham. Kakek moyang umat manusia ketiga agama yaitu Kristen, Yahudi, dan Islam.

Istilah palestina muncul kembali setelah setelah wilayah itu dikuasai Kekaisaran Romawi. Pada tahun 63 SM, Pompey atau yang sering disebut Pompius menaklukan Tanah Israel. Pada zaman ketika Yesus lahir, penguasa Romawi menunjukan Herodes Agung sebagai raja wilayah jajahan itu. Ia memerintah mulai tahun 37 SM sampai 4 SM. Pada awal pemerintahan Romawi, istilah Palestina tidak pernah digunakan. Istilah itu baru muncul setelah pemberontakan Bar Kochba pada tahun 135 M. Setelah berhasil menaklukan pemberontakan itu, Kaisar Hadrian merubah nama wilayah Jerusalem menjadi Aelia Capitolina. Ia juga mengubah nama Israel dan Judea (dua kerajaan pada masa itu) menjadi Palestina.

Kemudian ketika para penguasa Arab Muslim mampu menguasai wilayah itu pada tahun 638 M, mereka juga menggunakan nama Palestina untuk wilayah

16


(25)

tersebut. Mereka melafalkan Palestina menjadi “Falastin” atau “Filastin”. Para

ahli geografi Arab pada abad ke-10 menyebut Palestina sebagai salah satu propinsi Suriah. Ketika wilayah itu jatuh ke tangan orang-orang Turki dari Dinasti Ottoman atau Utsmaniyah dan dikuasai selama 400 tahun (1517-1917), wilayah yang sebelumnya disebut Palestina dimasukan dalam Vilayet (Propinsi) Damascus dan diperintah dari Istanbul, berdasarkan Undang-Undang Vilayet 1864. Yang juga dimasukan ke dalam Vilayet Transjordan.

Bagian Utara negeri itu, termasuk Acre (Arab), Haifa, Tiberias, safed, Nablus, jenin, dan Tulkarm, menjadi bagian Vilayet Beirut. Jerusalem, Gaza, Hebron, dan Beersheba menjadi bagian dari Sanjak (Distrik) Jerusalem. Oleh karena itu alasan-alasan religius khusus, dan merupakan kota-kota suci serta menjadi pusat perhatian kepentingan orang-orang Eropa, maka kota-kota itu ditetapkan sebagai unit independen dan diperintah langsung dari Konstantinopel atau Istanbul saat ini.

Pada masa Perang Salib, Palestina jatuh ke tangan umat Kristen. Mereka berkeinginan untuk kembali menguasai Palestina, terutama Jerusalem. Di hadapan orang-orang Normadia Paus Urbanus II memprovoksi mereka agar mereka mengangkat senjata untuk kembali merebut Jerusalem dari tangan kaum Muslim. Provokasi Paus tersebut menjadi sangat efektif pada saat orang-orang Barat berkeinginan kuat untuk melakukan kunjungan ke Jerusalem yang mereka anggap sebagai kampung halaman Yesus.


(26)

pada tahun 1099. Dengan penaklukan itu, tentara Salib menjadikan kota Jerusalem sebagai Ibu kota kerajaan Katolik baru yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.

Kekuasaan Kristen di Palestina tidak berlangsung lama. Pasukan Salib hanya menguasai kawasan ini selama 88 tahun (sampai tahun 1187). Setelah itu kawasan Palestina kembali ke tangan kaum Muslim. Salahuddin Al-Ayubi adalah panglima yang paling berjasa dalam mengembalikan Palestina ke pangkuan Islam. Sejak saat itu, Palestina di bawah kekuasaan Inggris setelah Perang Dunia I, selama 400 tahun Palestina berada di bawah kekausaan Turki Utsmani. Masa ini menyebabkan orang-orang Palestina menikmati kedamaian dan stabilitas. Meskipun ada pemeluk tiga keyakinan berbeda, mereka hidup berdampingan satu sama lain.

Nama Palestina juga dihidupkan kembali setelah kekuasaan Utsmaniyah berakhir pada Perang Dunia I. setelah Perang Dunia I, wilayah tersebut oleh Liga Bangsa-Bangsa penguasaannya dipercayakan kepada Inggris dengan dimasukkan ke dalam Mandat Inggris untuk Palestina. Pada akhir kekuasaan Turki Usmani (akhir abad ke19), terjadi imigrasi besar-besaran orang-orang Yahudi dari Eropa ke empat kota penting di Palestina, yaitu Jerusalem, Safed, Tiberias, dan Hebron.

Keempat daerah ini pada masa berikutnya menjadi pemukiman-pemukiman Yahudi yang paling penting. Pada saat ini pula muncul gerakan Zionisme, sebuah gerakan politik yang dilegitimasi dengan doktrin-doktrin agama


(27)

yang menghendaki orang-orang Yahudi menguasai seluruh Palestina tanpa terkecuali. Inilah awal munculnya kekisruhan Yahudi-Arab Muslim di Palestina.17

C. Organisasi-Organisasi di Palestina

Dengan kondisi yang serba sulit dialami oleh bangsa Palestina setelah Perang Dunia I, kondisi kehidupan dunia Arab secara umum mengalami keterpurukan karena cengkraman dan kekuasaan Zionis. Aktifitas politis Palestina terfokus pada tuntutan-tuntutan yang paling utama adalah sebagai berikut:

1. Penghapusan janji Balfour yang penuh dengan kezaliman, ketidakadilan terhadap hak-hak bangsa Palestina.

2. Penghentian imigrasi Yahudi.

3. Penghentian penjualan tanah kepada Yahudi.

4. Pendirian pemerintahan nasional Palestina enggan dipilih oleh parlemen yang menjadi penjelmaan keinginan hakiki masyarakat.

5. Masuk dalam negosiasi dengan Inggris untuk membuat kesepakatan yang akhirnya dapat memerdekaan Palestina.

Dengan dasar-dasar tersebut, maka lahirlah sebuah Pergerakan Nasional Palestina tahun 1918-1928 dan Pergerakan Nasional Palestina tahun1929-1939.


(28)

a. Pergerakan Nasional Palestina (1918-1928)

Gerakan Nasional Palestina ini mengadakan muktamar pertama (Konferensi Arab Palestina 27 Januari-10 Febuari 1919) di al Quds. Konferensi ini menolak pemecahan negeri Syam yang hanya mementingkan maslahat penjajah. Ia menganggap bahwa Palestina adalah bagian dari Syam.

Bangsa Palestina telah mengadakan 7 kali muktamar sejenis hingga tahun 1928. Muncul beberapa tokoh pergerakan nasional seperti Musa Kadhim al-Husaini yang terus memegang pucuk kepemimpinan hingga wafat bulan Maret 1934. Adapun dari sisi riil, muncul tokoh Al-Hajj Amin al-Husaini yang kemudian menjadi mufti al-Quds tahun 1921, dan ketua Majelis Syariah Tinggi Islami sejak berdirinya tahun 1922 yang kemudian menjadi benteng pergerakan nasional yang kokoh. Dengan wafatnya Musa Kadhim al-Husaini, al-Hajj Amin menjadi pemimpin yang tak terbantahkan hingga akhir mandat Inggris 1948.

Pergerakan nasional Palestina mengkonsentrasikan pergerakannya dengan perlawanan damai Zionis, khususnya pada masa 1918-1928, dengan cara meyakinkan Inggris untuk menghapus Deklarasi Balfour. Karena mereka masih menyisakan harapan, mengingat Inggris adalah sekutu Syarief Husain saat Perang Dunia I. Apalagi proyek Zionis belum berhasil merealisasikan suatu hal konkret yang dapat membahayakan kondisi di Palestina.

Pada saat muktamar Palestina kelima (22-25 Agustus 1922), para peserta muktamar berhasil membuat satu kesepakatan dan piagam nasional dengan

bersumpah untuk komit padanya, “Kami selalu representasi bangsa Arab Palestina


(29)

depan Allah, sejarah, dan bangsa, untuk melanjutkan upaya-upaya yang tercecer guna merebut kemerdekaan negeri dan mewujudkan kesatuan Arab dengan segala cara yang legal. Kami tidak akan menerima berdirinya negara nasional Yahudi atau imigrasi Yahudi”.

b. Pergerakan Nasional Palestina (1929-1939)

Revolusi al-Buroq tahun 1929 menjadi pembuka pintu bagi zaman di mana perlawanan terhadap Zionisme dan Inggris telah sampai pada puncaknya, revolusi terbesar pada tahun 1936-1939. Banyaknya proyek Yahudi-Zionis telah mulai dirasakan oleh bangsa Arab. Khususnya setelah eksodus lebih dari 152.000 Yahudi antara tahun 1930-1935 terjadi hingga melipatgandakan jumlah Yahudi yang pada pertengahan 1929 berjumlah 159.000.

Pada tahun 1930-an Syekh Izzuddin Al-Qassam mendirikan Young Men’s

Moslem Association yang menyerukan perlawanan terhadap imperialisme Inggris

dan pendudukan bangsa Yahudi. Ia juga kemudian Mengorganisir Haifa Youth

Association. Al Qassamlah yang memulai menyerukan gerakan perlawanan

bersenjata terhadap para penjajah yang menindas Palestina.

Pada tahun 1932 M, muslim Palestina berhasil mendirikan Partai Kemerdekaan. Tetapi akibat dari tekanan Inggris, Partai Kemerdekaan ini tidak dapat bertahan lebih dari satu tahun. Pada tahun 1935 M muncul pula Partai Arab Palestina, sebuah kelompok muslim yang paling lantang dalam mensuarakan hak-hak muslim. Partai ini berdiri dalam arahan Mufti al-Hajj Amin. Mereka mulai


(30)

Kemajuan ini segera disusul dengan munculnya organisasi-organisasi rahasia bercorak militeristik. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Jihadiyah pimpinan Izzudin al-Qasam dan organisasi Jihad Suci pimpinan Abdul Qadir al-Husaini. Mereka mulai menggunakan cara-cara kekerasan untuk menyuarakan hak keadilan kepada kolonial Inggris.18

Pergerakan Jihadi didirkan oleh Syekh Izzuddin al-Qassam. Pergerakan ini secara rahasia juga berpartisipasi dalam revolusi al-Buraq, dan melaksanakan operasi-operasi pada masa pertengahan tahun 1930-an. Syekh al-Qssam meninggal dalam pertempuran pertama dengan polisi dalam peperangan Ahrasy

Yu’bad tanggal 20 November 1935. Kesyahidannya tidak membuat aksi-aksi

pergerakan ini surut, karena pucuk kepemimpinan kemudian dipegang oleh Syekh Farkhan as-Sa’adi yang punya pionir dan besar dalam revolusi besar.

Al-Jihad al-Maqdis adalah sebuah gerakan yang berkarakteristik Islami dan nasional, dengan perlindungan dari al-Hajj Amin. Organisasi ini berpusat di kota Al-Quds dengan kepemimpinan Abdul Qadir al-Husaini dengan jumlah anggotanya hingga tahun 1935 sekitar 400 orang. Pergerakan ini juga berpartisipasi dalam revolusi terbesar yang memimpin langkah praktis di wilayah al-Quds dan al-Khalil (Hebron).19

Pergerakan muslim Palestina semakin memuncak dalam sebuah aksi massal, hingga membuat Inggris kesulitan untuk mengendalikannya. Aksi ini digelar tahun 1938 M yang dikenal dengan nama revolusi kubra.

18

Abu Bakar. Berebut Tanah Suci Palestina, (Yogyakarta: Pustaka Insani Mandiri, 2008), hal. 244

19


(31)

BAB III

PALESTINA PASCA PERANG DUNIA I

A. Pendudukan Palestina oleh Inggris

Inggris demikian besar perhatiannya terhadap dunia Arab dan demikian bulat kemauannya hendak menguasai Palestina, karena dunia Arab memiliki tiga arti penting yang tidak terdapat pada negara-negara lain. Pertama, sebagai lalu lintas Internasional. Kedua, sebagai pusat strategi. Dan ketiga, sebagai gudang minyak yang luar biasa besarnya.

Negeri-negeri Arab merupakan daerah-daerah lalulintas Internasional yang vital sekali dan bersifat alamiyah menghubungkan barat dengan timur dan utara dengan selatan dengan secara timbal balik. Sejak jaman dulu, dunia Arab sudah menjadi lalulintas darat dan laut. Dalam jaman sekarang fungsinya bertambah lagi sebagai lalulintas udara internasional.

Jenderal Inggris, John Glubb, dalam bukunya “A Soldier With the Arabs

dengan jujur mengatakan bahwa Inggris sangat mengkhawatirkan hubungan dagangnya dengan Timur akan terputus pada suatu ketika disebabkan oleh tertutupnya lalulintas Arab. Kekhawatiran tersebut selalu membayangi kepentingan-kepentingan Inggris sejak abad-abad lalu.

Negeri Arab juga merupakan pusat strategi yang tidak ada bandingnya di dunia. Ia dapat menguasai tiga benua, yaitu Eropa, Afrika, dan Asia. Ia dapat pula menguasai kontrol atas Laut Tengah, Laut Merah, Samudera Hindia, Selat Akaba,


(32)

Barang siapa menguasai daerah ini, ia dapat dengan mudah memindah-mindahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udaranya dari satu tempat ke tempat lain, ke samudera-samudera, selat-selat, serta benua-benua tadi.20

Pemerintahan Inggris pun mengakui kurangnya minat kaum muslim terhadap Palestina pada masa Perang Dunia I. Dengan perundingan-perundingan dengan Sharif Husain dari Makkah pada tahun 1915-1916 berkenaan dengan perlawanannya terhadap Ottoman, London memutuskan untuk tidak memasukan Palestina dalam wilayah yang harus diserahkan kepada Arab. Inggris menguasai Palestina pada tahun 1917-1948.

Pasca Perang Dunia I usaha pendekatan kepada pemerintahan Inggris semakin gencar dilakukan dan pada saat yang sama Turki kalah dalam perang. Para peminpin Zionis mendesak Inggris agar mendukung deklarasi mereka, karena mereka banyak berjasa kepada Inggris dalam menbiayai Perang Dunia. Jika mereka mendukung, Inggris dijanjikan akan memperoleh keuntungan dengan mengamankan terusan Suez hingga kepentingan dan keamanan Inggris di Timur Tengah akan terjamin.

Lobi Yahudi terhadap Inggris menghasilkan Deklarasi Balfour pada tanggal 12 November 1917 yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, di mana Inggris mengakui hak-hak Yahudi yang bersejarah atas Palestina, selanjutnya bersedia menyediakan fasilitas guna terbentuknya satu tempat tinggal nasional bagi umat Yahudi. Pengakuan Internasional terhadap

20

Nicola Durr. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, (Bandung: PT.


(33)

Deklarasi tersebut baru terjadi tiga tahun kemudian, yaitu ketika Liga Bangsa-Bangsa menyerahkan Palestina sebagai mandat kepada Inggris dan Inggris dapat melaksanakan janjinya.21

Akhirnya, pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Palestina di bawah pimpinan Jenderal Edmund Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat kepada Zionis kaya dan berpengaruh Lord Rothschild, bahwa pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah

Homeland bagi Yahudi di Palestina. Disinilah kemudian persoalan dimulai dan berlangsung hingga kini.22

Tugas yang diberikan Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah palestina.

Keberadaan Inggris di wilayah Palestina juga untuk membantu warga Palestina menjadi daerah otonom, akan tetapi menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadannya tidak berfungsi maksimal dan jauh dari yang diharapkan ketika Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Inggris.23


(34)

Israel selalu meyatakan bahwa posisi legal Internasional mereka atas Palestina berasal dari Mandat Inggris (Palestine Mandate, 24 Juni 1922), yang mana Liga Bangsa-Bangsa menjadi sumber utama legitimasi internasional PBB

mengakui “hubungan histories bangsa Yahudi dengan Palestina” dan

menghendaki agar Palestina menjadi National Home bagi bangsa Yahudi. Mandat Palestina yang aslinya disebut “The British Mandate For Palestine: diputuskan dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan pasca Perang Dunia I oleh Dewan Tertinggi Sekutu di San Remo, Itali, pada tanggal 19-26 April 1920. Keputusan ini disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Juni 1922 dan mulai diberlakukan pada bulan September 1923.

Istilah national home bagi bagsa Yahudi tertulis dalam Piagam PBB pasal 2 paragraf 4 dan juga dalam pembukaan tentang ketentuan Mandat Palestina. Dalam pasal 2 itu juga disebutkan Inggris berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan agama bagi semua penduduk Palestina, terlepas dari apa agama dan ras mereka. Bagian ini sangat penting, namun jarang sekali disebutkan Israel. Yang ditekankan Israel adalah tentang ketentuan national home saja. Tapi hak Israel yang mendasarkan pada mandat Palestina yang diputuskan di San Remo, dan juga perjanjian Serves, serta deklarasi Balfour, dibantah oleh Inggris lewat

apa yang disebut “Churchill White Paper” atau “White Paper of 1922”.

Dalam Churchill white Paper ini, Inggris menyatakan tidak mendukung sebuah nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, dalam salah satu alenianya, Churchill White Paper juga menyangkal


(35)

pembentukan sebuah negara Palestina Yahudi seluruhnya dan menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak berkeinginan untuk melihat Palestina menjadi Yahudi-nya Inggris.

Sementara Palestina juga menyatakan bahwa Jerusalem atau Al-Quds akan menjadi ibu kota Negara Palestina Merdeka di masa mendatang, atas dasar klaim pada agama, sejarah, dan jumlah penduduk kota itu. Saling klaim terus terjadi, status Jerusalem itu sangat berkait dengan masa depan perdamaian Timur Tengah, bahkan mungkin perdamaian dunia. Rasanya tidak akan pernah ada penyelesaian konflik antara Israel-Palestina kalau tidak ada penyelesaian yang menyangkut Jerusalem.24

Di Palestina, Resolusi terhadap kepentingan yang bertabrakan tampaknya mustahil untuk dilakukan, dan ini menyebabkan kerusakan yang berlarut-larut terhadap hubungan antara masyarakat Arab dan kekuatan Barat. Selama Perang Dunia II, imigrasi Yahudi ke Palestina benar-benar mustahil, dan sebagian besar aktifitas politik telah ditunda. Seiring dengan berakhirnya perang, jelas bahwa hubungan kekuasaan telah berubah. Bangsa Arab Palestina, dibandingkan sebelumnya kurang mampu menunjukan front yang padu.

Sementara itu, Yahudi Palestina disatukan oleh lembaga-lembaga manual yang kuat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pelatihan dan pengalaman militer di angkatan bersenjata Inggris selama perang. Mereka memiliki dukungan yang lebih luas dan lebih pasti dari Yahudi di negeri-negeri lain.


(36)

Pemerintahan Inggris selain sadar akan argumen yang mendukung imigrasi Yahudi yang cepat dan berskala besar, juga menyadari bahwa hal itu akan mengarah kepada tuntutan sebuah negara Yahudi, dan ini akan membangkitkan perlawanan yang kuat oleh bangsa Arab yang telah dijajah atau dirampas hak miliknya. Inggris juga tidak bebas berindak seperti tahun 1939, karena hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat dan ketergantungan ekonomi kepadanya,.

Pada tahun 1947, Inggris memutuskan untuk menyerahkan perkara ini ke PBB. Sebuah komisi khusus PBB dikirim untuk menyelidiki masalah dan mengeluarkan sebuah rencana pemisahan dengan syarat-syarat yang menguntungkan kalangan Zionis. Hal ini disetujui oleh Majelis Umum PBB pada November 1947, dengan dukungan yang sangat aktif dari Amerika Serikat dan Rusia, yang menginginkan Inggris menarik diri dari Palestina. Anggota PBB dari negeri-negeri Arab dan Arab Palestina menolak rencana itu.25

B. Kebijakan Inggris Terhadap Palestina

Pihak yang bertanggung jawab atas pemandatarisan Palestina merupakan tanggung jawab Inggris selaku negara yang menerima mandat untuk terus mendirikan lembaga-lembaga pemerintahan regional, serta memberikan jaminan hak-hak sipil dan agama kepada seluruh rakyat Palestina. Artinya, dengan ini diharapkan agar janji Balfour tidak akan menghalangi anak bangsa Palestina saat menuntut pembentukan lembaga-lembaga pendirian negara.

25

Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004. Hal. 670)


(37)

Inggris selalu lebih mengutamakan komitmen pada pemecahan wilayah sesuai dengan janji Balfour, dan menutup telinganya serta tidak menghormati pemecahan yang bergantung pada hak-hak bangsa Palestina yang merupakan komposisi penduduk saat awal penjajahan. Inggris memberlakukan undang-undang pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian baru berubah ke pemerintahan sipil. Inggris menunjuk seorang Yahudi Zionis, Herbert Samuel sebagai Komisaris Tinggi Inggris di Palestina (1920-1925) untuk mengemban tugas riil realisasi proyek zionis di Palestina (1920-1925).

Palestina benar-benar hidup di bawah konspirasi penjajahan Inggris yang sangat hebat. Rakyat Palestina dilarang membangun lembaga-lembaga konstitusional dan pemerintahan serta harus tunduk di bawah pemerintahan Inggris secara langsung. Inggris juga terus menganjurkan bangsa Yahudi untuk terus berimigrasi ke Palestina hingga jumlah Yahudi kian bertambah dari 55 ribu (8 pesen dari populasi) tahun 1918 menjadi 650 ribu (31 persen dari populasi 1948). Kendati dengan seluruh daya upaya Yahudi-Inggris untuk merampas tanah Palestina, namun Yahudi masih belum dapat menguasai wilayah tersebut kecuali hanya 6,7 persen dari seluruh wilayah Palestina tahun 1948.

Pada tahun 1918 Inggris membatasi imigrasi Yahudi dan menahan peralihan kepemilikan wilayah Palestina kepada orang-orang Yahudi, atas dasar bahwa penyerahan itu akan melanggar status quo. Inggris juga melarang

“Hatikvah” (lagu kebangsaan zionis) dinyanyikan di depan umum dan menolak


(38)

kebijakan-Nasional Yahudi tinggal tunggu untuk dihapus saja. Keyakinan tersebut mungkin telah mendorong pecahnya tindakan kekerasan orang Arab Palestina terhadap orang-orang Yahudi di Jerusalem pada beberapa bulan di awal tahun 1920.

Selama kerusuhan rasial itu, Sir Donald Storrs, Gubernur Palestina saat itu, tidak mengirimkan tentara keamanan dan tidak mengizinkan kaum Yahudi mengorganisasi pertahanan mereka sendiri. Tetapi kerusuhan rasial itu menumbuhkan kembali simpati kalangan pemerintah Inggris terhadap zionisme. Pemerintah Inggris juga meneguhkan kembali komitmennya, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Balfour:

Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat,

Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.

"Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya ."


(39)

Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.

Salam,

Arthur James Balfour

yang sebelumnya telah menunjukan tanda-tanda akan ditinggalkan. Pada saat itu Inggris secara remi mendukung Rumah Nasional bagi orang-orang Yahudi, tetapi tidak mendukung negara Yahudi. Pada titik ini Inggris tetap setia pada Deklarasi Balfour selama beberapa tahun, sehingga kaum Yahudi secara relative hidup damai sebelum mulai membangun Rumah Nasional mereka.

Selama tahun 1930-an, Inggris tetap dingin terhadap Zionisme. Masa itu adalah saat ketika Inggris memegang prinsip penyelesaian konflik dengan cara-cara damai yang memang disengaja karena pemerintah berusaha untuk mengenyahkan kemungkinan yang cukup mengerikan akan terjadinya perang dunia. Inggris berfikir bahwa jika tanah air bagi orang-orang Yahudi yang menyebabkan semua masalah itu, maka gagasan tersebut pasti tidak dapat berjalan dan karena itu harus ditinggalkan.

Pada tahun 1937 muncul pemberontakan Arab Palestina terhadap penguasa Mandat Inggris. Pemberontakan ini mendorong Inggris mengubah kebijakan yang memperlonggar eksodus bangsa Yahudi dari berbagai belahan dunia, terutama dari Eropa, ke Palestina. Pada tanggal 17 Mei 1939 Inggris mengumumkan Naskah Putih yang berisi prinsip-prinsip baru tentang Palestina. Kebalikan dari kebijakan lama, pemerintah mengusulkan pendirian, dalam


(40)

sepuluh tahun, Negara Palestina Merdeka yang dihubungkan dengan Inggris oleh suatu perjanjian khusus.

Ketentuannya yang terpenting adalah mengenai imigrasi dan transfer tanah. Pada kedua hal ini, Inggris sebenarnya mengabulkan tuntutan orang-orang Arab, yaitu para imigran dibatasi hingga 75.000 orang untuk lima tahu berikutnya, dan setelah itu dihentikan sama sekali. Sementara itu Palestina akan dibagi ke dalam tiga zona: pertama, zona yang memperbolehkan transfer tanah dari golongan Arab ke Yahudi. Kedua, zona yang membatasi tindakan itu. Dan ketiga, zona yang melarang sama sekali adanya transfer tanah itu.

Naskah Putih ini, sekalipun belum memuaskan pihak Arab, namun telah mencatat kemenangan cukup berarti bagi mereka. Pada saat yang sama Zionis merasa sangat terganggu dengan munculnya kebijakan itu. Mereka menganggap kebijakan itu telah menyalahi Deklarasi Balfour. Zionis Yahudi kemudian menuntut Inggris agar mencabut kembali kebijakan itu. 26

Inggris tetap menentang Zionisme dan bertekad untuk menjaga hak-hak orang Palestina hingga akhir pemerintahan mandat mereka. Bahkan setelah terungkapnya fakta yang mengerikan tentang Holokaos Nazi, Inggris tetap menentang imigrasi kaum Yahudi. Tuntutan publik dari Presiden Harry S. Turman pada tahun 1946 untuk segera memberikan izin bagi 100.000 pengungsi Yahudi ke Palestina ditolak oleh Inggris. Pada 29 Juni tahun itu pemerintah Inggris memerintahkan penangkapan beberapa pemimpin Yahudi. Karena ditekan oleh Yahudi di Palestina, sekretaris Luar Negeri Ernest Bevin mengumumkan niat

26

Tiar Anwar Bachtiar. Hamas kenapa dibenci Israel?, (Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika, 2009, hal. 48-49)


(41)

Inggris untuk mengembalikan mandatnya di Palestina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Februari 1947. Mandat Inggris berakhir pada tanggal 15 Mei 1948, sehari setelah Ben Gurion memproklamasikan Negara Israel, dengan dukungan dari PBB.27

Pemerintahan Inggris dengan secara intensif melucuti senjata rakyat Palestina. Namun pada kesempatan lain, pemerintah Inggris menutup mata pada pihak Israel, bahkan menggalakkan pemilikan senjata secara rahasia, mempersenjatai mereka, dan membentuk milisi serta melatih mereka. Hingga pada saat pecahnya perang 1948, jumlah pasukan bersenjata Israel sudah mencapai 70.000 tentara. Jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah tentara Arab yang ikut bagian dalam kancah perang 1948.28

Inggris menjalankan mandatnya di Palestina dan daerah di sebelah Timurnya. Karena kewajiban yang dibebankan Deklarasi Balfour dan yang diulangi dalam mandat, mengharuskan Inggris untuk menfasilitasi pembentukan negara nasional bagi Yahudi, maka Inggris memerintah langsung Palestina. Dari titik awal pemerintahan Inggris, jelas akan sulit untuk menciptakan struktur pemerintahan lokal apapun yang akan menampung kepentingan-kepentingan penduduk Arab Palestina asli maupun kepentingan-kepentingan Zionis itu. Bagi Zionis yang terpenting adalah membuka terus pintu masuk untuk imigrasi, dan ini termasuk mempertahankan kendali langsung Inggris sampai komunitas Yahudi menjadi cukup besar dan telah mengamankan kendali yang memadai atas sumber


(42)

ekonomi negeri ini sehingga mampu mengurus kepentingan-kepentingannya sendiri.

Bagi orang Arab Palestina yang terpenting adalah mencegah imigrasi Yahudi agar tidak membahayakan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri, dan bahkan eksistensi komunitas Arab. Terperangkap diantara dua tekanan itu, kebijakan pemerintah Inggris adalah tetap memegang kendali langsung, mengizinkan imigrasi dalam batasan-batasan, menyokong seluruh kepentingan ekonomi komunitas Yahudi, dan meyakinkan bangsa Arab Palestina dari waktu ke waktu apa yang akan terjadi tidak akan mengarah kepada pendudukan atas mereka. Kebijakan ini lebih berat memihak kepada kepentingan Zionis dari pada bangsa Arab Palestina.

C. Konflik Arab Yahudi di Palestina

Konflik Arab-Yahudi sebetulnya sudah dimulai sejak eksodus besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina pasca Deklarasi Balfour tahun 1917. Konflik ini semakin menggila setelah terbit resolusi Majlis Umum PBB tentang pembagian wilayah palestina November 1947. Konflik pada tahun itu berubah menjadi pertempuran yang menelan korban lebih dari 2.500 korban jiwa rakyat Palestina.29

Konflik-konflik yang terjadi sebelum tahun 1947 lebih banyak berupa ketegangan-ketegangan diplomatik dan protes-protes keras antara bangsa Arab Palestina yang merasa tanah mereka direbut dengan bangsa Yahudi yang begitu

29


(43)

ambisius ingin menguasai Palestina. Protes-protes biasanya diwujudkan dalam bentuk kerusuhan-kerusuhan.

Antara tahun 1880-1919 ketegangan juga terjadi antara penguasa Turki Utsmani dengan pihak Sekutu Eropa yang dimotori oleh Inggris. Tahun 1920 terjadi kerusuhan di Palestina, tahun 1921 terjadi di Jaffa. Kerusuhan-kerusuhan itu kemudian mendorong pihak Sekutu Eropa untuk memberikan mandat kepada Inggris setelah runtuhnya Turki Utsmani yang secara de jure menguasai Palestina pada 1924 untuk meredam kerusuhan itu. Namun, kerusuhan-kerusuhan tetap saja terjadi. Pada 1929 terjadi lagi kerusuhan-kerusuhan, kemudian antara tahun 1936-1939, dan terakhir tahun 1946.

Pada 4 April 1920 terjadi lagi pertikaian antara Arab dan Yahudi. Massa Arab berpencar dan menyerbu kompleks pemukiman Yahudi. Polisi Arab berpihak kepada perusuh, pasukan Inggris tidak keluar untuk menghentikan kekerasan itu, dan orang-orang Yahudi dilarang untuk mengorganisir pertahanan mereka sendiri. Sebagian besar korban adalah Yahudi. Sebanyak 90 orang terbunuh dan 244 orang mengalami luka-luka.

Ketegangan terus berkembang di kedua belah pihak, kekerasan terjadi di seluruh Palestina. Pada akhir Agustus 1920, 133 orang Yahudi terbunuh dan 339 cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab, dan 6 orang tewas dalam serangan balasan Yahudi ke Tel Aviv.

Pada musim panas 1929, terjadi konfrontasi berdarah pertama antara bangsa Arab Palestina dengan para imigran Zionis. Kaum Zionis dan pasukan


(44)

di antaranya terluka atau dipenjara seumur hidup. Sejak akhir 1920 hingga 1935 pemberontakan bersenjata oleh Syeikh Izzudin al Qassam, pemimpin Arab pertama di Palestina yang menyerukan perlawanan bersenjata melawan para kolonialis dan penguasa asing.

Pada tahun 1935 al Qassam menghimpun 800 pasukan bersenjata ke Haifa dan bergerak ke perbukitan di Tepi Barat, sebagai upaya untuk mengenyahkan kekuatan Inggris dan memerdekakan Palestina. Mereka berkonfrontasi dengan pasukan Inggris dan Zionis dalam sebuah pertempuran tak seimbang, dimana al Qassam beserta beberapa pengikutnya terbunuh dan sebagian yang lain banyak yang menjadi tawanan.

Abdul Qadir Husaini mengambil alih kepemimpinan perjuangan Palestina pada tahun 1937, namun ia pun terbunuh bersama beberapa pengikutnya setelah terlibat dengan banyak pertempuran. Pada tahun 1940, Hasan Salameh memikul tanggung jawab untuk memimpin perang gerilya melawan kekuatan persekutuan Inggris-Zionis, namun pada akhirnya ia pun terbunuh.30

Kekecewaan orang-orang Arab mencapai puncaknya menjadi pembangkangan sipil secara terang-terangan. Kemudian terjadilah pemberontakan Arab melawan Inggris dari 1936 hingga 1938, yang selama masa-masa itu Palestina sangat menderita. Kerumunan orang-orang Arab dengan marah meledakan sebuah bom di sekolah agama Yahudi yang membunuh 9 orang anak dan 46 Yahudi tewas dalam serangan lainnya.

30

Imam Khomeini. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. hal. 14)


(45)

Dalam suatu peristiwa di tahun 1938, para pemberontak Palestina sempat menguasai kota. Selama krisis ini, kepemimpinan Zionis masih menerapkan kebijakan menahan diri, tetapi Irgun melakukan pemboman dan serangan yang dalam peristiwa itu 48 orang Arab kehilangan nyawa mereka. Selama pemberontakan tersebut, Jerusalem kehilangan tempatnya sebagai pemimpin perlawanan terhadap Zionisme.

Kerusuhan-kerusahan itu sebenarnya memperlihatkan sebuah bentuk pemberontakan bangsa Arab terhadap dominasi asing dan Yahudi. Kerusuhan antara 1936-1939, terurama didominasi oleh gerakan yang dipimpin oleh seorang yang sangat berpengaruh, Izzuddin Al-qassam. Pemberontakan ini amat dikenal karena merupakan puncak perkembangan dari pergerakan bangsa Palestina.

Sejak Zionisme memasuki tanah Palestina, para pengikutnya telah berusaha menghancurkan orang-orang Palestina. Agar memberi ruang pada para imigran Yahudi, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Hal ini terjadi sampai berdirinya Negara Israel tahun 1948 dan telah menghancurkan kehidupan ratusan ribu warga Palestina. Bahkan saat ini, sekitar 3,5 juta orang palestina masih berjuang mempertahankan kehidupannya, menjadi pengungsi di kamp-kamp pengungsian dalam keadaan yang sangat sulit karena pengusiran tersebut.

Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berati kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang baru, Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir


(46)

abad, hingga mereka harus pindah ke padang pasir dan tempat-tempat pengungsian. Itulah yang menyebabkan orang-orang Arab merasa harus melakukan perlawanan terhadap bangsa Yahudi yang datang ke Palestina.31

Terbentuknya negara Israel pada 14 Mei 1948 telah memicu konflik berkepanjangan antara Arab dengan Yahudi Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari setelah diproklamasikannya kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Hagana dan Irgun

yang berjuang tanpa komando.

Alasan-alasan berdirinya Negara Israel selain karena dorongan religius yang sangat kuat untuk kembali, ada empat faktor lain yang menjadi alasannya, yaitu: Pertama, alasan keamanan. Persoalan yang biadab dari orang-orang Nazi dimana 6.000.000 orang Yahudi terbunuh. Hal itu memberi mereka keyakinan bahwa keamanan diri mereka hanya mungkin terjuwud bila di negeri mereka sendiri. Kedua, alasan Psikologis. Sebagian dari mereka yakin bahwa sudut Psikologis tidak sehat bagi orang Yahudi untuk hidup sebagai minoritas. Hal ini dapat dihindari jika mereka memiliki identitas bangsa dalam negerinya sendiri.

Ketiga, alasan kultural. Semangat keagamaan Yahudi semakin lama semakin luntur, dan tradisinya hampir punah sama sekali. Harus ada sebidang tanah di muka bumi ini dimana agama yahudi itu merupakan kebudayaan utama dari orang-orang Yahudi. Keempat, alasan idealisme. Pada suatu tempat di dunia ini

31


(47)

harus ada suatu bangsa bernegara yang diabadikan untuk mewujudkan cita-cita serta moral-moral kenabian mereka.32

Peperangan tahun 1948 yang juga dikenal dengan nama Al Nakba

dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi yang terusir dari kediamannya di Palestina.33

Orang-orang Israel juga memaksa orang-orang Palestina untuk hidup dalam pemblokiran. Meskipun mereka hanya memiliki sejumlah kecil tanah dibandingkan jumlah penduduk mereka, orang-orang Palestina berada dalam kendali yang ketat dan pengawasan terus menerus. Israel terus menerapkan kewenangan pengawasan atas 97% Tepi Barat dan 40% Jalur Gaza yang keduanya berada di bawah Otorita otonomi Palestina. Meskipun orang-orang Palestina yang tinggal di daerah ini tampak diatur oleh pemerintahannya sendiri, Israel telah menentukan batasan-batasan ketat akan kemerdekaan bergerak bagi semua orang Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan sebagian besar Jalur Gaza.34

Pada 2 Desember 1946, suatu kerumunan warga Arab bergerak melewati gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi. Irgun membalas dengan cara menyerang pinggiran kota Arab di Katamon dan Syeikh Jarrah. Pada Maret 1948, Tujuh Puluh orang Yahudi dan Dua Ratus Tiga Puluh orang Arab terbunuh


(48)

dalam sebuah pertempuran di sekitar Jerusalem, bahkan sebelum selesainya secara resmi masa kerja Mandat Inggris.

Pada Febuari 1948 warga Arab mengepung pinggiran kota Yahudi di Jerusalem Barat, yang terputus dari bagian negeri itu hingga Haganah membuka Jalan. Pada 10 April perang memasuki fase baru ketika Irgun menyerang perkampungan Arab di Deir Yassin, tiga mil sebelah barat Jerusalem. Pada 13 April, orang-orang Arab menyerang sebuah konvoi yang membawa para pasukan Irgun yang terluka di Deir Yassin ke Klinik Pusat Gunung Scopus.35

Setelah Perang 1967, status Jerusalem yang secara de facto diduduki dan dikuasai Israel tidak jelas secara de jure. Israel bahkan melakukan “Yudaisasi” atas Jerusalem, yakni dengan menerapkan hukumnya atas wilayah Jerusalem Timur dan menyatakan bahwa Jerusalem secara menyeluruh dan bersatu merupakan ibu kota abadi Israel. Hal ini diputuskan oleh Knesset pada tanggal 18 Juni 1967. Tindakan itu oleh Majelis Umun PBB dinyatakan tidak sah. Pernyataan tersebut dituangkan dalam resolusi Nomor 2253. Resolusi yang dirancang oleh Pakistan itu diterbitkan pada 4 Juli 1967. Yang pada intinya resolusi itu mengganggap semua yang dilakukan oleh Isreal di Jerusalem Timur adalah illegal dan arena itu harus dihentikan. Resolusi tersebut didukung oleh 99 anggota, 20 abstain, dan 3 absen.

Akan tetapi semua itu tidak dianggap oleh Israel. Mereka tetap menyatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kotanya. Dan, setelah melalui perdebatan panjang selama berbulan-bulan, Dewan Keamanan PBB pada tahun 1967

35


(49)

mengeluarkan Resolusi yang amat terkenal, yaitu Resolusi 242. Resolusi ini menyerukan:

1. Penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang diambil pada saat Perang 1967.

2. Penghentian semua klaim oleh semua negara yang berperang dan menghormati serta mengakui kedaulatan dan integritas teritorial serta kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu.36

Perang antara Arab dan Yahudi Isreal lagi-lagi pecah. Perang ini berkobar setelah keluarnya resolusi pembagian wilayah Palestina. Bangsa Palestina ini terus memikul beban-baban hidup yang terlalu berat selama enam bulan pertama dengan bantuan sejumlah sukarelawan. Karena negara-negara Arab menolak untuk mengirimkan pasukannya kecuali setelah Inggris keluar pada tanggal 15 Mei 1948.

Bangsa Palestina sudah merasakan redupnya dukungan Negara-negara Arab dari segi persenjataan dan perlengkapan perang lainnya yang dikarenakan negara-negara Arab yang telibat dalam peperangan mengalami kekalahan secara beruntun dan hal tersebut mengakibatkan hancurnya perekonomian serta banyaknya tentara dan masyarakat sipil yang menjadi korban. Namun mereka berhasil mananamkan kegelisahan, kegoncangan, dan ketakutan dalam diri Yahudi untuk masa yang cukup lama, hingga pembentukan militer Zionis yang kuat dan ditambah dengan bantuan dari pasukan Inggris.


(50)

Yahudi mendeklarasikan Negara Israel pada sore hari tanggal 14 Mei 1948. Dengan usainya perang, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan militer Arab dan menguasai sekitar 78% wilayah Palestina. Adapun bangsa Palestina telah mendeklarasikan Pemerintahan Rakyat Palestina dalam konferensi di Gaza, Oktober 1948. Namun pemerintahan Arab tidak punya tentara di atas wilayah Palestina yang dapat memungkinkan mereka untuk mengendalikan kekuasaan. Bahkan, al-Hajj Amin al_Husain dipaksa pergi dari Gaza dengan ancaman senjata Mesir.


(51)

BAB IV

PENGUSIRAN ETNIS PALESTINA DAN DIASPORA ETNIS PALESTINA

A. Pengusiran Etnis Palestina

Target Israel tahun 1948 tidak hanya menguasai kota suci Jerusalem, juga mengevakuasi penduduk aslinya, bangsa Palestina. Dalam mewujudkan target tersebut organisasi-organisasi Yahudi melakukan banyak tindakan-tindakan kekejaman atas bangsa Arab.37

Faktor-faktor yang menyebabkan pengusiran etnis Palestina adalah:

1. Agama, Yahudi Iarael berkeyakinan bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang telah dijanjikan oleh nenek moyang mereka.

2. Ekonomi, wilayah Palestina merupakan wilayah yang strategis bagi lalulintas Internsional, serta hasil alam yang melimpah seperti Jeruk, biji-bijian dan Zaitun serta kekayaan alam seperti logam.

Taktik pengusiran etnis Palestina oleh organisasi militan Israel antara lain dengan cara: desa-desa dikepung dari tiga arah dan arah ke empat dibuka untuk penerbangan dan evakuasi. Pengusiran etnis dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah dari Desember 1947 hingga akhir musim panas 1948. Dalam tahap ini desa-desa Palestina di sepanjang pesisir dan bagian yang lebih dalam dihancurkan dan penduduk desa-desa itu diusir.

Hingga Juni 1948, sekitar 370.000 orang Palestina telah diusir dari rumah-rumah mereka dan pada akhir tahun itu, angka-angka orang-orang terusir menjadi


(52)

780.000. Pada pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Ben Gurion tanggal 18 Agustus 1948, dilaporkan bahwa 286 desa telah dibersihkan dan 3 juta dunum

lahan (setara dengan 3 miliar meter persegi) ditinggalkan oleh-orang-orang Palestina yang memilikinya.

Operasi tahap kedua, yaitu enam bulan setelah berakhirnya operasi tahun pertama, Haganah telah mengusir 432.780 orang-orang Palestina dari kawasan-kawasan yang menjadi daerah jatah Israel dalam UN Partition Plan. Sebanyak 347.220 orang lainnya diusir dari kawasan di sekitar garis batas daerah jatah Israel.

Operasi tahap ketiga dilakukan hingga tahun 1954. Sebanyak 900.000 orang yang hidup di kawasan jatah Israel, hanya 100.000 orang yang tetap tinggal di tanah mereka atau di dekat rumah mereka. Mereka inilah yang menjadi kelompok minoritas Palestina yang menjadi warga Israel. Sisanya, (800.000 orang) diusir, melarikan diri karena rasa takut, atau tewas. Dengan demikian total 80 persen orang Palestina yang tinggal di daerah jatah Israel telah terusir dan hidup di penampungan hingga kini.38

Pada tanggal 25 April 1948, Irgun menyerang orang-orang Arab di Deir Yassin, hampir seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang meninggalkan kota mereka dan mengungsi. Pemandangan berlanjut dengan penjarahan, perampokan, dan perusakan. Pada pertempuran dan pengusiran etnis itu, sekitar 750.000 orang Palestina keluar dari negeri itu dan menjadi pengungsi. Mereka tidak penah diizinkan untuk kembali. Penjelasan resmi Israel tentang eksodus

38


(53)

massal ini adalah bahwa kaum Yahudi mengundang orang-orang Arab untuk tetap tinggal, tetapi mereka lebih memilih untuk mendengarkan nasihat para pemimpin mereka yang mendesak mereka untuk pergi. Penjelasan para pengungsi sendiri adalah bahwa mereka pergi karena ketakutan mereka pada kekejaman Irgun. Orang-orang Palestina juga mengklaim bahwa para tentara Israel meneror banyak desa Arab, mengumpulkan para sandera dan menembaki mereka di desa-desa juga sebagian orang Arab dipaksa keluar dari desa-desa mereka dan dilarang untuk kembali.39

Dengan dikuasainya Jerusalem oleh Israel, ia berkali-kali melakukan pengusiran terhadap bangsa Palestina dari kota itu, walaupun tidak berhasil secara sempurna. Setelah pendudukan atas kota suci berhasil, serdadu Israel langsung memerintahkan penduduk Arab Palestina agar angkat kaki atau mengungsi.40

Ketika perang pada tahun 1948 semakin berkobar, semakin banyak penduduk daerah lain yang pindah ke Ramallah. Maka mengalirlah pengungsi ke Jaffa, Lydd, Ramleh serta desa-desa lain di Ramallah. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kampung halamannya karena kemauannya sendiri dan banyak pula yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halamannya karena diusir oleh milisi Yahudi yang kemudian menjadi angkatan bersenjata Israel. Pada tahun 1953, jumlah penduduk Ramallah sudah berlipat dua. Tetapi sepertiganya adalah pendatang. Para pendatang itu membangun kamp-kamp pengungsian, antara lain di Amari, Qadurah, dan Jalason. Sejak itulah hingga kini komunitas Kristen dan


(54)

muslim yang merupakan pendatang, mereka hidup dengan rukun, aman, dan damai.41

Perang 1948 merupakan perang yang telah menghancurkan kohesi sosial ekonomi bangsa Palestina yang menemukan diri mereka terusir, setelah berdiam di negerinya sendiri selama 4.500 tahun yang lalu.

Setelah perang 1948, bencana kemanusian terus terjadi di Palestina tanpa dapat dikendalikan. PBB telah mencatat bahwa terdapat 726.000 yang melakukan pengungsian, 25.000 orang Palestina terdaftar sebagai pengungsi kasus perbatasan. Sumber Arab bahkan mencatat 800.000 jiwa telah kehilangan harta benda serta rumah mereka.

Pada Perang Enam Hari, lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi-lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.42 Akibat Perang

Enam Hari, 160.000 orang meninggalkan Jerusalem dan menjadi pengungsi. Ketika Sharon menjadi penanggung jawab di Gaza, 2000 rumah telah dihancurkan dan 16.000 orang diusir untuk kedua kalinya.

Sejak Israel diciptakan sebagai negara, pengusiran penduduk Palestina terus berlanjut. Sejak itu pula Israel mempertahankan ilegalitas negaranya dengan teror dan pengusiran, sejak awal pula Israel sadar bahwa negara-negara Arab adalah ancaman utama atas eksistensi negaranya. Dengan bantuan Inggris, Perancis, Dan Amerika Serikat dan negara-negara sekutu lainnya, Israel semakin

41

Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 79

42


(55)

memperluas wilayahnya dengan melakukan pencaplokan. Semakin hari peta Palestina semakin menyempit.

Pada penduduk yang ketakutan di Lydda dan Ramla meninggalkan tanahnya. Sekitar 60.000 orang Palestina keluar dari negerinya dan 350 orang lebih tewas dalam perjalanan karena keadaan kesehatan yang parah.

Lima belas perkampungan kecil yang kurang dari 300 penduduk, beberapa diantaranya besar dengan sekitar 5.000 penduduk diusir dalam urutan-urutan yang

cepat. Abu Susha, Abbu Zurayq, Arab al fuqara, Arab al Nufay’at, Arab zahrat,

al-Dumayri, Balaf alSyakh, Danum, Khirbat al Kasayir, Khirbat al Manshiyyah,

Rihaniyah, Khirbat al sarkas, War’at alSarris, dan Yajur hilang dari peta Palestina.

Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di Israel untuk diungkap. Namun beberapa kejadian berupa kekerasan dan kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga Internasional.

Kekejaman dan kebidaban Yahudi dalam pembantaian penduduk Palestina merupakan ambisi yang dipaksakan guna menciptakan Negara Israel Raya, serta membangun kembali Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) yang runtuh dan hancur akibat keganasan Romawi. Dan mereka yakin bahwa Temple of Solomon terletak persis pada dinding barat Masjid Al Aqhsa. Program ini akhirnya dilanjutkan oleh tokoh Yahudi yang bernama Meir Kahane yang punya program untuk mengusir seluruh warga Arab Palestina dari Israel dan merobohkan Masjid


(56)

Inggris terkadang membantu dalam pengusiran etnis dengan cara lain, lebih langsung, dengan menyediakan akte kepemilikan dan data-data penting lainnya yang telah mereka copy sebelum menghancurkannya ke pemimpin Yahudi, sebagai hal yang biasa dalam proses dekolonisasi yang mereka lakukan. Inventaris ini menambahkan detail pematangan berkas perkampungan yang dibutuhkan Zionis untuk depopulasi besar-besaran. Kekuatan militer dan kebrutalan dari sana adalah syarat pertama untuk pengusiran dan pendudukan, namun birokrasi tidak kurang penting untuk secara efisien melaksanakan operasi besar-besaran pengusiran etnis yang meminta tidak hanya pembuangan penduduk tapi juga kepemilikan barang rampasan.

Sekalipun Israel secara mendasar telah menyelesaikan pengusiran etnis, namun bagi warga Palestina penderitaan belum barakhir. Sekitar 8.000 orang Palestina menghabiskan tahun 1949 di kamp tawanan, di kamp pengungsian, lainnya menderita siksaan fisik di kota, dan sejumlah besar warga Palestina diganggu dengan berbagai cara di bawah penguasa militer Israel. Rumah-rumah mereka masih terus dijarah, ladang-ladang mereka disita, tempat-tempat suci mereka dicemarkan, dan Israel melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan untuk berkumpul dan berekspresi, dan persamaan di hadapan hukum.

Besarnya bencana bagi desa-desa dapat dilihat dari 807 desa yang terdapat di Palestina yang terdaftar pada tahun 1945, hanya tersisa 433 desa yang masih berdiri pada tahun 1967. Singkatnya, 45 persen desa Palestina telah dikosongkan dan dihancurkan demi terciptanya sebuah wilayah Negara Israel. Karena Israel membutuhkan tanah, salah satu tujuannya adalah mengosongkan tanah tersebut


(57)

dari penduduk Palestina. Orang-orang Palestina menjadi korban dari kampanye propaganda yang menganjurkan mereka untuk mengungsi keluar. Banyak Negara Arab yang menyakinkan mereka agar mengungsi dengan asumsi bahwa setiap orang nantinya dapat kembali pulang ke rumahnya saat perang usai. Namun sungguh disayangkan, asumsi itu meleset sama sekali.

B. Diaspora Etnis Palestina

Hampir semua konflik besar yang terjadi di Palestina menghasilkan pengungsi yang lari dari tempat tinggal mereka karena perang dan kemudian ditolak untuk pulang kembali. Jumlah pengungsi ini sangat mengejutkan. Seluruh anggota keluarga tumbuh besar di lingkungan kamp-kamp pengungsian dan mereka yang beranjak dewasa tidak punya masa depan. Menurut data PBB, saat ini terdapat lebih dari 3,6 juta pengungsi Palestina yang tersebar di seluruh wilayah Tepi Barat, Gaza, dan negara-negara di sekitar Israel.

Di Palestina, diaspora penduduk merupakan akibat langsung dari perubahan potilik. Meningkatnya sejumlah penduduk pedesaan telah terlihat di desa-desa Arab menjelang tahun 1948, tetapi peristiwa-peristiwa tahun itu justru mengarah kepada pencabutan hak milik lebih dari separuh penduduk desa, dan kebanyakan mereka menjadi pengungsi di kamp-kamp kumuh yang berada di Yordania, Suriah, dan Lebanon.43

Sebelum Inggris mengakhiri mandatnya pada 15 Mei 1948, Irgun menyerang Yaffa dan kesan yang menghantui dari peristiwa Deir Yassin


(58)

menyebabkan 70.000 orang Arab di kota itu melarikan diri. Peristiwa ini menandai permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri-negeri mereka.

Selama masa permusuhan, sekitar 750.000 orang Arab dari Palestina yang merasa ketakutan atas laporan tentang kekejaman yang terjadi di Deir Yassin, telah keluar dari negeri itu. Sebagian besar dari pengungsi berdiam di kamp-kamp di sekitar negara-negara Arab. Tak satu pun dari mereka yang diizinkan untuk kembali ke kota dan desa-desa mereka masing-masing.

Pada tahun 1948, dengan diakuinya resolusi PBB No. 181, ratusan ribu warga Palestina tiba-tiba telah menjadi orang yang tak bernegara di tanahnya sendiri. Menurut Resolusi ini, Palestina dibagi menjadi sebagai berikut: 55 persen dari tanah tersebut, termasuk bagian yang lebih besar yang terdiri atas pantai yang menguntungkan secara ekonomi, diserahkan kepada orang-orang Israel, sedangkan sisanya, yang 45 persen termasuk jalur pantai sempit Gaza, setengah Galilea, dataran tinggi Judi dan samaria, serta sedikit Negev, diberikan kepada orang Palestina. Begitu tentara Inggris sepenuhnya menarik diri dari daerah ini, perang pun meletus pada 15 Mei 1948.

Akibat dari perang tersebut, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari Palestina. Sekitar sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya.

Selama perang 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur gaza. Sebagian besar warga Palestina pun meninggalkan daerah ini menuju


(59)

negara-negara tetangganya itu. Jumlah orang Palestina yang tersebar di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai 3,4 sampai 4 juta jiwa. Dari jumlah ini, sekitar 1 juta jiwa tinggal di kamp-kamp pengungsian Tepi Barat, dan Jalur Gaza dan sepanjang perbatasan Lebanon, Syiria, dan Yordania. Lainnya tinggal di luar kamp, namun tanpa kewarganegaraan.44

Pengungsian pun terjadi di Jalur Gaza, wilayah Jalur Gaza merupakan kondisi khusus karena otoritas Israel memperlakukan wilayah tersebut jauh berbeda dengan Israel memperlakukan wilayah Tepi Barat. Wilayah Jalur Gaza luas wilayahnya kecil berpenduduk sangat padat. Sebanyak 75 persen dari jumlah 500.000 jiwa berasal dari kamp para pengungsi tahun 1948, mereka di delapan Kamp pengungsian besar. Kamp Gabalia menampung 42.000 jiwa, Kamp Rafh menampung 40.000 jiwa, Kamp Khon Yunis menampung 27.000 jiwa.45

Adapun sebagian negara-negara tujuan diaspora etnis Palestina adalah:

1. Lebanon

Pengungsi Palestina sejak kedatangannya ke Lebanon, menyusul perang Arab-Israel pertama tahun 1948, berdomisili di 17 kamp pengungsi yang tersebar di seluruh Lebanon dengan pengawasan langsung dari Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) yang didirikan pada tahun 1950.

Jumlah pengungsi Palestina pada tahun 1949, menurut data statistik Pemerintah Lebanon, sebanyak 104.000 pengungsi. Menurut data UNRWA, berkisar dari 105.000 hngga 130.000 pengungsi. Jumlah pengungsi Palestina di Lebanon pada tahun 1940 kurang lebih sekitar 127.000 orang, tahun 1967 sekitar


(1)

Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat,

Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.

"Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya ."

Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.

Salam,


(2)

Gambar I


(3)

Gambar II


(4)

Gambar III

: Palestina : Israel


(5)

Gambar IV

Ket: Seorang anak palestina tengah melihat rumahnya yang sudah hancur


(6)

Gambar V