Pendudukan Palestina oleh Inggris
25 Deklarasi tersebut baru terjadi tiga tahun kemudian, yaitu ketika Liga Bangsa-
Bangsa menyerahkan Palestina sebagai mandat kepada Inggris dan Inggris dapat melaksanakan janjinya.
21
Akhirnya, pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Palestina di bawah pimpinan Jenderal Edmund Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri
Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat kepada Zionis kaya dan berpengaruh Lord Rothschild, bahwa pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah
Homeland bagi Yahudi di Palestina. Disinilah kemudian persoalan dimulai dan berlangsung hingga kini.
22
Tugas yang diberikan Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom,
ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan
Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang
paling berhak untuk berada di wilayah palestina. Keberadaan Inggris di wilayah Palestina juga untuk membantu warga
Palestina menjadi daerah otonom, akan tetapi menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadannya tidak berfungsi maksimal dan jauh dari yang diharapkan
ketika Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Inggris.
23
21
Hermawati. op. cit. hal. 97
22
Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 160
23
Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, Jakarta: Hi-Fest, 2009. Hal. 141
26 Israel selalu meyatakan bahwa posisi legal Internasional mereka atas
Palestina berasal dari Mandat Inggris Palestine Mandate, 24 Juni 1922, yang mana Liga Bangsa-Bangsa menjadi sumber utama legitimasi internasional PBB
mengakui “hubungan histories bangsa Yahudi dengan Palestina” dan menghendaki agar Palestina menjadi National Home bagi bangsa Yahudi. Mandat
Palestina yang aslinya disebut “The British Mandate For Palestine: diputuskan
dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan pasca Perang Dunia I oleh Dewan Tertinggi Sekutu di San Remo, Itali, pada tanggal 19-26 April 1920. Keputusan
ini disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Juni 1922 dan mulai diberlakukan pada bulan September 1923.
Istilah national home bagi bagsa Yahudi tertulis dalam Piagam PBB pasal 2 paragraf 4 dan juga dalam pembukaan tentang ketentuan Mandat Palestina.
Dalam pasal 2 itu juga disebutkan Inggris berkewajiban untuk melindungi hak- hak sipil dan agama bagi semua penduduk Palestina, terlepas dari apa agama dan
ras mereka. Bagian ini sangat penting, namun jarang sekali disebutkan Israel. Yang ditekankan Israel adalah tentang ketentuan national home saja. Tapi hak
Israel yang mendasarkan pada mandat Palestina yang diputuskan di San Remo, dan juga perjanjian Serves, serta deklarasi Balfour, dibantah oleh Inggris lewat
apa yang disebut “Churchill White Paper” atau “White Paper of 1922”. Dalam Churchill white Paper ini, Inggris menyatakan tidak mendukung
sebuah nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina.
Selain itu, dalam salah satu alenianya, Churchill White Paper juga menyangkal
27 pembentukan sebuah negara Palestina Yahudi seluruhnya dan menyatakan bahwa
pemerintah Inggris tidak berkeinginan untuk melihat Palestina menjadi Yahudi- nya Inggris.
Sementara Palestina juga menyatakan bahwa Jerusalem atau Al-Quds akan menjadi ibu kota Negara Palestina Merdeka di masa mendatang, atas dasar klaim
pada agama, sejarah, dan jumlah penduduk kota itu. Saling klaim terus terjadi, status Jerusalem itu sangat berkait dengan masa depan perdamaian Timur Tengah,
bahkan mungkin perdamaian dunia. Rasanya tidak akan pernah ada penyelesaian konflik antara Israel-Palestina kalau tidak ada penyelesaian yang menyangkut
Jerusalem.
24
Di Palestina, Resolusi terhadap kepentingan yang bertabrakan tampaknya mustahil untuk dilakukan, dan ini menyebabkan kerusakan yang berlarut-larut
terhadap hubungan antara masyarakat Arab dan kekuatan Barat. Selama Perang Dunia II, imigrasi Yahudi ke Palestina benar-benar mustahil, dan sebagian besar
aktifitas politik telah ditunda. Seiring dengan berakhirnya perang, jelas bahwa hubungan kekuasaan telah berubah. Bangsa Arab Palestina, dibandingkan
sebelumnya kurang mampu menunjukan front yang padu. Sementara itu, Yahudi Palestina disatukan oleh lembaga-lembaga manual
yang kuat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pelatihan dan pengalaman militer di angkatan bersenjata Inggris selama perang. Mereka memiliki dukungan
yang lebih luas dan lebih pasti dari Yahudi di negeri-negeri lain.
24
Trias Koncahyono. op. cit, hal. 256
28 Pemerintahan Inggris selain sadar akan argumen yang mendukung
imigrasi Yahudi yang cepat dan berskala besar, juga menyadari bahwa hal itu akan mengarah kepada tuntutan sebuah negara Yahudi, dan ini akan
membangkitkan perlawanan yang kuat oleh bangsa Arab yang telah dijajah atau dirampas hak miliknya. Inggris juga tidak bebas berindak seperti tahun 1939,
karena hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat dan ketergantungan ekonomi kepadanya,.
Pada tahun 1947, Inggris memutuskan untuk menyerahkan perkara ini ke PBB. Sebuah komisi khusus PBB dikirim untuk menyelidiki masalah dan
mengeluarkan sebuah
rencana pemisahan
dengan syarat-syarat
yang menguntungkan kalangan Zionis. Hal ini disetujui oleh Majelis Umum PBB pada
November 1947, dengan dukungan yang sangat aktif dari Amerika Serikat dan Rusia, yang menginginkan Inggris menarik diri dari Palestina. Anggota PBB dari
negeri-negeri Arab dan Arab Palestina menolak rencana itu.
25