56
3.1.6. Seng Tipis Pisau Gerabah Foto 11
Seng Tipis
Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah
Penulisberfikir bahwa peralatan yang digunakan sangat unik, sehingga seng tipis ini juga dibutuhkan sebagai peralatan dari gerabah. Seperti seng tipis
ini. Bagi sebagaian orang itu tidak memiliki fungsi tetapi tidak bagi pengrajin gerabah di daerah Galogandang. Etek menjelaskan peralatan yang dipakai tidak
semua susah didapatkan, tetapi ada juga yang mudah untuk mendapatkannya. Seng tipis ini salah satunya. Etek memang bisa menjadikan ini sebagai suatu alat
yang bisa secara tidak langsung memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Demi anak-anaknya, maka Etek bisa melakukan pekerjaan sebagai pengrajin supaya kebutuhannya tercukupi, meskipun keluhan sakit terjadi sekali-
sekali. Seng tipis memiliki panjang 10 cm yang diatasnya terdapat lekukan seperti alat pemotong yang berguna untuk merapikan bibir-bibir bagian atas gerabah.
Seng ini pengganti pisaunya gerabah, seng yang menjadikan gerabah terlihat rapi atau cantik.
Universitas Sumatera Utara
57
3.1.7. Lapiak Pandan Tikar
Foto 12 Lapiak Pandan Tikar
Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah
Lapiak pandan Tikar ini memiliki ukuran lebih kurang panjang 20 cm dan lebar 10 cm, mempunyai fungsi untuk mambibia membibir supaya halus
atau licin, sehingga gerabah kelihatan lebih cantik dan indah. lapiak atau tikar tidak harus yang baru, ada juga pengrajin yang bisa menggunakan lapiak atau
tikar yang bekas. “ lapiak ko indak ado dibali do, bisa dari
barang-barang nan bekas ajo. Lapiak go ketek tapi fungsi nyo gadang, bisa manjadian bibia
pariuk ko licin. Lapiak nan Etek punyo ko lah lamo”. Lapiak pandan ko di latak an dibibia
sudah itu diputa se dibibia sampai nyo licin”. “ Tikar ini tidak dibeli, bisa dari barang-barang
yang bekas saja. Tikar ini kecil tapi memiliki fungsi yang besar, bisa menjadikan bibir
gerabah menjadi licin. Tikar yang Etek punya sudah lama”. Tikar dari pandan ini diletak kan
dibibir gerabah kemudian dipur sampai terlihat licin”.
Setelah banyak cerita lapiak pandan ini merupakan peralatan yang terakhir dari pembuatan gerabah. Etek sungguh baik untuk mau menceritakan semua
peralatan tersebut. Penulis mendapatkan informasi dan data yang lengkap dari
Universitas Sumatera Utara
58
Etek Rina, dengan berat hati penulis berpamitan untuk pulang karena hari sudah sore dan hari pun sudah kelihatan mau hujan. Penulis mengatakan kepada Etek
Rina bahwa terima kasih untuk informasinya, jika besok penulis kembali apakah Etek mengizinkannya, dengan senang hati Etek menjawab boleh, kapan pun kalau
memang belum lengkap dengan data serta informasi bisa kembali lagi.
3.2. Proses Pembuatan Gerabah di Galogandang
Hari selanjutnya penulis melakukan penelitian, penulis pergi ke Galogandang dengan orang tua perempuan penulis. Dipanggil mama oleh
penulis, beliau menemani penulis untuk penelitian, alasannya tidak mungkin jika untuk pergi ke daerah Galogandang itu sendirian. Menurut orang tua penulis jika
daerah tersebut terlalu jauh, maka seharusnya harus ada teman untuk kesana , supaya nanti dijalan jika terjadi apa-apa maka ada yang menolongnya. Gerabah
yang terdapat di Galogandang merupakan gerabah tradisional. Hal ini dikarenakan cara pembuatan serta alat yang digunakan masih tradisional dan turun-temurun.
Proses pembuatan gerabah sangat unik yaitu mengandalkan alat seadanya serta kelincahan tangan pengrajin itu sendiri. Proses pembuatan gerabah diawali dengan
pengolahan bahan baku sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
59
3.2.1. Pengolahan Bahan Baku Foto 13
Bahan Baku yang ditumpuk
Sumber: Dokumen Pribadi 2016
Sebelum melakukan pengolahan tanah yang dalam bahasa Minang disebut mahinja tanah. Tanah sudah ditumpuk didepan lokasi pembuatan, supaya
persediaan dari bahan baku untuk membuat gerabah banyak. Sesuai dengan pengamatan dan wawancara dilakukan penulis dalam penelitian ini, bahwa
gerabah di Galogandang umumnya memanfaatkan tanah liat, pasir dan air. Tanah liat yang dipakai merupakan tanah liat yang terdapat di sawah setelah panen padi
dan tanah liat yang terdapat dipinggir perbukitan yang ada disekitar daerah tersebut. Tanah liat jenis ini memiliki warna kecoklatan. Pengrajin yang bernama
Bu Rina mengatakan bahwa: “Tanah liek yang banyak ko iyo di Galogandang, tanah
yang rancak adolah tanah sawah dan tanah yang ado di tapi bukik. Tanah biasonyo diambiak sakali 6 anam
bulan, yaitu pado maso panen padi urang disiko. Tanah disawah di ambiak kedalaman sekitar 1 meter sampai
1,5 meter atau sampai labiah dari ukuran itu, istilahnyo sampai tanah ko dapek yang lieknyo. Biasonyo babuek
galian dalam bantuak petak. Biasonyo etek mambiak tanah ko disawah urang, dikaranokan etek indak punyo
sawah. Masa panen urang disiko pun kan babeda-beda jadi bisa mambiak tanah di tampek sawah urang yang
babeda panennyo, tu jadinyo ndak akan kurang tanah.
Universitas Sumatera Utara
60
Tanah yang etek ambiak di sawah lah banyak, rato-rato disawah tu kadang lah sadonyo tampek yang samo
diambiak gai, tapi jarak waktunyo lah lamo. Kalau pun mambiak tanah urang yang punyo sawah pun indak ado
masalah untuk tanah yang etek ambiak, malah kadang disuruahnyo karano sawah yang sudah diambiak tanah
liek ko padi ditanam sasudahnyo akan rancak atau banyak penghasilannyo. Jadi indak sembarang tanah
yang akan diambiak harus tanah liek yang rancak. Tanah selain tanah liek indak bisa dibantuak dan
sahinggo indak akan manjadi pariuk”. “Tanah liat memang banyak terdapat di daerah
Galogandang, tanah yang bagus untuk membuat gerabah adalah tanah yang terdapat disawah. Biasanya tanah
diambil sekali 6 enam bulan yaitu pada masa setelah panen padi. Pengambilan tanah disawah dilakukan
dengan cara penggalian dengan kedalaman sekitar 1 meter samapai 1,5 meter atau sampai lebih dari ukuran
tersebut yang penting sampai menemukan tanah yang liat. Biasanya dibuat galian dengan bentuk petak
persegi. Etek ini mengambil tanah liat di sawah orang lain, lantaran dia tidak memilki sawah. Masa panen
masyarakat Galogandang juga berebeda-beda jadi etek ini tidak mengalami kekurangan tanah selalu
mendapatkan tanah apabila persedian tanah di rumah sudah habis maka tanah akan diambil lagi di sawah
tersebut. Tanah yang diambilnya sudah banyak, rata-rata sawah yang ada disana sudah pernah dia ambil kadang
pada satu tempat yang sama tapi sudah memiliki jarak waktu yang lama”
Pasir yang digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat gerabah yaitu pasir yang terdapat di sungai, tetapi pengrajin di Galogandang tidak
mengambil di daerah mereka karena tidak adanya pasir. Pada zaman dahulu masyarakat disana mengambil kesungai di sekitar daerahnya tetapi sekarang
membelinya dari tukang bangunan dengan harga Rp 800.000 per truk kecil. Pasir yang digunakan untuk campuran gerabah ini yaitu pasir halus jadi sebelum
melakukan pengolahan maka Pasir tersebut terlebih dahulu harus disaring untuk memisahkan pasir halus dengan yang kasar serta batu-batu yang terdapat didalam
pasir.
Universitas Sumatera Utara
61
Tanah liat dan pasir halus di aduk merata dengan cara memijakmemasak, dalam bahasa minang biasa disebut pengrajin dengan mahinja-hinjatanah, agar
tanah dan pasir tercampur rata maka diberi sedikit air. Percampuran antara tanah dan pasir harus sesuai. Menurut informan penulis pekerjaan ini agak sulit, karena
harus memiliki tenaga yang kuat. Pencampuran tanah dengan pasir membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, supaya bahan tersebut tercampur dengan rata. Oleh
sebab itu hal ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, jika tidak sesuai maka bahan baku yang dihasilkan tidak bisa dibentuk. Salah satu informan mengatakan
bahwa : “Karajo paliang susah mahinja tanah ko, tu karajonyo
barek lo, namonyo se mamijak-mijak sampai sadonyo tacampua, karajo bisa sampai satangah jam. Tekadang
panek kaki etek dek nyo, tapi baa lah kalau indak dikarajoan beko ndak bisa mambuek pariuk ko. Awak
harus tau takaran antara tanah, pasia jo aie kalau indak nyo indak bisa dibentuk, tu pas dibuek ratak-ratak atau
bisa jadi pacahnyo, biasonyo tanah ko dimasak banyak- banyak dan beko lai tingga mancetak se lai”.
“Kerja yang paling susah itu adalah mahinjak memasak tanah liat. Pekerjaan yang berat, dikerjakan sampai semua
tercampur rata dan pekerjaan tersebut bisa sampai setengah jam. Terkadang kaki etek terasa capek untuk
melakukan pekerjaan ini. Tetapi gimana lagi pekerjaan ini harus dilakukan kalau tidak maka tidak akan bisa
membuat gerabah. Kita harus mengetahui takaran antara tanah dana pasir serta air yang akan dicampur, kalau tidak
maka akan susah dibentuk atau cetakan mudah pecah. Biasanya tanah dimasak sekali banyak agar tanah
tertumpuk dan tinggal mencetaknya saja”.
Setelah bahan tersebut tercampur maka didapatlah bahan baku yang siap untuk dicetak, maka tahap selanjutnya adalah pembentukan bahan baku yang
sudah tercampur rata menjadi bahan baku yang sudah jadi.
Universitas Sumatera Utara
62
Foto 14 Bahan baku yang sudah di masak
Sumber: Dokumen Pribadi 2016 3.2.2. Proses Pembentukan Bahan Baku yang Sudah Jadi
Penulis melakukan penelitian selanjutnya dengan teman penulis yaitu Windy, Windy mau menemani penulis karena Windy juga belum pernah ke
daerah Galogandang, maka ada perasaan tertarik untuk pergi ke daerah tersebut, dimana Windy hanya pernah mendengar tentang daerah itu, jika Galogandang
sebagai tempat pengrajin gerabah, jika melihat secara langsung windy belum pernah sama sekali. Perjalanan penulis lakukan pada jam 08.00 WIB, karena
selain melakukan wawancara tentang proses pembuatannya juga akan melihat Pacu Jawi yang pada hari itu akan dilaksanakan penutupan dari acara tersebut.
Jika tidak cepat maka waktu tidak akan cukup. Penulis pergi menuju Galogandang menggunkan kendaraan beroda dua,
sampai disana ternyata banyaknya masyarakat setempat dan masyarakat luar daerah Galogandang untuk melihat Pacu Jawi penulis melihat suasana pada pagi
itu semua orang terlihat gembira. Didalam perjalanan menuju rumah informan
Universitas Sumatera Utara
63
penulis melihat sekelompok orang sedang memainkan alat musik tradisional Minangkabau yaitu Talempong pacik, sejenak penulis berhenti untuk
menyaksikannya serta mengambil foto-foto dari pemain musik tersebut. Setelah itu barulah penulis mendatangi rumah ibu Yurnalis yang merupakan informan
penulis. Tampak dari kejauhan kalau ibu Yurnalis sedang membuat gerabah dan dilihat oleh tetangganya, tidak ada rasa malu-malu penulis menghampirinya
kemudian dengan mengucapkan salam penulis duduk dekat ibu Yurnalis sambil melakukan wawancara dan mengambil foto-foto.
Penulis memperhatikan tempat serta bahan-bahan yang berada di sekitar ibu Yurnalis, tempat untuk ibu Yurnalis bekerja disekelilingnya dipenuhi dengan
tanah dan pasir. Ibu Yurnalis bekerja didepan rumahnya, jika bekerja didepan rumah dapat terlihat oleh pembeli atau peminat dari gerabah ini. Bahan-bahan
yang terdapat disekelilingnya satu ember air yang berwarna coklat dan satu onggok tanah yang terbungkus dengan plastik. Menurut ibu Yurnalis jika tanah ini
tidak ditutup maka tanah akan cepat kering, hal itu akan susah untuk dibentuk jika sudah terjadi maka ibu Yurnalis akan memberi sedikit air supaya akan lebih
lunak. Selain tanah dan pasir juga terdapat papan yang panjang ternyata papan tersebut berguna untuk duduk ibu Yurnalis untuk membuat gerabah, posisi duduk
yang kakinya memanjang dan dialasi dengan karung goni diatas paha sampai kaki berfungsi untuk menutupi supaya pakaian yang digunakan tidak kotor oleh tanah
liat. Tidak ada terlihat rasa capek diwajahnya, dengan penuh ketekunan beliau menyelesaikannya. Ibu Yurnalis hanya berkata untuk bagaimana untuk cepat siap
menyelesaikan pesan dari pelanggannya. Wawancara dilakukan penulis, sambil melihat-lihat suasana sekitar:
Universitas Sumatera Utara
64
Proses pembuatan gerabah di daerah Galogandang dilakukan berbagai bentuk, salah satunya proses yang akan penulis paparkan. Penulis memaparkan
sesuai dengan proses yang dilakukan oleh informan penulis. Dari setiap proses pembuatan penulis melihat adanya hal yang berbeda yang dilakukan oleh para
pengrajin, karena setiap pengrajin memiliki caranya masing-masing meskipun bentuk yang akan dibuat sama. Setelah bahan sudah jadi maka tahap selanjutnya
adalah mencetak. Pencetakan bahan ini menggunakan alat-alat pembuat gerabah. Pada tahap awal dalam mencetak gerabah digunakan rotan yang berbentuk
lingkaran
3.2.2.1. Menempelkan Tanah Liat pada Rotan yang Berbentuk Lingkaran Foto 15
Proses Awal dari Pembentukan Gerabah
Sumber: Dokumentasi pribadi 2016
Sambil bekerja informan menjelaskan tahap-tahap pembuatan gerabah, dengan perasaan yang senang beliau menjelaskannya.
“Karajo mambuek pariuk ko dilakukan sajak pagi sampai sanjo, malam harinyo ambo pai ka masajik,
pagi-pagi sabalum mambuek pariuk ko maagiah motif dulu sambia minum teh. Iko lah karajo ambo
satiok hari, dari pado duduak-duduak rancak mambuek pariuk ko”.
Universitas Sumatera Utara
65
“Pekerjaan membuat gerabah ini dilakukan pada pagi hari sampai sore, malam harinya pergi ke
mesjid. Pagi-pagi sebelum membuat gerabah ibu Yurnalis memberi motif sambil minum teh”.
Pekerjaan inilah yang dilakukan oleh ibu Yurnalis setiap hari. Dari pada duduk-duduk lebih baik
membuat gerabah.”
Tangan yang sudah mulai keriput ibu Yurnalis masih tetap semangat untuk membuat gerabah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kekaguman penulis
kepada ibu Yurnalis dengan umur yang tidak muda lain, dapat menyelesaikan gerabah dengan waktu yang cepat. Sambil membuat gerabah ibu Yurnalis
menceritakan prosesnya secara satu pesatu. Cara ini merupakan bagian awal dari pembentukan tanah liat menjadi
sebuah gerabah. Tanah liat diambil sesuai besar gerabah yang akan dibuat setelah itu dibulatkan kemudian dipipihkan dan ditempelkan pada rotan yang berbentuk
lingkaran tersebut, yang nantinya dibentuk menjadi mulut wadah gerabah tersebut. Jika tidak menggunakan rotan maka gerabah tidak sama, maka terlihat tidak
bagus.
Universitas Sumatera Utara
66
3.2.2.2. Membentuk Gerabah Foto 16
Proses Pembentukan Gerabah
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016
Tangan yang sangat lincah dapat menghasilkan gerabah yang cantik, lekukan-lekukan dalam membentuk hanya dengan tangan ini membuat gerabah
yang awalnya datar kemudian lama-lama diperdalam dengan tangan sehingga membentuk cekungan. Ibu Yurnalis tahu betul berapa ukuran kedalaman dari
gerabah tersebut, beliau tidak perlu terlalu banyak untuk melakukan pengulangan dalam mengerjakannya.
Universitas Sumatera Utara
67
3.2.2.3. Melicinkan Gerabah Foto 17
Proses Melicinkan Gerabah
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016
Memasuki tahap selanjutnya ibu Yurnalis tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya untuk menunjukkan bahwa ada gerabah yang nanti pulang bisa penulis
bawa pulang, dengan cepat ibu Yurnalis mencari gerabah tersebut, setelah lama mencari ternyata gerabahnya tidak ketemu. Padahal beliau tahu persis jika gerabah
itu masih ada, gerabah tersebut merupakan sisa penjualan kepada pelanggan kemaren, ditanyakan kepada anaknya ternyata tidak ada menujalnya. Entah
kemana gerabah tersebut menghilang. Gerabah yang sudah dibentuk kemudian bagian dalamnya akan dilicinkan menggunakan batu kecil, supaya gerabah
tersebut terlihat licin serta bagus. Batu secara perlahan-lahan digosokkan ke dalam gerabah, kalau tidak gerabah akan pecah.
Universitas Sumatera Utara
68
3.2.2.4. Memotong Pinggir Gerabah Foto 18
Proses Melicinkan Bibir Atas Gerabah
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016
Pekerjaan selanjutnya yaitu memotong pinggir gerabah, sedang enak memotong beliau dipanggil oleh seorang ibu, apakah beliau akan pergi tempat
Pacu Jawi. Beliau menjawabnya dengan senyuman sambil mengatakan kalau acara tersebut tidak membuat beliau tertarik. Setelah ibu itu pergi beliau berkata
kepada penulis lebih bagus menyelesaikan gerabah ini ada untungnya dari pada itu tidak ada untung, karena yang dilihat hanya sapi yang berlari. Pekerjaan ini harus
diselesaikan dengan sesegera mungkin karena merupakan pesanan dari langgananya, dan pekerjaan ini sudah memiliki janji kepada pelanggan untuk
cepat selesai. Supaya pelanggan tidak kecewa beliau berusaha cepat untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Memotong pinggir atas bagian gerabah dengan
menggunakan besi kecil atau bisa sekilas dilihat pisau gerabah. Hal ini dilakukan agar bagian pinggir atas rata, sehingga tidak terlihat tonjolan-tonjolan, yang akan
memudahkan untuk memberi bibir.
Universitas Sumatera Utara
69
3.2.2.3. Malangiah memukul-mukul Foto 19
Malangiah
Sumber: Dokumentasi pribadi 2016
Waktu tahap ini penulis sedikit terkejut dengan ibu Yurnalis yang sangat bisa memainkan papan, sehingga papan yang dipukul ke permukaan gerabah tidak
menyebabkan gerabah hancur. Seolah-olah pukulannya menjadikan gerabah lentur dan mengikuti tangan serta pukulan kayu. Ibu Yurnalis menjelaskan bahwa karena
kayu inilah yang mempercantik gerabah. Melangiah atau memukul-mukul merupakan tahap kedua dari proses
pembuatan gerabah. Melangiah dilakukan dengan menggunakan tangan yang terampil sehingga gerabah dapat dibentuk sesuai dengan keinginan pengrajin.
Universitas Sumatera Utara
70
3.2.2.4. Mangusuak Mengusuk Foto 20
Mangusuak Gerabah
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016
Penulis melihat proses mangisa ini seperti memainkan musik rabab yang dilihat dari cara ibu Yurnalis menggunakan benda tersebut. Mengusuk proses
selanjutnya, setelah gerabah sudah mulai terbentuk maka gerabah tersebut akan dilicinkan menggunakan bambu kecil pangisa. Setelah gerabah terbentuk maka
gerabah tersebut akan dilicinkan menggunakan bambu kecil pangisa agar licin dan membuang batu-batu yang terdapat di gerabah agar gerabah mempunyai
kualitas yang baik serta tidak mudah pecah.
3.2.2.4. Mambibia Maupam membibir
Proses memberi bibir ini dilakukan setelah semua gerabah dicetak dan dijemur dibawah panas matahari kemudian proses selanjutnya gerabah diberi bibir
agar gerabah kelihatan lebih sempurna. Menurut saya memberi bibir ini merupakan proses yang hebat karena pengrajin bisa mengetahui berapa besar
ukuran serta bentuk gerabah yang akan diberi bibir. Semua ukuran bibir dari gerabah yang dibuatnya sama, sehingga terlihat indah dari semua gerabah yang
ada.
Universitas Sumatera Utara
71
3.2.2.5 Pemberian motif atau ragi Gerabah
Saat informan sedang istirahat untuk sholat dan makan, penulis berfikir sebaiknya setelah beliau selesai maka penulis akan menanyakan tentang
pemberian motif pada gerabah. Tiba-tiba ibu Yurnalis keluar dari rumah, kemudian beliau menjelaskan mengenai motif pada gerabah.
“Ukiran yang ado di pariuk tu ambo karajoaan satelah sholat shubuah biasonyo, kalau malam ambo indak
bakarajo do, pai ka masajid samo istirahat gai. ukiran tu pakai batu senyo juo indak lo karajo yang sulik do.
Baagiah motif du nyak rancak, urang nan mambali tatarik lo jadi nyo”.
“ukiran yang ada pada gerabah dikerjakan setelah sholat shubuh biasanya, jika malam ibu Yurnalis tidak
bekerja, pergi ke Masjid sama istirahat. Ukiran itu menggunakan batu, tidak merupakan pekerjaan yang sulit.
Memberi motif membuat cantik, sehingga orang yang membeli akan tertarik”.
Pemberian motif atau ragi untuk menambahkan nilai seni pada gerabah. Terdapat berbagai macam bentuk dalam pemberian motif pada gerabah, ada yang
berbentuk bunga, garisan-garisan dan lain-lain, kebanyakan dari motif yang dibuat berupa garisan-garisan atau sesuai dengan produk gerabah yang dibuat. Memberi
motif atau ragi biasanya menggunakan batu kecil. Pemberiannya dilakukan setelah semua sudah selesai dijemur dan siap untuk dibakar. Biasanya dilakukan
pada pagi atau malam hari sesuai dengan keinginan pengrajin itu sendiri. Hal tersebut merupakan kreativitas dari pengrajin gerabah.
Sebagaimana diketahui menurut Home Affairs dalam Suryana 2013:46 menjelaskan bahwamodal budaya dimiliki oleh setiap bangsa bahkan perusahaan
secara turun-temurun. Modal itu terdiri dari nilai-nilai, orientasi, kebiasaan, adat- istiadat, dan bentuk lain dari budaya. Modal budaya juga bisa berupa kesenian,
pertunjukkan, film, drama, lukisan, dan bisa dalam bentuk hasil karya atau dalam
Universitas Sumatera Utara
72
bentuk cagar budaya-heritage. Modal budaya adalah modal dasar yang sudah dimiliki oleh industri, terutama industri kecil dan industri lokal yang tersebar di
seluruh pelosok tanah air. Keanekaragaman-kebinekaan, seperti etnis, suku, adat, nilai-nilai, warisan
budaya, dan bahasa yang tersebar diberbagai daerah merupakan dasar ekonomi kreatif. Semua modal budaya dan kebinekaan ini masih perlu dikelola manage
secara kreatif sehingga dapat menciptakan kakayaan batu, seperti kesempatan kerja, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakatnya. Supaya bernilai ekonomi
tinggi, modal dasar budaya dan kebinekaan perlu dikolaborasikan, dikombinasikan, dipelihara, dan dikembangkan. Untuk mengelola dan
mengembangkannya, selain diperlukan pendidikan, kecakapan, dan pengalaman, juga diperlukan pemahaman tentang pentingnya kebinekaan sebagai modal
sebagai modal dasar ekonomi kreatif yang bernilai ekonomi tinggi, bernilai nasionalisme, dan bernilai kesejahteraan.
Modal budaya yang digunakan oleh pengrajin gerabah adalah kretivitas. Menurut salah seorang informan penulis, kreatifitas itu merupakan kemampuan
seseorang dalam membuat suatu karya baru atau dengan kata lain, kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam membuat suatu karya yang berbeda dari yang
pernah ada sebelumnya sehingga menjadi terlihat lebih baru. Dalam hal ini beliau membuat berbagai macam bentuk kerajinan gerabah dari tanah liat dengan ide
yang beliau miliki agar lebih lebih menarik konsumen. Berbagai bentuk kerajinan pariuk balango, tagendang ameh, kuali,
menggu, dulang api, pariuk barasan, gucci, ceret, gelas, tempat serabi, carano, asbak, dan lainnya. Pengrajin juga berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru.
Universitas Sumatera Utara
73
Selain dapat mengasah kreatifitasnya, hal tersebut juga dilakukan agar para pelanggannya tidak jenuh dengan produk-produk yang dihasilkan. Oleh karena
itu, dalam beberapa bulan mereka berusaha untuk memunculkan design-design baru, tampilan baru, bentuk baru, dan lain sebagainya.
3.2.3 Proses Penjemuran Gerabah Foto 21