35
lurus bukan sapi yang tercepat. Informan penulis yang bernama amak Sabai menyebutkan bahwa:
“Pacu Jawi ko lomba yang sero, mancaliak jawi balari dan jokinyo banyak nan tajatuah, nyo jatuah ka sawah
yang banyak aie jo tanah tu lah bakubang sadonyo. Mancaliak muko urang nan mode itu makonyo sero. Nyo
lomba ko karajo samo antaro joki atau urang yang mangandaliannyo samo jawi yang akan bapacu, jawi tu
ado duo, diateh jawi tu beko dilatak an alat bajak pacu yang tabuek dari batuang untuak alat pamijak si joki,
salasai alat dipasang joki tagak dikayu dan jawi ditapuak atau dilacuik, pas nyo lah takajuik jawi balari, si joki
mamacik buntuik jawi, siaptu lari lah jawiko, jawi yang lari nyo kancang dan luruih mako itu bisa jadi
pamanangnyo. Biasonyo jawi yang rancak akan banyak peminat untuak mambali jawi, tu jawi tu baharago maha
bukan gadang ketek jawi yang dicaliak tapi kancang atau indaknyo jawi tu balari”.
“Pacu Jawi merupakan acara yang seru, karena melihat sapi yang berlari dan joki yang terjatuh. Joki tersebut
jatuh ke sawah yang banyak air dan tanah sehingga itu yang membuat tertawa dengan wajah yang terkena
lumpur. Pacu Jawi ini merupakan kerja sama antara joki orang mengendaliakan dengan sapi yang akan berpacu.
Sapi yang akan berpacu ada dua, diatas sapi itu diletakkan alat bajak yang terbuat dari bambu sebagai alat pemijak
joki. Selesai alat itu dipasang joki berdiri diatas alat pemijak tersebut sapi itu dipukul bagian belakangnya
supaya sapi terkejut sehingga berlari dengan kencang. Pada saat itu joki memegang ekornya sapi. Sapi yang
menang yaitu sapi yang memiliki lari kencang serta keadaan lurus dalam berlari. Biasanya sapi yang kencang
berlari tersebut banyak orang yang minat untuk membelinya. Bukan dilihat dari besar atau kecil sapi tetapi
dilihat dari kencang sapi tersebut berlari”.
2.4. Life Story dari Pengrajin Gerabah
Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari III Koto, kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Jorong Galogandang
sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan persawahan, sehingga menuju daerah tersebut melewati daerah lembah dan perbukitan. Daerah tersebut
Universitas Sumatera Utara
36
menjadikan Galogandang mempunyai banyak bahan baku untuk membuat gerabah. Mata pencaharian membuat gerabah dijadikan oleh sebagian masyarakat
sebagai mata pencaharian tetap. Gerabah di Galogandang sudah ada dari zaman nenek moyang dikembangkan secara turun temurun, pengrajin menghasilkan
berbagai macam bentuk gerabah yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar maupun di luar daerah tersebut. Adapun pengrajin gerabah di Galogandang
sebagai berikut:
A. Ibu Rina
Bu Rina seorang pengrajin gerabah yang berusia 38 tahun, pekerjaan membuat gerabah sudah dilakukan ibu Rina sejak lama, yaitu dari sejak dia gadis
dikarenakan ibunya juga seorang pengrajin gerabah. Saudara ibu Rina tidak ada yang membuat gerabah, melainkan saudaranya pergi merantau. Pekerjaan ini
merupakan pekerjaan yang dilakukan ibu Rina sehari-hari, rutinitasnya dimulai dari pagi hari. Selesai sholat shubuh setelah itu ibu Rina memasak untuk keluarga
dan anak-anaknya, selesai itu membereskan anak-anaknya untuk pergi ke sekolah. Pada jam 08.00 dia mulai bekerja sampai jam 17.00 selama waktu tersebut ibu
Rina bisa membuat gerabah sebanyak 20-25 buah, gerabah tersebut siap untuk dijemur.
Alasan ibu Rina bekerja di rumahnya yaitu dibagian samping rumahnya, disana juga sekalian tempat dapur ibu Rina, di depan rumahnya terdapat tempat
gudang balango, menurutnya siapa yang mau membuat gerabah diperbolehkan, tetapi dia tidak memilih untuk bekerja disana, dia lebih memilih mengerjakan di
rumahnya alasannya dia bisa membuat gerabah yang banyak, karena bekerja tidak
Universitas Sumatera Utara
37
ada berhenti-henti kecuali istirahat sholat dan makan, jika disana pekerjaan banyak berhenti-henti karena bekerja bersama-sama itu membuat pekerjaan tidak
konsentrasi. Penghasilan dari gerabah bisa didapat setelah waktu sepuluh hari, baru setelah itu bisa mendapatkan uang yaitu Rp 800.000 bisa juga lebih atau
kurang dari segitu tergantung banyaknya yang dibakar. Jika hari musim hujan maka proses penjemuran akan tertunda kemudian dia tidak bisa menjual sehingga
kebutuan sehari-hari masih tetap berjalan dengan mau tidak mau dia meminjam uang kepada tetangganya. Memang pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang dapat
membantu keuangan keluarganya, tetapi jika mengandalkan itu tidak akan tercukupi. Maka hal itu ibu Rina dan suaminya sama-sama bekerja.
Bu Rina memilki tiga orang anak perempuan, tetapi dari ketiga anaknya tidak dibiarkan oleh bu Rina untuk meneruskan membuat gerabah, dia lebih
mendukung anaknya untuk sekolah, meskipun hal demikian anaknya pun bisa membuat gerabah meskipun hanya bantu-bantu ketika tidak ada kegiatan sekolah.
Anaknya yang masih sekolah sehingga bu Rina untuk menambah penghasilan untuk kebutuhan sekolah dan biaya sehari-hari. Pekerjaan dari suami ibu Rina
adalah seorang petani mereka saling membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sekolah bagi ibu Rina merupakan hal yang penting, karena dia tidak mau kalau anaknya seperti anak-anak gadis lain yang putus sekolah karena hal-hal
yang tidak diinginkan. Karena banyaknya perempuan-perempuan Galogandang yang salah pergaulan, sehingga dia cepat menikah otomatis membuat mereka akan
putus sekolah. Anak pertamanya duduk di bangku SMP Sekolah Menengah pertama, yaitu kelas 3 SMP. Dia sekolah di SMP Rambatan yang berada di luar
Universitas Sumatera Utara
38
daerah Galogandang, anaknya termasuk siswa yang aktif baik dalam kegiatan maupun kegiatan diluar kegiatan belajar.
Anak keduanya duduk di kelas 1 SMP, dia merupakan anak yang sangat gigih untuk sekolah diluar daerahnya, dimana dia ingin memasuki sekolah unggul
yang berada jauh dari Galogandang, dengan semangat yang tinggi serta kemauan yang keras ibu Rina selalu mendukung kemaun dari anak-anaknya. Ternyata apa
yang diinginkan oleh anaknya tidak tercapai yaitu masuk sekolah unggul tetapi masih memasuki SMP yang bagus di Batusangkar. Memang anak ibu Rina yang
kedua lebih pintar dari yang pertama, sehingga dia untuk sekolah selalu hal yang terbaik. Dia menggunakan kacamata sekilas penulis melihatnya yaitu seorang
yang lemah dan tidak memilki semangat yang tinggi untuk sekolah tetapi hal tersebut tidak sebagai hambatan baginya demi mencapai cita-cita. Terkadang dia
juga merasa terganggu dengan penglihatannya yaitu merasakan sakit kepala dan agak susah melihat. Ibu Rina mengatakan kalau anaknya itu terkena oleh batu-
bata, dimana orang yang sedang menurunkan batu-bata kemudian dia berlari-lari menuju tempat tersebut tanpa sengaja batu tersebut terjatuh kemudian mengenai
matanya, semenjak itulah dia menggunakan kaca mata. Sudah kesana-kemari untuk berobat tetapi matanya masih belum bisa sembuh sehingga harus
menggunakan kacamata jika dia melepasnya maka akan sakit kepala. Anak ketiga masih duduk di SD Sekolah Dasar, dia juga anak yang rajin dan suka membantu
ibu Rina untuk membuat gerabah jika tidak sedang sekolah atau dalam waktu libur.
Ibu Rina membiasakan ketiga anaknya untuk disiplin, terlihat dari setiap anak sudah memiliki tugas atau pekerjaan masing-masing khusunya dalam
Universitas Sumatera Utara
39
pekerjaan rumah, sehingga mereka tahu apa yang dilakukan sebagai seorang anak dan kewajibannya masing-masing, maka ketiga anak-anaknya tidak boleh
keluyuran atau bermain-main sampai lupa waktu. Alasan ibu Rina memilih pekerjaan membuat gerabah dari pada pergi ke sawah atau ladang yaitu bisa
menjaga dan memperhatikan anaknya, seperti sekolah, mengaji dan hal-hal yang lainnya. Jika memilih pekerjaan ke sawah atau ke ladang maka dia khawatir jika
anaknya tidak ada yang memperhatikan, alasan yang lain kalau ini pekerjaan yang tidak panas-panasan seperti bertani atau berladang.
B. Ibu Yurnalis
Hari kedua peneliti mencari informan ternyata bertemu dengan ibu Yurnalis yang sedang duduk sambil memukul-mukul gerabah, peneliti mendekatinya
kemudia berkenalan dengan ibu Yurnalis. Wanita ini berusia 60 tahun beliau seorang janda yang ditinggalkan suaminya. Beliau memiliki dua orang suami
yang pertama suaminya meninggal dunia, dan yang kedua mereka cerai hidup. Ibu Yurnalis memiliki 5 orang anak. Anak dari ibu Yurnalis yaitu laki-laki semua
tidak ada yang perempuan. Anak yang hidup hanya 4 empat orang, dan yang satunya lagi meninggal, ibu Yurnalis sangat sedih dengan kematian anaknya,
karena anaknya meninggal waktu masih kecil dikarenakan sakit. Anaknya ada yang merantau di pulau Jawa dan ada pula yang tinggal dirumah. Ibu Yurnalis
memiliki 4 empat Orang cucu, 2 dua orang laki-laki dan 2 dua orang perempuan.
Pekerjaan ini dilakukan setiap hari, sudah menjadi pekerjaan yang tetap. Melakukan ini sudah sejak lama, semenjak beliau putus sekolah maka beliau
Universitas Sumatera Utara
40
disuruh oleh ibunya untuk membuat gerabah, maka beliau sudah tidak asing lagi dengan tanah liat. Pekerjaan lain selain membuat gerabah sudah pernah dia
lakukan yaitu membuat batu-bata. Menurutnya lebih enak bekerja membuat gerabah dari pada batu-bata. Makanya sampai sekarang beliau membuat gerabah
dan meninggalkan pekerjaan membuat batu-bata. Dahulu beliau pernah juga menjual gerabah. Menurut ibu Yurnalis bahwa:
“manjua pariuk ko alah amak lakuan ka berbagai daerah di lua Galogandang, amak manjua pariuk ko lah lamo
bana, waktu anak amak masih sakolah. Amak mambuek sambia manjua, pai manjua ka lintau, manjua pariuk ka
lintau salamo duo hari, manjua pakai rotan yang dijujuang dan diatehnyo disusun pariuk-pariuk yang akan
dijua. Amak pai hari sabtu tu pulangnyo hari senin, zaman dahulu urang alun banyak yang manjajoan pariuk ko, tu
amak pai manjuanyo lai agak lamak, pitihnyo lai banyak, karano saingan dan umua lah tuo pulo tu ndak pai lah
manggaleh lai. “ menjual gerabah Amak melakukan keluar daerah
Galogandang, Amak menjual gerabah sudah sejak lama. Waktu Anaknya masih sekolah, Amak membuat dan juga
menjual gerabah. Pergi menjual ke daerah Lintau, menjual gerabah yaitu selama dua hari. Menjual menggunkan rotan
yang dijujung diatas kepala yang diatas rotan tersebut disusun gerabah yang akan dijual. Amak pergi hari sabtu
terus pulangnya senin. Zaman dahulu orang belum banyak yang menjual gerabah sehingga Amak lebih banyak
mendapatkan uang, tetapi seiring berjalannya waktu adanya saingan yang semakin banyak dan umur yang
semakin tua menjadikan Amak tidak berjualan lagi”.
Pekerjaan membuat gerabah merupakan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan ibu Yurnalis, karena beliau hanya bisa melakukan pekerjaan tersebut,
ibu Yurnalis dengan umur yang tidak muda lagi bisa membuat gerabah sebanyak 20 buah dalam satu hari. Beliau membuat gerabah dimulai dari pagi hari sampai
sore hari, ibu Yurnalis mendapatkan penghasilan kira-kira Rp 1.000.000 setiap
Universitas Sumatera Utara
41
bulannya atau sesuai dengan banyaknya pesanan. Memang ibu Yurnalis selalu banyak pesanan hanya saja tenaga dan waktunya yang tidak banyak. Diwaktu
peneliti, pergi ke tempat ibu Yurnalis yang sedang mengerjakan pesanan dari pelanggannya yaitu sebanyak 1000 gerabah. Menurut penjelasan informan sebagai
berikut: “ Amak sadang mambuek pasanan dari urang Pariaman,
urang tu mamasan sabanyak 1000, tapi alah siap 600 buah, yang 150 ko lah siap untuak dibaka, Amak samo
urang ko lah lamo jadi langganan. Urang ko nyo maisi untuak kadai-kadai yang ado di daerah Pariaman,
makonyo pasanannyo salalu banyak. Nyo mambiak ka Amak saharago Rp 7.500 yang ketek dan 10.000 yang
gadang nyo”. “ Amak sedang membuat pesanan dari orang Pariaman,
orang itu memesan sebanyak 1000, tapi yang sudah siap 600 buah, yang 150 buah ini siap untuk dibakar, Amak
dengan orang itu sudah lama menjadi langganan. Orang ini mengisi untuk toko-toko yang ada di Pariaman,
makanya pesanannya selalu banyak. Dia mengambil dengan seharga Rp 7.500 yang kecil dan yang besarnya
seharga Rp 10.000”.
Membuat gerabah dilakukan oleh ibu Yurnalis sendiri saja, karena beliau tidak memiliki anak perempuan, beliau memilih pekerjaan tersebut dari pada pergi
merantau dengan anaknya. Beliau beralasan kalau pergi sama anaknya maka suatu beban juga oleh anaknya, karena anaknya masih belum memiliki banyak uang,
makanya beliau lebih baik di kampung membuat gerabah dan dapat penghasilan sendiri. Pekerjaan ini memang dilakukan sendiri oleh ibu Yurnalis mulai dari
mengambil tanah sampai membakarnya menjadi sebuah gerabah yang siap untuk dijual. Anak dari ibu Yurnalis berada dirumah dia membantu ibu Yurnalis hanya
untuk membawa tanah dengan motor dari tempat pengambilan tanah sampai di rumah.
Universitas Sumatera Utara
42
C. Ibu Sabai
Hari selanjutnya peneliti melakukan perjalanan menuju kedalam kampung, ternyata melihat ibu yang sedang membakar gerabah. Peneliti mendekati ibu
tersebut dan mulai bertanya-tanya tentang gerabah. Ibu Sabai adalah seorang janda yang ditinggalkan meninggal oleh suaminya. Beliau berumur 60 tahun tetapi
masih kuat untuk bekerja. Pekerjaan ini dilakukan sudah sejak lama, pada saat ini bekerja tidak terlalu dipaksa. Ibu Sabai tinggal dengan seorang cucunya, yang
bernama Adi, ibu Sabai tinggal bersama cucunya dikarenakan cucunya tidak memilki ibu lagi, kemudian Adi tinggal dengan ibu tirinya. Karena hal tersebut
ibu Sabai merasa kasian jika Adi hidup dengan ibu tiri kemudian ibu Sabai membawa Adi untuk tinggal di kampung bersama dengannya.
Pekerjaan membuat gerabah ini dilakukan dengan temannya, hasilnya bagi dua, dia tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan yang berat seperti mahinja
tanah. Adanya kerjasama dengan temannya tersebut maka dia masih bisa membuat gerabah. Membuat gerabah dilakukan sebagai pekerjaan untuk mengisi
waktunya, dari pada duduk-duduk lebih bagus bekerja. Pekerjaan ini sudah ditekuni sejak lama, tetapi karena beliau sudah mulai tua dan anak-anaknya sudah
ada yang merantau maka kadang-kadang beliua ikut bersama anaknya. Mulai bekerja dari pagi hari dan selesai sampai sore hari. Gerabah yang dapat beliau
hasilkan yaitu sebanyak 15 buah. Tergantung macam atau bentuk yang dibuat. Ibu Sabai mengatakan jika membuat gerabah merupakan pekerjaan yang tidak susah,
karena kebiasaan serta kemahiran seseorang, maka dapat menghasilkan gerabah. Kemuadian tradisi ini yang selalu dikembangkan oleh masyarakat Galogandang
Universitas Sumatera Utara
43
sampai saat sekarang ini.Begitulah waktu yang dihabiskan sehari-hari oleh ibu Sabai memnuat gerabah dan merawat cucunya.
Menurut Home Affairs dalam Suryana 2013:46 menjelaskan bahwa, Modal Insani Human Capital Salah satu modal insani dalam ekonomi kreatif
yang terpenting adalah modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti
paten, merek barang, royalti, dan desain. Menurut David Parrish dalam Suryana 2013:47, “Kekayaan intelektual merupakan modal pokok industri kreatif yang
menciptakan aktivitas-aktivitas, keterampilan, bakat individual, yang berpotensi untuk menciptakan lapangan kerja dan kekayaan secara turun temurun melalui
kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual merupakan aset yang tak terlihat dan merupakan tiang penyangga perusahaan”. Modal intelektual merupakan perkalian
antara kompetensi dengan komitmen. Artinya, seseorang yang memiliki kompetensi saja tidak cukup, bila tidak dibarengi dengan komitmennya.
Seseorang yang memiliki kompetensi, tetapi kurang komitmen maka ia memiliki modal intelektual yang rendah. Sementara itu, kompetensi itu sendiri merupakan
perkalian antara kapabilitas kemampuan dengan tanggung jawab dan kewenangan autority. Memiliki kemampuan saja tidak cukup apabila tidak
didukung oleh tanggung jawab dalam menggunakan kemampuannya. Selanjutnya, kapabilitas merupakan perkalian antara keterampilan dan
pengetahuan. Seseorang yang cakap saja tidak cukup, tetapi harus cakap dan cukup ilmu pengetahuan.
Sebagaimana diketahui bahwa para pengrajin gerabah merupakan orang- orang yang memiliki modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan,
Universitas Sumatera Utara
44
keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti paten, merek barang, royalti, dan desain. Dengan demikian, Pengrajin gerabah
memiliki intelektual, komitmen, kompetensi, dan kapabilitas yang baik dalam menjalankan usaha mereka sehingga bisa maju dan berkembang dalam Suryana
2013:46-49.
2.5. Usaha Gerabah bagi Generasi Muda