Perkembangan Perkebunan Masa Kolonial

14 komoditi tembakau, dibandingkan dari kondisi iklim, cuaca dan pengairan di perkebunan. Hal ini dikarenakan kualitas dan harga tembakau sangat bergantung pada jenis tanah. Hal tersebut yang membuat harga dan produksi tembakau dari suatu tanah dapat berbeda dengan tanah lainnya.

2.2 Perkembangan Perkebunan Masa Kolonial

Pembukaan perkebunan secara besar-besaran di Pantai Timur Sumatera berawal dari Undang-Undang Agraria atau Agrarische Wet 1870 yang mengatur tentang hak guna suatu tanah untuk dikomersialisasikan oleh modal swasta. Semenjak bergulirnya undang-undang tersebut berbagai modal asing mulai berlomba-lomba menanamkan modalnya di wilayah Pantai Timur Sumatera. Hutan belantara yang menjadi lahan dibuka dan ditanami berbagai tanaman komoditas ekspor di pasaran dunia seperti tembakau, karet, teh, kelapa sawit dan rami. 19 Perkembangan perkebunan meningkat pesat setelah masa perintisan pada tahun 1870. Jumlah perkebunan bertambah dari 13 pada 1873 menjadi 23 pada 1874. Pada 1876 sudah 40 perkebunan yang beroperasi, sementara 15 permohonan konsesi sedang dipertimbangkan untuk diusahakan. Para pengusaha perkebunan umumnya terdiri dari orang Eropa. Pada 1872 di Deli ada sekitar 75 orang Eropa dengan beraneka ragam bangsa. Kebangsaan mereka dapat dilihat dari nama yang diberikan 19 T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi Tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur 1870-1950, Medan: Program Pasca Sarjana USU, 2004, hal. 9. Universitas Sumatera Utara 15 kepada perkebunan yang mereka miliki seperti Riverside, Karlsruhe, Helvetia, Perseverance, Polonia dan Arnhemnia. 20 Pengusaha asing pertama yang datang ke Pantai Timur Sumatera berawal dari seorang J. Nienhuys yang datang ke Deli pada 1863. J. Nienhuys merupakan pionir pertama bagi pengusaha-pengusaha asing yang kemudian datang ke Pantai Timur Sumatera. Nienhuys berhasil memperoleh tanah konsesi dari Sultan Deli selama 99 tahun. Pada 1865 perkebunan yang dibuka oleh Nienhuys telah menghasilkan panen sebanyak 189 bal 21 tembakau dengan mutu terbaik. Hal tersebut telah membuat nama Deli semakin dikenal secara luas. Panen tersebut laku pada pelelangan di Rotterdam dengan harga 149 sen per ½ kilogram. 22 Pada 1867 J. Nienhuys kembali ke Negeri Belanda untuk mencari tambahan modal bagi usahanya di Deli. Kemudian dia berhasil mengajak koleganya G. C. Clemen dan P. W. Janssen seorang direksi Nederland Handel Maatschappij NHM untuk mengembangkan usaha bersama dengan modal awal f 10.000. Dalam tahun 1868, keuntungan usaha bersama tersebut mencapai 100 dan pada tahun berikutnya mencapai 200 . Pada 1869, NHM bersedia memberikan kredit dan bersama dengan 20 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 26 21 1 bal sama dengan 1 gulung40 lembar. 22 Muhammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya, Cetakan ke II, Medan: PT. Harian Waspada, 1990, hal. 30. Universitas Sumatera Utara 16 ketiga pengusaha tersebut mendirikan sebuah perseroan terbatas yang dikenal sebagai N.V. Deli Maatschappij 23 dan memegang 50 dari seluruh saham. 24 Perusahaan Deli Maatschappij memiliki modal awal sebesar f 300.000 dan pada tahun 1875 ditingkatkan menjadi f 500.000. pada tahun 1876 menjadi f 800.000 dan pada 1889 kembali menjadi f 500.000. Pada akhir abad ke XIX, perusahaan Deli Maatschappij menjadikan komoditas tembakau sebagai produksi utama, tetapi juga mengusahakan berbagai komoditas tropis lainnya seperti, kelapa, pala, kopi, coklat, rami dan terakhir karet. Dalam perkembangannya selanjutnya, perusahaan Deli Maatschappij hanya berkonsentrasi pada dua komoditas utama yakni tembakau dan karet. Lahan konsesi perkebunan sebelum perang kemerdekaan seluruhnya tidak kurang dari 180.000 hektar yang tersebar di Langkat, Deli, dan Serdang. 25 Perusahaan ini memperoleh nama yang baik dan selamanya menduduki tempat terpenting dalam perkembangan perkebunan di seluruh Pantai Timur Sumatera. Perusahaan ini banyak mengambilalih dan mengakuisi beberapa perkebunan yang mengalami kesulitan keuangan terutama pada masa depresi ekonomi 1891. Dalam banyak kejadian selama depresi, banyak pengusaha perkebunan perorangan menjual tanah konsesi mereka kepada perusahaan Deli Maatschappij , hal tersebut semakin mengukuhkan kedudukannya sebagai perusahaan yang memiliki organisasi dan finansial yang kuat di Hindia Belanda. 23 N.V. Deli Maatschappij merupakan perusahaan pertama yang didirikan di Hindia Belanda. Perusahaan ini memperoleh akta notaris pada tanggal 28 Oktober 1869 dan memperoleh persetujuan Kerajaan Belanda pada tanggal 16 Desember 1869. Lihat Karl J. Pelzer, op.cit. hal. 58. 24 H. Cremer, Deli Maatschappij 1869-1919, Amsterdam: Vereenigde Drukkerijen Roeloffzen-Hubner Van Santen En Gebroeders Binger, 1919, hal. 6-7. 25 Ibid. hal. 7. Lihat juga Karl J. Pelzer, op.cit. hal. 58-59. Universitas Sumatera Utara 17 Selain J. Nienhuys, tokoh penting lainnya yang mempunyai peranan besar dalam perkembangan perkebunan adalah J. T. Cremer. Sebelumnya dia adalah pegawai Nederland Handel Maatschappij di Amsterdam dan pada 1868 pindah ke cabang Batavia. Dia diangkat sebagai Administrateur Deli Maatschappij pada 1871 setelah pertemuannya dengan J. Nienhuys di Singapura. J. Nienhuys mendapat kesan yang hebat pada pemuda berusia 24 tahun tersebut yang menampilkan diri sebagai industriawan tulen yang mempunyai pandangan luas terhadap pengorganisasian dan manajemen perusahaan. 26 J. T. Cremer adalah orang yang meletakkan dasar-dasar dalam pengelolaan perusahaan perkebunan. Di bawah kepemimpinannya Deli Maatschappij berkembang menjadi perusahaan besar yang pada akhir abad XIX sangat menentukan sistem perkebunan di Pantai Timur Sumatera. Dalam kebijakannya, Deli Maatschappij menawarkan biaya operasi kepada pengusaha perkebunan tembakau swasta dan sebagai imbalannya mereka wajib memasarkan produksinya dengan perantaraan Deli Maatschappij . Di bawah pimpinannya pada 1871 hingga 1883, produksi tembakau meningkat dari 1.315 pak menjadi 22.000 pak. Modal meningkat dari f 300.000 menjadi f 2.000.000, dan laba tahunan berjumlah rata-rata 73 . 27 Selain mengembangkan perusahaan Deli Maatschappij J. T. Cremer juga berkontribusi pada masalah perkembangan perkebunan di Pantai Timur Sumatera. Dia adalah tokoh terkemuka di kalangan pengusaha perkebunan. Dia memprakarsai 26 Jan Bremen, op.cit., hal. 27. 27 Ibid. Universitas Sumatera Utara 18 terbentuknya Deli Planters Vereeniging DPV atau Persatuan Pengusaha Deli yang didirikan pada 23 April 1879. Organisasi ini memiliki tujuan mewakili pengusaha perkebunan tembakau Sumatera Timur dalam hubungan kerja dengan penguasa lokal maupun dengan pemerintah Hindia Belanda. Urusan utama persatuan ini adalah masalah agraria, peraturan-peraturan perburuhan, serta pengimporan buruh dari Malaya, Cina, dan kemudian dari Jawa. 28 Memasuki awal abad XX perkembangan perkebunan di Sumatera Timur mengalami pasang surut. Sejak mengalami krisis seluruh konsesi tembakau dikonsolidasikan dan dilebur menjadi empat perusahaan besar yakni Deli Maatschappij , Senembah Maatschappij, Deli Batavia Maatschappij serta Tabak “Arendsburg” Maatschappij dan sisanya tinggal 15 buah perusahaan kecil. Jumlah seluruh perkebunan pada tahun 1889 adalah 153 perkebunan, pada 1891 berjumlah 169 perkebunan, pada 1904 menurun menjadi 114 perkebunan dan memasuki tahun 1914 hanya tinggal 101 perkebunan dan akhirnya hanya tinggal 72 perkebunan pada tahun 1930. Setelah sukses menjadi tokoh perkebunan dari 1871 sampai 1883 kemudian J. T. Cremer menjadi Menteri Urusan Daerah Jajahan dan memegang kunci dalam mempertahankan Poenale Sanctie. 29 Untuk lebih lengkapnya perhatikan tabel berikut ini. 28 Karl. J. Pelzer, op.cit., hal. 59. 29 Jaarverslag Deli Planters Vereeniging 1914 , Medan: TYP J. Hallermann, hal. 56-71. Lihat juga Jan Bremen, op.cit., hal. 71. Universitas Sumatera Utara 19 Tabel 2. Jumlah Perkebunan di Sumatera Timur 1864-1904 Tahun Jumlah Perkebunan Tahun Jumlah Perkebunan 1864 1 1887 114 1873 13 1888 141 1874 23 1889 153 1876 40 1891 169 1881 67 1892 135 1883 74 1893 124 1884 76 1894 111 1885 88 1900 139 1886 104 1904 114 Sumber: Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 71. Secara garis besar investasi dan modal asing perkebunan Sumatera Timur dikuasai oleh modal Belanda. Hampir seluruh modal tersebut digerakkan pada produksi komoditi tembakau. Modal asing dari negara lainnya yakni Inggris dengan perusahaan Harrison and Crosfield yang didirikan pada tahun 1884. Pada mulanya perusahaan ini berkonsentrasi pada komoditas kopi dan teh. Namun pada tahun 1907 prospek perkebunan karet sangat menguntungkan, sehingga mendorong ekspansinya Universitas Sumatera Utara 20 ke Pantai Timur Sumatera. Harrisons and Crosfield menjadi perusahaan untuk lebih dari 225.000 acres 30 Selain Inggris, modal asing lainnya dalam industri karet di Sumatera Timur adalah Amerika Serikat dengan perusahaan Uniroyal. Sekitar tahun 1910 perusahaan ini telah memiliki 37.000 acres dan bertambah menjadi 76.000 acres pada tahun 1913. Permintaan Amerika akan karet semakin meningkat karena industri mobil yang sedang berkembang memungkinkan usaha pencarian karet ke wilayah-wilayah Sumatera Timur. lahan karet di Malaya, dan 135.000 acresdi Indonesia. 31

2.3 Masa Nasionalisasi dan Pendirian PT. Perkebunan IX Persero