7
tersebut sebagai daerah yang selalu menjadi ukuran representasi Sumatera Utara.
13
Selain itu, alasan pilihan untuk calon anggota legislatif DPR-RI karena besarnya jumlah pemilih yang mereka temui.
14
Untuk menguji asumsi tentang adanya pola relasi yang saling menguntungkan tersebut, maka penelitian ini akan menjawab sejumlah
pertanyaan berikut: 1. Siapa saja tokoh organisasi pemuda dan calon anggota DPR-RI dari
Dapil Sumut 1 yang menjalin relasi untuk pemenangan Pemilu 2014? 2. Seperti apakah bentuk transaksi yang terjalin antara tokoh organisasi
pemuda dan calon anggota DPR-RI Dapil Sumut 1 tersebut dalam Pemilu 2014?
3. Bagaimana pola relasi yang terjalin di antara pimpinan organisasi pemuda dengan para calon anggota DPR-RI Dapil Sumut 1 tersebut?
1.3. Perspektif Teoritis
Patrimonialisme merujuk pada paham mengenai bentuk-bentuk hubungan yang menganggap seseorang patron menjadi pemimpin
kelompok yang didasarkan atas kaitan personal. Nathan Quimpo memperjelas istilah patrimonialisme “as a type rule in which the ruler
does not distinguish between personal and public patrimony and treats matter and resources of state as his personal affair”
15
sebagai jenis aturan di mana penguasa tidak membedakan antara warisan pribadi dan
publik dan memperlakukan masalah dan sumber daya negara sebagai
13
Hasil diskusi informal dari pimpinan partai politik di Sumatera Utara yang menegaskan bahwa Sumut 1 dapat merepresentasikan keinginan masyarakat Sumut pedesaan maupun perkotaan. Sumut 1
sering disebut “Dapil Neraka” karena para calon legislatifnya saat ini sebagian besar masih tercatat sebagai anggota DPR-RI calon petahana.
14
Daerah Pemilihan Sumatera Utara 1 meliputi Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Tebing Tinggi besaran luasnya mencapai 4.703,01 KM persegi dan jumlah pemilihnya 3.626.000 jiwa dari
total pemilih sebanyak 9.736.732 jiwa.
15
Nathan G. Quimpo. 2007. “Trapo Parties and Corruption”. dalam KASAMA. Vol. 21 No. 1. Januari- March.
8
urusan pribadi. Dalam hubungan kekuasaan, patrimonialisme menjadi bentuk hubungan timbal balik antara pemimpin patron dan bawahan
klien yang loyal kepadanya. Bentuk-bentuk hubungan patron klien dijelaskan oleh James C.
Scott sebagai berikut, “The patron-client relationship–an exchange relationship between
roles–may be defined as a special case of dyadic two person ties involving a largely instrumental friendship in which an individual
of higher socioeconomic status patron uses his own influence and resources to provide protection or benefit, or both, for a person of
lower status client who, for his part, reciprocates by offering general support and assistance, including personal, to the
patron”.
16
Dalam konteks hubungan patron-klien, posisi seorang patron memiliki sumber yang melebihi baik secara langsung maupun tidak
langsung dari seorang klien. Posisi itu menyebabkan seorang patron mampu mempengaruhi sikap dan prilaku klien. Sebaliknya, klien
mengakui dan menerima sumber yang dimiliki patron sehingga bila mempengaruhi klien, maka klien akan menerima dan mengakui pengaruh
tersebut secara sadar atau sukarela. Sifat hubungan patron-klien didasarkan atas pertukaran yang tidak seimbang karena adanya perbedaan
status di antara keduanya. Hubungan yang tidak seimbang tersebut membuat klien merasa berhutang budi dan membalas jasa baik kepada
patron. Hubungan yang bersifat personal itu kemudian akan menciptakan loyalitas, kepercayaan dan kasih sayang yang diberikan di antara mereka
serta bersifat fleksibel dan tanpa batas waktu. Scott kemudian menjelaskan bahwa kelompok patron-klien bisa
berbentuk gugus patron-client cluster yaitu seorang patron dengan beberapa orang klien. Kelompok patron-klien bisa juga berbentuk
16
James C. Scott. 1972. “Patron-Client Politics and Political Change in Southeast Asia”. dalam The American Political Science Review. Vo. 6. No. 1 Mar. 1972. hal. 92.