Analisis Pengaruh Sosialisasi, Pemeriksaan, Dan Penagihan Aktif Terhadap Kesadaran Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

(1)

S E K

O L

A H P

A S

C

A S A R JA

N

A

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN

PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK

DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN TIMUR

T E S I S

O l e h

MUHAMMAD ARSYAD

117018005/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN

PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK

DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN TIMUR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

O l e h

MUHAMMAD ARSYAD

117018005/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR

Nama Mahasiswa : Muhammad Arsyad

Nomor Pokok : 117018005

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Dr. Bastari, SE, MM Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

Anggota : 1. Dr. Bastari, S.E., MM

2. Dr. Rujiman, M.A 3. Dr. HB. Tarmizi, SU 4. Dr. Rahmanta, M.Si


(5)

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK

DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN TIMUR

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS

PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN

TIMUR” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2013

Muhammad Arsyad NIM. 117018005


(6)

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel sosialisasi, Pemeriksaan, dan Penagihan Aktif terhadap kesadaran pajak dan kepatuhan wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan data primer dimana data dikumpulkan dengan menggunakan survei angket terhadap Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT tahun pajak 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan yang menyampaikan SPT tahun 2011 sebanyak 344 responden. Model analisis data dalam penelitian ini adalah model Structural Equation Modeling (SEM) dengan software AMOS 20. SEM adalah suatu teknik modeling statistik yang bersifat sangat cross-sectional, linear dan umum. Termasuk dalam SEM ini ialah analisis factor (factor analysis), analisis jalur (path analysis) dan regresi (regression). Hasil analisis menggunakan structural equation modeling

(SEM) dengan software AMOS 20 membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penagihan aktif terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemeriksaan pajak terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh tidak signifikan sosialisasi pajak terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan penagihan aktif terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh tidak signifikan sosialisasi pajak terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan kesadaran pajak wajib pajak terhadap kepatuhan pajak wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

Kata Kunci : Sosialisasi, pemeriksaan, penagihan aktif, kesadaran pajak, kepatuhan wajib pajak.


(7)

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SOCIALIZATION, EXAMINATION, AND ACTIVE DUNNING ON TAX AW ARENESS AND COMPLIANCE OF CORPORATE TAXPAYERS IN THE PRATAMA TAX

SERVICE OFFICE, MEDAN TIMUR

ABSTRACT

The objective of the research was to know and to analyze the influence the variables of socialization, examination, and active dunning on tax awareness and compliance of taxpayers. The research used primary data in whice the data were gathered by using survey questionnaires on Corporate Taxpayers who presented SPT in 2011. The samples were 344 corporete taxpayers who presented SPT in 2011. The data analysis model was structural Eqution Modeling (SEM) with in AMOS 20 software program. Structural equation model is a statistic modeling technique which is crooss sectional, linear, and general. Structural equation model included factors analysis, path analysis, and regression analysis. The result of the analysis, using structural equation modeling (SEM) with an AMOS 20 Sofware program showed that there was significant influence of active dunning on tax awareness in the pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was significant influence of tax examination on tax awareness in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was insignificant influence of tax socialization on tax awareness in the Pratama Tax service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was significant influence of tax socialization on tax compliance in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was dignificant influence of Tax awareness of taxpayers on tax compliance of corporate taxpayers in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur.

Keywords: Socialization, examination, active Dunning, tax awareness, Compliance of Taxpayers


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas nikmat kesehatan dan keimanan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, mengenai isi maupun dalam pemakaian bahasa, sehingga penulis memohon kritikan yang membangun untuk penulisan lebih lanjut.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak baik yang langsung atau tidak langsung terkait dalam penyelesaian tesis ini, berkat semua pihak yang telah memberi dorongan terhadap penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. dan Bapak Dr. Bastari, S.E., M.M., selaku Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini hingga selesainya tesis ini.

6. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Dr. Rujiman, MA, dan Bapak Dr. HB Tarmizi, SU, selaku Komisi Pembanding, yang telah banyak memberikan saran-saran dan kritik membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini.


(9)

7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf Administrasi di Program Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa terimakasih kepada istri dan anak-anak tercinta, orang tua serta kakak tersayang, yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Seluruh teman-teman seperkuliahan di Program Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Angkatan 21, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, terimakasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin dengan baik. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca serta menambah pengetahuan bagi penulis sendiri. Semoga kiranya Allah SWT memberikan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Agustus 2013 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

N a m a Lengkap : Muhammad Arsyad Tempat / Tgl lahir : Perbaungan, 20 Mei 1976

Alamat Rumah : Perumahan Puri Tanjung Sari III Blok B-23, Jl. Setia Budi Pasar 1, Tanjung Sari, Medan 20132

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : H. Muhammad Said (almarhum)

Nama Ibu : Nurmina (almarhumah)

Pendidikan :

1. SD Swasta Al Washliyah Perbaungan Tahun 1988

2. SMP Negeri 1 Perbaungan Tahun 1991

3. SMA Negeri 4 Medan Tahun 1994

4. Diploma III Pajak – STAN Jakarta Tahun 1997

5. Strata1 (S-1) Akuntansi - USU Tahun 2005


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kepatuhan Pajak ... 11

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak ... 15

2.3. Penagihan Aktif ... 16

2.3.1. Pengertian Penagihan Pajak ... 16

2.3.2. Dasar Penagihan Pajak ... 17

2.3.3. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran ... 19

2.3.3.1. Pelaksanaan Surat Teguran ... 19

2.3.3.2. Penentuan Tanggal Jatuh Tempo ... 19

2.3.3.3. Penerbitan Surat Teguran ... 20

2.3.4. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 23

2.3.4.1. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) ... 23

2.3.4.2. Pelaksanaan Surat Paksa ... 25

2.3.5. Penerbitan Surat Paksa ... 25

2.3.5.1. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi ... 25

2.3.5.2. Jangka Waktu Hak Penagihan ... 26

2.3.5.3. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak ... 27

2.4. Pemeriksaan Pajak ... 27

2.4.1. Tujuan Pemeriksaan Pajak ... 28

2.4.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan ... 28

2.4.3. Jenis Pemeriksaan Pajak ... 33

2.4.4. Objek dan Pedoman Pemeriksaan Pajak ... 35

2.4.5. Tata Cara Pemeriksaan Pajak ... 37

2.5. Kesadaran Wajib Pajak ... 41

2.6. Sosialisasi Pajak ... 42

2.7. Penelitian Terdahulu (Mapping) ... 48

2.8. Kerangka Konseptual ... 50


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1. Jenis Penelitian ... 53

3.2. Definisi Operasional Variabel ... 53

3.2.1. Sosialisasi Pajak ... 53

3.2.2. Pemeriksaan Pajak ... 54

3.2.3. Penagihan Aktif ... 54

3.2.4. Kesadaran Wajib Pajak ... 55

3.2.5. Kepatuhan Pajak... 55

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

3.4. Populasi dan Sampel ... 56

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.6. Model Analisis Data ... 59

3.6.1. Asumsi dan Persyaratan Menggunakan SEM ... 63

3.6.2. Estimasi Model... 68

3.6.3. Uji Kecocokan Model ... 68

3.6.3.1. Ukuran Kecocokan Mutlak (Absolute Fit Measure) ... 69

3.6.3.2. Ukuran Kecocokan Incremental (Incremental/Relative Fit Measure) ... 70

3.6.3.3. Ukuran Kecocokan Parsimoni (Parsimonius /Adjusted Fit Measure) ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1. Karakteristik Responden ... 74

4.1.1. Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74

4.1.2. Berdasarkan Usia/Umur ... 74

4.1.3. Berdasarkan Pendidikan ... 75

4.2. Tabulasi Jawaban Responden ... 76

4.2.1. Deskripsi Variabel Penagihan Aktif... 76

4.2.2. Deskripsi Variabel Pemeriksaan Pajak ... 77

4.2.3. Deskripsi Variabel Sosialisasi Pajak ... 79

4.2.4. Deskripsi Variabel Kesadaran Wajib Pajak ... 81

4.2.5. Deskripsi Variabel Kepatuhan Pajak ... 83

4.3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 84

4.3.1. Hasil Uji Validitas ... 84

4.3.1.1. Penagihan Aktif ... 85

4.3.1.2. Pemeriksaan Pajak ... 86

4.3.1.3. Sosialisasi ... 86

4.3.1.4. Kesadaran Pajak ... 87

4.3.1.5. Kepatuhan Pajak ... 88

4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas ... 88

4.3.2.1. Penagihan Aktif ... 89

4.3.2.2. Pemeriksaan Pajak ... 89

4.3.2.3. Sosialisasi ... 90

4.3.2.4. Kesadaran Pajak ... 90

4.3.2.5. Kepatuhan Pajak ... 91

4.4. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) ... 91


(13)

4.4.2. Evaluasi Pemenuhan Asumsi Normalitas Data Evaluasi

atas Outliers ... 92

4.4.3. Confirmatory Factor Analysis (CFA) ... 95

4.4.3.1. CFA Variabel Penagihan Aktif ... 96

4.4.3.2. CFA Variabel Pemeriksaan Pajak ... 97

4.4.3.3. CFA Variabel Sosialisasi ... 98

4.4.3.4. CFA Variabel Kesadaran Pajak ... 99

4.4.3.5. CFA Variabel Kepatuhan Pajak ... 100

4.4.4. Pengujian Kesesuaian Model (Goodness of Fit Model) . 101 4.4.5. Interpretasi dan Modifikasi Model ... 107

4.4.6. Uji Kesahian Konvergen dan Uji Kausalitas ... 110

4.4.7. Efek Langsung , Efek Tidak Langsung dan Efek Total . 112 4.4.8. Pengujian Hipotesis ... 117

4.5. Pembahasan ... 120

4.5.1. Pengaruh Penagihan Aktif Terhadap Kesadaran Pajak .. 120

4.5.2. Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kesadaran Pajak ... 122

4.5.3. Pengaruh Sosialiasi Pajak Terhadap Kesadaran Pajak ... 124

4.5.4. Pengaruh Penagihan Aktif Terhadap Kepatuhan Pajak . 126 4.5.5. Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak ... 127

4.5.6. Pengaruh Sosialisai Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak .. 128

4.5.7. Pengaruh Kesadaran Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak . 130 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 133

5.1. Simpulan ... 133

5.2. Saran ... 133


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Persentase Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP

Pratama Medan Timur Tahun 2008 s/d 2011 ... 6

2.1. Proses Penagihan Pajak ... 18

3.1. Persamaan Dalam Penelitian ... 62

4.1. Tabulasi Jawaban Responden Penagihan Aktif ... 76

4.2. Tabulasi Jawaban Responden Pemeriksaan Pajak ... 78

4.3. Tabulasi Jawaban Responden Sosialisasi Pajak ... 80

4.4. Tabulasi Jawaban Responden Kesadaran Pajak ... 82

4.5. Tabulasi Jawaban Responden Kepatuhan Pajak ... 83

4.6. Hasil Analisis Item Pertanyaan Penagihan Aktif ... 85

4.7. Hasil Analisis Item Pertanyaan Pemeriksaan Pajak ... 86

4.8. Hasil Analisis Item Pertanyaan Sosialisasi ... 86

4.9. Hasil Analisis Item Pertanyaan Kesadaran Pajak ... 87

4.10. Hasil Analisis Item Pertanyaan Kepatuhan Pajak ... 88

4.11. Statistik Uji Cronbach Alpha untuk Penagihan Aktif ... 89

4.12. Statistik Uji Cronbach Alpha untuk Pemeriksaan Pajak ... 89

4.13. Statistik Uji Cronbach Alpha untuk Sosialisasi ... 90

4.14. Statistik Uji Cronbach Alpha untuk Kesadaran Pajak ... 90

4.15. Statistik Uji Cronbach Alpha untuk Kepatuhan Pajak ... 91

4.16. Normalitas Data Nilai Critical Ratio ... 92

4.17. Normalitas Data Nilai Outliers... 93

4.18. Hasil Pengujian Kelayakan Model Penelitian untuk Analisis SEM ... 103

4.19. Standardized Residual Covariances(Group number 1-Default Model) ... 109

4.20. Bobot Critical Ratio ... 111

4.21. Standardized Direct Effects ... 113

4.22. Standardized Indirect Effects ... 115

4.23. Standardized Total Effects ... 116


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Analisis Pengaruh Sosialisasi, Pemeriksaan, dan Penagihan Aktif terhadap kesadaran pajak dan Kepatuhan

Wajib Pajak ... 51

3.1. Model SEM Sosialisasi, Pemeriksaan, Penagihan Aktif Kesadaran Pajak, dan Kepatuhan WP ... 61

4.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 74

4.2. Responden Berdasarkan Usia/Umur ... 75

4.3. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 75

4.4. CFA Penagihan Aktif ... 97

4.5. CFA Pemeriksaan ... 98

4.6. CFA Sosialisasi ... 99

4.7. CFA Kesadaran Pajak ... 100

4.8. CFA Kepatuhan Pajak ... 101

4.9. Kerangka Output AMOS ... 102

4.10. Direct Effect Sosialisasi ... 113

4.11. Direct Effect Pemeriksaan Pajak ... 114

4.12. Direct Effect Penagihan Aktif ... 114

4.13. Direct Effect Kesadaran dan Kepatuhan ... 114

4.14. Indirect Effect Penagihan, Pemeriksaan, Sosialisasi ... 115


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 143

2. Tabulasi Penagihan Aktif ... 150

3. Tabulasi Pemeriksaan ... 159

4. Tabulasi Sosialisasi ... 168

5. Tabulasi Kesadaran Pajak ... 177

6. Tabulasi Kepatuhan Pajak ... 186

7. Tabulasi Lengkap Pendukung AMOS Di SPSS ... 195

8. CFA Amos ... 208


(17)

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel sosialisasi, Pemeriksaan, dan Penagihan Aktif terhadap kesadaran pajak dan kepatuhan wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan data primer dimana data dikumpulkan dengan menggunakan survei angket terhadap Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT tahun pajak 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan yang menyampaikan SPT tahun 2011 sebanyak 344 responden. Model analisis data dalam penelitian ini adalah model Structural Equation Modeling (SEM) dengan software AMOS 20. SEM adalah suatu teknik modeling statistik yang bersifat sangat cross-sectional, linear dan umum. Termasuk dalam SEM ini ialah analisis factor (factor analysis), analisis jalur (path analysis) dan regresi (regression). Hasil analisis menggunakan structural equation modeling

(SEM) dengan software AMOS 20 membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penagihan aktif terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemeriksaan pajak terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh tidak signifikan sosialisasi pajak terhadap kesadaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan penagihan aktif terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh tidak signifikan sosialisasi pajak terhadap kepatuhan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Hasil analisis membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan kesadaran pajak wajib pajak terhadap kepatuhan pajak wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

Kata Kunci : Sosialisasi, pemeriksaan, penagihan aktif, kesadaran pajak, kepatuhan wajib pajak.


(18)

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SOCIALIZATION, EXAMINATION, AND ACTIVE DUNNING ON TAX AW ARENESS AND COMPLIANCE OF CORPORATE TAXPAYERS IN THE PRATAMA TAX

SERVICE OFFICE, MEDAN TIMUR

ABSTRACT

The objective of the research was to know and to analyze the influence the variables of socialization, examination, and active dunning on tax awareness and compliance of taxpayers. The research used primary data in whice the data were gathered by using survey questionnaires on Corporate Taxpayers who presented SPT in 2011. The samples were 344 corporete taxpayers who presented SPT in 2011. The data analysis model was structural Eqution Modeling (SEM) with in AMOS 20 software program. Structural equation model is a statistic modeling technique which is crooss sectional, linear, and general. Structural equation model included factors analysis, path analysis, and regression analysis. The result of the analysis, using structural equation modeling (SEM) with an AMOS 20 Sofware program showed that there was significant influence of active dunning on tax awareness in the pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was significant influence of tax examination on tax awareness in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was insignificant influence of tax socialization on tax awareness in the Pratama Tax service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was significant influence of tax socialization on tax compliance in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur. The result of the analysis showed that there was dignificant influence of Tax awareness of taxpayers on tax compliance of corporate taxpayers in the Pratama Tax Service Office, Medan Timur.

Keywords: Socialization, examination, active Dunning, tax awareness, Compliance of Taxpayers


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Penerimaan pajak berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan cukai, pencairan tunggakan pajak, maupun pajak-pajak lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan mencari wajib pajak yang baru. Potensi pajak sebenarnya masih sangat besar. Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap wajib pajak dan pembinaan kepada para wajib pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan aktif serta penegakan hukum atau law enforcement.

Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi

Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem dimana

pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (fiskus), sesuai


(20)

dengan fungsinya berkewajiban melaksanakan pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Self Assessment System memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik akibat dari kelalaian, kesengajaan atau mungkin ketidaktahuan para wajib pajak atas kewajiban perpajakannya.Oleh karena itu, diperlukan adanya peran aktif dari fiskus untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.

Self Assessment System ini dapat berjalan secara efektif melalui

keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) yang

merupakan hal yang paling utama. Kepercayaan yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayarnya harus diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak.

Pemeriksaan pajak merupakan instrumen yang baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak, baik formal maupun material dari peraturan

perpajakan. Tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax

compliance seorang wajib pajak dimana kepatuhan ini akan sangat berdampak

pada penerimaan pajak. Pemeriksaan pajak dapat dilakukan di kantor atau di tempat wajib pajak yang ruang lingkup pemeriksaannya meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak.


(21)

Secara umum dapat dikatakan kewajiban fiskus atau Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga di bidang penegakan hukum adalah mengawasi agar proses dan pelaksanaan sistem self assessment tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pilar utama penerapan law enforcement di bidang perpajakan adalah kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. Jadi kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak harus dilihat sebagai upaya Direktorat Jenderal Pajak seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Perpajakan dalam menjalankan fungsinya untuk menjaga agar koridor peraturan perpajakan yang telah ditetapkan dapat dijalankan secara konsisten dan konsekuen baik oleh Wajib Pajak maupun oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. Salah satu media perpajakan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa untuk penagihan tunggakan pajak adalah Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Menurut UU RI Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 ayat (12), “Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”. Jumlah tagihan pajak yang tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran sesuai yang tercantum dalam STP, SKPKB, dan SKPKBT ditagih dengan menggunakan Surat Paksa.

Fungsi Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas wajib pajak, penerimaan pajak,


(22)

penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi kantor pelayanan pajak sehingga dengan demikian kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Terlaksananya tugas dan peranan dari kantor pelayanan pajak akan sangat penting dalam pemenuhan target penerimaan pajak nasional.

Peningkatan jumlah wajib pajak adalah tujuan dari upaya ekstensifikasi. Pemeriksaan dan penagihan pajak adalah upaya intensifikasi penerimaan pajak. Pemeriksaan serta penagihan pajak juga akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak (tax compliance), jika kepatuhan dan jumlah wajib pajak meningkat maka akan meningkatkan penerimaan pajak Negara. Penagihan pajak dilaksanakan terhadap tunggakan pajak yang belum dipenuhi oleh wajib pajak.

Pemeriksaan pajak merupakan tindakan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) agar peraturan yang dikeluarkan dilaksanakan dengan baik. Pemeriksaan pajak merupakan alat bagi pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak. Bila tidak dilakukan penegakan hukum akan menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik. Pemeriksaan sebagai salah satu upaya penegakan hukum memiliki dua tujuan yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK.04/2000, sedangkan apabila sudah memasuki wilayah tindak pidana maka proses pemeriksaan dapat ditingkatkan menjadi proses penyidikan. Perlu diketahui bahwa pelaksanaan


(23)

penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan upaya paling akhir atau

”ultimum remedium” dalam menjalankan undang-undang perpajakan.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentunya akan menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat, terutama yang terdaftar sebagai Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun Wajib Pajak Badan (WP Badan). Salah satu bentuk reaksi masyarakat dapat dilihat dari perilaku kepatuhan pajak. Perilaku kepatuhan pajak menjadi sesuatu yang sangat penting karena pada saat yang bersamaan akan timbul upaya penghindaran pajak

(tax evasion) yang berdampak pada besarnya penerimaan negara dari pajak.

Menurut Jackson dan Milliron (dalam Richardson, 2006), salah satu variabel non ekonomi kunci dari perilaku kepatuhan pajak adalah dimensi pemeriksaan pajak. Menurut Vogel, Spicer, dan Becker (dalam Richardson, 2006) pembayar pajak cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil. Hal tersebut menunjukkan pentingnya dimensi pemeriksaan pajak sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayar pajak.

Perkembangan menunjukkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak tidak hanya terfokus pada pembayar pajak, tetapi juga terfokus pada profesional di perusahaan yang ahli di bidang perpajakan (wajib

pajak) (Magro, Spilker dalam Mustikasari 2007). Pembayar pajak menggunakan

wajib pajak untuk berbagai macam alasan, antara lain untuk mengurangi

kewajiban pajaknya dan meminimumkan biaya yang berkaitan dengan perpajakan. Siahaan (2005) melakukan penelitian kepatuhan wajib pajak dengan responden

wajib pajak. Penelitian keduanya bukan merupakan penelitian perilaku. Oleh


(24)

wajib pajak perlu menggunakan teori perilaku individu dan perilaku organisasi seperti yang direkomendasikan oleh peneliti sebelumnya, Mustikasari (2007).

Dalam penelitian ini terlihat masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak badan di wilayah KPP Pratama Medan Timur. Masih rendahnya tingkat kepatuhan sebagai indikasi kurangnya sikap dan kesadaran serta tanggungjawab wajib pajak untuk membayar kewajiban pajaknya (Sumber: Hasil observasi, 2012). Penerimaan pajak mengalami penurunan tahun 2011 khususnya terhadap jenis PPN, PPnBM dan Pajak Lainnya serta PBB. Kemudian turunnya penerimaan pajak tahun 2011 dari Rp 145,973,11 juta menjadi Rp 109.746,39 juta atas jenis pajak PBB dan BPHTB. Turunnya penerimaan pajak disebabkan masih rendahnya tingkat kepatuhan pajak.

Tabel 1.1. Persentase Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Timur Tahun 2008 s/d 2011

No SPT

Tahun WP Terdaftar Aktif WP Yang Menyampaikan SPT WP Diperiksa Persentase (%)

1 2008 6.965 2.248 102 32.28

2 2009 7.656 2,392 205 31.24

3 2010 8.398 2.320 149 27.63

4 2011 9.335 2.445 215 26.19

Rata2 8.088 2.351 168 29.33

Sumber : KPP Pratama Medan Timur, observasi 2012

Pada tabel di atas diketahui rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak badan yaitu 29,33%. Masih rendah tingkat kepatuhan juga disebabkan masih banyak wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran akan kewajiban pajaknya, dimana masih banyak wajib pajak yang tidak mengetahui cara penghitungan pajak, perubahan peraturan perpajakan dan membayar pajak di atas tanggal 15. Kurangnya kesadaran juga diketahui dari masih banyaknya wajib pajak yang


(25)

menggunakan jasa konsultan pajak untuk membayar kewajiban pajaknya dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh kantor pajak terdekat. Kemudian sebagian besar wajib pajak tidak pernah mengikuti penyuluhan di kantor pajak (Sumber : Hasil observasi, 2012).

Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak diantaranya adalah laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan SPT kurang memperhatikan kertas kerja pemeriksaan dan kurang memperhatikan masalah yang ada. Secara umum pemeriksa pajak kurang bertindak dengan sopan, dimana masih ada petugas pajak yang mempersulit pemeriksaan dan mencari-cari kesalahan yang tidak ada. Pemeriksa pajak juga kurang bertindak profesional, dimana menurut responden pemeriksa pajak seharusnya menjadikan wajib pajak sebagai mitra yang perlu diberikan arahan apabila ada kesalahan dan bukan diberikan sanksi.

Teori yang melandasi menurut Milliron dalam Richardson (2006), “Dimensi pemeriksaan pajak merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak”. Christesen dalam Azmi dan Perumal (2008), “Kurangnya pemeriksaan pajak dapat menjadikan pertimbangan atau menyebabkan ketidakpatuhan”.

Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara, dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, sebagaian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak.


(26)

Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Waluyo & Ilyas, 2002).

Hampir sama dengan penelitian Sulud Kahono (2003), Suyatmin (2004) juga menggunakan beberapa variabel yang sama yaitu sikap WP terhadap pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, dan sikap WP terhadap pelayanan fiskus. Suyatmin (2004) menggunakan variabel sikap WP terhadap kesadaran bernegara dan sikap WP terhadap kesadaran perpajakan sebagai variabel bebas. Hasil penelitian Suyatmin (2004) juga menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan WP.

Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.

Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak, namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dari beberapa upaya penagihan pajak yang telah diuraikan di atas, ada satu tahapan yang tidak perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak waktu untuk memprosesnya.


(27)

Sosialisasi juga sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Adanya perubahan dalam Undang-Undang perpajakan juga mengharuskan dilakukan sosialisasi perpajakan terhadap masyarakat agar kesadaran pajak dan kepatuhan wajib pajak juga dapat meningkat. Menurut James (2010) individu akan melaporkan pajaknya lebih rendah ketika kewajiban perpajakan mereka tidak pasti tetapi kemungkinan ini dapat dikurangi bila kantor atau instansi pajak dapat menyediakan informasi dengan biaya rendah kepada wajib pajak. Salah satu upaya pemberian informasi perpajakan ke masyarakat dan wajib pajak adalah melalui kegiatan sosialisasi pajak.

Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini menjadi sebuah tesis, yang diberi judul "ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR”.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah :

1. Apakah penagihan aktif, pemeriksaan dan sosialisasi berpengaruh terhadap kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur?

2. Apakah penagihan aktif, pemeriksaan dan sosialisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Medan Timur?

3. Apakah penagihan aktif, pemeriksaan dan sosialisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak melalui kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur?


(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penagihan aktif,

pemeriksaan dan sosialisasi terhadap kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penagihan aktif,

pemeriksaan dan sosialisasi terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Medan Timur

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penagihan aktif,

pemeriksaan dan sosialisasi terhadap kepatuhan wajib pajak melalui kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Sebagai tambahan literatur penelitian mengenai pengaruh penagihan aktif, pemeriksaan pajak, dan sosialisasi terhadap kepatuhan wajib pajak melalui kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas sistem perpajakan di Indonesia.


(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kepatuhan Pajak

Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan (2005), :”Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan (2005), yakni: ”Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan”. Menurut Chaizi Nasucha dalam Taufan Sofyan (2005) :”Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.

Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan


(30)

material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

Menurut Gunadi (2005) :”Administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan pembayar pajak”. Hadi Purnomo (2004) : Menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan

program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting

noncompliance).

Kutipan di atas menjelaskan sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam sistem perpajakan.

Eliyani (1989) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan kepada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidak patuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib


(31)

pajak juga dikemukakan oleh Novak (1989) seperti dikutip oleh Kiryanto (2000), yang menyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah : 1. wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan 2. mengisi formulir pajak dengan benar 3. menghitung pajak dengan jumlah yang benar 4. membayar pajak tepat pada waktunya.

Kepatuhan pajak badan adalah kepatuhan tax professional dalam

memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan. Penelitian Brown dan Mazur (2003) dalam Mustikasari (2007) mengukur kepatuhan pajak dengan 3 pengukuran yaitu :

a. Kepatuhan penyerahan SPT (filing compliance),

Kepatuhan dalam penyerahan SPT didasarkan atas ketepatan dalam pembayaran tidak melebihi dari ketentuan yang sudah ditentukan kantor pajak.

b. Kepatuhan pembayaran (payment compliance),

Kepatuhan dalam pembayaran didasarkan atas ketepatan dalam nilai dan besaran yang harus dibayar dan waktu pembayaran.

c. Kepatuhan pelaporan (reporting compliance).

Kepatuhan dalam pelaporan didasarkan atas ketepatan dalam waktu pelaporan nilai pajak yang harus dibayarkan ke kantor pajak.

Indikator ketiga variabel kepatuhan mengacu pada definisi kepatuhan material pada KMK No.544/04/2000 stdd KMK No. 235/KMK.03/2003 Kepdirjen No.KEP-550/PJ./2000 stdd KEP-213/PJ/2003 Peraturan Menteri Keuangan - 192/PMK.03/2007.


(32)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak patuh paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir, dengan syarat : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam

jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir.

2. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak boleh lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam angka (2) telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a. kecuali telah memperoleh izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak.

b. tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.

5. Tidak pernah dijatuhi sanksi karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. a. Laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan;


(33)

7. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam butir 1 s.d. 5 serta syarat lainnya yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak

Menurut Mustikasari (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak termasuk ke dalam model Theory of Planned Behavior (TPB) terhadap kepatuhan wajib pajak badan dengan responden tax professional

diantaranya adalah sikap terhadap niat berperilaku, norma subyektif, kewajiban moral, kontrol keperilakuan yang dipersepsikan, persepsi kondisi keuangan, persepsi faslilitas perusahaan dan persepsi iklim organisasi.

Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1) behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut

(beliefs strength and outcome evaluation), (2) normative beliefs, yaitu keyakinan

tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply), dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived


(34)

berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan,

behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif,

normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived

social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan control beliefs

menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Niat atau intensi adalah kecenderungan atau keputusan tax

professional untuk melakukan perilaku ketidakpatuhan pajak.

Persepsi tentang kondisi keuangan perusahaan adalah persepsi tax

professional tentang kemampuan perusahaan di mana tax professional bekerja.

Persepsi tentang fasilitas perusahaan adalah persepsi tax professional tentang sumber daya yang dimiliki perusahaan dimana tax professional bekerja termasuk di dalamnya tersedianya informasi keuangan dan operasi. Iklim keorganisasian adalah persepsi tax professional yang merefleksikan tentang harapannya dalam organisasi, rutinitas lingkungan kerja, dan perilaku kerja yang didukung dan dihargai oleh organisasi.

2.3. Penagihan Aktif Pajak

2.3.1. Pengertian Penagihan Pajak

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan


(35)

penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).

2.3.2. Dasar penagihan Pajak

Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:

1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah: a. Surat Tagihan Pajak(SPT)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

d. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) b. Surat ketetapan pajak

c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.


(36)

Tabel 2.1. Proses Penagihan Pajak Urutan Tahapan kegiatan penagihan Waktu pelaksanaan kegiatan Dasar hokum

1 Penerbitan

Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

utang pajak penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya

Pasal 8 s.d 11 Permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008

2 Penerbitan

Surat Paksa

Sudah lewat 21(dua puluh satu) hari sejak diterbitkanya Surat teguran /surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak

(pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 peraturan menteri keuangan nomor 24 /PMK.03/2008

3 Penerbitan

surat perintah melaksanakan penyitaan

Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi

Pasal 12 UU Nomor 19/2000

4 Pengumuman

lelang

setelah lewat waktu 14 hari

sejak tanggal pelaksanaan

penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak

Pasal 26 peraturan menteri keuangan

nomor 24/PMK.03.2008

5 Penjualan /

pelelangan barang sitaan

Setelah lewat waktu 14 (empat belas ) hari sejak pengumuman

lelang dan penanggung pajak

tidak melunasi utang pajaknya

Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 peraturan menteri

keuangan nomor 24/PMK.03.2008


(37)

2.3.3. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran 2.3.3.1. Pelaksanaan Surat Teguran

Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas(KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.

Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran

Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

2.3.3.2. Penentuan tanggal jatuh tempo

Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukaan penagihan pajak.

a. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diterbitkan .

b. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka


(38)

waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan

c. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak

d. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.

e. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT,

jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan

f. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan

Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

2.3.3.3. Penerbitan Surat Teguran

Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran


(39)

pajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut. Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:

a.

b.

Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan

Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak mengajukan permohonan banding


(40)

c.

d.

Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan: Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut). Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut)

e.

Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT)

f.

Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah


(41)

disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo.

2.3.4. Penagihan Pajak dengan Surat paksa

2.3.4.1. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(PPSP)

Menurut Fidel (2010) UU PPSP yaitu : 1. Falsafah UU PPSP No.19/2000

a) Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya

dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang merupakan objek pajak

b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya

c) Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan 2. Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000

a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah

yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa

b) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi

strategis dalam peningkatan penerimaan pajak

c) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan

berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak

d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak


(42)

3. Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000

a) Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan

menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan

b) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif

c) Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris,

pemegang saham, pemilik modal

d) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak

e) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu dari hasil penjualan

f) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak g) h) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan

nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi

h) Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan

permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan

i) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja

mencegah, menghalang – halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak


(43)

2.3.4.2. Pelaksanaan Surat Paksa

Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

2.3.5. Penerbitan Surat Paksa

Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:

1) Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara.

2.3.5.1. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi

1) Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan

2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai


(44)

3) Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta warisan belum dibagi

4) Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia dan harta warisan telah dibagi

UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.

2.3.5.2. Jangka Waktu Hak Penagihan

Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagiha pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan


(45)

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

2.3.5.3. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:

1. Diterbitkan Surat Paksa

2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.

2.4. Pemeriksaan Pajak

Pengelakan atau penghindaran dari kewajiban perpajakan merupakan perbuatan yang melanggar Undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya. Maka wajib pajak yang dengan sengaja melakukan ini bisa dilakukan pemeriksaan agar wajib pajak tersebut bisa patuh dalam pembayaran pajaknya. Menurut Priantara (2000), pemeriksaan merupakan interaksi antara pemeriksa dengan Wajib Pajak. Untuk itu, dibutuhkan sikap positif dari Wajib Pajak sehingga pelaksanaan pemeriksaan dapat lebih efektif.


(46)

Pengertian pemeriksaan pajak telah diatur dalam pasal 1 angka 25 UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 16 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan’.

Berdasarkan pengertian di atas maka fokus pemeriksaan pajak adalah pada ketaatan (compliance) wajib pajak dalam menjalankan asas self assesment, yaitu mengisi, menghitung, memperhitungkan, memungut, memotong, dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.4.1. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UU nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU no 16 tahun 2009, tujuan pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak. Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dapat dilakukan dalam hal:

a. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak,termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;


(47)

c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan;

d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi.

Sedangkan pemeriksaaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan dalam hal keperluan untuk:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.

i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain angka 1 sampai dengan angka 8

2.4.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan

Ruang lingkup pemeriksaan menentukan luas dan kedalaman pemeriksaan. Penentuan ruang lingkup akan mempengaruhi teknik pemeriksaan


(48)

yang akan diterapkan, jangka waktu pemeriksaan, dan sasaran atau jenis yang diperiksa, ruang lingkup pemeriksaan pajak ditentukan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.Pemeriksaan lapangan dapat meliputi suatu jenis pajak, seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Lengkap yang dilakukan terhadap wajib pajak, termasuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium, atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, dilksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakandalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan.

2) Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah pemeriksaaan lapangan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antarseksi oleh kepala kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3), dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.


(49)

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana kantor (PSK), jangka waktu penyelesaiannya selama 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masingmasing jenis pemeriksaan tersebut di atas, tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian pemeriksa pajak. b. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas dapat dapat diberikan berdasarkan permintaan kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau atas permintaan direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. c. Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun. d. Perluasan pemeriksaan dapat dilaksanakan apabila SPT tahunan wajib pajak orang pribadi atau badan, menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahuntahun sebelumnya yang belum pernah dilakukan pemeriksaan dan ada sebab-sebab lain yang berdasarkan atas instruksi direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. e. Pemeriksaan ulang dapat dilaksanakan apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak dapat diduga sedang/telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dan terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang atau mengurangi/memperkecil kerugian yang dapat dikompensasi.


(50)

c. Pemeriksaan PPN, salah satu kebijakan pemeriksaan DJP adalah pemeriksaan pajak terhadap pengusaha kena pajak tertentu yang dalam rangka penyelesaian permohonan restitusi PPN dengan menggunakan aplikasi sistem informasi perpajakan (SIP), yaitu dengan melakukan konfirmasi terhadap faktur pajak secara komputerisasi (program PK – PM melalui komputer). Beberapa informasi dan indikasi dapat diperoleh dari aplikasi program ini, akan menghasilkan data yang bermanfaat bagi pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan, antara lain sebagai berikut: a. Pengusaha kena pajak (PKP) yang setelah dilakukan konfirmasi tiga jenjang ke belakang belum ditemukan adanya PKP pabrikan/PKP produsen atau importir, dengan prioritas PKP yang minimal 10% PMnya berasal dari PKP yang bersangkutan. b. Pengusaha kena pajak (PKP) penerbit faktur pajak yang hasil konfirmasinya termasuk dalam kriteria PM tidak sama dengan PK dan PK sama dengan nol, prioritas PKP yang setelah diminta penjelasan tidak merespon atau tidak menjawab sampai dalam batas waktu yang telah ditetapkan. c. Pengusaha kena pajak (PKP) yang teridentifikasi bahwa nilai pajak masukan yang diklarifikasi tidak sama dengan nilai pajak keluaran yang dilaporkan oleh PKP lawan transaksinya. d. Pengusaha kena pajak (PKP) yang pada masa pajak Desember atau akhir tahun buku mengkompensasikan kelebihan pembayaran PPN. e. Pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak melaporkan SPT Masa PPN dua bulan berturut-turut. f. Peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN/PPnBM dari PKP orang pribadi baru, berjumlah lebih dari Rp 600 juta. g. Peredaran usaha yang dilaporkan


(51)

dalam SPT Masa PPN/PPnBM dari PKP Badan baru berjumlah lebih dari Rp 5 milyar. h. Peredaran usaha PKP baru untuk yang pertama kali menunjukkan jumlah yang relatif tinggi. i. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak mempunyai tempat usaha, alamat atau gudang yang permanen, khususnya PKP perdagangan, importir, dan industri. j. Dari hasil pemeriksaan PPN/PPnBM masa atau masamasa sebelumnya, yang PM atau PKnya dikoreksi secara signifikan. k. Dari hasil penelitian diketahui bahwa peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT masa PPN/PPnBM dan kaitannya dengan SPT masa PPh pasal 21, menunjukkan perbandingan yang tidak proporsional. l. Menyampaikan SPT masa PPN/PPnBM, tetapi tidak menyampaikan SPT masa PPh pasal 21 dan tidak menyetor PPh pasal 25. m. Dari hasil penelitian menunjukkan peningkatan peredaran usaha yang relatif tinggi. n. Dari penelitian semula, PKP termasuk kelompok wajib pajak non-efektif, tetapi tiba-tiba menjadi aktif dengan nilai peredaran usaha yang sangat tinggi. o. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa alamat usahanya berada di daerah pemukiman penduduk, tetapi memiliki nilai peredaran usaha yang relatif tinggi.

2.4.3. Jenis Pemeriksaan Pajak

Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya akan dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar karena hal ini telah diatur dalam


(52)

UU KUP. Disamping itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang, dengan kuasa Pasal 17C UU KUP, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dapat dibedakan menjadi Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Kriteria Seleksi, Pemeriksaan Khusus, Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, Pemeriksaan Tahun Berjalan, dan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Menurut Bwoga (2005:17), jenis-jenis pemeriksaan tersebut secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.

2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi

Pemeriksaaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang terpilih berdasarkan skor resiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi.

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut, atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya.


(53)

4. Pemeriksaaan Wajib Pajak Lokasi

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan wajib pajak domisili.

5. Pemeriksaan Tahun Berjalan

Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi. Pelaksanaan pemeriksaan tahun berjalan ini hanya dapat dilakukan terhadap masa pajak sampai dengan bulan Oktober dari tahun pajak yang bersangkutan.

6. Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

2.4.4. Objek dan Pedoman Pemeriksaan Pajak

Objek pemeriksaan menurut Priantara (2000:33), pada umumnya adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau SPT Masa beserta lampiran-lampirannya. SPT Tahunan adalah surat yang dipergunakan Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak dan SPT Masa adalah surat yang digunakan wajib pajak/PKP untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak. Lampiran-lampiran SPT meliputi laporan keuangan, daftar perhitungan penyusutan/amortisasi fiskal, surat setoran pajak (SSP), dan lain-lain. SPT dan lampirannya akan menjadi tolak ukur kepatuhan wajib pajak.


(54)

Pedoman pelaksanaan pemeriksaan menurut Suandy (2005:222) didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak.

Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang:

a. Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak.

b. Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

c. Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang wajib pajak.

d. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak.

Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

2. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain yang berkenaan dengan pemeriksaan.


(55)

3. Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.

2. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai:

a. Berbagai faktor perbandingan b. Nilai absolut dari penyimpangan c. Sifat dari penyimpangan

d. Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan e. Pengaruh penyimpangan

f. Hubungan dengan permasalahan lainnya

3. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yanglengkap dan terperinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

2.4.5. Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak sesuai Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, setiap pemeriksa pajak harus mengikuti tata cara pemeriksaan pajak yang sudah ditetapkan, baik yang berbentuk peraturan


(56)

perundang-undangan maupun norma-norma tertentu mengenai pemeriksaan pajak. Tujuannya adalah agar hak dan kewajiban, baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak tetap dihormati karena masing-masing telah diatur, sedangkan tujuan yang lain dari pengaturan tata cara pemeriksaan pajak yaitu untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pemeriksaan, sekaligus sebagai alat pengawasan bagi atasan pemeriksa pajak. Menurut Priantara (2000:54), tata cara pemeriksaan pajak antara lain sebagai berkut:

1. Petugas pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan sederhana lapangan (PSL) harus mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) pada saat melakukan pemeriksaan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang seperti direktur Pemeriksaan Pajak, Kepala Kanwil, atau Kepala Karikpa untuk pemeriksaan lengkap, dan Kepala KPP untuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL). Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa yang benar harus memuat identitas dan foto pemeriksa pajak, diberi nomor, dibubuhi tanda tangan, nama, dan NIP pejabat yang berwenang serta dicap stempel kantor yang menerbitkan tanda pengenal tersebut. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) harus memuat identitas pemeriksa pajak yang ditugaskan, tahun pajak yang diperiksa, nomor dan tanggal surat perintah, tanda tangan, nama dan NIP pejabat yang berwenang serta cap stempel kantor yang menerbitkan surat perintah tersebut.

2. Setelah Surat Perintah Pemeriksaan (SP3) dikeluarkan, pemeriksa dapat memberitahukan secara tertulis sebelumnya kepada wajib pajak dan KPP di mana wajib pajak terdaftar dengan formulir pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak.


(57)

3. Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan lapangan wajib pajak tidak berada di tempat, pemeriksaan dapat terus dilakukan dengan didampingi oleh wakil atau kuasa dari wajib pajak. Pengertian wakil atau kuasa di sini adalah orang yang dapat menerima kehadiran pemeriksa dan membantu pemeriksaan. 4. Setelah pemeriksaan dimulai yang ditandai dengan diterimanya Surat Perintah

Pemeriksaan Pajak (SP3) oleh wajib pajak, pemeriksa akan memerlukan data atau keterangan lain dari wajib pajak, maka pemeriksa harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Surat Permohonan Peminjaman: laporan-laporan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam dari wajib pajak harus sudah ditentukan pada waktu tim pemeriksa melakukan penelitian berkas Kertas Kerja Pemeriksaan tahun-tahun sebelumnya dan berkas perpajakan wajib pajak dari KPP.

b. Batas waktu penyerahan: wajib pajak wajib memenuhi permohonan

tersebut dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permohonan, dan apabila permohonan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan.

c. Bukti peminjaman: pemeriksa harus membuat Tanda Bukti Peminjaman

untuk setiap peminjaman laporanlaporan, catatan-catatan, dan dokumen dari wajib pajak.

d. Penolakan peminjaman: seperti halnya keterlambatan dalam penyerahan data, apabila wajib pajak menolak meminjamkan laporan-laporan, catatan-catatan, dan dokumen, maka pemeriksa dapat mengeluarkan Berita Acara


(1)

Direct Effects (Group number 1 - Default model)

SS PM PA KS KP

KS .064 .441 .197 .000 .000

KP -.027 .629 .339 .329 .000

KS1 .000 .000 .000 1.245 .000

KS2 .000 .000 .000 .881 .000

KS3 .000 .000 .000 1.659 .000

KS4 .000 .000 .000 1.000 .000

SS1 1.078 .000 .000 .000 .000

SS2 .987 .000 .000 .000 .000

SS3 .976 .000 .000 .000 .000

SS4 1.088 .000 .000 .000 .000

SS5 1.000 .000 .000 .000 .000

PM1 .000 1.699 .000 .000 .000

PM2 .000 2.287 .000 .000 .000

PM3 .000 1.000 .000 .000 .000

KP1 .000 .000 .000 .000 .511

KP2 .000 .000 .000 .000 .557

KP3 .000 .000 .000 .000 1.000

PA1 .000 .000 1.124 .000 .000

PA2 .000 .000 .745 .000 .000

PA3 .000 .000 .754 .000 .000


(2)

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

SS PM PA KS KP

KS .064 .348 .200 .000 .000 KP -.018 .331 .229 .219 .000 KS1 .000 .000 .000 .849 .000 KS2 .000 .000 .000 .781 .000 KS3 .000 .000 .000 .931 .000 KS4 .000 .000 .000 .752 .000 SS1 .801 .000 .000 .000 .000 SS2 .827 .000 .000 .000 .000 SS3 .841 .000 .000 .000 .000 SS4 .847 .000 .000 .000 .000 SS5 .820 .000 .000 .000 .000 PM1 .000 .902 .000 .000 .000 PM2 .000 .904 .000 .000 .000 PM3 .000 .714 .000 .000 .000 KP1 .000 .000 .000 .000 .743 KP2 .000 .000 .000 .000 .819 KP3 .000 .000 .000 .000 .810 PA1 .000 .000 .911 .000 .000 PA2 .000 .000 .850 .000 .000 PA3 .000 .000 .869 .000 .000 PA4 .000 .000 .815 .000 .000


(3)

Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

SS PM PA KS KP

KS .000 .000 .000 .000 .000 KP .021 .145 .065 .000 .000 KS1 .080 .549 .245 .000 .000 KS2 .057 .388 .174 .000 .000 KS3 .107 .731 .327 .000 .000 KS4 .064 .441 .197 .000 .000 SS1 .000 .000 .000 .000 .000 SS2 .000 .000 .000 .000 .000 SS3 .000 .000 .000 .000 .000 SS4 .000 .000 .000 .000 .000 SS5 .000 .000 .000 .000 .000 PM1 .000 .000 .000 .000 .000 PM2 .000 .000 .000 .000 .000 PM3 .000 .000 .000 .000 .000 KP1 -.003 .395 .206 .168 .000 KP2 -.003 .431 .225 .183 .000 KP3 -.006 .773 .404 .329 .000 PA1 .000 .000 .000 .000 .000 PA2 .000 .000 .000 .000 .000 PA3 .000 .000 .000 .000 .000 PA4 .000 .000 .000 .000 .000


(4)

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

SS PM PA KS KP

KS .000 .000 .000 .000 .000 KP .014 .076 .044 .000 .000 KS1 .054 .296 .170 .000 .000 KS2 .050 .272 .157 .000 .000 KS3 .060 .324 .187 .000 .000 KS4 .048 .262 .151 .000 .000 SS1 .000 .000 .000 .000 .000 SS2 .000 .000 .000 .000 .000 SS3 .000 .000 .000 .000 .000 SS4 .000 .000 .000 .000 .000 SS5 .000 .000 .000 .000 .000 PM1 .000 .000 .000 .000 .000 PM2 .000 .000 .000 .000 .000 PM3 .000 .000 .000 .000 .000 KP1 -.003 .302 .203 .163 .000 KP2 -.003 .333 .224 .179 .000 KP3 -.003 .330 .221 .177 .000 PA1 .000 .000 .000 .000 .000 PA2 .000 .000 .000 .000 .000 PA3 .000 .000 .000 .000 .000 PA4 .000 .000 .000 .000 .000


(5)

Iterati on

Negative

eigenvalues Condition

Smallest

eigenvalue Diameter F NTries Ratio

0 e 10 -.735 9999.000 4555.980 0 9999.000

1 e 12 -.245 3.484 2103.992 20 .422

2 e* 2 -.166 1.502 970.852 5 .782

3 e 1 -.007 .746 594.939 5 .918

4 e 0 40.423 .921 438.417 6 .867

5 e 0 35.466 .455 410.027 1 1.028

6 e 0 45.905 .117 406.391 1 1.054

7 e 0 49.212 .017 406.357 1 1.015

8 e 0 49.000 .001 406.357 1 1.001

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 45 46.357 145 .070 1.802

Saturated model 190 .000 0

Independence model 19 4595.829 171 .000 26.876

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model .639 .918 .917 .880

Saturated model .000 1.000

Independence model 1.251 .307 .229 .276

Model NFI

Delta1 RFI rho1 IFI Delta2 TLI

rho2 CFI

Default model .912 .896 .941 .930 .941

Saturated model 1.000 1.000 1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model .848 .773 .798

Saturated model .000 .000 .000

Independence model 1.000 .000 .000

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 261.357 205.030 325.333

Saturated model .000 .000 .000

Independence model 4424.829 4207.438 4649.480

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model 1.185 .762 .598 .948

Saturated model .000 .000 .000 .000

Independence model 13.399 12.900 12.267 13.555


(6)

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .072 .064 .081 .000

Independence model .275 .268 .282 .000

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 496.357 501.930 669.186 714.186

Saturated model 380.000 403.529 1109.722 1299.722 Independence model 4633.829 4636.182 4706.801 4725.801

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model 1.447 1.283 1.634 1.463

Saturated model 1.108 1.108 1.108 1.176

Independence model 13.510 12.876 14.165 13.517

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 147 159

Independence model 16 17

Minimization: .015 Miscellaneous: 1.093

Bootstrap: .000


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Polonia

8 154 65

Analisis Data Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

3 68 66

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 70 56

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

2 44 65

Tatacara Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Secara Jabatan Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat

2 33 57

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2 61 59

Prosedur Penagihan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 57 85

ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR T E S I S

0 1 16

Analisis Pengaruh Sosialisasi, Pemeriksaan, Dan Penagihan Aktif Terhadap Kesadaran Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Sosialisasi, Pemeriksaan, Dan Penagihan Aktif Terhadap Kesadaran Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

0 0 10