BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Penerimaan pajak berasal dari Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai PPN, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, penerimaan cukai, pencairan tunggakan pajak,
maupun pajak-pajak lainnya. Direktorat Jenderal Pajak fiskus melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan
pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan mencari wajib pajak yang baru. Potensi pajak sebenarnya masih sangat besar. Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap wajib pajak dan pembinaan kepada para wajib pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan,
penyidikan, dan penagihan aktif serta penegakan hukum atau law enforcement. Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu
kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi
Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem dimana pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak fiskus, sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan fungsinya berkewajiban melaksanakan pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan terhadap pelaksanaan kewajiban
perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Self Assessment System memungkinkan potensi
adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik akibat dari kelalaian, kesengajaan atau mungkin ketidaktahuan para wajib pajak
atas kewajiban perpajakannya.Oleh karena itu, diperlukan adanya peran aktif dari fiskus untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan.
Self Assessment System ini dapat berjalan secara efektif melalui keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum law enforcement yang
merupakan hal yang paling utama. Kepercayaan yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus
dibayarnya harus diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan pajak.
Pemeriksaan pajak merupakan instrumen yang baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak, baik formal maupun material dari peraturan
perpajakan. Tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang wajib pajak dimana kepatuhan ini akan sangat berdampak
pada penerimaan pajak. Pemeriksaan pajak dapat dilakukan di kantor atau di tempat wajib pajak yang ruang lingkup pemeriksaannya meliputi satu jenis pajak,
beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum dapat dikatakan kewajiban fiskus atau Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga di bidang penegakan hukum adalah mengawasi agar proses
dan pelaksanaan sistem self assessment tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pilar utama penerapan law
enforcement di bidang perpajakan adalah kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. Jadi kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak
harus dilihat sebagai upaya Direktorat Jenderal Pajak seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Perpajakan dalam menjalankan fungsinya
untuk menjaga agar koridor peraturan perpajakan yang telah ditetapkan dapat dijalankan secara konsisten dan konsekuen baik oleh Wajib Pajak maupun oleh
aparat Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. Salah satu
media perpajakan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa untuk penagihan tunggakan pajak adalah Penagihan Pajak dengan Surat Paksa PPSP. Menurut
UU RI Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 1 ayat 12, “Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak”. Jumlah tagihan pajak yang tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran sesuai yang
tercantum dalam STP, SKPKB, dan SKPKBT ditagih dengan menggunakan Surat Paksa.
Fungsi Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan
dan ekstensifikasi wajib pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas wajib pajak, penerimaan pajak,
Universitas Sumatera Utara
penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi kantor pelayanan pajak sehingga dengan demikian kantor pelayanan
pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Terlaksananya tugas dan peranan dari kantor pelayanan
pajak akan sangat penting dalam pemenuhan target penerimaan pajak nasional. Peningkatan jumlah wajib pajak adalah tujuan dari upaya ekstensifikasi.
Pemeriksaan dan penagihan pajak adalah upaya intensifikasi penerimaan pajak. Pemeriksaan serta penagihan pajak juga akan meningkatkan kepatuhan wajib
pajak tax compliance, jika kepatuhan dan jumlah wajib pajak meningkat maka akan meningkatkan penerimaan pajak Negara. Penagihan pajak dilaksanakan
terhadap tunggakan pajak yang belum dipenuhi oleh wajib pajak. Pemeriksaan pajak merupakan tindakan pelaksanaan penegakan hukum
law enforcement agar peraturan yang dikeluarkan dilaksanakan dengan baik. Pemeriksaan pajak merupakan alat bagi pemerintah, dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak, untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak. Bila tidak dilakukan penegakan hukum akan menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak yang telah
melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik. Pemeriksaan sebagai salah satu upaya penegakan hukum memiliki dua tujuan yaitu untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 545KMK.042000, sedangkan apabila
sudah memasuki wilayah tindak pidana maka proses pemeriksaan dapat ditingkatkan menjadi proses penyidikan. Perlu diketahui bahwa pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan upaya paling akhir atau ”ultimum remedium” dalam menjalankan undang-undang perpajakan.
Pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentunya akan menimbulkan reaksi yang beragam dari masyarakat, terutama yang terdaftar
sebagai Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi WP OP maupun Wajib Pajak Badan WP Badan. Salah satu bentuk reaksi masyarakat dapat dilihat dari
perilaku kepatuhan pajak. Perilaku kepatuhan pajak menjadi sesuatu yang sangat penting karena pada saat yang bersamaan akan timbul upaya penghindaran pajak
tax evasion yang berdampak pada besarnya penerimaan negara dari pajak. Menurut Jackson dan Milliron dalam Richardson, 2006, salah satu variabel non
ekonomi kunci dari perilaku kepatuhan pajak adalah dimensi pemeriksaan pajak. Menurut Vogel, Spicer, dan Becker dalam Richardson, 2006 pembayar pajak
cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil. Hal tersebut menunjukkan pentingnya dimensi pemeriksaan pajak
sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayar pajak. Perkembangan menunjukkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan
kepatuhan Wajib Pajak tidak hanya terfokus pada pembayar pajak, tetapi juga terfokus pada profesional di perusahaan yang ahli di bidang perpajakan wajib
pajak Magro, Spilker dalam Mustikasari 2007. Pembayar pajak menggunakan wajib pajak untuk berbagai macam alasan, antara lain untuk mengurangi
kewajiban pajaknya dan meminimumkan biaya yang berkaitan dengan perpajakan. Siahaan 2005 melakukan penelitian kepatuhan wajib pajak dengan responden
wajib pajak. Penelitian keduanya bukan merupakan penelitian perilaku. Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku WP badan yang dalam hal ini diwakili oleh
Universitas Sumatera Utara
wajib pajak perlu menggunakan teori perilaku individu dan perilaku organisasi seperti yang direkomendasikan oleh peneliti sebelumnya, Mustikasari 2007.
Dalam penelitian ini terlihat masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak badan di wilayah KPP Pratama Medan Timur. Masih rendahnya tingkat
kepatuhan sebagai indikasi kurangnya sikap dan kesadaran serta tanggungjawab wajib pajak untuk membayar kewajiban pajaknya Sumber: Hasil observasi,
2012. Penerimaan pajak mengalami penurunan tahun 2011 khususnya terhadap jenis PPN, PPnBM dan Pajak Lainnya serta PBB. Kemudian turunnya penerimaan
pajak tahun 2011 dari Rp 145,973,11 juta menjadi Rp 109.746,39 juta atas jenis pajak PBB dan BPHTB. Turunnya penerimaan pajak disebabkan masih rendahnya
tingkat kepatuhan pajak.
Tabel 1.1. Persentase Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Timur Tahun 2008 sd 2011
No SPT
Tahun WP
Terdaftar Aktif
WP Yang Menyampaikan
SPT WP
Diperiksa Persentase
1 2008
6.965 2.248
102 32.28
2 2009
7.656 2,392
205 31.24
3 2010
8.398 2.320
149 27.63
4 2011
9.335 2.445
215 26.19
Rata2 8.088
2.351 168
29.33
Sumber : KPP Pratama Medan Timur, observasi 2012
Pada tabel di atas diketahui rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak badan yaitu 29,33. Masih rendah tingkat kepatuhan juga disebabkan masih
banyak wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran akan kewajiban pajaknya, dimana masih banyak wajib pajak yang tidak mengetahui cara penghitungan
pajak, perubahan peraturan perpajakan dan membayar pajak di atas tanggal 15. Kurangnya kesadaran juga diketahui dari masih banyaknya wajib pajak yang
Universitas Sumatera Utara
menggunakan jasa konsultan pajak untuk membayar kewajiban pajaknya dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh kantor pajak terdekat.
Kemudian sebagian besar wajib pajak tidak pernah mengikuti penyuluhan di kantor pajak Sumber : Hasil observasi, 2012.
Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak diantaranya adalah laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan
SPT kurang memperhatikan kertas kerja pemeriksaan dan kurang memperhatikan masalah yang ada. Secara umum pemeriksa pajak kurang bertindak dengan sopan,
dimana masih ada petugas pajak yang mempersulit pemeriksaan dan mencari-cari kesalahan yang tidak ada. Pemeriksa pajak juga kurang bertindak profesional,
dimana menurut responden pemeriksa pajak seharusnya menjadikan wajib pajak sebagai mitra yang perlu diberikan arahan apabila ada kesalahan dan bukan
diberikan sanksi. Teori yang melandasi menurut Milliron dalam Richardson 2006,
“Dimensi pemeriksaan pajak merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak”. Christesen dalam Azmi dan Perumal 2008, “Kurangnya
pemeriksaan pajak dapat menjadikan pertimbangan atau menyebabkan ketidakpatuhan”.
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara, dituntut kesadaran warga
negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, sebagaian besar masyarakat tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak. Dalam hal demikian timbul perlawanan terhadap pajak.
Universitas Sumatera Utara
Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif Waluyo Ilyas, 2002.
Hampir sama dengan penelitian Sulud Kahono 2003, Suyatmin 2004 juga menggunakan beberapa variabel yang sama yaitu sikap WP terhadap
pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, dan sikap WP terhadap pelayanan fiskus. Suyatmin 2004 menggunakan variabel sikap WP
terhadap kesadaran bernegara dan sikap WP terhadap kesadaran perpajakan sebagai variabel bebas. Hasil penelitian Suyatmin 2004 juga menunjukkan
bahwa semua variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan WP.
Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi
pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual
barang yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan
pajak, namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena
pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dari beberapa upaya penagihan pajak yang telah
diuraikan di atas, ada satu tahapan yang tidak perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak waktu untuk memprosesnya.
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi juga sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Adanya perubahan dalam Undang-Undang perpajakan
juga mengharuskan dilakukan sosialisasi perpajakan terhadap masyarakat agar kesadaran pajak dan kepatuhan wajib pajak juga dapat meningkat. Menurut James
2010 individu akan melaporkan pajaknya lebih rendah ketika kewajiban perpajakan mereka tidak pasti tetapi kemungkinan ini dapat dikurangi bila kantor
atau instansi pajak dapat menyediakan informasi dengan biaya rendah kepada wajib pajak. Salah satu upaya pemberian informasi perpajakan ke masyarakat dan
wajib pajak adalah melalui kegiatan sosialisasi pajak. Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini
menjadi sebuah tesis, yang diberi judul ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI, PEMERIKSAAN DAN PENAGIHAN AKTIF TERHADAP KESADARAN
PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR”.
1.2. Perumusan Masalah