BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kepatuhan Pajak
Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Safri Nurmantu dalam Taufan
Sofyan 2005, :”Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya”. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan 2005, yakni: ”Kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan”. Menurut Chaizi Nasucha dalam Taufan Sofyan 2005 :”Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan
diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan SPT, kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan
dalam pembayaran tunggakan”. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan SPT PPh Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan SPT PPh Tahunan sebelum
atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan
dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan
benar Surat Pemberitahuan SPT sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
Menurut Gunadi 2005 :”Administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan pembayar pajak”. Hadi Purnomo 2004 : Menyatakan
tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang
diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan
terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan
program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan combatting noncompliance.
Kutipan di atas menjelaskan sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan
administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam
sistem perpajakan. Eliyani 1989 menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan
sebagai memasukkan dan melaporkan kepada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar
pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidak patuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib
Universitas Sumatera Utara
pajak juga dikemukakan oleh Novak 1989 seperti dikutip oleh Kiryanto 2000, yang menyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah : 1. wajib pajak
paham dan berusaha memahami UU Perpajakan 2. mengisi formulir pajak dengan benar 3. menghitung pajak dengan jumlah yang benar 4. membayar pajak tepat
pada waktunya. Kepatuhan pajak badan adalah kepatuhan tax professional dalam
memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan. Penelitian Brown dan Mazur 2003 dalam Mustikasari 2007 mengukur kepatuhan pajak dengan 3 pengukuran
yaitu : a. Kepatuhan penyerahan SPT filing compliance,
Kepatuhan dalam penyerahan SPT didasarkan atas ketepatan dalam pembayaran tidak melebihi dari ketentuan yang sudah ditentukan kantor
pajak. b. Kepatuhan pembayaran payment compliance,
Kepatuhan dalam pembayaran didasarkan atas ketepatan dalam nilai dan besaran yang harus dibayar dan waktu pembayaran.
c. Kepatuhan pelaporan reporting compliance. Kepatuhan dalam pelaporan didasarkan atas ketepatan dalam waktu
pelaporan nilai pajak yang harus dibayarkan ke kantor pajak. Indikator ketiga variabel kepatuhan mengacu pada definisi kepatuhan
material pada KMK No.544042000 stdd KMK No. 235KMK.032003 Kepdirjen No.KEP-550PJ.2000 stdd KEP-213PJ2003
Peraturan Menteri Keuangan - 192PMK.032007.
Universitas Sumatera Utara
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak patuh paling lambat 3 tiga bulan sebelum tahun buku berakhir, dengan syarat :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam jangka waktu 2 dua tahun terakhir.
2. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak boleh lebih dari 3 tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut. 3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah
disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya.
4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a. kecuali telah memperoleh izin untuk menunda atau mengangsur
pembayaran pajak. b. tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang
diterbitkan untuk 2 dua masa pajak terakhir. 5. Tidak pernah dijatuhi sanksi karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 sepuluh tahun terakhir. 6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian
sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. a. Laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang long form report
dan; b. Menyajikan laba rugi komersial dan fiskal.
Universitas Sumatera Utara
7. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan
sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam butir 1 s.d. 5 serta syarat lainnya yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak