Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini globalisasi merupakan kenyataan yang dapat mempengaruhi semua segi kehidupan. Segi batas wilayah sudah tidak menjadi penghalang untuk mengetahui perkembangan informasi di dunia, salah satunya informasi bidang pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang penting untuk mengembangkan peradaban bangsa. Sejumlah peradaban besar tidak lahir dari kegiatan ekonomi dan politik semata, tetapi juga lahir dari pendidikan. Nilai-nilai pendidikan akan menjadi dasar peradaban apabila negara mendorong penuh usaha memperbaiki sistem, sarana, kebijakan yang tepat dan didukung sumber daya manusia yang profesional. Ini yang menjadi tantangan dunia pendidikan di Indonesia. Tantangan pendidikan tidak terlepas dengan adanya krisis yang mulai merusak dunia pendidikan di Indonesia. Menurut Winarno 2007: 4, pendidikan dan kebudayaan ibarat keping mata uang logam, antar sisi satu dengan sisi yang lain tidak bisa saling dilepaskan. Pendidikan tanpa kebudayaan menjadi tidak bermakna, sebaliknya kebudayaan tanpa pendidikan tidak akan berpijak ke bumi. Berbeda dengan pendapat Winarno, Syarifuddin Jurdi 2010: 29 berpendapat nilai-nilai pendidikan yang harus diperhatikan adalah untuk membentuk manusia yang cerdas, berkualitas, kreatif, dan membentuk karakter bangsa yang harus menjadi perhatian utama negara. Hal itu berbalik karena pendidikan yang dikembangkan dewasa ini telah terbawa pada kegiatan bisnis yang pada akhirnya hanya pada 1 commit to user pencapaian tujuan kapitalisme semata. Biaya dan tuntutan sekolah di zaman sekarang tidak terlepas dari biaya yang cukup mahal. Tujuan ini tidak sesuai dan sudah melenceng dengan tujuan pendidikan yang diharapkan menurut Undang-Undang. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti tertuang di dalam Pasal 28 B Ayat 1 bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan mutu hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, Kemendikbud sebagai penanggungjawab pendidikan nasional mempunyai visi menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. Dalam pasal 1 Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan karakter. Dengan demikian pendidikan tidak hanya membentuk insan cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter kuat dan berakhlak mulia yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dalam mewujudkan visi pendidikan tersebut Kemendikbud telah menetapkan misinya yaitu mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan commit to user masyarakat global. Untuk mewujudkannya dibutuhkan mental atau psikologi dan karakter yang baik. Masalah bangsa Indonesia sebenarnya terletak pada sistem dan manusia- manusia penyelenggara sistem tersebut. Untuk itu menurut Tyasno Sudarto, 2007: 29, dibutuhkan sosok pemimpin yang kuat dan berani bertindak berdasarkan kebenaran. Perbaikan itu hanya mungkin dilakukan salah satunya melalui pendidikan. Oleh karena itu peran pengajar atau guru menjadi sangat strategis dalam mendampingi peserta didik supaya tumbuh dan berkembang menjadi insan yang merdeka jiwa, pikiran, dan jasmaninya. Pendapat itu sama dengan konsep Ki Hadjar Dewantara, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologinya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut adanya pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakat. Jika melihat sejarah bangsa Indonesia, pendidikan karakter sesungguhnya bukanlah merupakan sesuatu yang baru dalam pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara, Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, R.A Kartini, dan Moh. Hatta dulu pernah menerapkan semangat pendidikan karakter salah satunya berupa keteladanan sebagai pembentuk nilai-nilai suatu jati diri bangsa. Pada masa itu mereka mengajarkan budi pekerti, nilai-nilai dan juga semangat cinta tanah air. Hal itu dikarenakan sebagai commit to user tujuan dan keadaan pada saat itu. Dengan suasana seperti itulah semangat cinta tanah air dapat berkembang dalam masyarakat. Melalui sekolah, semangat cinta tanah air, nilai budi pekerti atau pendidikan karakter dalam setiap proses pembelajaran seharusnya dapat dikembangkan. Dalam proses pembelajaran jika dijiwai dengan semangat pendidikan karakter, akan menjadi suatu tempat dan lingkungan yang efektif untuk pembentukan pribadi sehingga mereka atau siswa bisa berkembang baik dalam bermasyarakat. Menurut Doni Koesoema 2007: 222, sejak dahulu sekolah memiliki dua tujuan utama dalam pendidikan mereka, yaitu membentuk manusia yang cerdas dan baik. Dengan dua keyakinan ini sekolah memiliki tanggungjawab yang besar dalam pendidikan karakter bagi anak didiknya, terutama melalui disiplin, keteladanan, dan organisasi sekolah kebijakan dan kurikulum. Sekolah ataupun lembaga pendidikan harus mempunyai keberanian untuk menanamkan pemahaman konseptual dan praktik yang dipandu oleh nilai-nilai luhur yang akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan manusiawi. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP setiap sekolah diberikan keleluasaan untuk mengembangkan atau memasukkan pendidikan karakter. Tentunya dengan adanya otonomi sekolah, usaha mengembangkan kurikulum dan memasukkan pendidikan karakter akan lebih mudah serta membuat ciri dari masing- masing sekolah. Dalam pendidikan karakter Kemendikbud mewajibkan memasukan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Hal ini bisa dipengaruhi ideologi commit to user sekolah dan peran para pengajar terutama dalam pengembangan dan penerapan pendidikan karakter. Penerapan pendidikan karakter harus diimbangi dengan pemahaman guru tentang karakter yang baik dan dapat menjadi contoh bagi siswanya. Guru terkadang belum mampu menjadi teladan bagi siswanya. Lingkungan yang baik dan kondusif tentunya akan berdampak baik bagi warga sekolah. Sebaliknya, apabila lingkungan tidak kondusif maka muncul berbagai karakter yang negatif. Misalnya terjadi tawuran pelajar, kekerasan, dan muncul ketidakadilan serta ketidakjujuran dari siswa adalah salah satu contoh belum berhasilnya tujuan pendidikan sesuai dengan Pasal 1 Sisdiknas tahun 2003 . Pendidikan seharusnya bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa. Jika ingin merunut sejarah pendidikan di Indonesia bisa dipastikan akan membantu mengangkat wajah pendidikan di Indonesia. Beberapa tokoh yang merintis model pendidikan yang berwajah Indonesia salah satunya Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan ini juga menjadi media mengobarkan semangat perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia Daoed Joesoef, 2007: 6. Setelah Indonesia merdeka pendidikan mengemban misi menyiapkan generasi untuk mengisi kemerdekaan. Pada tahun 2010 melalui Menteri Pendidikan Nasional menekankan pentingnya pendidikan karakter. Output atau hasil dari pendidikan selama ini masih jauh dari harapan. Para pendidik yang mestinya mendidik malah harus dididik. Para pejabat yang semestinya melayani masyarakat malah minta dilayani dan itu sebagian dari fenomena yang bersumber pada karakter. Selain itu media sebagai tontonan commit to user masyarakat masih jauh dari identitas bangsa. Hal tersebut berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. Hancurnya nilai-nilai moral dalam masyarakat yang ditandai dengan merebaknya kekerasan, ketidakadilan, dan korupsi mengakibatkan lahirnya pendidikan karakter yang perlu dikembangkan di sekolah ataupun lembaga pendidikan. Lingkungan sekolah seharusnya bisa menjadi unsur terpenting bagi pertumbuhan pendidikan karakter. Lembaga pendidikan dapat menciptakan sebuah pendekatan pendidikan karakter melalui kurikulum, penegakan disiplin, manajemen kelas, maupun melalui program-program pendidikan yang dirancangnya. Berbagai macam cara pandang pendidikan budi pekerti, baik itu dianggap sebagai mata pelajaran khusus, atau tergabung dalam mata pelajaran lain seperti Pendidikan Agama, Sejarah, PPKn atau Pendidikan Kewarganegaraan menunjukan bahwa bangsa ini sebenarnya memiliki keprihatinan mendalam tentang pembentukan karakter bangsa. Situasi ini sesungguhnya menantang untuk kembali dapat meletakkan dan memahami pendidikan karakter bagi pembentukan kepribadian bangsa Doni Koesoema, 2007: 50-51. Pendidikan karakter dianggap penting dan sudah dimasukkan dalam proses pembelajaran. Peran lembaga pendidikan dan guru sangat penting demi terciptanya tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini peneliti ingin mengkaji Tamansiswa dan Pondok Pesantren Krapyak di Yogyakarta karena melihat adanya perbedaan antar keduanya tentang ideologi atau karakteristik dan tentunya pelaksanaan sistem pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan karakter akan juga berbeda. commit to user Persepsi pengajar yang mempunyai latar belakang berbeda akan mempengaruhi pola pendidikan karakter di sekolah. Persepsi inilah yang akan dikembangkan peneliti dan pola penerapannya. Tamansiswa yang terlihat kuat pengaruh dari ajaran Ki Hadjar Dewantara mengenai budi pekerti dan nilai-nilai moral akan berbeda dengan konsep Pondok Pesantren Krapyak di Yogyakarta. Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta mempunyai cara tersendiri untuk mengembangkan pendidikan karakter dalam model pembelajarannya. Dengan konsep pendidikan Islam dan model pondok pesantren akan mempengaruhi pembentukan karakter di Madrasah Aliyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Topik ini yang akan menjadi kajian penulis untuk diteliti lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah