PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN MIND MAPPING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP GEOGRAFI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 METRO TAHUN AJARAN 2012-2013

(1)

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN MIND

MAPPING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP GEOGRAFI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 METRO

TAHUN AJARAN 2012-2013 Oleh

Wiwin Alwiningsih

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap penguasaan konsep geografi, (2) pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping terhadap penguasaan konsep geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah, (3) perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping dan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah, (4) efektivitas model pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi bagi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain eksperimen Quasi Ekperimental Design. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes. Data hasil tes dianalisis menggunakan uji regresi, uji t uji dan analisis varian desain faktorial (Anova) dengan memanfaatkan program SPSS-18.

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran dilihat dari peningkatan penguasaan konsep geografi. Tanpa memperhatikan tingkat kemampuan awal siswa, peningkatan penguasaan konsep geografi siswa dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping meningkat dari rerata 63,2 menjadi 75,8 (19,93%) lebih tinggi dari rerata peningkatan penguasaan konsep kelas kontrol dari rerata 61,5 menjadi 70,0 (13,82%). Dengan memperhatikan kemampuan awal siswa, peningkatan penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan model pembelajaran kolaborasi STAD degan Mind Mapping lebih tinggi pada siswa berkemampuan awal tinggi dan sedang. Tetapi pada siswa berkemampuan awal rendah tidak terdapat perbedaan rerata penguasaan konsep geografi.


(3)

(4)

(5)

(6)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 13

2. Teori Belajar Kontruktivisme ... 15

3. Model Pembelajaran ... 16

4. Model Pembelajaran Kolaboratif ... 17

5. Student Teams Achievement Division (STAD) ... 19

6. Mind Mapping (Peta Pikiran) ... 20

7. Model Pembelajaran Kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dan Mind Mapping ... 21

8. Kemampuan Awal ... 24

9. Pemahaman Konsep Geografi ... 25

B. Kerangka Berpikir ... 27

C. Anggapan Dasar dan Hipotesis ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 31

1. Metode Penelitian ... 31

2. Desain Penelitian ... 31

B. Pelaksanaan Penelitian ... 34

1. Tahap Prapenelitian ... 34

2. Tahan Penelitian ... 35


(7)

xv

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

D. Jenis dan Variabel Penelitian ... 39

E. Devinisi Operasional Variabel ... 39

F. Jenis dan Sumber Data ... 40

G. Instrument Penelitian ... 40

H. Validasi Instrumen ... 42

1. Validitas soal ... 42

2. Reliabilitas Soal ... 43

3. Taraf Kesukaran ... 44

I. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Persyaratan Analisis Data ... 46

a. Uji Normalitas ... 46

b. Uji Homogenitas ... 47

2. Uji Hipotesis ... 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian ... 52

1. Lokasi Penelitian ... 52

2. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 3 Metro ... 52

3. Keadaan Peserta Didik SMA Negeri 3 Metro ... 54

4. Sarana dan Prasarana SMA Negeri 3 Metro ... 54

5. Keadaan Guru SMA N 3 Metro ... 57

B. Pelaksanaan Penelitian ... 57

C. Hasil Penelitian ... 58

1. Deskripsi data kemampuan awal siswa ... 58

a. Deskripsi data kemampuan awal di kelas eksperimen... 58

b. Deskripsi data kemampuan awal di kelas kontrol ... 60

2. Deskripsi data penguasaan konsep (tes akhir) ... 66

a. Deskripsi data penguasaan konsep di kelas eksperimen .... 67

b. Deskripsi data penguasaan konsep di kelas kontrol... 68

3. Perbedaan penguasaan konsep di kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 71

4. Pengujian hipotesis ... 75

a. Hipotesis 1 ... 75

b. Hipotesis 2 ... 78

c. Hipotesis 3 ... 80

d. Hipotesis 4 ... 82

e. Hipotesis 5 ... 84

f. Hipotesis 6 ... 86

D. Pembahasan ... 90

E. Keterbatasan Penelitian ... 107

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 109


(8)

xvi DAFTAR PUSTAKA


(9)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (2013: 48) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) (2013: 3) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.


(10)

Pendidikan sebagai aspek yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa memiliki tujuan yang harus dicapai. Tujuan pendidikan di Indonesia yaitu untuk mentransfer ilmu dan meningkatkan kualitas manusia sehingga menjadi manusia kreatif, terampil serta profesional. Pendidikan di Indonesia yang bersifat formal mempunyai tujuan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 2 (2013: 7) yang menjelaskan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, tetapi diperluas sehingga mencangkup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Tetapi sistem pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif sesuai dengan tuntutan zaman saat ini. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia. Permasalahan yang lain adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu prestasi belajar siswa. Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, terdapat sejumlah mata pelajaran yang pokok dan mendukung.

Geografi merupakan ilmu yang kompleks yang mencangkup segala bidang. Objek kajiannyapun demikian luas sehingga tidak mudah merumuskan batas-batasnya. Banyak orang mengatakan bahwa geografi merupakan ilmu “jembatan”, ilmu


(11)

yang mengkaji fenomena geosfer baik secara sosial maupun secara fisik. Sehingga didalam pembelajarannya mencangkup kajian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam. Geografi dapat memberikan kemampuan untuk berfikir koheren dalam memecahkan masalah, memberikan keterampilan tinggi dalam berfikir kritis, analitis, dan sistematis dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut merupakan modal utama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi geografi. Keterbutuhan akan penguasaan konsep geografi tersebut mengharuskan setiap pendidik untuk mengajarkan materi dengan semenarik mungkin dan dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Materi Geografi saling berkesinambungan satu dengan yang lain, artinya dalam pengkajian suatu objek dapat dilihat dari berbagai sudut pandang geografi, baik secara fisik maupun secara sosial. Sehingga dalam proses pembelajarannya konsep-konsep geografi harus dikuasai. Untuk itu, dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa sehingga siswa dapat memahaminya.

Pandangan siswa mengenai geografi sebagai pelajaran yang membosankan masih belum bisa dihilangkan, hal ini dikarenakan materi dalam geografi banyak yang berupa penjelasan dan definisi yang menyebabkan siswa enggan, malas, dan merasa bosan. Terkait materi pokok sejarah pembentukan bumi, dalam materi ini ada banyak sekali urutan atau kronologis terbentuknya bumi beserta pengertian-pengertian dan sejumlah konsep-konsep atau teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Untuk mempelajari materi ini siswa dituntut untuk belajar keras dengan model pembelajaran menghafal karena dalam pembelajaran di kelas guru hanya


(12)

menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga ketika ulangan akhir dilaksanakan mereka cenderung banyak yang lupa dan mendapat nilai yang rendah untuk pokok bahasan ini. Permasalahan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan siswa. Sebagian besar permasalahan yang muncul adalah akibat kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran geografi. Dari hasil wawancara dengan guru geografi kelas X SMAN 3 Metro diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran geografi masih menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan model pembelajaran ceramah, karena sejak dulu model pembelajaran ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Walaupun proses pembelajaran di dalam kelas lebih banyak menggunakan model pembelajaran konvensional tetapi kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa tetap ada meskipun siswa kurang aktif.

Menurut Djamarah yang dikutip dalam Viyanti (2012: 172) mengatakan bahwa dalam pembelajaran secara konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Pembelajaran seperti itu disebut sebagai pembelajaran monoton, yang menyebabkan siswa kurang kreatif dan pasif dalam mempelajari geografi sehingga penguasaan konsepnya pun rendah.

Hal tersebut juga terlihat pada hasil belajar siswa mata pelajaran Geografi kelas X di SMA Negeri 3 Metro. Berdasarkan sumber data yang diperoleh, hasil ulangan siswa pada mata pelajaran geografi masih rendah, karena lebih dari 50% nilai


(13)

hasil ujian siswa masih dibawah nilai standar Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 77% siswa belum tuntas seperti yang disajikan tabel berikut ini: Tabel 1. Rekapitulasi ketuntasan nilai ulangan siswa pelajaran Geografi

ber-dasarkan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) Kelas X di SMA Negeri 3 Metro Tahun ajaran 2012-1213.

Sumber: Rekapitulasi Nilai Belajar Siswa Pelajaran Geografi Tahun 2012.

Berdasarkan tabel di atas bahwa jumlah siswa yang tidak tuntas belajar geografi materi sejarah pembentukan bumi lebih kecil dari yang tuntas. Perbandingan secara persentase ketuntasan belajar geografi pokok bahasan sejarah pembentukan bumi sebanyak 77% (147 siswa) tidak tuntas dan 33% (73 siswa) tuntas.

Penguasaan konsep geografi yang rendah diduga karena model pembelajaran yang digunakan dalam penyampaian materi tersebut kurang bisa memberikan penguasaan konsep yang baik kepada peserta didik. Selain itu dikarenakan tingkat kemampuan awal siswa yang berbeda-beda, bagi siswa yang sudah tahu akan menjadi sesuatu yang membosankan, sedangkan bagi siswa yang belum tahu sama sekali, mereka merasa tertinggal dan tidak dapat menangkap materi yang

No Kelas

Jumlah siswa dalam ketuntasan belajar geografi materi sejarah pembentukan

bumi Jumlah

siswa tiap kelas Tuntas

≥ 70

Persentase (%)

Tidak tuntas ≤ 70

Persentase (%)

1 X1 28 88 4 22 32

2 X2 13 41 19 59 32

3 X3 5 17 27 83 32

4 X4 12 38 20 62 32

5 X5 9 28 23 72 32

6 X6 2 6 28 94 30

7 X7 4 16 26 84 30

Total jumlah

siswa 73 Siswa 147 Siswa 220 Siswa

Persentase rerata


(14)

diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam penyampaian materi geografi haruslah menerapkan model pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat menerima dan memahami dengan mudah sehingga mereka dapat belajar dengan maksimal dan dapat mengembangkan kreativitasnya. Dengan demikian penguasaan konsep geografi pada siswapun dapat meningkat baik pada siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang maupun rendah yang akan berdampak pada prestasi belajarnya.

Ada banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan, hanya saja tidak semua model pembelajaran sesuai untuk semua materi. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping. Menurut Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011: 306) pembelajaran kolaborasi dapat mempertajam kemampuan berfikir yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas. Pembelajaran kolaborasi menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi itu disampaikan. Model pembelajaran ini digunakan agar siswa lebih mudah dalam mengingat apa yang mereka pelajari sehingga dapat membantu proses belajar mengajar di dalam kelas.

Menurut Ahmad Bakharuddin (2012, http://www.bakharuddin.net) dalam meng-gunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD), siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan


(15)

anggota lain sampai mengerti. Kelebihan dari STAD ini yaitu seluruh siswa menjadi lebih siap dan dapat melatih kerjasama dengan baik.

Selanjutnya Johan memberikan penjelasan yang dikutip dalam Mahmuddin (2009: http://mahmuddin.wordpress.com) menyatakan bahwa Mind Mapping merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neokorteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan. Mind Mapping ini bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dalam pembelajaran geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.

Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping ini menekankan penghubungan beberapa konsep atau informasi dalam pembelajaran sehingga diharapkan model ini dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa serta dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep geografi pada pokok bahasan sejarah pembentukan bumi, sehingga penguasaan konsep yang didapatkan menjadi lebih baik.


(16)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro?

2) Apakah model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping berpengaruh terhadap penguasaan konsep geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah di kelas X SMA Negeri 3 Metro?

3) Apakah ada perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal tinggi?

4) Apakah ada perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal sedang?

5) Apakah ada perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind


(17)

Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal rendah?

6) Apakah ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi bagi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro.

2) Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping terhadap penguasaan konsep geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah di kelas X SMA Negeri 3 Metro.

3) Untuk mengetahui perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal tinggi.


(18)

4) Untuk mengetahui perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal sedang.

5) Untuk mengetahui perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal rendah.

6) Untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi bagi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan suasana baru dalam pembelajaran yang mendorong peningkatan penguasaan konsep geografi pada materi sejarah pembentukan bumi serta dapat memberikan pengalaman mengenai pembelajaran geografi dengan pengidenti-fikasian contoh-contoh dari penerapan konsep sebagai sumber ilmu.


(19)

2. Bagi guru, memberikan wawasan dalam penerapan model pembelajaran yang efektif pada penguasaan konsep geografi siswa.

3. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan perbaikan mutu pembelajaran geografi.

4. Bagi Pembaca, mendapat pengetahuan tentang penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping sehingga dapat menjadi rujukan dalam pembelajaran.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut.

1. Ruang Lingkup Objek Penelitian:

Pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping terhadap penguasaan konsep geografi pada siswa pokok bahasan sejarah pembentukan bumi.

2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian:

Siswa –siswi kelas X6 dan X7 SMAN 3 Metro 3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian:


(20)

4. Ruang Lingkup Ilmu: Ilmu Pendidikan Geografi

Pembelajaran geografi hakikatnya adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran geografi merupakan pembelajaran tentang hakikat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing. (Nursid Sumaadmadja, 2001: 12).


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Menurut beberapa ahli seperti Morgan dalam Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011: 20), mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Secara sederhana Anthony Robbins dalam Trianto (2009: 15), mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Sementara menurut Harold Spears dalam Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011: 21), learning is to observe, to reads, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Artinya, belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Pembelajaran sendiri sangat erat kaitannya dengan belajar. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup (manusia). Sedangkan pembelajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat atau disiapkan untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu prestasi belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian unsur “kesengajaan” merupakan karakteristik dari suatu pembelajaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia


(22)

(2007: 17) mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Kimble dan Garmezy dalam Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011: 18), pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Siswa sebagai subjek belajar dituntut untuk aktif mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah, dan menyimpul-kan suatu masalah.

Pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang disadari yang cenderung bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan diorganisasi secara kognitif. Selanjutnya, keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada keaktifan siswa dalam merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada diri siswa ataupun lingkungannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang disadari dan cenderung bersifat tetap.


(23)

2. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut Damon dan Murray dalam Robert. E. Slavin (2005: 36) asumsi dasar dari teori kontruktivisme adalah interaksi diantara siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Selanjutnya Slavin dalam Trianto (2009: 28) menyebutkan bahwa teori kontruktivisme ini menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan men-transformasikan informasi kompleks, mengecek info baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi siswa agar benar-benar dapat memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Model pembelajaran kolaboratif berlandaskan pada teori belajar kontruktivisme ini.

Menurut Vygotsky dalam Robert. E. Slavin (2005: 37) menyatakan bahwa kegiatan kolaborasi diantara anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat sama satu sama lain, perilaku yang diperlihatkan di dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang mereka tunjukkan sebagai individu. Menurut Trianto (2009: 28) satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka untuk


(24)

belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

Dari berbagai pendapat mengenai pembelajaran konstrukstivisme dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menghendaki siswa untuk membangun pengetahuan dan pengalamannya sendiri sehingga pemahaman dengan kualitas yang lebih tinggi akan terbentuk guna memecahkan suatu masalah.

3. Model Pembelajaran

Menurut Meyer, W. J. dalam Trianto (2009: 21) mengemukakan bahwa secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih koprehensif. Selanjutnya Arends dalam Trianto (2010: 51) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajara, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Sedangkan menurut Trianto (2010: 52), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan oleh pengajar atau guru untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatapmuka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan materi atau perangkat pembelajaran termasuk


(25)

didalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan.

Johnson dalam Trianto (2010: 55) mengemukakan bahwa untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyfull learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sisuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung dengan baik. Paul D. Eggen dalam Trianto (2010: 57) menyebutkan bahwa sebuah model mengajar dapat dianggap sebagai sebuah bentuk cetak biru untuk mengajar. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajarannya.

4. Model Pembelajaran Kolaboratif

Menurut Matthews dalam Barkley (2012: 8) model pembelajaran kolaboratif adalah sebuah pedagogi yang pusatnya terletak dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses tersebut selalu memperkaya dan


(26)

memperluas wawasan mereka. Model pembelajaran kolaboratif lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses social yang bertumpu pada konteks belajar. Dasar dari model kolaboratif adalah teori interaksional yang memandang belajar sebagai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial.

Selanjutnya Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011: 306) mengemukakan bahwa pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktik-praktik pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Barkley (2012: 9) mengemukakan bahwa tujuan dari model pembelajaran kolaboratif adalah membangun pribadi yang otonom dan pandai mengartikulasikan pemikirannya.

Menurut Nelson dalam Suyatno (2009: 50), ciri-ciri lingkungan pembelajaran kolaboratif yaitu:

a. Melibatkan siswa dalam ajang pertukaran gagasan dan informasi;

b. Memungkinkan siswa mengeksplorasi gagasan dan mencobakan berbagai pendekatan dalam pengerjaan tugas;

c. Menata ulang kurikulum serta menyesuaikan keadaan sekitar dan suasana kelas untuk mendukung kerja kelompok;

d. Menyediakan cukup waktu, ruang, dan sumber untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar bersama;

e. Menyediakan sebanyak mungkin proses belajar yang bertolak dati kegiatan pemecahan masalah atau penyelesaian proyek.

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping untuk meningkatkan


(27)

penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi yang secara langsung akan berpengaruh pada prestasi belajarnya.

5. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelomppok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Menurut Robert. E. Slavin (2005: 143), STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Selanjutnya Slavin dalam Trianto (2009: 68-69) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Robert. E. Slavin (2005: 143-146) membagi tahapan dalam pembelajaran STAD yaitu:

a. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali


(28)

dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

b. Tim

Tim terdiri dari terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin. Ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. c. Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim,para siswa akan mengerjakan kuis individual dan dilarang untuk saling membantu.

d. Skor kemajuan individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepda tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja lebih baik daripada sebelumnya.

e. Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan penghargaan apabila skor rata-rata hasil yang dicapai memenuhi kriteria tertentu.

6. Mind Mapping (Peta Pikiran)

Peta pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan kita mengingat banyak informasi (Ahmad Munjid. N & Lilik Nur. K, 2009: 110). Pemetaan pikiran menurut Sumarmi (2012: 75), merupakan suatu cara untuk mengung-kapkan hal yang dipikirkan melalui suatu catatan yang menggambarkan hubungan antarkata, warna, dan gambar sehingga materi dapat dipahami dan diingat. Peta pikiran menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari. Peta pikiran terdiri dari kata kunci yang dihubungkan dengan kata kunci lain dengan cabang (garis lengkung), dimana setiap cabang memiliki warna yang berbeda dengan cabang lainnya dan disertai gambar.


(29)

Menurut Buzan dalam Sumarmi (2012: 77-78), mengemukakan ciri khas peta pikiran yaitu bagan berwarna, bercabang dan memunculkan gambar. Peta pikiran disusun seperti struktur nodus atau seperti cabang sebuah pohon, cabang-cabang terdiri dari kata kunci yang dituliskan di garis yang berasosiasi. Topik-topik dengan tingkat kepentingan yang lebih kecil juga digambarkan sebagai cabang-cabang yang melekat padacabang-cabang yang lebih tiggi. Penyusunan tersebut ditingkatkan dan diperkaya dengan warna, gambar, kode, dan dimensi untuk menambah minat, keindahan dan individualitas.

Dalam penelitian ini model pembelajaran Mind Mapping (peta pikiran) akan dikolaborasikan dengan model pembelajaran STAD yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Ahmad Munjid. N & Lilik Nur. K (2009: 112) mengemuka-kan langkah-langkah peta pikiran yaitu:

a. Tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain;

b. Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap point dan atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan dan segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang;

c. Tulislah kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail;

d. Tambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.

7. Model Pembelajaran Kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping

Salah satu cara untuk menimbulkan aktifitas belajar siswa adalah dengan merubah kegiatan–kegiatan belajar yang monoton. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran kolaboratif khususnya pada bidang studi geografi. Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division


(30)

(STAD) dengan Mind Mapping merupakan model pembelajaran yang dirancang dengan menggabungkan atau mengkolaborasikan dua model pembelajaran yaitu tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dengan Mind Mapping (peta pikiran) kedalam sebuah model pembelajaran khusus. Model ini dirancang untuk membantu siswa memahami dan mengingat materi yang dibaca dan dapat membantu proses belajar mengajar.

Model pembelajaran ini lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar. Model ini juga digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan mencatat materi dari buku pelajaran. Kegiatan mencatat bertujuan untuk memahami sampai tuntas bab demi bab dalam suatu pembelajaran. Dengan ketrampilan mencatat dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, selain itu setiap siswa akan dapat memasuki dunia keilmuan yang penuh pesona dan dapat mengembangkan berbagai ketrampilan lainya yang amat berguna untuk mencapai sukses dalam hidup.

Menurut Arends dalam Trianto (2009: 154) mengatakan bahwa model pembelajaran merujuk kepada perilaku dan proses-proses pikiran yang digunakan siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk ingatan dan proses metakognitif. Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping merupakan suatu model pembelajaran yang meminta siswa untuk:

1. Memaksimalkan proses kerja sama yang berlangsung secara alamiah diantara para siswa;


(31)

2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerja sama;

3. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar;

4. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar;

5. Mengembangkan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah;

6. Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang;

7. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar;

8. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai diantara para siswa, dan diantara para siswa dan guru;

9. Membangun semangat belajar sepanjang hayat.

Tabel 2. Langkah-Langkah Penerapan Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping

No. Langkah – langkah

1 Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.

2 Guru mengemukakan konsep/pokok permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa, sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban. 3 Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4-5 orang.

4 Tiap kelompok menginventarisasi konsep-konsep kunci dan pengembangannya, serta menggambarkannya pada sebuah kertas.

5 Menunjuk kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya yang berupa peta pikiran di depan kelas.

6 Guru dan siswa lain menanggapi apa yang disampaikan kelompok yang tampil tentang isi peta pikiran yang dibuat.

7 Mengevaluasi prestasi belajar tentang materi yang telah diajarkan 8 Mengoreksi laporan siswa, mengomentari dan menilai.

9 Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun prestasi belajar individu dan kelompok.

Sumber: Sumarmi (2012: 85)

Berdasarkan langkah-langkah Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping di atas, penerapan dalam pembelajaran geografi ini dianggap relevan karena model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk memahami materi yang dibaca sedangkan membaca mempunyai aspek sosial, yaitu proses yang


(32)

menghubungkan perasaan, pemikiran dan tingkah laku seorang manusia dengan manusia yang lain.

8. Kemampuan Awal

Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Kenyataan menunjukkan dalam mempelajari sesuatu, ada siswa yang memiliki kemampuan awalnya tinggi, sedang dan rendah (Djamarah, 2000: 181). Menurut Noer dalam Siti Latifah (2012: 144) kategori kemampuan awal siswa tinggi, sedang dan rendah adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan awal tinggi jika skor ≥ 70

2. Kemampuan awal sedang jika skor 60 ≤ n < 70 3. Kemampuan awal rendah jika skor ≤ 60

Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia memulai dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai atau pengetahuan yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran. Sejauh mana siswa telah mengetahui materi apa yang akan disajikan. Dengan mengetahui hal tersebut, guru akan dapat merancang pembelajaran dengan lebih baik. Sebab apabila siswa diberi materi yang telah diketahui maka akan merasa cepat bosan.


(33)

Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang representatif (Djamarah, 2000: 181).

9. Penguasaan Konsep Geografi

Penguasaan merupakan salah satu tingkatan dari ranah kognitif yang berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lain (Dimyanti & Mudjiono, 2009: 203). Konsep merupakan ide abstrak manusia yang akan mendasari keseluruhan objek, peristiwa, dan fakta yang menerangkan suatu hal. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2007: 67) menyatakan bahwa:

“Konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Suatu konsep adalah elemen dari proposisi seperti kata adalah elemen dari kalimat. Konsep adalah abstrak di mana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam ekstensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Konsep adalah universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep adalah pembawa arti. Suatu konsep tunggal bisa dinyatakan dengan bahasa apa pun.”

Ada beberapa pengertian lainnya tentang konsep menurut para ahli diantaranya adalah Bruner, Goodnow dan Austin dalam Viyanti (2012: 10) konsep memiliki lima elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh atribut itu misalnya adalah warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Dalam hal pembelajaran, penguasaan konsep sangat diperlukan untuk me-ningkatkan prestasi belajar siswa.

Penguasaan konsep akan memengaruhi ketercapaian prestasi belajar ranah kognitif. Berkenaan dengan hal tersebut, Oemar Hamalik (2002: 212) menyatakan


(34)

bahwa prestasi belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Konsep geografi berkenaan dengan kenyataan-kenyataan yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya, yang dapat dihayati sebagai kesatuan hubungan antara faktor-faktor geografi dengan umat manusia yang telah dimodifikasi, diubah, dan diadaptasikan oleh tindakan manusia sendiri (Nursid Sumaadmaja, 2001: 11). Konsep geografi secara jelas menegaskan bahwa yang menjadi objek studi geografi tidak lain adalah geosfer, yaitu permukaan bumi yang hakikatnya merupakan bagian dari bumi yang terdiri atas atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), hidrosfer (lapisan air) dan biosfer (lapisan kehidupan) yang ditinjau dari sudut keruangan dan kewilayahan dengan tidak terlepas dari adanya relasi keruangan dari unsur-unsur tersebut. Penguasaan konsep geografi yang ditekankan pada penelitian ini lebih kepada pokok bahasan sejarah pembentukan bumi.

Menurut Wiggin & McTighe dalam Barkley (2012: 406-407) mengemukakan indikator penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi, yaitu siswa dapat:

1. Menjelaskan dengan bukti-bukti yang mendukung;

2. Menginterpretasikan dengan memberikan cerita-cerita yang bermakna dan menawarkan terjemahan yang tepat;

3. Mengaplikasikan dan mengadaptasi secara efktif dalam konteks yang berbeda; 4. Memperlihatkan sudut pandang yang kritis;

5. Berempati dalam menemukan nilai di dalam apa yang menurut orang lain terlihat janggal;


(35)

Penguasaan konsep dalam penelitian ini dinyatakan dalam prestasi belajar siswa yang merupakan salah satu indikator untuk menentukan terkuasai atau tidaknya konsep yang telah diajarkan kepada siswa selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, prestasi belajar tersebut berupa skor atau nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil tes formatif pada pokok bahasan sejarah pembentukan bumi. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep geografi adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau memahami dasar-dasar materi atau objek yang meliputi fakta, keterampilan, konsep dasar atau aturan-aturan dalam geografi secara berurutan yang diukur dari hasil tes pada setiap siklusnya. Siswa telah dikatakan menguasai tes jika memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah ditetapkan.

B.Kerangka Berpikir

Rendahnya prestasi belajar siswa merupakan suatu permasalahan umum yang selalu menjadi persoalan yang seolah tidak ada ujungnya. Karena keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran, diantaranya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Dalam pemilihan model pembelajaran, guru hendaknya lebih selektif. Karena pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping.


(36)

Dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dalam pembelajaran, siswa-siswa akan lebih memaknai proses belajar yang dilakukan karena rangkaian proses pembelajarannya yang menuntut keefektifan dalam mengidentifikasi dan memberikan contoh dari suatu konsep. Dalam memahami materi sejarah pembentukan bumi yang banyak memuat definisi-definisi dan membutuhkan banyak penjelasan, maka model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achie-vement Division (STAD) dengan Mind Mapping dapat diterapkan disini.

Penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping terhadap penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi kelas X SMA Negeri 3 Metro. Berdasarkan pemikiran di atas dapat dijelaskan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma penelitian

Kelas

eksperimen Tes awal

Kelas

kontrol Tes awal Pembelajaran konvensional pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping

Tes akhir Tes akhir

Penguasaan konsep Penguasaan konsep


(37)

C.Anggapan Dasar dan Hipotesis

1. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar, siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki tingkat kemampuan awal belajar geografi yang diasumsikan homogen dan memperoleh materi yang sama serta hanya berbeda dalam pemberian model pembelajaran geografi.

2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah:

1) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro.

2) Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping terhadap penguasaan konsep geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah di kelas X SMA Negeri 3 Metro.

3) Terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal tinggi.


(38)

4) Terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal sedang.

5) Terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal rendah.

6) Terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi bagi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Sugiyono dalam bukunya (2010: 107) metode eksperimen yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

2. DesainPenelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Ekperimental Design. Menurut Sugiyono (2010: 114) Quasi Ekperimental Design digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Eksperimen Design (desain eksperimen semu) ini merupakan metode yang memberikan pretest terlebih dahulu untuk menentukan tingkat kemampuan awal siswa tanpa memilih secara random baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat.

Dalam melakukan penelitian ini menggunakan dua kelas dengan memperhatikan kemampuan awal masing-masing siswa, dimana kelas pertama akan diberi variabel perlakuan model pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol dan


(40)

kelas kedua diberi variabel perlakuan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dalam jangka waktu tertentu. Desain penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Desain eksperimen.

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes Akhir

Kelas Eksperimen T0 X1 T1

Kelas Kontrol T0 X2 T1

Keterangan:

X1 : Pembelajaran dengan menggunakan pemebelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping.

X2 : Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. T0 : Tes kemampuan awal (tes awal) yaitu tes yang dilakukan sebelum

diberi perlakuan.

T1 : Tes akhir yaitu tes yang dilakukan setelah diberikan perlakuan.

Penjelasan:

Dalam desain penelitian di atas, dapat dijelaskan bahwa masing-masing kelas diberi perlakuan yang berbeda (kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping, sementara kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional atau model pembelajaran yang biasa digunakan), kedua kelas diberikan tes awal diawal pertemuan, untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah itu masing-masing kelas diberi perlakuan yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diharapkan, kemudian masing-masing kelas diberikan tes akhir untuk


(41)

mengukur tingkat keberhasilan perlakuan yang telah diberikan. Kegiatan tes akhir dilakukan diakhir pertemuan.

Sebagaimana rencana eksperimen yang akan dilakukan yaitu memberikan perlakuan tentang pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dan pembelajaran konvensional dengan mempertimbangkan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah maka akan memiliki efek desain analisis datanya. Desain analisis data yang digunakan adalah analisis varian (anava) desain faktorial yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Table 4. Rancangan analisis data.

Pembelajaran STAD-MM

Pembelajaran Konvensional

T1 T2

Tinggi (A1) T1A1 T2A1

Sedang (A2) T1A2 T2A2

Rendah (A3) T1A3 T2A3

Sumber: Penelitian 2012. Keterangan:

T1A1= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi

T2A1= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi

T1A2= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams

Pembelajara Kemampuan awal


(42)

Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang

T2A2= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang

T1A3= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah

T2A3= Penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi dengan menggunakan model pembelajaran kolaborasi pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah

B.Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Prapenelitian

a. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, informasi tentang KKM, data nilai pokok bahasan sejarah pembentukan bumi dari tahun-tahun sebelumnya, jadwal, dan tata tertib sekolah;

b. Menentukan dua kelas sampel;

c. Menyusun RPP sesuai dengan materi pokok yang akan diteliti yaitu materi sejarah pembentukan bumi;


(43)

d. Membuat LKS yang disesuaikan dengan tahapan pembelajaran dan peningkatan penguasaan konsep yang diharapkan akan dicapai siswa kelas eksperimen;

e. Melakukan validasi instrumen;

f. Mengumpulakn soal tes awal-tes akhir yang merupakan produk yang dihasil-kan.

2. Tahap Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian di kelas dibagi menjadi dua yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Urutan prosedur pelaksanaanya adalah sebagai berikut:

a. Memberikan tes awal dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol;

b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi sejarah pembentukan bumi sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan untuk masing-masing kelas;

c. Memberikan tes akhir dengan soal-soal yang sama pada kelas kontrol dan kelas eksperimen;


(44)

Langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian dibawah ini:

Gambar 2. Alur penelitian.

Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua kelas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Rancangan kegiatan kelas kontrol dan eksperimen.

No Pertemuan Kegiatan

1 1 Tes awal 2 2 Pembelajaran 3 3 Pembelajaran 4 4 Tes akhir Sumber: Data pribadi peneliti Tahun 2012.

Berdasarkan pada program semester yang dimiliki guru mata pelajaran geografi pokok bahasan sejarah pembentukan bumi tercantum jumlah jam pelaksanaan

Tahap persiapan dan observasi Tes akhir Kelas Kontrol Tes awal Penetapan populasi dan sampel Kelas Eksperimen Model pembelajaran konvensional Model Pembela-jaran kolaborasi student teams achievement division (STAD) dengan Mind mapping

Analisis Data

Kesimpulan Kemampuan Awal


(45)

pembelajaran yang dialokasikan untuk pembelajaran yaitu sebanyak 6 jam pelajaran. Dari 6 jam pelajaran tersebut dibuat menjadi 2 jam pertemuan mengingat dalam satu minggu terdapat 1 kali pertemuan pelajaran geografi kelas X SMA N3 Metro. Tes diadakan dua kali yaitu tes awal dan tes akhir. Tes awal dilakukan setelah pembelajaran materi sebelumnya dilakukan untuk menentukan kemampuan awal siswa, sedangkan tes akhir dilakukan pada akhir pertemuan.

C.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Margono dalam bukunya (2007: 118) menjelaskan bahwa populasi merupakan seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi berhubungan dengan data dan bukan manusianya. Selanjutnya Sugiyono (2010: 297) mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: Obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Metro yang terletak di Jl. Naga Banjarsari Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester ganjil SMA Negeri 3 Metro tahun pelajar-an 2012/2013. Kelas X berjumlah 7 kelas (X1–X7) dengan jumlah siswa se-banyak 222 siswa yang memiliki kemampuan (tingkat kecerdasan) merata.


(46)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut Sugiyono (2010: 297), sampel merupakan sebagian dari populasi. Untuk kepentingan penelitian ini, pengambilan sampel diambil dengan menggunakan Purposive Sampling. Selanjutnya Sugiyono (2010: 124) dalam bukunya menjelaskan bahwa puposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Untuk itu, pengambilan sampel tidak dilakukan langsung pada semua pelajar kelas X melainkan pada kelas tertentu sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dalam penelitian ini, kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah kelas X6 dan kelas X7. Penentuan kelas ini berdasarkan pertimbangan bahwa kedua kelas tersebut memiliki tingkat perbandingan yang hampir sama antara siswa tuntas belajar dan siswa tidak tuntas belajar geografi. Dari tingkat perbandingan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas adalah kelas yang homogen. Agar peneliti yakin bahwa semua kelompok dalam populasi terwakili dalam sampel, selain melakukan analisis sampel melalui data perbandingan, peneliti juga memperhatikan ciri-ciri yang dimiliki oleh sampel yaitu siswa mendapatkan materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa yang menjadi obyek penelitian duduk pada kelas yang sama, siswa diajar oleh guru yang sama, pembagian kelasnya menggunakan sistem acak, menggunakan buku paket yang sama, dan memperoleh pelajaran geografi dengan jumlah jam yang sama. Dengan demikian, peneliti yakin bahwa penentuan kedua kelas tersebut sebagai sampel adalah yang terbaik.


(47)

D.Jenis dan Variabel Penelitian

Jenis penelitian ini adalah peneitian quasi eksperimen.Variabel penelitian ada dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas, yaitu variabel bebas perlakuan pembelajaran dan variabel bebas atribut kemampuan awal. Variabel bebas perlakuan pembelajaran diklasifikasikan dalam bentuk model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping (X1) dan pembelajaran konvensional (X2). Sedangkan variabel bebas atribut diklasifikasikan menjadi kemampuan awal tinggi, kemampuan awal sedang dan kemampuan awal rendah. Sementara itu yang menjadi variabel terikat adalah penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi (Y).

E. Devinisi Operasional Variabel

a. Model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping merupakan model pembelajaran yang dirancang dengan menggabungkan atau mengkolaborasikan dua model pembelajaran yaitu tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping (peta pikiran) kedalam sebuah model pembelajaran khusus.

b. Kemampuan awal merupakan kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview atau cara-cara lain yang cukup


(48)

sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang representatif

c. Penguasaan konsep geografi adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan tingkah laku setelah mengikuti pembelajaran dan dapat diukur dengan sebuah tes. Penguasaan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep dalam ranah kognitif yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai tes atau hasil belajar siswa dengan indikator pencapaian atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yaitu ≥ 70 (tuntas) dan < 70 (tidak tuntas).

F. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat data kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum belajar (tes awal) untuk mengetahui kamampuan awal siswa dan data hasil tes setelah belajar (tes akhir) siswa. Sumber data penelitian ini diperoleh dengan metode tes untuk memperoleh data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes awal (kemampuan awal) dan tes akhir kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

G.Instrument Penelitian

Kata instrument dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Sudiyono (2010: 148) instrument penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun


(49)

sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variable penelitian. Bentuk instrument pada penelitian ini adalah:

1. Kelas eksperimen menggunakan 3 LKS (Lembar Kerja Siswa), yaitu LKS penerapan model pembelajaran, sedangkan kelas kontrol menggunakan LKS biasa. Kedua kelas memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran yang berbeda. 2. Tes awal dan tes akhir digunakan untuk menjaring penguasaan konsep siswa.

a. Tes awal merupakan uji awal sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian. Soal tes awal dalam penelitian ini merupakan produk yang dihasilkan dari penelitian perbandingan.

b. Tes akhir merupakan uji akhir atau ujian terkahir yaitu tes yang dilakukan hanya setelah perlakuan diberikan.

Baik tes awal maupun tes akhir, keduanya akan menggunakan bentuk soal berupa tes obyektif. Tes obyektif adalah tes yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara obyektif. Dalam penelitian ini tes obyektif yang digunakan berupa tes pilihan ganda. Adapun kebaikan-kebaikan dari tes obyektif menurut Suharsimi Arikunto (2010: 164-165) adalah:

1) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru matematika; 2) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci

tes bahkan alat-alat kemajuan teknologi; 3) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain;


(50)

H.Validasi Instrumen

1. Validitas soal

Dalam suatu penelitian ilmiah, untuk menunjukkan baik atau tidaknya suatu tes sangat diperlukan validitas dan reabilitas instrumen. Validitas dan reabilitas suatu instrumen perlu digunakan agar kesimpulan dari hasil penelitian tidak keliru dan tidak jauh berbeda dari hasil sebenarnya. Dalam penelitian ini validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 67) validitas isi ini merupakan validitas yang dilihat dari isi tes untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep geografi siswa. Validitas ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah isi dari tes tersebut sudah mewakili dari keseluruhan materi yang telah dipelajari. Validitas isi dari tes penguasaan konsep geografi siswa ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes penguasaan konsep geografi dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan.

Jadi disini dapat diketahui apakah hal-hal yang terdapat pada tujuan intruksional khusus sudah dapat mewakili secara nyata pada penguasaan konsep geografi atau belum. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran geografi kelas X SMA Negeri 3 Metro mengetahui dengan benar kurikulum SMA, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran Geografi. Apabila penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur maka tes tersebut dikategorikan valid.


(51)

2. Reliabilitas Soal

Tes yang digunakan diujicobakan diluar sampel tetapi masih dalam populasi. Ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen tes. Untuk menentu-kan tingkat reliabilitas instrumen tes digunamenentu-kan program Anates V4.0.9. Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r) pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut:

Tabel 6. Kriteria interpretasi keeratan reliabilitas tes.

No. Besaran Reabilitas Interprestasi Keeratan

1 Antara 0,800- 1,000 Sangat tinggi

2 Antara 0,600-0,800 tinggi

3 Antara 0,400-0,600 cukup

4 Antara 0,200-0,400 rendah

4 Antara 0,000-0.200 sangat rendah Sumber: Suharsimi Arikunto, dalam Fachri Thaib 2003: 56.

Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, akan diperoleh nilai (r)

. Jika harga (r) memenuhi kriteria sangat tinggi atau tinggi maka tes tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data terkait penguasaan konsep geografi siswa. Berdasarkan hasil analisis uji reliabilitas tes kemampuan awal siswa (tes awal) dan tes penguasaan konsep siswa (tes akhir) dapat disimpulkan reliabilitas tes tinggi.

Tabel 7. Hasil analisis reliabilitas kemampuan awal (tes awal) dan penguasaan konsep siswa (tes akhir).

No. Instrumen Nilai Reliabilitas Keterangan Kesimpulan 1 Kemampuan Awal

(tes awal) 0,67

Antara 0,600-0,800

Reliabilitas tinggi 2 Penguasaan

Konsep (tes akhir) 0,72

Antara 0,600-0,800

Reliabilitas tinggi Sumber: Data primer dan perhitungan peneliti Tahun 2012.


(52)

Berdasarkan Tabel 7 tersebut hasil analisis reliabilitas tes kemampuan awal (tes awal) menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi yaitu 0,67, sedangkan hasil analisis reliabilitas tes penguasaan konsep (tes akhir) menunjukkan tingkat reliabilitas yang juga tinggi yaitu 0,72.

3. Taraf Kesukaran

Teknik perhitungan taraf kesukaran butir soal adalah menghitung berapa persen testee yang menjawab benar untuk tiap-tiap item. Menurut Anas Sudijono (2006: 372) untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran soal pilihan ganda dan isian singkat digunakan tolak ukur sebagai berikut:

0 < P ≤ 0,30 : sukar 0,30 < P ≤ 0,70 : sedang 0,70 < P ≤ 1,00 : mudah

Perhitungan tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bagi siswa. Perhitungan tingkat kesukaran soal ini menggunakan program Anates V4.0.9. Hasil uji analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan awal (tes awal) dan penguasaan konsep (tes akhir) dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 8. Tingkat kesukaran soal tes kemampuan awal (tes awal) dan penguasaan

konsep (tes akhir). No. Instrumen Sangat

sukar Sukar Sedang Mudah

Sangat mudah

Jumlah soal 1 Kemampuan

Awal (tes awal) - - 16 4 - 20

2

Penguasaan Konsep (tes akhir)

- - 12 8 - 20


(53)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8, diketahui bahwa tingkat kesukaran soal pada tes kemampuan awal (tes awal) dengan jumlah soal sebanyak 20 butir dengan tafsiran 4 soal bertaraf mudah yaitu soal bernomor 3,4,5 dan 18. Sementara itu 16 soal lainnya bertaraf sedang, yaitu soal bernomor 1, 2, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, dan 20. Sedangkan untuk tingkat kesukaran soal pada tes penguasaan konsep (tes akhir) dengan jumlah soal yang juga berjumlah 20 butir memiliki tafsiran 8 soal bertaraf mudah yaitu soal bernomor 3, 4, 5, 9, 12, 15, 16, dan 17. Sementara itu 12 soal lainnya bertaraf sedang, yaitu soal bernomor 1, 2, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 18, 19, dan 20.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dianalisis secara bertahap sesuai dengan tujuan penelitian masing-masing. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 18 dengan menggunakan uji analisis varian (Anova) desain faktorial untuk menguji hipotesis 1, analisis regresi untuk menguji hipotesis 2, dan statistik uji beda rata-rata (uji t) untuk hipotesis 3 sampai 6. Uji varian desain faktorial digunakan untuk melihat pebedaan masing-masing variabel penelitian serta interaksi antar variabel dalam kaitannya dengan penguasaan konsep geografi siswa. Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh model pembelajaran terhadap penguasaan konsep geografi siswa. Sementara itu uji rata-rata digunakan untuk melihat peningkatan rata-rata hasil prestasi belajar penguasaan konsep geografi siswa.


(54)

1. Uji Persyaratan Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji normalisasinya berjumlah dua kelompok, yang masing-masing terdiri dari kelompok yang menerapkan model pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping dan kelompok yang menerpakan model pembelajaran konvensional. Perhitungan uji normalitas dilakukan pada tes kemampuan awal (tes awal) dengan menggunakan alat uji Shapiro-Wilk dan Lilliefors dalam Seri Program Statistik (SPSS-18,0).

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

HO : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Dalam hal ini Singgih Santoso (2012: 301) memberlakukan ketentuan bahwa tolak HO apabila nilai signifikansi (Sig) < 0,05 berarti distribusi sampel tidak normal. Terima HO apabila nilai signifikansi (Sig) > 0,05 berarti sampel berdistribusi normal.

Tabel 9. Hasil uji normalitas data kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Nilai

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

dimensi on1

STAD & MM ,156 30 ,059 ,932 30 ,054 Konvensional ,171 30 ,052 ,920 30 ,051 a. Lilliefors Significance Correction


(55)

Berdasarkan hasil output pada Tabel 9 diketahui bahwa nilai signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirno/Lilliefors dan Shapiro-Wilk berturut-turut menunjuk-kan nilai Sig 0,059 dan 0,054 pada kelas eksperimen (STAD & MM) dan 0,052 dan 0,051 pada kelas kontrol (konvensional). Berdasarkan analisis data di atas, karena semua variabel mempunyai nilai probabilitas > α 0,05 dapat disimpulkan bahwa semua data tes kemampuan awal (tes awal) pada kelas eksperimen terdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 10. Uji normalitas tes kemampuan awal (tes awal).

No. Kelas

(Sig)

Kolmogorov-Smirnova

(Sig)

Shapiro-Wilk

Keterangan Kesimpulan 1 Eksperimen 0,059 0,054 Sig > 0,05 Normal 2 Kontrol 0,052 0,051 Sig > 0,05 Normal Sumber : Data primer dan perhitungan peneliti Tahun 2013.

b. Uji Homogenitas

Untuk menguji homogenitas digunakan uji Levene. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 136) uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya. Perhitungan uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Lavene dalam Seri Program Statistik (SPSS-18,0).

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah: Ho = 12 22 (sampel homogen) H1 = 12 22 (sampel tidak homogen)


(56)

Dalam hal ini Singgih Santoso (2012: 301) memberlakukan ketentuan bahwa tolak HO apabila nilai signifikansi (Sig) < 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians tidak sama. Terima Ho apabila nilai signifikansi (Sig) > 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama.

Tabel 11. Homogenitas Varian.

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Nilai

Based on Mean ,466 1 58 ,498

Based on Median ,595 1 58 ,444

Based on Median and with adjusted df

,595 1 54,505 ,444

Based on trimmed mean

,504 1 58 ,481

Sumber: Data primer dan perhitungan peneliti Tahun 2013.

Berdasarkan hasil output Uji Levene pada Tabel 11 di atas terlihat tingkat Signifikansi atau nilai probabilitas mean (rata-rata) berada diatas 0,05 (0,498 lebih besar dari 0,05). Demikian pula untuk median data, tingkat signifikansi menunjukkan angka 0,444 lebih dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi-populasi yang memiliki varians sama atau homogen.

2. Uji Hipotesis Hipotesis 1

Untuk uji hipotesis 1 digunakan statistik analisis varian (anava) faktorial dengan kriteria uji hipotesis menurut Singgih Santoso (2012: 301) sebagai berikut:

 Jika nilai Sig > α 0,05 maka terima HO sehingga H1 ditolak,  jika nilai Sig < α 0,05 maka tolak HO sehingga H1 diterima.


(57)

Atau dengan kriteria uji lain:

 jika nilai f hitung < f tabel maka terima HO sehingga H1 ditolak,  jika nilai f hitung > f tabel maka tolak HO sehingga H1 diterima. dengan hipotesis statistik sebagai berikut:

HO : Mp - KA H1 : Mp * KA

Mp = model pembelajaran KA = kemampuan awal

Tanda – menunjukkan tidak ada interaksi Tanda * menunjukkan terdapat interaksi Hipotesis 2

Untuk uji hipotesis 2 digunakan statistik analisis regresi dengan kriteria uji hipotesis menurut Singgih Santoso (2012:301) sebagai berikut:

 Jika nilai Sig > α 0,05 maka terima HO sehingga H1 ditolak,  jika nilai Sig < α 0,05 maka tolak HO sehingga H1 diterima. HO : θMP = θPK

H1 : θMP ≠ θPK

MP : model pembelajaran kolaborasi STAD dengan Mind Mapping. PK : penguasaan konsep geografi siswa

Hipotesis 3

Untuk hipotesis nomor 3 sampai 6 digunakan statistik uji beda rata-rata (mean) dengan kriteria uji menurut Singgih Santoso (2012: 301) yaitu:


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro. Hal ini ditunjukkan dari hasil penghitungan uji Annova desain faktorial menggunakan program SPSS Versi 18.0 For Windows.

2. Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams

Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping terhadap penguasaan

konsep geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah di kelas X SMA Negeri 3 Metro. Hal tersebut ditunjukan melalui hasil perhitungan uji regresi menggunakan program SPSS Versi 18.0 For Windows.

3. Terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi

Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan


(2)

Penguasaan konsep tersebut diambil dari nilai rata-rata tes akhir dari masing-masing kelas.

4. Terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi

Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan

model pembelajaran konvensional bagi siswa yang berkemampuan awal sedang. Dimana penguasaan konsep tersebut diambil dari nilai rata-rata tes akhirdari masing-masing kelas.

5. Tidak terdapat perbedaan rerata (mean) penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind

Mapping dengan model pembelajaran konvensional bagi siswa yang

berkemampuan awal rendah. Dimana penguasaan konsep tersebut diambil dari nilai rata-rata tes akhirdari masing-masing kelas.

6. Terdapat perbedaan efektivitas antara model pembelajaran kolaborasi Student

Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping dengan model

pembelajaran konvensional dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi materi sejarah pembentukan bumi bagi siswa di kelas X SMA Negeri 3 Metro. Dimana mmodel pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division

(STAD) dengan Mind Mapping lebih efektif digunakan dalam meningkatkan penguasaan konsep geografi siswa kelas X SMA Negeri 3 Metro.


(3)

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan

Mind Mapping, maka saran yang dapat dikemukakan oleh penulis antara lain:

1. Sebagai variasi kegiatan pembelajaran dikelas khususnya pada mata pelajaran Geografi SMA secara efektif, menarik, dan menyenangkan serta sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement

Division (STAD) dengan Mind Mapping.

2. Guru sebaiknya dapat lebih memahami kondisi dan karakter siswa di dalam kelas yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, lebih aktif bertanya dan lebih cepat bosan dengan situasi di dalam kelas. Sehingga guru haruslah mampu untuk lebih kreatif dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi di kelas, supaya tercipta susasana yang lebih kondusif, efektif, dan menyenangkan. Model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru pada pokok bahasan sejarah pembentukan bumi adalah model pembelajaran kolaborasi Student Teams Achievement Division (STAD) dengan Mind Mapping. Karena berdasarkan hasil penelitian ini, selain dapat membuat siswa merasa senang dan lebih kreatif model ini juga dapat meningkatkan penguasaan konsep geografi siswa materi sejarah pembentukan bumi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Bakharuddin. 2012. Model-Model Pembelajaran Terbaru. http://www.bakharuddin.net/2012/11/ model-model-pembelajaran-terbaru.html. Diakses pada tanggal 4 juli 2013 pukul 17.58.

Ahmad Munjid. N & Lilik Nur. K. 2009. Metode dan Teknik Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam. Refika Aditama, Bandung.

Anas Sudijono. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Press, Jakarta. Anonim. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Anonim. 2013. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem pendidikan

Nasional. Balai Pustaka, Jakarta.

Barkley, Elizabert E, dkk. 2012. Colaborative Learning Techniques. Nusamedia, Bandung.

Dimyanti & Mudjiono. 2009. Belajar & Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah, Syaiful bakhri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Rineka Cipta, Jakarta.

Fachri Thaib. 2003. Evaluasi Pengajaran Geografi (Bahan Ajar).Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Fuad Ihsan. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Rineka Cipta, Jakarta.

Hamzah B. Uno & Nurdin Mohamad. 2012. Belajar Dengan Pendekatan

PAIKEM. Bumi Aksara, Jakarta

Mahmuddin. 2009. Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran Mind Mapping.

http://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/01/pembelajaran-berbasis-peta-pikiran-mind-mapping. html. Diakses pada tanggal 4 juli 2013 pukul 17.45. Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK. Rineka


(5)

Muhammad Thobroni & Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.

Nursid Sumaadmaja. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

Oemar Hamalik. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem. Bumi Aksara, Jakarta.

Robert E. Slavin. 2005. Cooperative Learning. Nusa Media, Bandung. Singgih Santoso. 2012. Panduan Lengkap SPSS. Gramedia, Jakarta.

Siti Latifah. 2012. Efektivitas Pembelajaran Koperatif Mencari Pasangan (Make a

Match) Dibandingkan LKS Dalam Penguasaan Konsep Akuntansi (Thesis).

Universitas Lampung, Bandar Lampung. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung.

Suharsimi Arikunto. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Bumi Aksara, Jakarta.

Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Aditya Media, Yogyakarta.

Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres, Mataram.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Kencana, Jakarta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu:Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Bumi Aksara, Jakarta.

Viyanti. 2012. Metodologi Pembelajaran (Bahan Ajar). Universitas Lampung, Bandar Lampung.


(6)

Wahab Abdul Aziz. 2009. Metode dan Model-Model Mengajar:Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS). Alfabeta, Bandung.

Wina Sanjaya. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

The effectiveness of using student teams achievement division (stad) technique in teaching direct and indirect speech of statement (A quasi experimental study at the eleventh grade of Jam'iyyah Islamiyyah Islamic Senior high scholl Cege)

3 5 90

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN MEDIA MOLYMOD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI HIDROKARBON DI KELAS X SMA.

1 7 35

PENERAPAN KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN EVERYONE IS A TEACHER HERE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 28