Gambar 2.7
Proses pengerjaan beton pascatatik Andri Budiadi, 2008
II.2.3 Material Beton Prategang
a. Beton
Beton adalah campuran semen, air dan agregat dan bahan aditif untuk keperluan khusus. Setelah beberapa jam dicampur, bahan
– bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Kekuatan beton
ditentukan oleh kekuatan oleh kuat tekan karakteristik pada usia 28 hari. Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah yang mempunyai
kekuata teka ya g ukup ti ggi de ga ilai f‟ a ta a -45 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan,
pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil Andri Budiadi, 2008.
Rangkak yang lebih kecil berpengaruh kepada kemampuan layan dan keawetan struktur yang lebih lama. Campuran beton bermutu tinggi juga mengurangi
penggunaan material yang berlebihan sehingga berat material dapat berkurang, secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang lebih dapat
dilakukan. Menurut RSNI T-12-2004, tegangan ijin beton pada kondisi transfer prategang tidak boleh melampaui nilai 0,60
f
ci,
dimana f
ci
adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya prategang.
Sedangkan untuk tegangan ijin tarik pada kondisi transfer tidak boleh melebihi nilai 0,25
√
f
ci.
b. Baja
Baja yang digunakan untuk beton prategang dalam praktiknya ada empat macam, yaitu :
1. Kawat tunggal wires, biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik. Kawat tunggal yang dipakai untuk beton
prategang adalah yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A 421 dengan diameter yang bervariasi antara 3 - 8 mm, dengan tegangan tarik f
p
antara 1500-1700 Mpa.
2. Untaian kawat strand, biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pascatarik. Biasanya yang digunakan harus
memenuhi syarat kriteria ASTM A 416. Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9
– 15,2 mm. Tegangan tarik f
p
untaian kawat adalah antara 1750- 1860 Mpa.
Gambar 2.8 Untaian kawat strand Sumber : Freyssinet Prestressing System
Brochure
Tabel 2.2 Spesifikasi Strand Berdasarkan ASTM A-416
Diameter mm in.
Min. Breaking Strength, kN
lbf Strand Steel Area
mm
2
in
2
Weight Kg1000m lb1000ft
Grade 1725 250
6.40 0.250 40.0 9,000
23.2 0.036 182 122
7.90 0.313 64.5 14,500
37.4 0.058 294 197
9.50 9.50 89.0 20,000
51.6 0.080 405 272
11.10 0.438 120.1 27,000
69.7 0.108 548 367
12.70 0.500 160.1 36,000
92.9 0.144 730 490
15.20 0.600 240.2 54,000
139.4 0.216 1,094 737
Grade 1860 270
9.53 0.375 102.3 23,000
54.80 0.085 432 290
11.11 0.438 137.9 31,000
74.2 0.115 582 390
12.70 0.500 183.7 41,300
98.70 0.153 775 520
15.24 0.600 260.7 58,600
140.0 0.217 1,102 740
Sumber : Freyssinet Prestressing System brochure
3. Kawat batangan bars, biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik. Kawat batangan ini mengacu pada
spesifikasi ASTM A 722 yang diameternya berkisar antara 8-35 mm dan tegangan tariknya f
p
adalah antara 1000-1100 Mpa. 4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang tidak
ditarik, seperti
tulangan memanjang,
sengkang, tulangan
untuk pengangkuran dan lain-lain. Tulangan biasa ini dapat berupa bentuk
batangan bars, kawat atau kawat yang dilas wire mesh. Tulangan biasa yang dipakai harus sesuai dengan persyaratan ASTM A 615, A 616, A 617, A
706. Diameter yang umum adalah antara 6-32 mm dengan tegangan tarik antara 320-400 Mpa.
II.2.4 Analisis Prategang
Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan
oleh beban yang ditempatkan secara eksentris. a. Tendon Konsentris
Gambar 2.9 Prategang konsentris
Sumber : Beton Pratekan, N. Krishna Raju
Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas, tendon berada pada garis berat beton cental grafity of concrete, c.g.c.
Prategang seragam pada beton = FA yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok
menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai tendon eksentris.
b. Tendon Eksentris Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang
ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan
untuk memikul beban eksternal.
Gambar 2.10 Prategang eksentris
Sumber : Beton Pratekan, N. Krishna Raju
II.2.5 Kehilangan Prategang
Gaya prategang akan mengalami proses reduksi yang progresif pada jangka pendek saat transfer atau jangka panjang saat service. Kehilangan
prategangan saat transfer terjadi sesaat setelah penarikan tendon, sedangkan kehilangan saat service terjadi perlahan lahan pada saat umur pelayanan dan
karena pengaruh waktu. 1. Kehilangan gaya prategang langsung segera yaitu kehilangan gaya
prategang yang terjadi segera setelah peralihan gaya prategang waktu jangka pendek yang meliputi Perpendekan elastis, Kehilangan karena
pengangkeran, Slip angkur, serta Gesekan kabel. 2. Kehilangan prategang berdasarkan fungsi waktu yaitu kehilangan gaya
prategang yang tergantung pada waktu jangka waktu tertentu yang meliputi:
- Rangkak beton creep - Susut beton shrinkage
- Relaksasi baja relaxation
Kehilangan gaya prategang langsung a.
Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis ES
Pada struktur yang menggunakan kabel tunggal, tidak ada kehilangan gaya prategang akibat perpendekan beton, karena gaya pada kabel diukur
setelah perpendekan terjadi. Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel, kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama
ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan rata – rata semua
kabel. Kehilangan gaya prategang pada struktur pasca tarik dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
ES = Δf
c
= ……………………………………………………………… .
Dimana : f
c
= tegangan pada penampang Pi = gaya prategang awal
b. Kehilangan gaya prategang akibat gesekan kabel Ps
Pada struktur beton prategang dengan tendon yang melengkung diketahui adanya gesekan pada system penarik jacking dan angkur sehingga
tegangan yang ada pada tendon lebih kecil daripada yang terdapat pada alat baca tekanan pressure gauge. Kehilangan tegangan akibat gesekan pada
tendon sangat dipengaruhi oleh pergerakan dari selongsong wooble. Untuk itu digunakan koefisien wooble, K, dan koefisien kelengkungan µ. Menurut SNI 03-
2847-2002 kehilangan tegangan akibat friksi pada tendon pasca tarik harus dihitung dengan rumus :
P
s
= P
x
e
K Lx+µ α
……………………………………………………………… . Bila K L
x
+ µα ≤ , aka kehila ga tega ga aki at f iksi ha us dipe hitu gka dengan rumus :
P
s
= P
x
1 + K L
x
+ µ α ………………………………………………………. . Dimana :
P
s
= gaya prategang pada ujung angkur P
x
= gaya prategang pada titik yang ditinjau K = koefisien Wooble
Lx = panjang kabel yang ditinjau µ = koefisien friksi
α = pe u aha sudut akibat pengaruh kelengkungan
Nilai koefisien Wooble dan koefisien friksi dapat dilihat pada tabel 14 SNI 03- 2847-2002 seperti tercantum pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.3 Koefisien Wooble dan Koefisien Friksi Koefisien Wobble
K 1m Koefisien
friksi µ
Tendon Kawat 0,0033
– 0,0049 0,15
– 0,25 Batang berkekuatan
tinggi 0,0003
– 0,0020 0,08
– 0,30 Strand 7 kawat
0,0016 – 0,0066
0,15 – 0,25
Tend o
n tan
p a
le katan
M a
st ic
co a
ted
Tendon kawat 0,0033
– 0,0066 0,05
– 0,15
Strand 7 kawat 0,0033
– 0,0066 0,05
– 0,15
Pr e
-g re
a sed
Tendon kawat 0,0010
– 0,0066 0,05
– 0,15
Strand 7 kawat 0,0010
– 0,0066 0,05
– 0,15
Sumber : Peraturan Perencanaan Struktur Beton untuk bangunan gedung, SNI 03-2847-2002
c. Kehilangan gaya prategang akibat slip angkur ANC