1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masaremaja merupakan fase yang penting dalam tumbuh dan berkembangnya aspek fisik maupun psikis. Salah satu yang dianggap penting
adalah perkembangan sosialnya. Pada masa ini, remaja mulai lebih dekat dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua atau keluarganya. Kelompok teman
sebaya memegang peranan yang penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Remaja akan merasa sangat menderita apabila tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Oleh
karena itu setiap remaja akan selalu berusaha untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Diterima oleh kelompok teman sebaya sering disebut dengan
penerimaan sosial. Menurut Hurlock 1978: 293 penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas di dalam kelompok di mana seseorang
menjadi anggota. Penerimaan dan penolakan sosial pada masa remaja akan mempengaruhi
kehidupan sosialnya pada fase perkembangan berikutnya. Remaja yang diterima akan memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial lebih baik
daripada remaja yang ditolak oleh kelompok sosialnya. Senada dengan Hurlock 1978: 298 yang menjelaskan bahwa anak yang diterima dengan baik memiliki
peluang yang lebih banyak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok teman
2
sebaya, dibandingkan dengan anak yang tidak diterima dengan baik, mereka akan memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial.
Agar remaja dapat bergaul dengan baik dan diterima oleh lingkungan sosialnya diperlukan kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan orang
lain. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki remaja dalam membina hubungan dengan orang lain adalah keterampilan berkomunikasi. Anak yang
mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan
mempunyai kesempatan
yang lebih
baik untuk
memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau yang
takut menggunakannya Hurlock, 1978 : 178. Selain itu, menurut Rita Eka Izzaty dkk 2008: 138 penerimaan sosial social acceptance dalam kelompok remaja
sangat tergantung pada: a kesan pertama, b penampilan yang menarik, c partisipasi sosial, d perasaan humor yang dimiliki, e ketrampilan berbicara dan
f kecerdasan. Pada kenyataannya, kebanyakan remaja menyukai teman yang enak diajak
ngobrol, perhatian, dapat dipercaya, dan memiliki satu kesamaan nilai. Dalam suatu penelitian mengenai apa yang diinginkan remaja sebagai teman, Joseph
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengatakan bahwa mereka ingin seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara, seseorang
yang dapat diandalkan Hurlock, 1991: 215. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
berbicara atau berkomunikasi yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi diterima atau tidak remaja tersebut oleh kelompoknya. Berbicara tentang
3
komunikasi, pengertian komunikasi menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid 1981 dalam Hafied Cangara 2007: 20 adalah suatu proses di mana dua orang
atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Keterampilan komunikasi menurut Hafied Cangara 2007: 85 adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan atau mengirim pesan kepada
orang lain penerima pesan. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi tidak hanya terampil dalam menyampaikan pesan, tetapi juga terampil dalam menerima
pesan. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan menunjukkan perilaku seperti mampu menciptakan dialog di dalam kelas baik dengan guru maupun
siswa lain, berani mengemukakan pendapat, dapat menerima saran dari guru maupun orang lain, dan sering menggunakan kata-kata yang manis serta mudah
diterima. Remaja yang terampil berkomunikasi biasanya pintar dalam memilih kata-kata ketika berbicara dengan individu lain. Sedangkan remaja yang kurang
terampil dalam berkomunikasi biasanya tidak pandai dalam menyusun kata-kata, tidak dapat menerima saran dari orang lain, sulit mengemukakan pendapat bahkan
cenderung pendiam. Kesalahan dalam menyusun kata-kata ketika berkomunikasi dengan orang lain sering kali membuat pesan yang akan disampaikan tidak dapat
diterima oleh individu lain, bahkan bisa membuat lawan bicara merasa tersinggung.Hal ini dapat menimbulkan permasalahan pada remaja. Oleh karena
itu setiap remaja harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik. Selain agar diterima oleh teman sebayanya, keterampilan komunikasi juga merupakan
4
sarana untuk memperoleh pemahaman, mengubah sikap atau perilaku dalam kehidupan.
Keterampilan komunikasi sangat dibutuhkan karena banyak anak yang lemah dalam keterampilan berkomunikasi mempunyai masalah pergaulan,
terutama dengan teman sebaya. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan lebih dapat diterima oleh kelompok sebayanya. Sebaliknya remaja yang kurang
terampil atau tidak mampu berkomunikasi dengan baik kurang dapat diterima oleh kelompok sebayanya.
Permasalahan mengenai penerimaan sosial masih sering dijumpai di sekolah-sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan siswa tidak diterima atau
diacuhkan oleh siswa lain di sekolah, salah satunya adalah kurangnya keterampilan komunikasi. Siswa yang kurang terampil dalam berkomunikasi tidak
dapat menyampaikan dan menerima suatu pesan dengan baik. Akibatnya sering menimbulkan selisih paham dengan siswa lain dan menyebabkan konflik antar
siswa yang berujung pada penolakan terhadap siswa tersebut. Pada saat melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan PPL di SMA
Negeri 1 Kalasan pada bulan Agustus sampai dengan September 2014, sebagian siswa kelas X mengeluh kepada peneliti tentang ekstrakurikuler Tonti Pleton Inti
di SMA Negeri 1 Kalasan. Ekstrakurikuler Tonti merupakan ekstrakurikuler wajib bagi siswa kelas X yang diselenggarakan untuk melatih mental dan kedisiplinan
siswa SMA Negeri 1 Kalasan. Banyak siswa yang mengeluh karena menurut mereka latihan ekstrakurikuler Tonti terlalu keras. Akibatnya siswa tersebut
merasa takut ketika menjelang latihan Tonti. Ada siswa yang tidak berani untuk
5
memohon ijin kepada pelatih Tonti untuk tidak mengikuti latihan karena alasan tertentu sehingga meminta bantuan kepada peneliti, Guru atau orang tua untuk
menyampaikan ijin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa anggota junior Tonti tidak berani untuk berkomunikasi secara langsung dengan anggota senior Tonti.
Berdasarkan wawancara dengan anggota junior ekstrakurikuler Tonti, mereka menyebutkan bahwa anggota senior Tonti sering berbicara dengan nada
yang tinggi seperti orang marah, anggota junior yang ijin tidak mengikuti latihan atau mengadu kepada orang tuanya dibilang manja. Hal tersebut menimbulkan
kesan menghakimi bahwa anggota junior yang ijin atau bercerita kepada orang tuanya adalah anak yang manja. Anggota junior yang tidak dapat memahami
maksud dari perlakuan senior tersebut akan merasa dirinya dihakimi, diintimidasi dan tidak diterima di dalam kelompok tersebut. Sikap yang demikian apabila
diterapkan dalam kelompok ekstrakurikuler Tonti maupun dalam kehidupan sehari-hari akan menyebabkan individu sulit diterima oleh kelompok sosialnya.
Informasi lebih lanjut diperoleh dari hasil wawancara dengan salah satu Guru BK di SMA Negeri 1 Kalasan pada bulan Februari 2015, memang terdapat
selisih paham antara pelatih Tonti dan siswa kelas X. Tujuan dari latihan Tonti adalah untuk mendidik mental siswa kelas X, jadi bentuk latihannya keras dan
tegas, akan tetapi sebagian siswa kelas X tidak dapat menerima atau memahaminya. Akibatnya ada sebagian siswa yang merasa tidak nyaman, takut
bahkan benci kepada kakak kelasnya. Guru BK sendiri mengatakan bahwa banyak siswa yang ijin ketika latihan Tonti, sampai-sampai ada siswa yang
mengundurkan diri dari ekstrakurikuler tersebut. Ada juga siswa yang mengadu
6
pada orang tuanya sehingga orang tua siswa datang ke sekolah untuk memprotes kegiatan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diantara anggota senior dan junior tidak terjalin komunikasi yang baik. Senior Tonti
kurang dapat menyampaikan tujuan dari latihan ekstrakurikuler tersebut, sehingga sebagian junior kurang dapat menerima atau memahami tujuan tersebut. Selain
itu, anggota junior merasa takut untuk berkomunikasi dengan anggota senior. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian anggota Tonti memiliki keterampilan
komunikasi yang kurang. Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti yang kurang terampil dalam
berkomunikasi tidak dapat diterima oleh kelompok ekstrakurikuler tersebut. Oleh karena itu, permasalahan keterampilan berkomunikasi dan penerimaan sosial
dalam kelompok dianggap penting untuk diteliti secara ilmiah dengan melakukan penelitian mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dengan
penerimaan sosial dalam ektrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
B. Identifikasi Masalah