HUBUNGAN ANTARA SKEMATA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALASAN.

(1)

HUBUNGAN ANTARA SKEMATA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALASAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Rika Wijayanti NIM 13201241007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

1 pekerjaan selesai, lebih baik

daripada 1000 rencana hebat yang tidak dilaksanakan.

Lakukan yang bisa Anda lakukan,

agar Tuhan melakukan yang tidak bisa Anda lakukan.


(6)

vi

1. Ayah dan ibu, Bapak Mujiyono dan Ibu Sri Sudarwanti yang telah tulus ikhlas mendoakan, memfasilitasi, dan memotivasi penulis.

2. Kakak saya, Eka Sulistyana, Dean Andriyana, dan Pri Handoko Budi Santoso yang telah mendukung dan memotivasi penulis.

3. Adik saya, Oka Darmawan yang telah membantu penulis, semoga kelak sukses dan mampu membanggakan keluarga.

4. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul Hubungan Antara Skemata dengan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa KelasX SMA Negeri 1 Kalasan. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing umatnya menuju jalan yang diridai Allah. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Dengan tulus ikhlas penulis ucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Rasa hormat, terima kasih, dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dosen pembimbing, yaitu Ibu Dra. St. Nurbaya, M.Si., M.Hum. yang telah membimbing, memotivasi, dan mengarahkan dengan penuh kesabaran, kearifan, dan bijaksana.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu guru SMA Negeri 1 Kalasan, yakni Bapak Drs. H. Tri Sugiharto selaku Kepala SMA Negeri 1 Kalasan dan Ibu Sri Endang Sugiyanti, S.Pd. selaku guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian guna memperoleh data. Kepada teman-teman PBSI Angkatan 2013 khususnya keluarga besar kelas A yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan, doa, dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terima kasih kepada keluarga besar UKMF LIMLARTS yang telah memberikan pengertian, ilmu, dan banyak pengalaman. Rasa cinta dan hormat penulis sampaikan kepada orang tua, kakak, adik, dan segenap keluarga penulis yang telah mendoakan, memotivasi, memberikan dukungan, nasihat, kasih sayang sehingga penulis tidak pernah putus asa untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.


(8)

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

ABSTRAK... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 8

G. Batasan Istilah... 8

BAB II KAJIAN TEORI... 10

A. Deskripsi Teori... 10

1. Skemata... 10

a) Teori Skema... 10

b) Karakteristik Skemata... 20


(10)

x

c) Tujuan Menulis... 32

d) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menulis... 35

3. Teks Eksposisi... 36

a) Pengertian Teks Eksposisi... 36

b) Tujuan Teks Eksposisi... 38

c) Ciri-Ciri Teks Eksposisi... 39

d) Struktur Teks Eksposisi... 40

e) Syarat Menulis Teks Eksposisi... 41

f) Metode Menulis Teks Eksposisi... 42

g) Perbedaan Eksposisi dan Argumentasi... 44

4. Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 46

5. Hubungan Antara Skemata dengan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 50

B. Penelitian yang Relevan... 52

C. Kerangka Pikir... 54

D. Hipotesis Penelitian... 55

BAB III METODE PENELITIAN... 56

A. Jenis dan Desain Penelitian... 56

B. Variabel Penelitian...,... 57

C. Definisi Operasional... 58

D. Populasi dan Sampel Penelitian... 59

1. Populasi Penelitian... 59

2. Sampel Penelitian... 59

E. Tempat dan Waktu Penelitian... 61

1. Tempat Penelitian... 61


(11)

xi

F. Teknik Pengumpulan Data... 61

G. Instrumen Penelitian... 62

1. Tes Skemata... 62

2. Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 66

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 67

1. Uji Validitas... 67

2. Uji Reliabilitas... 68

I. Teknik Analisis Data... 70

1. Uji Prasyarat Analisis... 70

a) Uji Normalitas... 70

b) Uji Linearitas... 71

2. Uji Hipotesis... 71

J. Hipotesis Statistik... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73

A. Hasil Penelitian... 73

1. Deskripsi Data Penelitian... 73

a) Deskripsi Data Skemata... 73

1) Deskripsi Data Skemata Tema 1... 78

2) Deskripsi Data Skemata Tema 2... 79

3) Deskripsi Data Skemata Tema 3... 80

4) Deskripsi Data Skemata Tema 4... 81

5) Deskripsi Data Skemata Tema 5... 82

b) Deskripsi Data Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 83

1) Deskripsi Data Kemampuan Menulis Teks Esksposisi Tema 1... 88

2) Deskripsi Data Kemampuan Menulis Teks Esksposisi Tema 2... 88

3) Deskripsi Data Kemampuan Menulis Teks Esksposisi Tema 3... 89


(12)

xii

2. Uji Prasyarat Analisis... 91

a) Uji Normalitas... 91

b) Uji Linearitas... 92

3. Uji Hipotesis... 93

B. Pembahasan... 96

1. Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 96

a) Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Terkait Teks Eksposisi Tema 1... 99

b) Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Terkait Teks Eksposisi Tema 2... 100

c) Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Terkait Teks Eksposisi Tema 3... 101

d) Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Terkait Teks Eksposisi Tema 4... 102

e) Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Terkait Teks Eksposisi Tema 5... 103

2. Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 105

a) Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Tema 1... 110

b) Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Tema 2... 110

c) Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Tema 3... 111

d) Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan Tema 4... 111


(13)

xiii

e) Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X

SMA Negeri 1 Kalasan Tema 5... 112

3. Hubungan Antara Skemata dengan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 113

BAB V PENUTUP... 119

A. Kesimpulan... 119

B. Implikasi Penelitian... 120

C. Keterbatasan Penelitian... 121

D. Saran... 122

DAFTAR PUSTAKA... 124


(14)

xiv

Tabel 2 : Rincian Jumlah Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 59

Tabel 3 : Jadwal Pengumpulan Data... 61

Tabel 4 : Pedoman Penilaian Peta Konsep Hasil Modifikasi... 65

Tabel 5 : Kategori Koefisien Reliabilitas... 69

Tabel 6 : Rangkuman Uji Reliabilitas Instrumen... 69

Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 75

Tabel 8 : Pedoman Pengkategorian Data... 76

Tabel 9 : Klasifikasi Data Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 77

Tabel 10 : Klasifikasi Data Parsial Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 78

Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 84

Tabel 12 : Klasifikasi Data Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 86

Tabel 13 : Klasifikasi Data Parsial Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 87

Tabel 14 : Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 92

Tabel 15 : Rangkuman Hasil Uji Linearitas... 93

Tabel 16 : Hasil Analisis Korelasi Product Moment Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 95


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Model Pembaca ESL... 13

Gambar 2 : Struktur Teks Eksposisi... 40

Gambar 3 : Metode Menulis Eksposisi... 44

Gambar 4 : Desain Penelitian... 56

Gambar 5 : Teknik Cluster Random Sampling... 60

Gambar 6 : Hipotesis Statistik... 72

Gambar 7 : Diagram Batang Distribusi Data Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 75

Gambar 8 : Pie Chart Klasifikasi Data Skemata Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 77

Gambar 9 : Diagram Batang Distribusi Data Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 85

Gambar 10 : Pie Chart Klasifikasi Data Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 86

Gambar 11 : Siswa Kelas X MIPA 1 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 160

Gambar 12 : Siswa Kelas X MIPA 3 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 160

Gambar 13 : Siswa Kelas X MIPA 4 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 160

Gambar 14 : Siswa Kelas X IPS 1 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 161

Gambar 15 : Siswa Kelas X IPS 3 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 161


(16)

xvi

Lampiran 2 : Instrumen Penelitian Variabel Kemampuan Menulis

Teks Eksposisi... 132

Lampiran 3 : Rubrik Penilaian Menulis Teks Eksposisi (Modifikasi Berdasarkan Kajian Teori Menulis Teks Eksposisi)... 133

Lampiran 4 : Hasil Uji Reliabilitas Skemata... 135

Lampiran 5 : Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 136

Lampiran 6 : Contoh Hasil Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan... 137

Lampiran 7 : Data Skor Skemata dan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 147

Lampiran 8 : Hasil Uji Deskriptif Data Variabel Penelitian... 153

Lampiran 9 : Hasil Uji Kategorisasi Data Variabel Penelitian... 155

Lampiran 10 : Hasil Uji Regresi... 157

Lampiran 11 : Hasil Uji Normalitas... 158

Lampiran 12 : Hasil Uji Linearitas... 159

Lampiran 13 : Hasil Uji Korelasi Product Moment Skemata dan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi... 160

Lampiran 14 : Dokumentasi... 161


(17)

xvii

HUBUNGAN ANTARA SKEMATA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KALASAN

oleh Rika Wijayanti NIM 13201241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) skemata siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan terkait teks eksposisi, (2) kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan, (3) hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan.

Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto jenis korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan dengan jumlah 224 siswa. Sampel penelitian sejumlah 112 siswa yang ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa tes tertulis bentuk esai. Instrumen yang digunakan berupa tes skemata dan tes kemampuan menulis teks eksposisi. Uji instrumen dilakukan dengan telaah ahli dan Alpha Cronbach. Uji prasyarat analisis menggunakan uji normalitas dan uji linearitas. Teknik analisis data menggunakan teknik korelasi

product moment dengan bantuan program IBM SPSS 21.

Berdasarkan analisis data, hasil penelitian ada tiga. Pertama, data variabel skemata menunjukkan bahwa 22 siswa (19,6%) memiliki skemata berkategori tinggi, 71 siswa (63,4%) memiliki skemata berkategori sedang, dan 19 siswa (17%) memiliki skemata berkategori rendah. Secara keseluruhan, rerata skor skemata siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan terkait teks eksposisi berada pada kategori sedang. Kedua, data variabel kemampuan menulis teks eksposisi menunjukkan bahwa 24 siswa (21,4%) memiliki kemampuan menulis teks eksposisi berkategori tinggi, 67 siswa (59,8%) memiliki kemampuan menulis teks eksposisi berkategori sedang, dan 21 siswa (18,8%) memiliki kemampuan menulis teks eksposisi berkategori rendah. Secara keseluruhan, rerata skor kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan berada pada kategori sedang. Ketiga, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan dengan nilai rhitung lebih besar daripada rtabel (0,740 > 0,219) dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,01. Berdasarkan interpretasi nilai r, nilai tersebut termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini ditandai dengan selisih antara rhitung dengan rtabel sebesar 0,521. Jadi, skemata memiliki pengaruh yang tinggi terhadap kemampuan menulis teks eksposisi.


(18)

1 A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis (Kemendikbud, 2015: iii). Kemampuan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia melakukan kegiatan berbahasa dalam kehidupannya melalui bahasa lisan dan bahasa tulis. Seseorang dapat mengungkapkan ide, pikiran, perasaan dan kemampuannya kepada orang lain melalui tulisan. Kemampuan menulis semakin penting untuk dikuasai karena melalui pembelajaran menulis dapat dipacu penguasaan kemampuan berpikir kritis-kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi sehingga perkembangan afektif anak dapat dioptimalkan (Rofi‟uddin & Zuchdi, 1999: 37).

Kemampuan menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang penting dimiliki oleh siswa yang masih bersekolah, baik tingkat dasar maupun sampai tingkat perguruan tinggi. Namun, kemampuan menulis dianggap sebagai kemampuan yang paling sulit. Nurgiyantoro (2013: 422) menjelaskan bahwa menulis merupakan kemampuan yang lebih sulit dikuasai dibandingkan kemampuan lainnya. Hal itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan atau tulisan. Hal ini didukung oleh realitas yang menunjukan


(19)

2

bahwa budaya menulis siswa Indonesia masih kurang memuaskan karena kemampuan menulis dianggap sukar (Putra, 2008: 6).

Dilihat dari fungsinya, kegiatan menulis memiliki beberapa manfaat seperti yang diungkapkan oleh Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan (1994: 1-2), yaitu dapat menambah wawasan mengenai suatu topik karena penulis mencari sumber informasi tentang topik tersebut serta sebagai sarana mengembangkan daya pikir atau nalar dengan mengumpulkan fakta, menghubungkannya, kemudian menarik kesimpulan. Hal ini dikarenakan kemampuan menulis bertujuan untuk melatih siswa dalam mengembangkan ide dan menyusunnya menjadi tulisan yang lebih rinci agar mudah dipahami oleh pembaca. Begitu pula dalam menyusun teks eksposisi, pada dasarnya teks eksposisi merupakan teks yang disusun untuk memberikan pengetahuan maupun informasi kepada orang lain agar bertambah pengetahuannya.

Keraf (1995: 6-7) menjelaskan bahwa berdasarkan tujuannya, karangan dibedakan atas 1) eksposisi, 2) argumentasi, 3) persuasi, 4) deskripsi, dan 5) narasi. Salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan siswa adalah menulis teks eksposisi. Tulisan eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca untuk menjelaskan wujud dan hakikat suatu objek, misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan, komunikasi, dan perkembangan teknologi kepada pembaca. Tulisan eksposisi memiliki tujuan untuk menjelaskan atau memberi informasi tentang suatu objek secara sistematis dan jelas bagi pembaca.


(20)

Penulis hendaknya mampu menjelaskan informasi kepada pembaca disertai penjelasan-penjelasan yang logis sehingga informasi tersebut mudah dipahami.

Teks eksposisi merupakan salah satu teks yang diajarkan pada siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada permasalahan yang lebih spesifik berkaitan dengan kemampuan menulis teks eksposisi yang diperoleh dari hasil wawancara guru Bahasa Indonesia Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan, yaitu Ibu Sri Endang Sugiyanti, S.Pd. serta siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan. Menurut guru, secara keseluruhan kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan sudah baik, tetapi ada sebagian siswa yang masih kurang dapat mengembangkan argumentasinya sehingga nilai yang didapatkan kurang memuaskan. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa diperoleh keterangan bahwa siswa belum memahami materi teks eksposisi secara menyeluruh sehingga tulisan eksposisi yang dihasilkan pun kurang maksimal. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan kurang maksimal.

Berdasarkan pemaparan di atas, siswa dituntut berpikir untuk menuangkan ide atau gagasannya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya pada saat menulis. Dalam proses tersebut diperlukan pengembangan ide, pengolahan ide, dan penataan ulang gagasan yang disampaikan. Di sinilah skemata berperan dalam proses menulis, khususnya menulis teks eksposisi.

Dalam penelitian Sumarto (2013: 19) yang berjudul “Efektivitas Pengetahuan Awal (Prior Knowledge) dalam Pengajaran Membaca (Reading) Bahasa Inggris”, pengetahuan awal/skemata didefinisikan sebagai pengetahuan


(21)

4

yang telah dimiliki dan telah siap digunakan oleh seseorang. Skemata ini bisa berupa pengetahuan kebahasaan atau pengetahuan sekilas tentang materi bacaan. Skemata juga meliputi semua pengalaman tentang suatu informasi atau ide, persepsi dan konsep, serta imaji yang tersimpan dalam otak pembaca. Kualitas dan kuantitas skemata setiap orang bervariasi. Ia bergantung pada latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan umur. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, akan semakin tinggi pula skemata yang dimilikinya. Dengan kata lain, tinggi atau rendahnya skemata yang dimiliki pembaca akan turut memengaruhi tingkat keberhasilan dalam kegiatan membaca. Kemudian, bagaimana pengaruh skemata terhadap kemampuan menulis? Apakah tinggi atau rendahnya skemata penulis akan turut memengaruhi tingkat keberhasilan dalam kegiatan menulis atau justru sebaliknya?

Dalam mempelajari kemampuan menulis teks eksposisi, siswa pada dasarnya sudah mempunyai bekal ilmu pengetahuan berupa sebuah konsep yang tersimpan dalam pikiran mereka. Struktur pengetahuan yang disebut skemata tersebut merupakan jaringan mental konsep-konsep yang saling terkait, bermakna, dan tersimpan dalam daya ingat jangka panjang. Skemata tersebut akan mereka gunakan untuk memahami dan menyatukannya dengan informasi yang baru diterima (Slavin, 2006: 250). Skemata penting tidak hanya dalam memahami bacaan atau menafsirkan informasi, tetapi juga pada proses penyajian informasi atau menulis. Selama proses penulisan, siswa perlu mengaktifkan skemata tentang pengetahuan bahasa (linguistik) dan pengetahuan dunia (hal-hal yang akan ditulis).


(22)

Skemata mengacu pada pengetahuan yang berkaitan dengan konsep dan berisi latar belakang pengetahuan terkait konten, struktur teks, dan organisasi teks. Selama proses penulisan, siswa perlu mengaktifkan skemata yang sebelumnya disimpan dalam memori jangka panjang mereka. Siswa juga perlu mendapatkan pengetahuan baru untuk membantu mereka membuat tulisan yang baik. Skemata menyediakan kebutuhan pengetahuan yang berpengaruh pada saat perencanaan menulis, revisi, dan proses editing (Sun, 2014: 1476). Jadi, salah satu faktor yang menentukan kualitas tulisan seseorang adalah skematanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara skemata (terkait teks eksposisi) dengan kemampuan menulis teks eksposisi. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Antara Skemata dengan Kemampuan Menulis Teks Eksposisi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan”. Penelitian ini juga didasari oleh hipotesis adanya hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi. Selain itu, teks eksposisi dipilih sebagai variabel penelitian karena teks eksposisi merupakan teks yang dimaksudkan untuk memaparkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari kegiatan membaca, menyimak, kajian lapangan, dan kegiatan lain yang dapat memperkaya skemata seseorang dengan tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang suatu hal. Tujuan utamanya mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Dalam hal ini, siswa dapat mengembangkan skemata yang dimiliki melalui penulisan teks eksposisi karena teks eksposisi memaparkan pengolahan skemata yang dimiliki siswa.


(23)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis.

2. Kemampuan menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

3. Kemampuan menulis dianggap sebagai kemampuan yang paling sulit. 4. Budaya menulis siswa Indonesia masih kurang memuaskan.

5. Kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan belum optimal.

6. Kemampuan menulis dipengaruhi oleh skemata.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian menjadi lebih fokus, perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, terdapat tujuh permasalahan yang muncul. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Skemata siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan terkait teks eksposisi. 2. Kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan. 3. Hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa


(24)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah profil skemata siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan terkait teks eksposisi?

2. Bagaimanakah kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan?

3. Bagaimanakah hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tiga hal sebagai berikut.

1. Mengetahui profil skemata siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan terkait teks eksposisi.

2. Mengetahui kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan.

3. Mengkaji hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalasan.


(25)

8

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat-manfaat penelitan tersebut sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pengayaan terhadap pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan teori yang sudah ada. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti kajian secara ilmiah mengenai hubungan antara skemata dengan kemampuan menulis teks eksposisi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk guru, siswa, dan sekolah dalam upaya meningkatkan skemata dan kemampuan menulis teks eksposisi siswa.

G. Batasan Istilah

Agar tidak menimbulkan salah tafsir bagi pihak pembaca mengenai judul penelitian ini, maka dijelaskan mengenai istilah yang digunakan dalam judul penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Skemata adalah pengetahuan yang telah dipelajari, diketahui, dan dialami oleh siswa dalam hidupnya yang tersimpan dalam memori otak jangka panjang.


(26)

2. Kemampuan menulis merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman hidupnya melalui bahasa tulis yang jelas dan runtut sehingga dapat dipahami oleh orang lain, dalam hal ini pembaca.

3. Teks eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha memberitahu, mengupas, mengurai, atau menerangkan suatu objek tanpa berusaha untuk memengaruhi atau menggerakkan pembaca, dan tidak berusaha memberi kesan.

4. Kemampuan menulis teks eksposisi adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menuliskan suatu bentuk wacana yang bersifat informatif tanpa berusaha untuk memengaruhi pembaca.


(27)

10 BAB II KAJIAN TEORI

Teori-teori yang dikemukakan dalam bab ini meliputi teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mendukung penelitian ini. Selain kajian teori, pada bab ini juga dibahas mengenai penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Deskripsi Teori 1. Skemata

a) Teori Skema

Teori skema pertama kali dibicarakan oleh Bartlett (1932) dalam bukunya

Remembering: A Study in Experimental and Social Psychology. Teori skema adalah teori tentang bagaimana pengetahuan direpresentasikan dalam pikiran. Sebuah studi dilakukan untuk membuktikan eksistensi skemata di dalam pikiran manusia. Sebuah cerita daerah Amerika diberikan kepada siswa untuk dibaca. Setelah selesai membaca, siswa diminta untuk menceritakan kembali apa yang mereka baca. Namun, banyak dari cerita ini tidak sesuai dengan apa yang mereka baca. Ada beberapa bagian yang diganti oleh siswa dengan alasan cerita itu lebih familiar baginya (Wiramarta, 2015: 4). Dari penelitian di atas, Bartlett (via Musfiroh, 2016: 70) menarik kesimpulan bahwa terdapat skemata atau struktur mental tidak sadar sebagai pengetahuan awal siswa tentang dunia. Skemata merupakan representasi atau model internal pengetahuan seseorang yang akan


(28)

membantu orang tersebut untuk mengkodekan dan menyimpan materi baru yang diperoleh.

Bartlett (via Anderson dan Pearson, 1984: 42) menyatakan istilah skema

mengacu pada organisasi aktif dari reaksi masa lalu atau pengalaman masa lalu. Skemata juga merupakan struktur pengetahuan abstrak. Skemata bersifat abstrak dalam arti bahwa ia merangkum apa yang diketahui tentang beragam kasus yang mempunyai perbedaan dalam hal-hal tertentu. Lebih lanjut, Davey (via Musfiroh, 2016: 57) menjelaskan bahwa skemata merupakan kerangka mental atau pola pikiran yang terorganisasi, mengenai aspek-aspek dunia seperti sekelompok orang, situasi, atau objek. Skemata merupakan template (bentuk model) yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya, yang dari hal tersebut informasi bisa diorganisasikan.

Kemudian, dalam hubungannya dengan membaca, Clarke dan Silberstein (via Aebersold dan Field, 1997: 97) menjelaskan tentang teori skema. Membaca adalah visual yang tidak sengaja. Banyak informasi yang disumbangkan oleh pembaca daripada yang tertera dalam bacaan. Itulah sebabnya, pembaca dapat memahami apa yang mereka baca karena mereka dapat menstimulasi apa yang ada di balik informasi yang dipaparkan dan menegaskan hubungan tersebut dengan apa yang telah ada dalam ingatan mereka. Kemampuan membaca tergantung pada interaksi yang efisien antara pengetahuan bahasa (linguistik) dengan pengetahuan tentang dunia.


(29)

12

Penelitian teori skema telah menunjukkan pentingnya pengetahuan latar belakang dalam model psikolinguistik membaca. Goodman (1967: 127) menjelaskan membaca seperti psycholinguistic guessing game. Membaca melibatkan interaksi antara pikiran dan bahasa. Membaca yang efisien bukan hasil dari persepsi yang tepat dan identifikasi semua elemen, tetapi dari keterampilan dalam memilih isyarat yang paling diperlukan untuk menghasilkan tebakan yang benar pada kali pertama. Kemampuan untuk mengantisipasi apa yang belum pernah terlihat, tentu saja, sangat penting dalam membaca, seperti kemampuan untuk mengantisipasi apa yang belum pernah didengar juga penting dalam menyimak. Dengan kata lain, pembaca merekonstruksi sebaik yang dia bisa, pesan yang telah disesuaikan oleh penulis sebagai tampilan grafis.

Goodman (1988: 15-16) memandang tindakan konstruksi makna ini sebagai rangkaian siklus. Ketika melakukan pembacaan, pembaca perlu menempuh lima proses siklus. Otak merupakan organ pemrosesan informasi. Otak menentukan tugas apa yang harus dihadapi, informasi apa yang tersedia, strategi apa yang diterapkan, jaringan mana yang digunakan, di mana mencari informasi, dan sebagainya. Kelima proses yang digunakan itu seperti yang dijelaskan berikut ini.

1) Pengenalan-permulaan. Otak berusaha mengenali grafik dalam pajangan visual bahasa tulis dan memulai membaca. Secara normal itu terjadi seketika pada aktivitas membaca, walaupun memiliki kemungkinan membaca terganggu aktivitas lain, misalnya mengamati gambar, dan kemudian dimulai lagi.


(30)

2) Prediksi. Otak selalu mengantisipasi dan memprediksi ketika mencari susunan dan signifikansi dalam input sensori.

3) Konfirmasi. Jika memprediksi, otak harus melakukan verifikasi prediksinya. 4) Koreksi. Otak melakukan proses ulang ketika menemukan ketidakkonsistenan

atau bila prediksinya tidak terkonfirmasi.

5) Berhenti. Otak berhenti membaca ketika tugasnya sudah lengkap. Pemberhentian terjadi karena beberapa alasan: tugasnya tidak produktif, makna sedikit terbangun, makna telah dimengerti, cerita tidak menarik, atau pembaca menemukan ketidaksesuaian dengan tujuan tertentu.

Coady telah mengelaborasi proses untuk menghasilkan pemahaman pada model psikolinguistik dasar membaca yang melibatkan interaksi latar belakang pengetahuan pembaca, kemampuan konseptual, dan strategi proses seperti gambar berikut.

Conceptual abilities Background knowledge

Process strategies

Gambar 1: Model Pembaca ESL (Coady via Carrell dan Eisterhold, 1983: 75)

Kemampuan konseptual berarti kapasitas intelektual umum, dan strategi proses berarti berbagai subkomponen kemampuan membaca (misalnya korespondensi grafem-morfem-fonem, informasi suku kata-morfem, informasi


(31)

14

sintaksis, makna leksikal, dan makna kontekstual). Secara singkat, harus jelas bahwa membaca adalah sebuah proses interaktif. Membaca adalah proses menggabungkan informasi tekstual dengan informasi yang dibawa pembaca ke dalam teks. Dalam pandangan ini proses membaca tidak hanya masalah penggalian informasi dari teks, tetapi membaca juga dipandang sebagai semacam dialog antara pembaca dan teks. Pemahaman membaca yang terbaik dianggap sebagai interaksi yang terjadi antara pembaca dan teks atau disebut sebagai proses penafsiran (Coady via Carrell dan Eisterhold, 1983: 75).

Hal serupa disampaikan oleh Cook dan Nunan berikut.

Schemata, these are mental representations of typical situations, and they are used in discourse processing to predict the contents of the particular situation which the discourse described (Cook, 1989: 69). Schema theory suggests that the knowledge we carry around in our heads is organized into interrelated patterns. These are constructed from all our previous experiences and they enable us to make predictions about future experience (Nunan, 1999: 257).

Skemata adalah representasi mental dari situasi yang khas untuk memprediksi isi dan situasi yang dijelaskan dalam sebuah wacana. Teori skema menunjukkan pengetahuan yang telah diatur dalam pola yang saling terkait dalam pikiran seseorang yang dibangun dari seluruh pengalaman seseorang sebelumnya dan memungkinkan untuk memprediksi pengalaman masa depan orang tersebut.

Tujuan teori skema adalah untuk menjelaskan bagaimana pengetahuan yang telah dimiliki pembaca berinteraksi dengan bentuk informasi yang terdapat dalam bacaan dan bagaimana pengetahuan disusun untuk mendukung proses interaksi tersebut. Asumsi dasar pendekatan teori skema dalam pemahaman bahasa adalah bahwa ujaran atau teks tidak menyampaikan makna dengan


(32)

sendirinya, namun hanya memberikan petunjuk kepada pendengar atau pembaca bagaimana seharusnya mereka memahami makna yang dimaksud dengan cara mereka sendiri yang tentu saja memerlukan pengetahuan (Freedle, 1979: 3).

Skemata adalah latar belakang atau asosiasi-asosiasi yang dapat bangkit dan muncul/membayang kembali pada saat seseorang melihat atau membaca kata, frasa, atau kalimat. Waktu membaca atau mendengar kata “pantai” misalnya, pikiran kita mungkin akan mengasosiasikan atau menghubungkan konsep pantai itu dengan berbagai konsep lain yang dekat hubungannya dengan pantai, seperti gemuruh ombak, orang yang riang bermain-main dengan air laut, pohon nyiur yang indah melambai-lambai atau sinar lembayung saat matahari terbenam. Mungkin juga skemata tentang pantai dapat berasosiasi dengan rencana berikutnya untuk pergi ke pantai yang lebih mudah, berkemah di tepi pantai, dan seterusnya. Dengan demikian, skemata seseorang tidak akan sama dengan yang lainnya. Skemata seseorang sangat bergantung pada pengalaman yang dimilikinya (Sulistyaningsih, 2010: 2-3). Lebih lanjut, Tao menjelaskan keunikan skemata.

The learner in schema theory actively builds schemata and revises them in

light on new information. Each individual’s schema is unique and depended on that individual’s experiences and cognitive process. Knowledge in Schema Theory, however, is not necessarily stored hierarchically. In fact, it is meaning-driven and probably represented propositionally, and these networks of propositions are actively constructed by the learner. For example, when we are asked to recall a story that we were told, we are able to reconstruct the meaning of the story, but usually not the exact sentences—or even often the exact order— that we told. We have remembered the story by actively constructing a meaningful representation of the story in our memory (Tao, 2012: 916).


(33)

16

Kutipan di atas berisi mengenai pembelajar dalam teori skema aktif membangun skemata dan merevisinya dengan informasi baru. Setiap skemata individu adalah unik dan tergantung pada pengalaman serta proses kognitif individu. Akan tetapi, pengetahuan dalam teori skema belum tentu disimpan secara hierarkis. Faktanya, pengolahan makna ini diwakili secara proporsional dan jaringan proposisi ini dibangun secara aktif oleh pembelajar. Contohnya, saat kita diminta mengingat sebuah cerita, kita mengingat cerita tersebut secara aktif dengan membangun representasi makna cerita dalam memori kita.

Pandangan di atas sejalan dengan Anderson dan Pearson (1984: 37) yang menyatakan bahwa pemahaman membaca melibatkan interaksi antara informasi lama dan baru. Skemata pembaca atau pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori berfungsi dalam proses penafsiran informasi baru dan memungkinkan untuk menjadi bagian dari pengetahuan.

Barlett (via Musfiroh, 2016: 68) menambahkan bahwa memori disimpan menggunakan pengetahuan yang telah ada (yang diwujudkan dalam skemata-skemata). Skemata-skemata tersebut mengalami pembaruan setiap kali ada informasi baru yang masuk. Pengetahuan tentang dunia disimpan dalam sejumlah besar skemata yang dimodifikasi untuk menampung informasi yang baru. Orang yang logis akan memeriksa untuk meyakinkan bahwa informasi baru konsisten dengan informasi yang sudah disimpan dan jika tidak, akan lebih baik menolak informasi baru atau memodifikasi informasi lama. Mereka akan mengevaluasi apakah sumber informasi baru teruji atau terbukti dapat meyakinkan sebelum mengubah skemata. Lipson (via Anderson dan Pearson, 1984: 48) memiliki bukti


(34)

yang menunjukkan bahwa pembaca muda akan menolak informasi teks jika tidak sesuai dengan penafsiran yang sudah dimiliki yang mereka yakini benar. Sebuah teori yang menarik adalah bahwa skemata mencakup hanya proposisi yang benar dari setiap anggota kelas.

Skemata dapat disebut dengan istilah pengetahuan awal atau struktur kognitif. Piaget (via Suparno, 2001: 21-22) mendefinisikan skemata sebagai suatu struktur mental di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skemata akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang. Skemata bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang. Oleh karena itu, skemata tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. Piaget juga berpendapat, skemata merupakan bagian dari pengetahuan awal yang menyediakan interpretasi bermakna tentang konteks yang baru. Skemata berawal dari teori skema yang menggambarkan proses di mana pembelajar membandingkan latar belakang pengetahuan yang mereka miliki dengan informasi yang baru akan didapatkannya. Teori skema ini didasarkan pada kepercayaan bahwa setiap kegiatan pemahaman dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang yang luas.

Ada dua proses yang saling mengisi yang menyebabkan skemata seseorang senantiasa berkembang, yaitu proses asimilasi dan proses akomodasi. Asimilasi adalah proses di mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya, sedangkan akomodasi adalah proses pembentukan skemata baru atau memodifikasikan struktur kognitif yang telah ada. Jadi, dalam proses akomodasi


(35)

18

seseorang memerlukan modifikasi struktur yang sudah ada dalam mengadakan respons terhadap tantangan lingkungannya (Piaget via Suparno, 2001: 22-23).

Selanjutnya, keserasian antara asimilasi dengan akomodasi disebut ekuilibrasi. Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses itu disebut ekuilibrium, yaitu pengaturan diri mekanis (mechanical self-regulation) yang diperlukan untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disekuilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi adalah proses perubahan dari keadaan disekuilibrium ke keadaan ekuilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri seseorang melalui asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema). Bila terjadi ketidakseimbangan, seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan yang baru dengan asimilasi atau akomodasi. Tercapainya keseimbangan baru menunjukkan bahwa ada sesuatu yang telah dicapai sebagai umpan balik dan disimpan dalam struktur yang permanen. Upaya untuk mengaktifkan skemata dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan pengorganisasian awal. Pengorganisasian awal dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan visual berupa gambar, melakukan demonstrasi, berbicara tentang pengalaman hidup yang nyata yang dihubungakan dengan materi pembelajaran yang ada, memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang ada, dan melakukan diskusi (Piaget via Suparno, 2001: 23-24).

Slavin (2006: 250) menambahkan bahwa skemata adalah jaringan mental konsep-konsep yang saling terkait yang memengaruhi pemahaman tentang


(36)

informasi baru. Informasi yang bermakna disimpan dalam daya ingat jangka panjang dalam jaringan fakta dan konsep yang saling terkait. Dalam pembelajaran yang bermakna diperlukan keterlibatan aktif pembelajar yang memiliki sangat banyak pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk digunakan dalam memahami dan menyatukan informasi yang baru. Apa yang dipelajari dari setiap pengalaman bergantung sebagian besar kepada skemata yang telah diterapkan pada pengalaman tersebut.

Kujawa & Huske (via Litualy dan Umkeketony, 2014: 7) merumuskan pengertian pengetahuan awal sebagai: a combination of the learner’s preexisting attitudes, experiences, and knowledge. Rumusan ini menunjukkan bahwa pengetahuan awal/skemata tidak hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan saja, tetapi juga menyangkut sikap dan pengalaman yang telah dimiliki seorang pembelajar. Brown (2007: 241) menyatakan bahwa penerapan pengetahuan skemata dalam proses pembelajaran bahasa tentunya didasarkan atas kompetensi komunikatif yang telah dimiliki seseorang. Kompetensi komunikatif adalah aspek kompetensi yang memungkinkan seseorang menyampaikan dan menafsirkan pesan antarpersonal dalam konteks-konteks tertentu.

Widodo (via Litualy dan Umkeketony, 2014: 7) menyebutkan salah satu unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivisme adalah memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu,


(37)

20

pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

Implikasi dari teori-teori di atas dalam proses belajar mengajar adalah pengajar harus selalu mengaktifkan atau menyediakan informasi untuk mengembangkan skemata sebelum pelajaran dimulai. Proses pengaktifan ini harus fokus ke semua tipe skemata, tidak hanya satu tipe skemata saja. Pengajar juga harus menyadari bahwa semakin besar skemata yang dimiliki tentang sebuah topik, semakin cepat siswa akan mengerti. Selain itu, pengajar harus memastikan bahwa skemata yang digunakan untuk materi adalah benar sehingga kemungkinan ketidakpahaman siswa terhadap sebuah materi dapat diperkecil.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa skemata atau pengetahuan awal atau struktur kognitif adalah struktur pengetahuan atau informasi bermakna yang disimpan dalam daya ingat jangka panjang yang berupa kombinasi sikap, pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan dalam jaringan fakta dan konsep yang saling terkait. Skemata berperan penting dalam proses pembelajaran, khususnya dalam proses menulis teks eksposisi. Jika skemata yang dimiliki siswa diaktifkan dengan baik, maka dapat menghasilkan hasil tulisan eksposisi yang baik.

b) Karakteristik Skemata

Setelah mengetahui definisi skemata, akan disampaikan beberapa karakteristik skemata menurut Rumelhart (1985: 18) sebagai berikut.


(38)

1) Skemata memiliki variabel.

Variabel-variabel dari skemata ini dapat diasosiakan pada benda yang dibicarakan. Contohnya ketika seseorang menyebut kata “memberi”, ada beberapa benda yang bisa diasosiasikan dengan kata ini seperti penerima, hadiah, dan pemberi.

2) Skemata tentang satu topik bisa melekat pada skemata lainnya.

Artinya satu skemata tentang sebuah topik bisa saja mirip dengan skemata tentang topik lainnya. Variabel-variabel dari skemata tersebut mungkin mirip, tetapi beberapa variabel hanya menjadi karakteristik dari skemata itu saja. Contohnya, skemata tentang restoran China dan restoran kaki lima. Mereka memiliki beberapa variabel sama seperti makanan, minuman, meja, pelayan, koki, dan lainnya. Namun, variabel seperti sumpit akan menjadi khusus milik restoran China.

3) Skemata merupakan pengetahuan bukan fakta.

Skemata adalah apa yang manusia tahu tentang sesuatu, baik secara umum benar maupun hanya kebenaran sesaat saja.

4) Skemata bisa tentang semua benda.

Ini artinya setiap benda memiliki skemata tersendiri di otak manusia. Hanya saja skemata ini terkadang tidak semuanya benar.

5) Skemata adalah sebuah proses yang aktif berkembang.

Ketika manusia menemukan sesuatu yang baru, manusia akan memperbarui skematanya.


(39)

22

c) Jenis Skemata

Dalam pencarian memahami peran ketersediaan skemata dalam pemahaman membaca, skemata dibedakan atas dua jenis, yaitu skemata formal (pengetahuan latar belakang dari organisasi formal struktur teks) dan skemata isi,

yaitu pengetahuan latar belakang dari isi teks (Carrell, 1988: 104).

Semantara itu, Landry (2002) menyatakan bahwa berdasarkan tipe dari informasi yang tersimpan dalam skemata, terdapat tiga skemata sebagai berikut. 1) Skemata isi (content schema) yang mencakup pengetahuan tentang topik dan

pengalaman sebelumnya tentang topik tersebut.

2) Skemata bentuk (formal schema) yang mencakup pengetahuan tentang bentuk-bentuk discourse seperti struktur atau tipe dari teks.

3) Skemata kebahasaan (linguistics schema) yang mencakup pengetahuan tentang perbendaharaan kata atau ketatabahasaan.

d) Model Pengolahan Informasi (dalam Membaca)

Dalam pandangan teori skema, teks hanya menyediakan arah bagi pendengar atau pembaca mengenai bagaimana mereka harus mengambil atau membangun makna dari pengetahuan mereka sendiri, pengetahuan yang mereka peroleh sebelumnya. Pengetahuan yang diperoleh sebelumnya disebut latar belakang pengetahuan dan struktur pengetahuan yang diperoleh sebelumnya disebut skemata. Proses interpretasi dipandu oleh prinsip bahwa setiap masukan dipetakan terhadap beberapa skemata yang ada dan semua aspek dari skemata harus sesuai dengan informasi masukan. Hal ini merupakan hasil prinsip dalam


(40)

dua model dasar pengolahan informasi yang disebut proses bottom-up dan top-down (Carrell dan Eisterhold, 1983: 76).

Rumelhart (via Carrell dan Eisterhold, 1983: 77) menyatakan bahwa aspek penting dari proses bottom-up dan top-down adalah keduanya harus terjadi di semua tingkatan secara simultan. Data diperlukan untuk mengisi skemata yang tersedia melalui pengolahan bottom-up; pengolahan top-down memfasilitasi asimilasi mereka jika mereka diantisipasi atau konsisten dengan harapan konseptual pendengar/pembaca. Pengolahan bottom-up menjamin bahwa pendengar/pembaca akan peka terhadap informasi yang baru atau yang tidak sesuai hipotesis yang sedang berlangsung tentang konten atau struktur teks; pengolahan top-down membantu pendengar/pembaca untuk menyelesaikan ambiguitas atau untuk memilih antara kemungkinan interpretasi alternatif dari data yang masuk.

Di sisi lain, Meurer (1991: 172-173) menjelaskan bahwa ada tiga macam proses pemahaman yang berbeda mengenai proses pemahaman dalam kegiatan membaca, yaitu proses bottom-up (bawah-atas), proses top-down (atas-bawah), dan proses interaktif (timbal balik). Proses bottom-up dimulai dengan simbol cetak dan berasal dari makna masing-masing kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan seluruh teks. Pergerakan bottom to top ini bergerak dari khusus ke umum. Proses top-down, di sisi lain, berangkat dari umum ke khusus. Dimulai dalam pikiran pembaca yang kemudian membentuk sampel informasi tekstual untuk mengkonfirmasi hipotesis dan prediksi tentang teks. Lalu, pada proses interaktif, proses bottom-up dan top-down mengambil tempat pada waktu yang sama pada


(41)

24

seluruh tingkat pengolahan informasi teks. Berikut disajikan pembahasan lebih lanjut mengenai ketiga model proses pemahaman.

1) Model Membaca Bottom-Up

Model membaca ini dibangun atas asumsi bahwa proses pengalihan tulisan menjadi makna bermula dari sesuatu yang tercetak. Proses itu diawali dengan pembacaan simbol menuju makna. Dengan demikian, pembaca pertama mengidentifikasi ciri huruf-huruf, menghubungkan ciri-ciri itu bersama-sama menjadi huruf; mengombinasikan huruf-huruf itu sebagai pola ejaan; menghubungkan pola ejaan dengan kata; kemudian terus ke kalimat, paragraf, dan proses tataran teks (Subadiyono, 2014: 12). Dalam teori bottom-up, pembaca memaknakan teks dari unit yang paling kecil (huruf ke kata ke frasa ke kalimat dan seterusnya) dan proses pemaknaan teks dari unit yang paling kecil secara otomatis, dalam arti bahwa pembaca tidak menyadari bagaimana proses itu berlangsung (Eskey dan Stanovich via Aebersold dan Field, 1997: 18).

Pada model proses ini, titik memulainya terletak pada teks itu sendiri. Pembaca berhadapan dengan kata individual dan struktur dalam teks, dari sini secara gradual membentuk interpretasi secara keseluruhan. Proses mendapatkan makna suatu tulisan dalam model bottom-up dipicu oleh informasi yang bersifat grafis yang melekat pada tulisan (Subadiyono, 2014: 12).

2) Model Membaca Top-Down

Model membaca ini dibangun atas konsep bahwa proses pengalihan tulisan menjadi makna bermula dari pengetahuan awal pembaca. Proses ini diawali dengan membuat prediksi atau menebak makna sejumlah unit tulisan.


(42)

Model top-down menekankan bahwa proses informasi selama membaca dipicu oleh pengetahuan awal pembaca dan pengalaman yang berhubungan dengan pesan penulis (Subadiyono, 2014: 13). Pembaca membawa sejumlah pengetahuan, harapan, asumsi, pertanyaan tentang teks, serta pengetahuan kosakata tertentu, kemudian meneruskan membaca selama teks tersebut mendukung harapan mereka (Goodman via Aebersold dan Field, 1997: 18).

Dalam model top-down terdapat anggapan bahwa membaca diarahkan oleh tujuan dan harapan pembaca. Pembaca dipandang sebagai seseorang yang memiliki seperangkat harapan informasi teks dan sampel informasi dari teks yang cukup untuk memantapkan atau menolak harapan itu. Dalam melakukan penyampelan yang efisien, pembaca mengarahkan pandangannya pada tempat-tempat yang paling tepat untuk mendapatkan informasi penting dalam teks. Mekanisme yang digunakan dalam menggerakkan harapan tidak begitu jelas, tetapi harapan itu diciptakan dengan mekanisme monitoring (Grabe dan Stoller, 2002: 32).

Samuel dan Kamil (via Anderson dan Pearson, 1984: 212) berpendapat bahwa dalam proses top-down, karena pembaca hanya menyampel informasi teks untuk membuktikan hipotesis dan prediksi, membaca dipandang sebagai proses membawa konsep dengan analisis tataran yang lebih tinggi menuju analisis yang lebih rendah. Satu cara melihat perbedaan antara model top-down dan bottom-up

adalah bahwa model bottom-up bermula dari rangsangan tulisan kemudian menuju ke tataran lebih tinggi, sementara top-down bermula dari hipotesis dan


(43)

26

prediksi kemudian membuktikan dengan mengarah ke tataran lebih rendah, yaitu rangsangan tulisan.

Suatu hal yang sangat penting dalam model top-down adalah apa yang disebut oleh Bartlett sebagai skemata (tunggal: skema). Sebagaimana dijelaskan oleh Johnson (2001: 275) bahwa skemata dapat dideskripsikan sebagai “kerangka kerja mental” yang kita miliki sebagai individu, dan yang kita bawa ketika membaca teks. Skemata berperan penting dalam pemahaman bacaan, bahkan sejak tahapan awal proses. Pemahaman bacaan tidaklah secara total mengikuti langkah bottom-up dan secara logis. Kita tidak melalui semua kemungkinan penafsiran teks sebelum menetapkan apa itu maknanya, alih-alih kita menempuh cara singkat. Kita menggunakan latar belakang pengetahuan untuk memilih interpreasi yang paling mungkin, bahkan kadang-kala tanpa menyadari kemungkinan interpretasi yang lain.

Sebagai perbedaan dengan model bottom-up yang berdasarkan data driven, model top-down sering disebut sebagai model conceptually driven. Gagasan atau konsep yang terdapat di dalam benak pembaca memicu proses informasi selama berlangsungnya aktivitas membaca.

3) Model Membaca Interaktif

Model membaca ini dibangun atas asumsi bahwa proses pengalihan tulisan menuju makna melibatkan penggunaan pengetahuan awal dan tulisan. Proses ini diawali dengan membuat prediksi makna dan atau membaca simbol grafis. Pembaca merumuskan hipotesis berdasarkan interaksi informasi dari aspek semantik-sintaktik. Pengetahuan awal maupun informasi grafis tidak digunakan


(44)

secara eksklusif oleh pembaca ketika melakukan pembacaan (Subadiyono, 2014: 16).

Vacca (1987: 16) mengemukakan bahwa pembaca akan berperan aktif atau pasif bergantung pada kekuatan hipotesis mereka terhadap makna bahan bacaan. Manakala pembaca membawa banyak pengetahuan, kesempatan berhipotesis mereka besar dan akan memproses bahan bacaan dengan aktif sehingga mengurangi penggunaan informasi yang bersifat grafis. Sebaliknya, pembaca akan memproses bacaan dengan pasif apabila hanya memiliki sedikit pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan topik bacaan. Mereka juga lebih bergantung pada rambu informasi tulisan itu sendiri.

Widdowson (via Grabe, 1988: 56) telah membahas membaca sebagai proses interaktif. Menurutnya, membaca adalah proses memadukan informasi tekstual dengan informasi yang dibawa pembaca terhadap teks. Dalam pandangan ini proses membaca bukanlah peristiwa sederhana pencarian informasi dari teks, melainkan satu di antaranya adalah pengaktifan sejumlah pengetahuan di dalam benak pembaca yang digunakan, yang pada gilirannya, mungkin diperhalus dan diperluas dengan informasi baru yang tersedia dalam teks. Jadi, membaca dipandang sebagai semacam dialog antara pembaca dengan teks.

Pendekatan interaktif menekankan bahwa makna tidaklah secara penuh hadir di dalam teks menantikan pembacaan, melainkan makna diciptakan melalui interaksi teks dan pembaca. Silberstein (1987: 31) mengatakan, latar belakang pengetahuan yang memfasilitasi pemahaman teks telah menjadi kajian dalam teori skema. Kerangka kerja teori ini menekankan peran pengetahuan terdahulu di


(45)

28

dalam menyiapkan informasi pembaca yang secara implisit berada pada teks. Skemata adalah struktur pengetahuan terdahulu yang disimpan secara hierarkis dalam otak, baik yang umum maupun yang khusus. Tiap hierarki skemata pembaca mengorganisasikan pengetahuan mereka tentang bahasa dan pengetahuan dunia. Ketika membaca, seseorang membangun harapan berdasarkan pengetahuan awal teks, pengetahuan dunia, dan mencari penegasan berdasarkan input dari teks.

Nuttall (via Brown, 2007: 299) menjelaskan bahwa pembaca secara berkelanjutan beralih dari satu fokus ke fokus yang lain, sementara menggunakan pendekatan top-down untuk memprediksi kemungkinan makna kemudian berpindah ke pendekatan bottom-up untuk mengecek apakah itu benar-benar yang dikatakan penulis. Dengan demikian, pembacaan yang berhasil menuntut terjadinya interaksi, baik proses bottom-up maupun top-down.

Dengan mendasarkan pada model ini, kegagalan dalam memahami bacaan dapat terjadi karena gangguan proses dua arah dan berlebihan dalam proses satu arah dalam membaca. Carrell (via Silberstein, 1987: 31) mengajukan lima hipotesis yang menyebabkan gangguan itu. Pertama, ketidakhadiran struktur pengetahuan yang relevan untuk menggunakan proses top-down, yang disebut kurangnya ketersediaan skemata. Jika tidak hadir pada pembaca, skemata itu tidak dapat digunakan. Kedua, gangguan proses dalam dua arah dapat juga terjadi ketika ketersediaan skemata tidak diaktifkan. Ketiga, pembaca tidak dapat menggunakan pemrosesan berdasarkan teks jika mereka tidak dapat membaca struktur sintaksis atau mengenali kosa kata isi, misalnya, mereka kurang baik


(46)

secara linguistik. Keempat, konsepsi tentang membaca mungkin juga memengaruhi proses interaktif. Sejumlah pembelajar tidak tahu bahwa mereka diperkenankan menggunakan informasi yang tidak dinyatakan dalam teks untuk menginterpretasikannya. Kelima, gaya kognitif sebagai kemungkinan penyebab pemrosesan teks satu arah. Sejumlah orang mungkin menyikapi suatu stimulus secara independen terhadap semua pengetahuan awal yang mereka miliki.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pengolahan informasi (dalam membaca) terdiri atas tiga macam, yaitu proses

bottom-up, proses top-down, dan proses interaktif. Proses bottom-up bergerak dari khusus ke umum, dimulai dengan simbol cetak dan berasal dari makna masing-masing kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan seluruh teks. Proses top-down, di sisi lain, berangkat dari umum ke khusus. Dimulai dalam pikiran pembaca yang membentuk sampel informasi tekstual untuk mengkonfirmasi hipotesis dan prediksi tentang teks. Lalu, pada proses interaktif, proses bottom-up dan top-down

mengambil tempat pada waktu yang sama pada seluruh tingkat pengolahan informasi teks.

2. Kemampuan Menulis e) Pengertian Menulis

Kemampuan menulis sangat dibutuhkan oleh seseorang karena dengan menulis seseorang akan dengan mudah menuangkan gagasan atau ide dalam tulisannya. Dalman (2012: 1) mendefinisikan menulis sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat


(47)

30

atau medianya. Dalam komunikasi tulis terdapat empat unsur yang terlibat, yaitu: 1) penulis sebagai penyampai pesan, 2) pesan atau isi tulisan, 3) saluran atau media yang berupa tulisan, dan 4) pembaca sebagai penerima pesan.

Lebih lanjut, menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kompetisi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi mendengarkan, berbicara, dan membaca. Secara prinsip, kegiatan menulis tidak berbeda dengan kegiatan berbicara, kegiatan menghasilkan bahasa dan mengkomunikasikan pikiran secara tertulis. Kegiatan menulis adalah suatu proses menurunkan lambang-lambang grafis dan aktivitas melahirkan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada pembaca melalui media bahasa berupa tulisan. Tulisan yang baik dapat dimengerti dan dipahami isi gagasan atau buah pikirannya oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2013: 422).

Kemampuan menulis merupakan salah satu kegiatan kreatif. Tabroni (2007: 42) menyatakan, “Menulis adalah salah satu bentuk aktivitas kreatif”. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurjamal, dkk. (2011: 69), menulis merupakan proses kreatif untuk menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk bahasa tulis yang memiliki tujuan tertentu, misalnya untuk memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Menulis merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca, dan dapat dipahami orang lain (Marwoto, dkk., 2012: 12).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis


(48)

sebagai medianya. Menulis merupakan kemampuan kreatif seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca, dan dapat dipahami orang lain.

f) Fungsi Menulis

Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis memainkan peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar mulai dari tingkat dasar sampai pada tingkat yang paling tinggi sekalipun. Menulis dapat mencerminkan apa yang diketahui oleh pembelajar, apa yang ingin mereka ketahui, apa yang mereka pelajari dan yang telah mereka pelajari. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan siswa berpikir.

Fungsi menulis antara lain: 1) peningkatan kecerdasan, 2) pengembangan daya inisiatif dan kreatif, 3) penumbuhan keberanian, dan 4) pendorongan kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi (Dalman, 2012: 2). Selain itu, aktivistas menulis memiliki beberapa manfaat lain, yaitu untuk membiasakan diri berpikir sistematis, membagi keahlian (pengetahuan, kemampuan, dan sikap) dengan orang lain, media pelepas stres yang menyehatkan, dan menghindarkan diri dari aktivitas negatif (Leo, 2010: 2).

Selanjutnya, Enre (1988: 6) menyebutkan fungsi menulis sebagai berikut. 1) Menulis menolong kita menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui.


(49)

32

tersebut dan membantu kita membangkitkan pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam bawah sadar.

2) Menulis menghasilkan ide-ide baru. Tindakan menulis merangsang pikiran kita untuk mengadakan hubungan, mencari pertalian, dan menarik perasaan (analogi) yang tidak akan pernah terjadi seandainya kita tidak mulai menulis. 3) Menulis membantu mengorganisasikan pikiran kita dan menempatkannya

dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri.

4) Menulis menjadikan pikiran seseorang siap untuk dilihat dan dievaluasi. 5) Menulis membantu kita menyerap dan menguasai informasi baru.

6) Menulis membantu kita memecahkan masalah dengan jalan memperjelas unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual sehingga ia dapat diuji.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi menulis selain sebagai alat komunikasi tidak langsung, juga berfungsi sebagai sarana untuk menemukan kembali apa yang pernah kita ketahui, membantu berpikir kritis, mengorganisasi pikiran secara sistematis, meningkatkan kecerdasan, mengembangkan daya inisiatif dan kreatif, serta membantu menyelesaikan masalah.

g) Tujuan Menulis

Menulis bukan hanya sekadar menuangkan bahasa ujaran ke dalam sebuah tulisan, tetapi merupakan mekanisme curahan ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, berkoherensi dengan baik antarparagraf, dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik seperti ejaan dan tanda baca


(50)

(Alwasilah, 2013: 43). Tujuan kegiatan menulis adalah untuk menyebarkan ide atau gagasan, memengaruhi orang lain, menyalurkan aspirasi, dan mendapatkan imbalan (Tabroni, 2007: 50).

Tujuan menulis merupakan respons atau jawaban yang diharapkan oleh penulis dari pembacanya. Hartig (via Sunarti dan Anggraini, 2009: 89) merangkum tujuan penulisan sebagai berikut.

1) Assignment purpose (tujuan penugasan)

Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya siswa yang diberi tugas merangkum buku).

2) Altruistic purpose (tujuan altruistik)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca; menghindarkan kedukaan pembaca; ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya; ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

3) Persuasive purpose (tujuan persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)


(51)

34

5) Self expressive purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri pengarang kepada pembaca.

6) Creative purpose (tujuan kreatif)

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Akan tetapi, “keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)

Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.

Selanjutnya, Suparno dan Yunus (2008: 37) menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai seorang penulis bermacam-macam, yaitu 1) menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar; 2) membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan; 3) menjadikan pembaca beropini; 4) menjadikan pembaca mengerti; 5) membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan; dan 6) membuat pembaca senang dengan menghayati nilai-nilai yang dikemukakan seperti nilai kebenaran, nilai agama, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai moral, nilai kemanusiaan, dan nilai estetika.


(52)

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa seseorang memiliki tujuan ketika melakukan kegiatan menulis. Ada banyak tujuan menulis yang ingin dicapai seseorang. Tujuan seseorang menulis antara lain untuk menuangkan ide, gagasan, dan ilmu; menyalurkan aspirasi; penugasan; pernyataan diri; menginformasikan sesuatu; memengaruhi orang lain; menghibur; mendapat imbalan; dan mengekspresikan perasaan atau emosi yang kuat. Selain itu, seseorang menulis juga untuk melibatkan pembaca untuk berpikir kritis, beropini, memecahkan masalah, serta menghayati nilai-nilai yang disampaikan

h) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Menulis

Kemampuan menulis tidak didapat secara instan atau bakat murni, tetapi dipengaruhi oleh faktor tertentu. Suyatinah (2005: 406) berpendapat bahwa selain menguasai tata bahasa dan teori menulis, kemampuan menulis diperoleh dan dikuasai melalui praktik dan latihan. Kemampuan menulis akan terus berkembang diimbangi dengan proses latihan yang tekun.

Selain itu, kemampuan menulis dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas usia, kepribadian, motivasi, pengalaman, kognisi, dan bahasa pertama yang dikuasai. Faktor eksternal berkaitan dengan situasi belajar. Faktor eksternal meliputi kurikulum, budaya, status, dan motivasi (Rico, 2014: 69). Dengan demikian, kemampuan menulis tidak hanya mengandalkan teori menulis dan tata bahasa, tetapi diperlukan kemampuan bernalar dan latihan yang tekun untuk mendapatkan tulisan yang bagus.


(53)

36

3. Teks Eksposisi

a) Pengertian Teks Eksposisi

Eksposisi merupakan salah satu jenis karangan yang harus dikenalkan kepada siswa dan dikuasai oleh seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Eksposisi biasa digunakan seseorang untuk menyajikan gagasan. Gagasan tersebut dikaji oleh penulis atau pembicara berdasarkan sudut pandang tertentu. Untuk menguatkan gagasan yang disampaikan, penulis atau pembicara harus menyertakan alasan-alasan logis. Dengan kata lain, ia bertanggung jawab untuk membuktikan, mengevaluasi, atau mengklarifikasi permasalahan tersebut. Bentuk teks ini biasa digunakan dalam kegiatan ceramah, perkuliahan, pidato, editorial, opini, dan sejenisnya (Kemendikbud, 2015: 53).

Karangan eksposisi dimaksudkan untuk memaparkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari kajian pustaka atau lapangan dengan tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang suatu hal. Namun demikian, karangan ini tidak dimaksudkan untuk memengaruhi pembaca, karangan ini hanya memaparkan pengetahuan saja agar wawasan pembaca tentang suatu hal dapat bertambah (Dalman, 2012: 119).

Keraf (1995: 7-8) menambahkan bahwa eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakikat suatu objek. Tujuan dari penulisan eksposisi adalah untuk memberitahu, mengupas, mengurai, atau menerangkan sesuatu. Penulis eksposisi menyajikan tulisannya dengan tujuan untuk menyampaikan pernyataan yang lengkap dan


(54)

dapat dipercaya mengenai suatu objek. Penulis tidak berusaha untuk memengaruhi atau menggerakkan pembaca, dan tidak berusaha memberi kesan.

Dalam tulisan eksposisi, masalah yang dikomunikasikan adalah pemberitahuan dan informasi. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan Ahmadi, dkk (1981: 7), bahwa tujuan utama penulisan paragraf eksposisi itu hanya untuk membagikan informasi dan tidak sama sekali untuk mendesakkan atau memaksakan orang lain untuk menerima pandangan atau pendirian tertentu sebagai sesuatu yang sahih. Untuk itu, biasanya tulisan eksposisi dapat disebut sebagai wacana informatif. Hal atau sesuatu yang diinformasikan dalam tulisan eksposisi itu bisa berupa hal-hal berikut.

1) Data faktual, misalnya tentang suatu kondisi yang benar-benar terjadi atau bersifat historis, tentang bagaimana sesuatu bekerja, tentang bagaimana suatu operasi diperkenalkan, dan sebagainya.

2) Suatu analisis atau penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta. 3) Fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang

khusus asalkan tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi.

Alwasilah (2013: 111) mendefinisikan teks eksposisi sebagai tulisan yang tujuan utamanya mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Dalam paragaf eksposisi, penulis berniat untuk memberi informasi atau memberi petunjuk kepada pembaca. Di sini teks eksposisi mengandalkan strategi pengembangan alinea seperti lewat pemberian contoh, proses, sebab akibat, klasifiksasi, definisi, analisis, komparasi, dan kontras.


(55)

38

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa teks eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Tujuan utamanya mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Dalam paragaf eksposisi, penulis berniat untuk memberi informasi atau memberi petunjuk kepada pembaca. Penulis tidak berusaha untuk memengaruhi atau menggerakkan pembaca dan tidak berusaha memberi kesan. Eksposisi biasa digunakan seseorang untuk menyajikan gagasan yang diperkuat dengan alasan-alasan yang logis. Bentuk teks ini biasa digunakan dalam kegiatan ceramah, perkuliahan, pidato, editorial, opini, dan sejenisnya.

b) Tujuan Teks Eksposisi

Setiap teks eksposisi memiliki tujuan tertentu yang merepresentasikan tujuan dari penulis sekaligus membedakannya dari jenis tulisan lain. Eti (via Dalman, 2012: 120) menyebutkan empat tujuan karangan eksposisi sebagai berikut.

1) Memberi informasi atau keterangan yang sejelas-jelasnya tentang objek, meskipun pembaca belum pernah mengalami atau mengamati sendiri, tanpa memaksa orang lain untuk menerima gagasan atau informasi.

2) Memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.

3) Menyajikan fakta dengan gagasan yang disusun sebaik-baiknya sehingga mudah dipahami oleh pembaca.


(56)

4) Digunakan untuk menjelaskan hakikat sesuatu, memberikan petunjuk mencapai atau mengerjakan sesuatu, menguraikan proses, dan menerangkan pertalian antara satu hal dengan hal yang lain.

c) Ciri-Ciri Teks Eksposisi

Karangan eksposisi merupakan karangan yang memiliki tujuan untuk memberikan informasi kepada pembacanya. Dalam hal ini karangan eksposisi memiliki ciri-ciri yang dipaparkan oleh beberapa ahli. Hasani (2005: 31) berpendapat bahwa ciri-ciri karangan eksposisi antara lain 1) penjelasannya bersifat informatif; 2) pembahasan masalahnya bersifat objektif; 3) penjelasannya disertakan dengan bukti-bukti yang konkret (tidak mengada-ada); dan 4) pembahasannya bersifat logis atau sesuai dengan penalaran.

Selanjutnya, Mariskan (via Dalman, 2012: 120) menyebutkan ciri-ciri teks eksposisi sebagai berikut.

1) Paparan itu karangan yang berisi pendapat, gagasan, dan keyakinan.

2) Paparan memerlukan fakta yang diperlukan dengan angka, statistik, peta, atau grafik.

3) Paparan memerlukan analisis dan sintesis.

4) Paparan menggali sumber ide dari pengalaman, pengamatan, penelitian, sikap, dan keyakinan.

5) Paparan menjauhi sumber daya khayal.

6) Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang informatif dengan kata-kata yang denotatif serta penutup paparan berisi penegasan.


(57)

40

Berdasarkan pendapat ahli di atas, diketahui bahwa ciri-ciri teks eksposisi antara lain penjelasannya bersifat informatif, objektif, disertakan dengan bukti-bukti yang konkret, dan logis. Selain itu, teks eksposisi berisi pendapat, argumen, dan gagasan yang memerlukan analisis dan sintesis.

d) Struktur Teks Eksposisi

Teks eksposisi merupakan jenis teks yang mengedepankan sudut pandang dan memberikan bukti yang mendukung (Knapp dan Watkins, 2005: 191). Sejalan dengan isi teks eksposisi, struktur teks eksposisi meliputi 1) tesis atau pernyataan pendapat, 2) argumentasi, dan 3) penegasan ulang pendapat. Struktur teks eksposisi tampak pada gambar 2 berikut.

Gambar 2: Struktur Teks Eksposisi

Tahap pertama dalam penulisan teks eksposisi diawali dengan memaparkan tesis. Tesis merupakan bagian awal dari struktur teks eksposisi yang isinya berupa sudut pandang atau pun pendapat penulis pada masalah yang diangkat. Tesis ini nantinya akan diperkuat dengan adanya argumentasi untuk

Struktur Teks Eksposisi

Tesis/Pernyataan Pendapat

Argumentasi

Penegasan Ulang Pendapat


(58)

memberikan pemahaman kepada pembaca. Pada teks eksposisi, tesis disebutkan di bagian awal dan di bagian akhir kembali dijelaskan berupa penegasan ulang dari masalah yang diangkat pada tesis.

Tahap kedua, diisi oleh argumentasi yang berisi tentang penjelasan secara lebih mendalam dari tesis yang kebenarannya diakui penulis melalui fakta-fakta yang terdapat pada argumen ini. Argumentasi dapat berupa alasan logis, data hasil temuan, fakta-fakta, bahkan pernyataan para ahli. Argumen yang baik harus mampu mendukung pendapat yang disampaikan penulis atau pembicara.

Tahap ketiga yaitu penegasan ulang pendapat. Penegasan ulang pendapat berupa penjelasan kembali atas tesis yang telah disampaikan yang didasarkan pada fakta-fakta yang telah dijabarkan penulis pada argumentasi. Bagian ini bertujuan menegaskan pendapat awal serta menambah rekomendasi atau saran terhadap permasalahan yang diangkat. Penegasan ulang pendapat biasanya terdapat pada bagian akhir teks eksposisi.

e) Syarat Menulis Teks Eksposisi

Pada hakikatnya sebuah teks eksposisi berusaha untuk memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang mengenai objek yang digarapnya. Oleh sebab itu, dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, pengarang yang akan menulis sebuah teks eksposisi harus memenuhi beberapa syarat. Syarat menulis teks eksposisi menurut Keraf (1981: 6), yaitu 1) pengarang harus mengetahui tentang subjek atau topik garapannya dan 2) kemampuan untuk menganalisis persoalan secara jelas dan konkret.


(59)

42

f) Metode Menulis Teks Eksposisi

Karangan eksposisi sebagai suatu bentuk karya merupakan hasil pikiran dan ide-ide seseorang mengenai suatu hal yang kemudian dituangkan melalui tulisan. Dalam penuangan ide-ide menjadi sebuah karangan eksposisi, setiap orang dapat mempunyai cara yang berbeda-beda. Kemampuan untuk menganalisis persoalan secara jelas dapat diperoleh salah satunya melalui metode. Keraf (1981: 7) mengemukakan enam metode yang digunakan dalam menulis karangan eksposisi sebagai berikut.

1) Metode Identifikasi

Identifikasi merupakan suatu metode dalam menulis eksposisi sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa itu? Siapa itu?. Metode identifikasi merupakan sebuah metode yang berusaha menyebutkan ciri-ciri atau unsur-unsur pengenal suatu objek sehingga para pembaca atau pendengar lebih mengenal objek tersebut. Tujuan dari metode ini yaitu dengan menyajikan semua ciri atau tanda pengenal tersebut, diharapkan objek lebih dikenal oleh para pembaca. Dalam proses penyajian eksposisi menggunakan metode identifikasi, pertama-tama pengarang harus mampu membuat perincian yang teratur dan cermat mengenai objek, perincian dapat berupa kerangka karangan.

2) Metode Perbandingan

Perbandingan adalah suatu cara untuk menunjukkan kesamaan dan perbedaan antara dua objek dengan menggunakan dasar-dasar tertentu. Dalam metode perbandingan, tujuan utamanya adalah membicarakan sesuatu yang


(60)

dianggap belum diketahui pembaca dengan membandingkannya dengan hal lain yang dianggap sudah diketahui pembaca.

3) Metode Ilustrasi

Ilustrasi merupakan suatu metode untuk mengadakan gambaran atau penjelasan yang khusus dan konkret atas suatu prinsip umum atau gagasan umum. Metode ilustrasi sering digunakan dalam karangan eksposisi karena menunjukkan contoh-contoh yang nyata dan konkret. Dalam menggunakan metode ilustrasi, pengarang harus memperhatikan contoh-contoh yang digunakan, yaitu contoh yang digunakan harus bersifat langsung dan meyakinkan.

4) Metode Klasifikasi

Klasifikasi merupakan metode untuk menempatkan barang-barang dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dilihat hubungannya ke samping, ke atas, dan ke bawah. Klasifikasi berbeda dengan pembagian. Klasifikasi bukan hanya membagi sekelompok barang atau orang menjadi beberapa kelompok tanpa disertai dengan ciri yang khusus. Klasifikasi merupakan sebuah metode untuk menjangkau bermacam-macam subjek ke dalam suatu pertalian yang jelas dan masuk akal, menempatkan sebuah subjek dalam hubungan dengan sebuah sistem, dan memberi sebuah konteks yang logis kepada suatu barang.

5) Metode Definisi

Berdasarkan sifat dan strukturnya, definisi dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu a) definisi nominal, mencakup definisi berupa sinonim kata, definisi kamus, dan definisi etimologi kata, b) definisi logis atau formal, yaitu definisi yang disusun dengan menggunakan syarat-syarat formal yang biasanya berbentuk


(61)

44

kalimat, dan c) definisi luas, yaitu definisi formal yang diperluas sehingga minimal berbentuk satu alinea. Metode definisi sebagai suatu upaya untuk menulis karangan eksposisi menggunakan definisi luas karena definisi luas merupakan pengembangan dari definisi formal.

6) Metode Analisis

Analisis adalah suatu cara membagi-bagi suatu subjek ke dalam komponen-komponennya. Analisis dapat dibagi menjadi empat, yaitu analisis bagian, analisis fungsional, analisis proses, dan analisis kausal.

Gambar 3: Metode Menulis Eksposisi

g) Perbedaan Eksposisi dan Argumentasi

Teks eksposisi memiliki persamaan dengan teks argumentasi, yaitu sama-sama menjelaskan pendapat, gagasan, dan keyakinan; sama-sama-sama-sama memerlukan fakta dan analisis dalam pembahasan. Oleh karena penelitian ini berusaha

Identifikasi

Jawaban atas

pertanyaan: Apa itu? Siapa itu? penyebutan ciri suatu objek.

Metode Menulis Teks Eksposisi

Definisi

1. Definisi nominal 2. Definisi logis 3. Definisi luas

Klasifikasi

Penempatan barang-barang dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dilihat ke samping, ke atas, ke bawah.

Analisis

Cara untuk membagi-bagi subjek ke dalam

komponen-komponennya.

Perbandingan

Cara untuk

menunjukkan kesamaan dan perbedaan antara dua objek.

Ilustrasi

Cara untuk mengadakan gambaran atau

penjelasan khusus dan konkret atas satu gagasan umum.


(62)

mengukur kemampuan menulis teks eksposisi sehingga perlu adanya batas pembeda antara keduanya. Keraf (1981: 4-5) mengemukakan perbedaan eksposisi dan argumentasi dalam lima hal berikut.

1) Tujuan

Eksposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, sebaliknya argumentasi berusaha untuk membuktikan kebenaran dari suatu pokok persoalan.

2) Keputusan Pembaca

Dalam tulisan eksposisi, penulis menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada pembaca. Pembaca yang mengolah apa yang disampaikan penulis tidak menjadi masalah karena penulis hanya bermaksud untuk menyalurkan apa yang ada di pikirannya dan orang lain sudah mengetahui hal itu. Sebaliknya, dalam argumentasi, penulis ingin mengubah pandangan pembaca. Ia berusaha agar pembaca percaya akan uraiannya dan sekaligus meninggalkan pendapat mereka yang lama dan menerima pendapat yang baru. Penulis selalu mengharapkan sesuatu yang pasti, yaitu pembaca akan sependapat dengan penulis.

3) Gaya Penulisan

Tulisan eksposisi cenderung menggunakan gaya yang bersifat informatif, yaitu gaya yang berusaha sejelas mungkin untuk menguraikan objeknya sehingga pembaca dapat menangkap apa yang dimaksud penulis. Sementara itu, argumentasi menggunakan gaya penulisan yang bersifat meyakinkan. Gaya ini sangat diperlukan untuk meyakinkan pembaca akan kebenaran uraian penulis


(63)

46

sehingga dalam argumentasi tidak boleh ada kesan keragu-raguan mengenai persoalan yang dikemukakan.

4) Gaya Bahasa

Gaya penulisan yang dipakai juga memengaruhi bahasa dan gaya bahasa yang digunakan penulis dalam tulisannya. Bahasa yang digunakan dalam eksposisi adalah bahasa berita tanpa rasa subjektif dan emosional. Penulis sama sekali tidak berusaha untuk membangkitkan emosi pembaca. Sebaliknya, bahasa argumentasi bersifat rasional dan objektif. Sebenarnya perbedaan yang dikemukakan di sini menjadi kabur karena „tanpa rasa subjektif dan emosional‟ juga dapat diartikan sebagai „objektif‟. Hanya saja, dalam hal ini yang membedakan tulisan eksposisi dan argumentasi terletak pada derajat objektivitasnya.

5) Cara Menggunakan Fakta

Fakta-fakta dalam eksposisi dipakai sebagai alat konkretisasi, yaitu membuat rumusan dan kaidah yang dikemukakan itu lebih konkret. Sebaliknya, fakta dalam argumentasi jelas atau nyata (eviden), yaitu bahan pembuktian sehingga kelemahan dalam menyodorkan fakta dan merangkaikan fakta akan menggagalkan usaha penulis untuk memengaruhi sikap dan pendapat pembaca.

4. Kemampuan Menulis Teks Eksposisi

Kemampuan menulis teks eksposisi adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menulis teks eksposisi dengan memperhatikan struktur dan ciri kebahasaan teks eksposisi. Kemampuan menulis teks eksposisi diperoleh


(64)

dan dikuasai melalui ketekunan dalam berlatih dan praktik. Menulis teks eksposisi membutuhkan skemata/pengetahuan awal. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan digunakan dalam menulis teks eksposisi.

Kemampuan menulis teks dapat diukur dengan menggunakan tes, yaitu tes objektif dan tes menulis langsung. Tes tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyusun kalimat, paragraf, dan penggunaan ejaan. Selain memperhatikan ketepatan bahasa dan kaitan konteks, isi juga dinilai (Nurgiyantoro, 2013: 425). Penilaian menulis teks hendaknya dilakukan secara objektif dan menyeluruh. Hal ini akan menggambarkan kemampuan menulis siswa secara apa adanya. Oleh karena itu, penilaian teks disertakan skala pengukuran yang mencakup aspek-aspek penilaian.

Nurgiyantoro (2013: 440-442) menyebutkan bahwa aspek penilaian karangan meliputi (1) isi karangan, (2) organisasi isi, (3) penggunaan kosakata, (4) penggunaan gaya dan bentuk bahasa, dan (5) mekanik. Penilaian setiap aspek menggunakan beberapa kriteria, yaitu sangat baik, cukup, sedang, kurang, dan sangat kurang. Pedoman penilaian berdasarkan pedoman pada program ESL (English as aSecond Language) yang lebih rinci dalam penyekoran.

Aspek isi menyangkut informasi yang disampaikan melalui karangan. Aspek organisasi menyangkut struktur karangan. Aspek kosakata menyangkut ketepatan penggunaan kata dan ungkapan. Aspek penggunaan bahasa menyangkut penguasaan penggunaan bahasa, yaitu konstruksi kalimat. Aspek mekanik menyangkut penguasaan aturan penulisan atau ejaan. Contoh model penilaian tersebut sebagai berikut.


(1)

Gambar 11: Siswa Kelas X MIPA 1 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi

Gambar 12: SiswaKelas X MIPA 3 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi

Gambar 13: Siswa Kelas X MIPA 4 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi


(2)

Gambar 14: Siswa Kelas X IPS 1 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi

Gambar 15: Siswa Kelas X IPS 3 Mengerjakan Tes Skemata dan Tes Kemampuan Menulis Teks Eksposisi


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL GAMBAR DAN GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI OLEH SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 GEBANG TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014.

0 4 22

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF (COLLABORATIVE LEARNING) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BALIGE TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014.

0 1 23

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/.

1 6 26

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI OLEH SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BABALAN TAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014.

0 3 25

HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN KALIMAT EFEKTIF DAN KEAKTIFAN MENULIS DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 SURAKARTA.

0 0 19

HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN DIKSI DAN MINAT MENULIS DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI PADA SISWA KELAS X MAN SURAKARTA TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015.

0 0 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MENGGUNAKAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE PADA SISWA KELAS X-MIPA 1 SMA NEGERI 1 TEMANGGUNG.

0 6 166

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN PROSES PADA PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 CISAAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT.

0 1 174

HUBUNGAN MINAT BACA DAN PENGUSAAN KOSAKATA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI SEKABUPATEN BANTUL.

6 15 170

KETERKAITAN RETRIVAL KATA DAN KECEMASAN MENULIS DENGAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI PADA SISWA SMA NEGERI DI KABUPATEN BANJARNEGARA TESIS

0 0 29