92
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tujuan pelaksanaan asesmen di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta adalah untuk mengetahui
serta menggali lebih dalam kekuatan dan kelemahan siswa autis serta potensi yang masih dimiliki siswa autis. Setelah diketahuinya kebutuhan
siswa autis tersebut maka dapat ditentukan program serta penempatan pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak. Hal tersebut sesuai dengan
penuturan dari National Information Center for Children and Youth Disabilities Pierangelo Giuliani, 2013: 6 yang menjelaskan bahwa
proses asesmen bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan yang dimiliki siswa, hambatan yang dihadapi siswa,
menentukan program yang sesuai dengan kebutuhan siswa, menentukan program pembelajaran individual, serta menentukan program pendidikan
anak. Pelaksanaan asesmen untuk layanan pendidikan anak autis di
Sekolah Khusus Autis Bina Anggita dapat dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu: persiapan asesmen, pengumpulan data asesmen, dan tindak lanjut
hasil asesmen. Persiapan yang dilakukan oleh tim ahli asesmen adalah berkoordinasi dengan orangtua, mempersiapkan guru yang akan
mengampu anak autis tersebut, serta menyiapkan form-form instrumen yang akan digunakan dalam proses pengumpulan data asesmen. Hal ini
berbeda dengan pemaparan dari Nani Triani 2012: 15 bahwa tahap awal yang harus dilakukan adalah identifikasi. Mumpuniarti, dkk 2014: 8
93
menjelaskan identifikasi dilakukan ketika guru kelas menemukan masalah dengan siswa dan jika guru kelas tidak dapat mengatasi masalah tersebut
maka diperlukan
referal pengalihtanganan
ke guru
khusus. Pelaksanaannya di lapangan anak sudah teridentifikasi sebagai siswa autis
yang dibuktikan dengan diagnosa dari medis atau psikolog dan langsung ditangani oleh guru khusus.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data asesmen di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita adalah metode wawancara,
dokumentasi, perlakuan, dan pengamatan observasi. Wawancara dilakukan untuk mengetahui riwayat kondisi anak serta kemampuan yang
masih dimiliki anak. Pengamatan dan intervensi dilakukan guru pengampu terhadap aspek-aspek kemampuan yang sudah tertera pada alur
pelaksanaan asesmen dan dokumen instrumen asesmen. Dokumentasi dilakukan apabila siswa tersebut merupakan siswa pindahan, maka perlu
untuk mengetahui kemampuan siswa di sekolah sebelumnya dengan melihat dokumen siswa berupa rapor atau buku pelajaran. Pemaparan
tersebut sedikit berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lerner J dalam Mumpuniarti 2014 bahwa terdapat beberapa metode pengumpulan
data selama proses asesmen berlangsung antara lain: 1 sejarah kasus atau wawancara, 2 observasi perilaku anak, 3 rating scale, 4 penelusuran
kasus, dan 5 tes terstandar. Pelaksanaanya di lapangan pengumpulan data asesmen di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta tidak
menggunakan rating scale dan tes terstandar.
94
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data asesmen di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita adalah instrumen yang berupa form
untuk menggali data tentang kemampuan anak di bidang komunikasi dan bahasa, motorik, interaksi sosial dan emosi, kemampan bina diri dan
kemampuan pre akademik. Hal tersebut sedikit berbeda dengan pendapat Ysseldyke Algozzine 2006 dalam Mumpuniarti, dkk 2014 yang
memaparkan tentang beberapa informasi yang dapat diperoleh guru berdasarkan observasi perilaku anak antara lain: 1 kemampuan
intelektual, 2 kemampuan akademik, 3 kepekaan sensori, 4 kemampuan beradaptasi, 5 perkembangan bahasa, 6 perkembangan psikologis, dan 7
perkembangan perseptual motor. Hal serupa juga dipaparkan oleh Yosfan Azwandi 2005: 58 mengenai sasaran dari asesmen anak autis adalah
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan anak di bidang: kognitif, motorik halus, motorik kasar, bahasa dan komunikasi, interaksi sosial,
kemampuan bantu diri, penglihatan, pendengaran, nutrisi, dan otot-otot mulut.Instrumen asesmen yang digunakan di lapangan terdapat beberapa
aspek yang tidak diungkap dalam instrumen asesmen di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta seperti aspek kepekaan sensori yang
digunakan untuk mengetahui: kemampuan pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, dan perasa, perkembangan psikologis, serta
kemampuan beradaptasi. Aspek perkembangan psikologis langsung ditangani oleh ahli psikolog yang bekerjasama dengan Sekolah Khusus
Autis Bina Anggita Yogyakarta.
95
Sekolah Khusus
Autis Bina
Anggita mempunyai
tim multidisipliner atau tim asesmen yang tersusun dalam struktur tim
asesmen SLB Bina Anggita tahun pelajaran 20152016. Tim asesmen tersebut terdiri dari yayasan, kepala sekolah, koordinator tim asesmen
guru senior, tim pelaksana guru bidang kurikulum, guru kesiswaan, dan guru bidang ketenagaan, psikolog serta paedagog. Penentuan tim asesmen
tersebut didasarkan pada kemampuan guru yang mumpuni di bidang menangani serta mengasesmen anak autis. Selain itu tim asesmen juga
melibatkan partisipasi aktif dari orangtua. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penjelasan dari California Departemen of Developmental Services
2002 bahwa tim multidisipliner merupakan komponen yang penting dalam proses asesmen terutama dalam proses asesmen anak autis. Adanya
tim multidisipliner sangat penting untuk mendapatkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu tentang perkembangan anak. Pierangelo Giuliani
2009 menambahkan bahwa anggota dari tim multidisipliner seringkali terdiri dari dari guru reguler, psikolog sekolah, evaluator pendidikan
khusus, guru khusus, terapis spesialis komunikasi, terapis okupasi dan fisik, pekerja sosial, konselor, orangtua, dan perawat sekolah. Setiap
anggota mempunyai peranan yang berbeda tergantung pada sekolah masing-masing.
Setelah pengumpulan data asesmen selesai, guru pengampu menyusunprofil asesmen. Profil asesmen tersebut memuat identitas siswa,
kemampuan yang dimiliki siswa autis, kelemahan yang dihadapi siswa
96
autis, serta strategi intervensi yang berupa kesimpulan dan rekomendasi. Penjelasan tersebut sedikit berbeda dengan pendapat dari Nani Triani
2012: 75 bahwa Setelah semua data yang diperlukan diperoleh, selanjutnya tim asesmen melakukan penafsiran terhadap hasil olahan data
tersebut. langkah selanjutnya adalah menyimpulkan dengan menyusun laporan hasil asesmen berupa profil anak. California Departement of
Developmental Services 2002 menambahkan laporan yang dibuat harus spesifik, menggambarkan semua informasi yang mencakup: kekuatan dan
kebutuhan anak, pengujian dan asesmen kebutuhan lebih lanjut, strategi intervensi, pelaksanaan program, dan gaya belajar. Pada profil asesmen di
Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Yogyakarta terdapat beberapa aspek yang tidak tercakup di dalamnya, yaitu: informasi mengenai pengujian
asesmen kebutuhan lebih lanjut, pelaksanaan program, dan gaya belajar. Langkah selanjutnya setelah diperoleh hasil asesmen berupa profil
asesmen, tim asesmen mengadakan forum diskusi case conference secara internal antar anggota tim asesmen koordinator tim asesmen dan tim
pelaksana asesmen untuk mendiskusikan hasil pengumpulan data asesmen. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan yang dipaparkan oleh
Mumpuniarti, dkk 2014 yaitu pada tahap selanjutnya, setelah dilakukan identifikasi dan pengumpulan data asesmen selesai, kemudian diadakan
pertemuan untuk membuat rancangan Program Pembelarajan Individual PPI yang dilakukan oleh kepalas sekolah, guru kelas, dan guru khusus.
97
Penentuan kelayakan untuk memberikan layanan khusus diperlukan berdasarkan hasil diskusi tim asesmen.
Berdasarkan diskusi yang dilakukan tim asesmen dan guru pengampu, maka guru bersangkutan dapat menyusun PPIIEP. PPIIEP
tersebut memuat:1 identitas siswa; 2 hasil asesmengambaran umum; 3 fokus perhatian; 4 kemampuan saat ini; 5 tujuan jangka panjang; 6
tujuan jangka pendek; 7 bentuk kegiatantindakan, 8 materimedia; 9 waktu pelaksanaan dan; 10 penanggung jawab. Hal tersebut sedikit
berbeda dengan pendapat Nani Triani 2012: 24 bahwa setelah mengetahui hasil asesmen maka dapat dilakukan penyusunan PPI. PPI
anak autis dirumuskan dengan melakukan penyesuaian antara capaian yang diharapkan dari kurikulum dengan kemampuan yang dimiliki siswa
berdasarkan hasil asesmen. PPI anak autis memuat tujuan jangka panjang dan jangka pendek, metode atau strategi pembelajaran, materi
pembelajaran, aktivitas pembelajaran, serta evaluasi. Namun pada dokumen PPIIEP di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita tidak
mencantumkan poin evaluasi di dalamnya.
C. Keterbatasan Penelitian