testis, serta penurunan kadar luteinizing hormon LH, folicle stimulating hormone FSH, thyroid T, dan free T4 FT4 Miskowiak, dkk., 1993.
2.3 Siklus Pembelahan Sel
Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan berikutnya disebut siklus sel atau daur sel. Siklus sel dapat dilihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2 Siklus Pembelahan Sel
Siklus sel mencakup dua fase yaitu interfase dan fase mitosis atau fase pembelahan.
a. Interfase
Interfase terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap G1, S dan G2. G1 dimana terjadi aktivitas biosintesa yang tinggi. Tahap interfase sebenarnya kurang tepat bila
disebut tahapan istirahat. Pada tahap ini meskipun kelihatannya sel tidak menunjukkan aktivitas, sebenarnya sel melakukan berbagai proses metabolisme.
i. Fase S Tahapan utama interfase adalah fase S karena pada tahapan ini terjadi
replikasi DNA yang penting dalam proses pewarisan sifat. Antara tahap S sintesis dan M mitosis diperantarai oleh tahap G gap yang terdiri atas G1 dan
G2. ii. Fase G1
Universitas Sumatera Utara
Sel mengalami pertumbuhan dan persiapan pembelahan. Selain replikasi DNA serta pertumbuhan dan persiapan pembelahan, pada interfase juga terjadi
proses penggandaan organel. Waktu yang dibutuhkan satu kali siklus bermacam- macam, tergantung jenis selnya. Lama G1 30-40 dari waktu daur. Tahap S yaitu
merupakan tahap replikasi dan transkripsi DNA, dengan demikian sel anak mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk. Lamanya juga 30-40
dari waktu satu daur. iii. Fase G2
Merupakan tahap persiapan diri sel untuk membelah. Nukleus masih nyata dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nukleolus. Dua sentrosom
muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari sentrosom tunggal. Kromosom telah menduplikasi selama fase S tetapi dalam
keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk serabut kromatin yang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan
sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua, lamanya 10-20 dari waktu daur.
b. Mitosis Fase mitosis terdiri dari profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase.
Tahapan pembelahan inti ini masing-masing tidak sama waktunya. Fase mitosis atau fase pembelahan, terdiri dari kariokinesis atau pembelahan nukleus dan sitokinesis atau
pembelahan sitoplasma. i. Profase
Profase dimulai dengan memendeknya benang-benang kromatin dan terjadi penebalan yang kemudian menjadi kromosom.Tiap benang kromosom akan
menggandakan diri membentuk kromatid. Dinding inti mulai menghilang.
ii. Metafase
Universitas Sumatera Utara
Kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang tengah sel.
iii. Anafase
Kedua buah kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel yang berlawanan. Tiap kromatid hasil pembelahan itu memliki sifat keturunan
yang sama. Mulai saat ini kromatid-kromatid itu menjadi kromosom baru.
iv. Telofase
Di tiap kutub sel terbentuk pasangan kromosom yang identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi, kemudian plasma sel terbagi
menjadi dua bagian. Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh sistem
keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila pada individu terjadi apoptosis yang berlebihan, maka individu tersebut akan mengalami kemunduran
fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan suatu penyakit. Demikian juga bila terjadi proliferasi sel secara berlebihan, maka akan terjadi massa tumor
Sudiana, 2008. Pada awalnya, kematian sel dikenal melalui nekrosis dan onkosis. Namun
setelah berkembangnya biologi molekuler, kematian sel dapat diidentifikasi lebih mendalam, yaitu melalui apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel melalui
mekanisme genetik kerusakanfragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis ini dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:
a. Apotosis fisiologis
Apoptosis fisiologis, yaitu kematian sel yang diprogram. Proses kematian sel ini sangat erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan telomerase. Pada
sel embrional enzim ini mengalami aktivasi, sedangkan pada sel somatik enzim
Universitas Sumatera Utara
ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel yang bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas.
Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer ini akan
mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka
sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya, akan terjadi fragmentasi kromosom dan akhirnya sel mengalami apotosis secara fisiologis.
Namun pada sel ganas, pemendekan telomer sampai level kritis tidak akan terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivitas dari enzim ribonukleoprotein telomerase
secara terus-menerus, dimana enzim ini sangat berperan dalam sistesis telomeric DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer
dapat dibentuk secara terus-menerus dan keberadaan ukuran telomere pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Pada sel normal, aktivitas telomerase waktunya
terbatas, tetapi pada sel kanker enzim ini sangat aktif, sehingga terjadi pemblokiran proses pemendekan telomere pada waktu pembelahan diri.
b. Apotosis patologis
Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya suatu rangsangan. Proses kematian sel ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain sebagai berikut:
i. Aktivitas p-53
Terjadinya apoptosis yang dipicu oleh aktivitas p-53 karena sel yang bersangkutan memiliki gen yang cacat. Kecacatan gen dalam suatu sel dapat
dipicu oleh banyak faktor, anatara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus. Gen yang cacat dapat memicu ativitas beberpa enzim seperti PKC dan CPK-K2,
dimana kedua enzim ini memicu aktivitas p-53. p-53 merupakan faktor transkripsi
Universitas Sumatera Utara
terhadap pembentukan p-21. Peningkatan p-21 yang disintesis akan menekan semua CDK cyclin dependent kinase, dimana siklus pembelahan sel sangat
tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. Apabila terjadi peningkatan p-21, maka semua CDK akan ditekan. Dengan
terjadinya penekanan semua CDK pada fase siklus sel, maka siklus sel akan berhenti. Saat siklus sel berhenti, p-53 akan memicu aktivitas BAX di mana
protein BAX ini akan menekan aktivitas BCL-2 pada membran mitokondria, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran dari mitokondria. Perubahan
ini mengakibatkan terjadi pelepasan cytokrom-C ke sitosol. Di sitosol, cytokrom- C akan mengaktivasi Apaf-1 yang selanjutnya akan mengaktivasi kaskade kaspase
dan kaspase yang aktif ini akan mengaktifkan DNA-se. Kemudian DNA-se yang aktif akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA sel yang
bersangkutan rusak fragmentasi dan akhirnya sel akan mengalami kematian apoptosis.
ii. Jalur sitotoksik
Terjadinya apoptosis melalui jalur sitotoksik ini dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen yang cacat. Dengan adanya kecacatan gen ini, maka sel akan
mengekspresikan protein asing. Protein asing yang dihasilkan dapat bersifat imunogenik, sehingga memicu terjadinya proses pembentukan antibodi. Antibodi
yang terbentuk dapat menempel pada permukaan sel tertentu, hal ini terjadi karena ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki FC receptor dari antibodi,
antara lain sel killer. Adanya ikatan sel killer tersebut akan melepaskan suatu enzim yang disebut
sitotoksin. Sitotoksin yang dilepas oleh sel killer tersebut mengandung perforin
Universitas Sumatera Utara
dan granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat, kemudian granzyme dimasukkan ke dalam sel cacat tersebut. Granzyme
tersebut akan mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif ini mengaktivasi DNA-se, DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada dalam
inti, sehingga sel mengalami kematianapoptosis Sudiana, 2008.
2.4 Siklofosfamida