97
5. Cerkak “Filsafat Tresna”
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerkak “Filsafat Tresna” ini sederhana sehingga mudah dipahami dan sesuai dengan tahap perkembangan
bahasa. Hal ini dapat dilihat pada cuplikan di bawah ini. Pancen ya nganeh-anehi, ing atase tengah kutha ngene kok
ya ana Ledheke. Ledhek Ngerti ta? dudu sinden utawa waranggana,hlm. 39
“Memang aneh, di tengah kota seperti ini kok ada Ledheknya. Ledhek Tahu kan? Bukan sinden atau waranggana,”
Pada cerkak ini bahasa yang digunakan bersifat eksplisit dan mudah dipahami. Dengan demikian aspek bahasa pada cerkak “Filsafat Tresna” telah
memenuhi kriteria bahan ajar untuk SMA.
6. Cerkak “Mbesuk Ngenteni Apa”
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerkak “Mbesuk Ngenteni Apa” ini sederhana sehingga mudah dipahami dan sesuai dengan tahap perkembangan
bahasa. Hal ini dapat dilihat pada cuplikan di bawah ini. Niel, saiki aku blaka. Wiwit biyen mula aku ngagumi
pribadimu. Nganti saiki ora owah. Aku bisa nampa lan ngerteni kabeh sing mbok nduweni, kalebu kekuranganmu.
hlm. 56
“Niel, sekarang aku jujur. Dahulu aku mengagumi kepribadianmu. Sampai sekarang tidak berubah. Aku bisa
menerima semua yang kmu punya, termasuk kekuranganmu”.
Pada cerkak ini juga terdapat paribasan, paribasan yaitu kalimat atau kumpulan kata yang mempunyai arti atau makna. Hal ini dapat dilihat pada
cuplikan di bawah ini:
98
Ndilalah kepethuk kanca lawas sing nate mambu ati. Ndilalah isih padha legane.hlm. 51
“Kebetulan bertemu dengan teman lama yang pernah bau hati. Kebetulan masih sama-sama sendiri.”
Pada cerkak ini bahasa yang digunakan bersifat eksplisit dan mudah dipahami. Dengan demikian aspek bahasa pada cerkak “Mbesuk Ngenteni Apa”
telah memenuhi kriteria bahan ajar untuk SMA.
7. Cerkak “Ngamen”
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerkak “Ngamen” ini sederhana sehingga mudah dipahami dan sesuai dengan tahap perkembangan bahasa. Hal ini
dapat dilihat pada cuplikan di bawah ini. “Sory ya, telat banget mapage. Geneya ora mudhun Tanah
Abang wae ta, Pur, sing cedhak karo kantorku. Iki dadine mau ndadak mubeng. Biyasa Jakarta macet saenggon-
enggon. Luwih-luwih jam ngene iki.” Priyayi gagah nganggo dasi, mudhun saka mobil langsung nundhes Pur nanging
nadhane gemrapyak. Banjur nyalami anggota rombongan siji-siji. Aku malah tiba keri dhewe. hlm. 58
“Maaf ya, sangat terlambat njemputnya. Kenapa tidk turun Tanah Abang saja, Pur, yang dekat dengan kantorku. Jadinya
ini muter. Biasa Jakarta macet dimana-mana. Lebih-lebih jam segini.” Seseorang yang gagah dan berdasi, turun dari mobil
langsung bertanya Pur tetapi suaranya ramah. Kemudian menyalami anggota rombangan satu per satu. Aku malah
dapat giliran terakhir.
Pada cerkak ini juga terdapat paribasan, paribasan yaitu kalimat atau kumpulan kata yang mempunyai arti atau makna. Hal ini dapat dilihat pada
cuplikan di bawah ini.
99
Embuh apa maneh ocehe MC sing swarane kaya cucak rawa kuwi. hlm. 61
“Entah apa lagi kicau MC yang suaranya seperti kicau burung cucakrawa itu.”
Perpisahan wolung tahun ndadekake geseh sakabehane. Kaya wis dipisahake Samudra. Aku lan Tatik Ratna sing biyen
nalikane isih kumpul ing Yogya takwenehi undang-undangan sayang: Tanting, pindhane kaya rembulan purnama lan
banyu got sing mampet, utawa BMW karo becak. hlm. 65 Perpisahan delapan tahun membuat berbeda semuanya.
Seperti sudah dipisahkan oleh Samudra. Aku dan Tatik Ratna yang dahulu ketika masih kumpul di Yogya kuberi panggilan
sayang: Tanting, seperti bulan purnama dengan air got yang tersumbat, atau BMW dengan becak.”
Pada cerkak ini bahasa yang digunakan bersifat eksplisit dan mudah
dipahami. Dengan demikian aspek bahasa pada cerkak “Ngamen” telah memenuhi kriteria bahan ajar untuk SMA.
8. Cerkak “Nglangkahi Oyod Mimang”