26
2. Saling mengikat menjalin kasih sayang diantara kedua pasangan suami istri untuk menjalin keluarga mawaddah warahmah.
3. Mendapatkan pergaulan dengan baik diantara kedua pasangan suami istri. 4. Mempunyai nasab anak keturunan yang baik dan jelas dari hubungan di
halalkan. Hak dan kewajiban itu pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga diantaranya :
21
1. Nafkah Salah satu dari kewajiban itu adalah masalah nafkah yang harus dipenuhi oleh
seorang suami kepada istrinya.Yang dimaksud dengan nafkah disini adalah mencukupkan kebutuhan istri berupa makana, tempat tinggal, pelayanan, dan
kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.
22
Nafkah merupakan jaminan hidup bagi seorang istri setelah lepas dari tanggung jawab wali atau keluarganya. Dalam
bukunya Fiqh Perempuan Kontemporer, Huzaimah T. Yanggo menarik garis bahwa suami bertugas mencari dan memenuhi nafkah, sementara istri bertugas
untuk mengaturnya, agar penerimaan dan penggunaan nafkah dapat mengarah pada peningkatan ekonomi rumah tangga. Di samping itu istri harus bersikap
qana’ah atas apa yang diberikan oleh suaminya.
23
2. Menyusukan Anak
21
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, h. 126.
22
Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Dar al- Tsaqafah al-Islamiyyah,tt. Jilid II, h.109.
23
Huzaimah T. Yanggo, Fiqh Perempuan Kontemporer, Jakarta: al-Mawardi Prima, 2001, h. 59.
27
Menyusukan anak adalah salah satu kewajiban seorang ibu terhadap anaknya selama ia sanggup melaksanakannya. Serta menjadi kewajiban bapak memberikan
nafkah kepada anaknya, tidak ada campur tangan orang lain. Oleh sebab itu ibu yang menyusukan anak berhak mendapat nafkah dari si bapak karena tugas
menyusukan itu. 3. Pergaulan Suami Istri
Adapun kesempurnaan pasangan suami istri itu adalah pergaulan yang baik.Banyak orang yang dapat menyelesaikan persoalan sulit dan rumit melalui
pembicaraan yang merupakan salah satu aspek dalam pergaulan.
24
Dengan memperhatikan peran masing-masing antara suami dan istri maka kehidupan yang
bahagia dan harmonis akan tercipta.
24
Ali Qaimi, Singgasana Para Pengantin, Bogor: Cahaya, 2002, h. 169.
28
BAB III KURSUS CALON PENGANTIN BERDASARKAN DIRJEN BIMAS
ISLAM KEMENTERIAN AGAMA NO.DJ.II491 TAHUN 2009
A. Latar Belakang Lahirnya Peraturan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama No.DJ.II491 Tahun 2009
Kewajiban bagi semua remaja yang telah mampu baik secara moril dan spiritual untuk melaksanakan peristiwa bersejarah dalam hidupnya yaitu
melaksanakan suatu perkawinan guna membina sebuah rumah tangga baru. Perkawinan sebagai peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu. Banyak
sekali harapan untuk kelanggengan suatu pernikahan. Agar harapan pernikahan dapat terwujud, maka salah satunya diperlukan pendidikan bagi calon pengantin yang
merupakan salah satu upaya penting dan strategis dalam mempersiapkan ke jenjang yang lebih tinggi.
1
Terjadinya keretakan dalam rumah tangga disebabkan minimnya
pembekalan dan pengetahuan tentang keluarga yang sesungguhnya. Masalah kecil bisa menjadi masalah besar apabila masing-masing pihak tidak saling mempercayai
namun ternyata masih banyak juga kaum remaja yang belum memiliki keinginan melaksanakan perkawinan disebabkan oleh faktor diantaranya karena kurangnya
kesiapan baik materi maupun mental.
1
Direktorat Jenderal BIMAS Islam Direktorat URAIS dan Pembinaan Syariah, Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Jakarta: Direktorat Jenderal BIMAS Islam Direktorat URAIS dan
Pembinaan Sayriah, 2011, h. 14.
29
Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kematangan kedua calon pasangan nikah dalam menyongsong kehidupan berumah
tangga. Perkawinan sebagai perkawinan sakral dalam perjalanan hidup dua individu. Banyak sekali harapan untuk kelanggengan suatu perkawinan namun di tengah jalan
kandas yang berujung dengan perceraian karena kurangnya kesiapan kedua belah pihak dalam mengarungi rumah tangga.
Ketidaksiapan pengantin baru, bisa dilihat dari bagaimana mereka berperilaku setelah menikah. Jika mereka masih melakukan kebiasaan seperti belum
menikah, hal itu menandakan bahwa mereka tidak sadar jika dirinya telah berubah fungsi. Seharusnya mereka telah berfikir tentang bagaimana menyikapi faktor-faktor
yang mungkin timbul saat berumah tangga, seperti ketidak cocokan keluarga, perbedaan pandangan, maupun bagaimana cara mensikapi kebiasaan buruk
pasangan.
2
Permasalahan keluarga yang terjadi di masyarakat menyebabkan pemerintah dalam hal ini kementerian agama berinisiatif melaksanakan program
kursus calon pengantin, program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas keluarga yang baik. Tingginya angka perceraian, dan banyaknya kasus kekerasan
dalam rumah tangga merupakan sebab dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama dan juga Surat Edaran dari Dirjen BIMAS Islam di harapkan bisa meminimalisir
angka perceraian.
2
Hasniah Hasan,”Mencegah Perceraian Masalah Sepele Saja Menghancurkan Rumah Tangga”, artikel di akses pada 26 Agustus 2015 dari http: jatim1.kemenag.go.id file dokumen 304
lensut4.pdf
30
Peraturan tersebut mengamankan bahwa pengetahuan tentang perkawinan haruslah diberikan sedini mungkin, sejak sebelum berlangsungnya perkawinan, yaitu
melalui kursus calon pengantin suscatin. Kursus calon pengantin menjadi sangat penting dan vital sebagai bekal bagi kedua calon pasangan untuk memahami
substansi tentang seluk beluk rumah tangga. Agar para calon pengantin memiliki kesiapan mental maupun spiritual dalam menghadapi segala kemungkinan
problematika keluarga. Suscatin sendiri diselenggarakan oleh badan penasihat, pembinaan, dan
pelestarian perkawinan BP4 tingkat kecamatan di setiap KUA atau badan dan lembaga lain yang mendapat akreditasi dari Departemen Agama.
Sarana penyelenggaraan kursus calon pengantin seperti silabus, modul, sertifikat tanda lulus peserta, sarana dan prasarana lainnya disediakan oleh
Departemen Agama. Sertifikat tanda bukti kelulusan suscatin merupakan persyaratan pendaftaran perkawinan.
Akan tetapi, pendidikan calon pengantin belum menjadi priorotas bagi para remaja dewasa maupun calon pengantin. Padahal dalam pendidikan ini diajarkan
banyak hal yang dapat mendukung suksesnya kehidupan rumah tangga pengantin baru. Angka perceraian pun dapat diminimalisir dengan adanya pendidikan calon
pengantin.
3
3
Direktorat Jenderal BIMAS Islam Direktorat URAIS dan Pembinaan Syariah, Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah Jakarta: Direktorat Jenderal BIMAS Islam Direktorat URAIS dan
Pembinaan Syariah, 2011, h. 17.
31
B. Materi Peraturan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama No.DJ.II491 Tahun 2009
Peraturan ini berisi 5 bab dan 7 pasal yang keseluruhannya berkaitan tentang suscatin, dari ketentuan umumnya, maksud dan tujuannya, materi dan nara
sumber serta penyelenggaraannya, dalam Keputusan Menteri Agama KMA No. 477 tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah, poin mengenai suscatin termuat dalam BAB IX
Pasal 18 ayat 3: dalam waktu 10 sepuluh hari sebelum Penghulu atau Pembantu Penghulu meluluskan akad, calon suami istri diharuskan mengikuti kursus calon
pengantin dari Badan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan BP4 setempat. Sementara dalam Peraturan Menteri Agama PMA No. 11 Tahun 2007 tentang
Pencatatan Nikah yang merupakan tinjauan ulang atas KMA No. 4772004, pasal mengenai suscatin tidak termaktub.
Disamping peraturan itu, masih ada Peraturan Pemerintah PP No. 21 Tahun 1994 tentang penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, walaupun
pada hakikatnya, peraturan tersebut adalah peraturan tentang Keluarga Berencana KB, namun secara umum berkaitan dengan tujuan suscatin. Dalam Pasal 2 PP
No.211994 menyebutkan: penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui pengembangan kualitas keluarga, dan keluarga berencana