Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah Bagi Calon Pengantin Di Kantor Urusan Agama (Kua) Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Melia Fitri NIM: 107052002067

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M


(2)

(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (SI) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2014 Penulis

Melia Fitri NIM: 107052002067


(5)

i

Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan"

Pernikahan dapat memelihara seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela. Dengan pernikahan, nafsu syahwat dapat disalurkan melalui jalan yang ditentukan. Tujuan pernikahan tidak hanya terbatas pada hubungan syahwat, akan tetapi jauh dari itu mencakup tuntutan kehidupan yang penuh rasa kasih sayang, sehingga manusia dapat hidup tenang baik dalam keluarga maupun masyarakatnya. Dengan pernikahan ditetapkan adanya hak dan kewajiban bagi suami istri, sehingga terbinalah ketentraman jiwa, bukan sekedar dalam hubungan syahwat. Untuk itu dibutuhkan persiapan baik mental, financial, dan pengetahuan tentang pernikahan. Berdasarkan konteks tersebut penulis ingin menganalisis pelaksanaan bimbingan pra nikah bagi calon pengantin di kantor urusan agama pondok aren dalam memberikan pengetahuan tentang pernikahan, faktor pendukung dan penghambat bimbingan pra nikah di kantor urusan agama pondok aren.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif melalui pendekatan deskriptif. Pada penelitian ini penulis bermaksud melihat langsung bagaimana pelaksanaan bimbingan pra nikah bagi calon pengantin di KUA Pondok aren serta menganalisis aspek yang ada didalamnya yaitu pembimbing, metode, materi, serta faktor pendukung dan penghambat bimbingan pra nikah di KUA Pondok Aren. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara langsung dengan kepala KUA Pondok Aren dan pembimbing pra nikah di KUA Pondok Aren.

Hasil dari Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah yang dilakukan di KUA Pondok Aren. Antara lain dapat diketahui, yakni: Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren diadakan satu minggu sekali pada hari rabu untuk para pasangan calon pengantin yang akan melaksanakan pernikahan biasanya pada hari sabtu atau minggu. KUA Pondok Aren juga mengadakan pendidikan pra nikah yang ditujukan untuk anan-anak sekolah tingkat SMA sederajat dan mahasiswa-mahasiswa.

Pembimbing dalam bimbingan pra nikah di KUA terdiri dari empat orang, pembimbing tersebut bergiliran dalam memberikan bimbingan sesuai dengan jadwal yang sudah diatur oleh KUA Pondok Aren. Untuk setiap pelaksanaan bimbingan pra nikah hanya tiga orang yang bertugas untuk menyampaikan materi bimbingan. Sedangkan materi yang disampaikan dalam Bimbingan pra nikah di KUA Pondok Aren mencakup materi tentang Kesehatan reproduksi, Keluarga Sakinah, UUD Perkawinan, Kitab Munakahat tentang pernikahan, kewajiban suami dan istri, fiqih Islam, perukunan dan doa-doa untuk pasangan calon pengantin.

Untuk metode yang digunakan yaitu metode ceramah. Yakni pembimbing memaparkan materi yang sudah disiapkan oleh KUA kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara calon pengantin dan pembimbing pra nikah.


(6)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Iman, Islam, Ihsan, serta Sehat wal’afiat yang tak terkira kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan.

Shalawat dan salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada kekasih Allah, yang telah memperjuangkan serta membawa umatnya dari zaman kebodohan sampai zaman terang benderang dengan berbagai ilmu yakni Nabi Besar Muhammad SAW.

Hidup adalah perjuangan, begitupun dalam menyelesaikan tugas akhir ini banyak sekali hambatan-hambatan yang dihadapi dan dirasakan. Mulai dari persiapan pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini, akan tetapi berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pada fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dengan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Dan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Bapak Dr. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Wakil Dekan I Dr. Suparto, M. Ed. Ph. D, Wakil Dekan


(7)

iii

Sekertaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Mahmud Jalal, MA, selaku dosen pembimbing dengan kesabarannya memotivasi penulis dan dengan senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, masukan, dan dukungan dalam penulisan karya ilmiah ini.

4. Dra. Musfirah Nurlaily, MA dan Dra. Suparto, M. Ed, Ph. D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan koreksinya dalam penulisan skripsi.

5. Drs. M. Luthfi, MA. Selaku Dosen Penasehat Akademik, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Khususnya kepada seluruh dosen jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memberi penulis banyak ilmu yang sangat bermanfaat.

7. Seluruh Staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literature sebagai


(8)

iv

H. Abdul Aziz selaku penghulu di KUA Pondok Aren, Sofyan Sori M.A selaku penyuluh di KUA Pondok Aren, Ahmad Rahmat selaku Tata Usaha di KUA Pondok Aren yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Orang tua tersayang Alm H. Saripudin dan Hj. Nely Parmi yang telah senantiasa membesarkan dengan cinta, sayang, dan do’a kepada penulis yang tiada pernah tergantikan dengan apapun. Penulis hanya dapat memberikan do’a yang indah disetiap sujud “Allahumagfirli dzunubi waliwa lidayya warhamhuma kama robbayanisshogiro”.

10.Kakak serta kedua adik tersayang Rahmat Ali Syafar, Triwahyuni, dan Fildza Khalisha serta suami tercinta Zainul Arif yang telah memberikan banyak do’a juga bantuan materi ataupun non materi.

11.Teman-teman kelas yang sangat baik dan selalu memberikan motivasi kepada penulis, Maria Ulfah, Apri, Wahyudi, Fina, Handi, Eno, Ade, Indah, Keke, Feni, Dita, Isma, Liana, Vika dan juga semua teman BPI 2007 yang telah menemani penulis dalam mencari ilmu dan menemani hari-hari terindah di BPI. Juga kakak-kakak kelas di BPI angkatan 2005, angkatan 2006, adik-adik kelas angkatan 2008, 2009, dan 2010 telah sama-sama memperjuangkan BPI dalam setiap kegiatan.


(9)

v

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahman, Rahim, dan Rahmat kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, Juni 2014 Penulis,


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan………. .... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan Pra Nikah 1.Pengertian Bimbingan Pra Nikah………. ... 16

2.Unsur Bimbingan Islam……….. ... 19

3.Tujuan dan Fungsi Bimbingan………. ... 22

B. Perkawinan 1.Meminang dalam hukum islam………...… ... 23

2.Kafaah dalam perkawinan……….. ... 27

3.Tujuan dan hikmah perkawinan………. ... 29

4.Persiapan lahir batin dalam upaya pemilihan jodoh. ... 35

5.Langkah-langkah menuju pernikahan……… ... 42

BAB III GAMBARAN UMUM KUA PONDOK AREN A. Sejarah dan Latar Belakang Berdiri……….. ... 47

B. Visi, Misi, dan Motto……… ... 49

C. Struktur Organisasi dan pengelolaannya………... ... 50


(11)

vii

B. Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah

1.Pembimbing dalam Bimbingan Pra Nikah ... 63

2.Terbimbing dalam Bimbingan Pra Nikah ... 65

3.Materi Bimbingan Pra Nikah ... 66

4.Metode dalam Bimbingan Pra Nikah ... 70

C. Faktor pendukung dan penghambat bimbingan pra Nikah ... 72

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN


(12)

viii

Aren

3. Daftar wawancara 4. Dokumentasi foto-foto


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, manusia dianjurkan untuk mencari pasangannya dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh syari’at. Anjuran untuk menikah dan perintah melaksanakan perkawinan disebutkan dalam firman Allah surat An-Nisa: 3:











“Nikahilah sebagian wanita yang baik-baik diantara kamu.”

Selain itu Rosulullah juga menganjurkan para pemuda yang telah dewasa untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau yang artinya:

َلﺎَﻗ ٍدْﻮُﻌْﺴَﻣ ُﻦْﺑ ِﷲا ُﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ

:

ِبﺎَﺒﱠﺸﻟ َﺮَﺸْﻌَﻣ ﺂَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﷲا ﱠﻞَﺻ ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ

ْﻢَﻟ ْﻦَﻣَو ِجْﺮَﻔْﻠِﻟ ُﻦَﺼْﺣَاَوِﺮَﺼَﺒْﻠِﻟ ﱞﺾَﻏَا ُﮫﱠﻧ ﺎَﻓ ْجﱠوَﺰَﺘَﯿْﻠَﻓ ٌة َءﺎَﺒْﻟاَو ْﻢُﻜْﻨِﻣ َعﺎَﻄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ

ٌءﺎَﺟِو ُﮫَﻟ ُﮫﱠﻧ ِﺎَﻓ ِمْﻮﱠﺼﻟاﺎِﺑ ِﮫْﯿَﻠَﻌَﻓ ْﻊِﻄَﺘْﺴَﯾ

)

ور

يرﺎﺨﺒﻟا ها

1

(

“Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Hai para pemuda, siapa saja diantara kamu mampu menanggung biaya, maka hendaklah ia nikah, karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Bagi siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu perisai (pengekang syahwat) baginya.”(H.R Bukhari)

1


(14)

Dari hadits di atas menunjukkan betapa besar rahmat perkawinan, karena dapat memelihara seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela. Dengan perkawinan, nafsu syahwat dapat disalurkan melalui jalan yang ditentukan. Agama dapat menunjukkan jalan bagi yang belum mampu menikah dengan jalan berpuasa, karena berpuasa dapat membersihkan jiwa dan mempunyai daya yang kuat untuk menahan nafsu dari perbuatan haram.

Tujuan perkawinan tidak hanya terbatas pada hubungan syahwat, akan tetapi jauh dari itu mencakup tuntutan kehidupan yang penuh rasa kasih sayang, sehingga manusia dapat hidup tenang, baik dalam keluarga maupun masyarakatnya. Dengan perkawinan, ditetapkan adanya hak dan kewajiban bagi suami istri, sehingga terbinalah ketentraman jiwa, bukan sekedar dalam hubungan syahwat. Perkawinan merupakan ciri utama pembinaan kehidupan masyarakat, karena manusia tidak dapat hidup secara individual.

Perkawinan adalah ikatan kuat yang menggabungkan jiwa kedua suami istri, membuatnya merasa diikat dan memperbaurkannya sebagaimana berbaurnya air jernih yang enak diminum. Perkawinan adalah jaminan erat antara dua anak manusia yang dipertemukan keduanya dalam cinta, kesetiaan, ketulusan, kerja sama, dan saling membantu2.

Di Negara kita perkawinan telah diatur dengan undang-undang nomor 1 Tahun 1974 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1944 dan Nomor 32 Tahun 1954. Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 telah disyahkan dan ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Januari 1974 di Jakarta dan

2

Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Penerjemah Chairul Halim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1, h.91.


(15)

mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975, berisi XIV BAB, 64 Pasal dan 100 ayat.3

Karena tujuan perkawinan tidak hanya terbatas pada hubungan syahwat maka sebelum melaksanakan pernikahan hendaknya para calon pengantin memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi bahtera kehidupan. Adapun bekal yang dimaksud yakni pemahaman tentang pernikahan itu sendiri, hak dan kewajiban suami dan istri, kemampuan financial, dan kesiapan mental. Dengan bekal tersebut, diharapkan calon pengantin dapat menjadi keluarga sakinah mawadah dan rahmah. Dalam firman Allah pun dijelaskan bahwa













………

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan yang menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…

..(

Qs.An-Nisa: 1)

Dalam firman Allah tersebut dikatakan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda supaya kita bisa saling mengenal dan setelah kita mengenal diri pasangan kita masing-masing kita dapat melangsungkan hidup berumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, terhindar dari perceraian, keributan, penganiayaan, dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan dimurkai oleh Allah.

KUA Pondok Aren adalah Kantor Urusan Agama yang melayani masyarakat dalam hal agama. Diantaranya yaitu tentang pernikahan, bimbingan

3


(16)

haji dan umroh, informasi zakat, infak, shodaqoh, sarana ibadah, dan lain-lain. Banyak program di KUA yang ditujukan untuk pernikahan, pecatatan, pendidikan pra nikah, bimbingan pra nikah, dan lain-lain. Dengan berbagai program tersebut, KUA merasa perlu untuk mengadakan bimbingan pra nikah bagi calon pengantin untuk mengurangi angka perceraian dan memberikan pengetahuan kepada calon pengantin hal-hal yang perlu diketahui sebelum menuju jenjang pernikahan

Bertitik tolak dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah tersebut yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul ” Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah bagi pasangan calon pengantin di KUA Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. ” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren pada Empat Pembimbing, Materi Bimbingan, Tiga Terbimbing ( Tiga Pasang Calon Pengantin), dan Metode Bimbingan.

2. Perumusan masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Pelaksanaan bimbingan Pra Nikah bagi calon pengantin di KUA Pondok Aren?

b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren?


(17)

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan diatas, maka manfaat dari penelitian ini yaitu: a.Manfaat Teoritis

1)Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah.

2)Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam tentang Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah.

b. Manfaat praktis

1) Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dalam Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah .

2) Bagi lembaga, dapat dijadikan pedoman dalam Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah.

3) Bagi jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi tentang kajian Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah


(18)

4) Bagi akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan pengetahuan tentang Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

D.Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memilih penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak.4

Adapun dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkapkan dan mendeskripsikan secara faktual, aktual dan sistematis mengenai Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren.

2. Waktu dan Tempat Penelitian a. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari tanggal 1 Juni s/d 30 Juni 2014. b. Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kantor Urusan Agama Pondok Aren Jl. Komplek Perkantoran Kecamatan Pondok Aren No. 2 Tangerang Selatan Banten.

4

Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah mada University Press, 1998), cet. Ke-8, h. 63.


(19)

3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Adapun Subjek penelitian ini adalah Pembimbing dalam bimbingan pra nikah yang terdiri dari Empat orang yaitu kepala KUA, Dua Orang Penghulu, Penyuluh, dan Tiga Pasang Calon Pegantin.

b. Objek Penelitian

Adapun obyek dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren.

4. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.5 Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data-data kongkrit dan yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.6

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu; a. Data Primer, yaitu berupa wawancara kepada Empat pembimbing

Pra Nikah di KUA Pondok Aren dan Tiga pasang calon pengantin. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber

tertulis yang terdapat dalam makalah materi penataran calon pengantin, foto-foto, rekaman suara dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam penulisan ini.

5

Arikunto, Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT. Rieneke Cipta, 1996) h. 195.

6

E Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983) h.29.


(20)

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.7 Menurut Thantawy R. dalam bukunya “Kamus Bimbingan

dan Konseling”, observasi adalah teknik pengumpulan data tentang

diri klien yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan langsung menggunakan pencatatan terhadap gejala-gejala yang ingin diselidiki dan itu digunakan dalam rangka melengkapi informasi klien untuk keperluan pelayanan bimbingan dan konseling.8

Observasi atau pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang. Dalam situasi tersebut, peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan atau observasi. Menurut Bogdan (1972) mendefinisikan secara tepat observasi atau pengamatan berperan serta sebagai peneliti yang mencirikan interaksi secara sosial memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subyek dalam lingkungan subyek dan selama itu data

7

. E Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,(Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983), h.62.

8


(21)

dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.9

Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan penelitian secara langsung di KUA Pondok Aren. Peneliti melakukan observasi sebanyak tiga kali, yaitu pada hari Senin, 02 Juni 2014 peneliti memberikan surat izin penelitian kepada Kepala KUA Pondok Aren yaitu H. Suganda S.Ag, peneliti diizinkan untuk melakukan penelitian dan mewawancarai Kepala KUA, Dua Orang Penghulu, Penyuluh, dan Bagian Tata Usaha. Pada hari Rabu 04 Juni 2014 peneliti mengamati langsung proses bimbingan pra nikah yang dilakukan oleh KUA Pondok Aren kepada Calon Pengantin. Pembimbing memberikan materi mengenai UUD perkawinan, Munakahat, dan keluarga sakinah. pada tanggal 11 Juni, Peneliti mewawancarai tiga pasang calon pengantin tentang pendapat mereka mengenai pelaksanaan bimbingan pra nikah yang diadakan oleh KUA Pondok Aren. Untuk kelengkapan data yang diperlukan oleh peneliti, peneliti kembali mengikuti pelaksanaan bimbingan pra nikah bagi calon pengantin pada tanggal 18 Juni 2014 dan 25 Juni 2014. Pada Sabtu, 27 Juni 2014 peneliti berpamitan kepada Kepala KUA Pondok Aren dan berfoto bersama pengurus KUA Pondok Aren.

9

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 194.


(22)

b. Wawancara

Teknik perolehan data melalui wawancara sering pula disebut interview. Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewe).10 Atau salah satu metode pengumpulan data ialah dengan cara wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden.11 Menurut Thantawy R dalam bukunya “Kamus Bimbingan dan Konseling”, wawancara adalah percakapan sebagai proses saling memberi keterangan diantara pewawancara (interviewer) yang diarahkan kepada tujuan tertentu.12

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor tersebut adalah: pewawancara, responden, topik, situasi wawancara, dan penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan.13dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada Empat Pembimbing Pra Nikah dengan langsung bertatap muka sekaligus mendengarkan keterangan-keterangan. Empat Pembimbing Pra nikah yaitu Kepala KUA Bapak H. Suganda S.Ag, Dua orang Penghulu yaitu Bapak Aliudin S.Ag dan

10

Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT. Rieneke Cipta, 1996), h. 128.

11

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LPSES, 1989), h. 192.

12

Thantawy R, Kamus Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Pamator, 1997), h. 122. 13

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta:LPSES, 1989), h. 192.


(23)

Bapak H. Abdul Aziz S.Ag, Penyuluh Bapak Sopian Sori M.Ag, dan Tata Usaha Bapak Ahmad Rahmat. Peneliti melakukan wawancara kepada Tiga Pasang Calon Pengantin yaitu Fitri dan Zainul, Nur dan Aris, Wati dan Ali.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, serta record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seseorang penyidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.14Dokumentasi biasanya terbagi atas dokumen pribadi yang terdiri dari buku harian, surat pribadi, otobiografi, dan dokumen resmi.

Dokumen resmi terdiri atas dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh kondisi lembaga sosial masyarakat misalnya, majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan oleh media massa.15

Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan data-data tertulis yang terdapat di KUA Pondok Aren, dengan masalah yang diteliti dan dokumen lainnya yang mendukung.

14

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaj Rosdakarya, 2006), h. 194.

15

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaj Rosdakarya, 2006), h. 219.


(24)

6. Analisa Data

Analisa data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.16

Dalam melakukan analisa data, penulis menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu penulis berusaha memaparkan data sebagaimana adanya dengan melakukan kajian penafsiran data-data tersebut sehingga dapat menggambarkan permasalahan secara sistematis dan representative. faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti, kemudian dilakukan analisis.

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” diterbitkan oleh CEQDA (Center For Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007.

E.Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu bagian dari penelitian yang memuat tinjauan atas kepustakaan (literature) yang berkaitan dengan topik pembahasan,

16

Lexy J Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaj Rosdakarya, 2006), h. 248.


(25)

atau bahkan yang memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.17 Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah:

1. Respon Suami Istri terhadap Bimbingan Pra Nikah di KUA Kecamatan Kedondong Lampung Selatan yang dilakukan oleh Rusfanida mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Penelitian dalam skripsi ini terfokus pada respon suami istri terhadap bimbingan pra nikah.

2. Efektifitas Praktek Pelaksanaan Kursus Calon Pengantin di KUA kecamatan Ciputat Tangerang Selatan; Studi Pelaksanaan peraturan Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama No DJ. II/49/Tahun 2009 yang dilakukan oleh Kosim mahasiswa Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Ahwal Asy-syakshiyah. Penelitian dalam skripsi ini terfokus pada efektifitas kursus calon pengantin di KUA Ciputat.

Dalam penelitian yang penulis lakukan di KUA Kecamatan Pondok Aren difokuskan pada, Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah Bagi Calon Pengantin di KUA Pondok Aren, skripsi ini meneliti pembimbing pra nikah, yang terbimbing, metode bimbingan pra nikah, dan materi bimbingan pra nikah serta faktor pendukung dan penghambat bimbingan pra nikah di KUA Pondok Aren, sehingga penelitian yang penulis lakukan hasilnya tidak akan sama meskipun sama subjeknya, yaitu di KUA.

17

Hamid Nasuhi, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Sayrif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CEQDA, 2007), Cet. Ke-2, h. 20.


(26)

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini penulis menguraikan dalam beberapa bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, yang tercakup didalamnya pengertian bimbingan Pra Nikah, unsur bimbingan, tujuan dan fungsi bimbingan, Meminang dalam hukum Islam, Kafaah dalam perkawinan, Tujuan dan hikmah perkawinan, Persiapan Lahir Batin Dalam Upaya Pemilihan Jodoh, Langkah-langkah menuju pernikahan.

Bab III Gambaran Umum KUA Pondok Aren, terdiri dari: Sejarah dan latar belakang berdiri, Visi, misi, dan motto, Struktur organisasi dan pengelolaannya, Program kegiatan dan tujuannya, Sarana dan prasarana.

Bab IV Temuan Penelitian dan Analisis Data yakni, Karakteristik Informan, Pelaksanaan Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren yang meliputi: pembimbing, terbimbing, metode bimbingan, dan materi-materi yang digunakan dalam Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren, faktor pendukung dan penghambat Bimbingan Pra Nikah di KUA Pondok Aren.


(27)

Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, saran, daftar pustaka, lampiran.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Bimbingan Pra Nikah

1. Pengertian Bimbingan Pra Nikah

Kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu

guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti menunjukan,

memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.1 Pengertian bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang lebih bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa datang.

Sedangkan bimbingan secara terminologi seperti yang dikemukakan beberapa tokoh di bawah ini, di antaranya :

Bimo Walgito menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu atau sekumpulan individu dapat mencapai kesejahteraan hidup2.

Crow & Crow di dalam bukunya Prayitno yang berjudul “Dasar-Dasar

Bimbingan dan Konseling” menjelaskan: Bimbingan adalah bantuan yang

diberikan oleh seorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia

1

H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 1998), h. 1

2


(29)

untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.3

Menurut I Djumhur dan M Surya, dalam bukunya “Bimbingan dan

Penyuluhan di Sekolah”, membatasi pengertian bimbingan sebagai berikut:

“Suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (Self Understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (Self Acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (Self Direction), kemampuan untuk merealisasikan dirinya (Self Realization), sesuai dengan potensi kemampuan dalam menyesuaikan dirinya baik dengan lingkungan keluarga, maupun dengan masyarakat. Dan bantuan itu diberikan oleh orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang tersebut.”4

Dalam bukunya yang berjudul “bimbingan dan konseling”, hallen memberikan definisi bahwa:

“Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang terus-menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan tekhnik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai

3

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta: 2001), h.94

4

I Djumhur dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 28


(30)

kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya....”5

Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang (anak-anak, remaja dan dewasa) agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan), sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain.

Kata Pra dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah awalan yang bermakna “sebelum”.6 Pengertian Nikah dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” ialah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi).7

Dalam Undang-Undang Dasar 1974 No. I tentang undang-undang perkawinan sebagai berikut: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam “Ensiklopedi Wanita Muslimah” perkawinan atau nikah ialah “akad ikatan lahir batin di antara seorang laki-laki dan seorang wanita, yang

5

I Djumhur dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 9

6

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1998), h. 44-50

7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1998), h. 614


(31)

menjamin halalnya pergaulan sebagai suami istri dan sahnya hidup berumah tangga, dengan membentuk keluarga sejahtera.8

Menurut Rahmat Hakim, kata nikah berasal dari bahasa arab “Nihkum” yang merupakan masdar atau berasal dari kata kerja “Nakaha”. Menurut bahasa kata nikah berarti “adh dhammu wattadakhul” (bertindih dan memasukkan), menurut istilah nikah adalah “suatu akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban di antara keduanya.9

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan nikah sebagai landasan pokok dalam pembentukkan keluarga. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Jadi. Bimbingan pra nikah adalah upaya pembimbing dalam memberikan materi atau bekal kepada calon pengantin sebelum melaksanakan pernikahan, mengenai keluarga sakinah, munakahat, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh calon pengantin sebelum memasuki jenjang pernikahan.

2. Unsur Bimbingan Islam a. Pembimbing.

Pengertian pembimbing dalam kamus Bahasa Indonesia sebagai berikut, “pembimbing” diartikan menurut bahasa adalah “pemimpin” atau “penuntun”, kata tersebut di ambil dari kata “bimbing” yang

8

Hayya Binti Mubarak Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, (Jakarta: Darul Falah, 1423 H), h.97

9


(32)

artinya “pimpin” atau “tuntun”, kemudian diberi awalan “pe” menjadi pembimbing yang artinya “yang menyebabkan sesuatu menjadi tahu”, arti tersebut disesuaikan dengan profesi dan disiplin ilmu yang ia miliki.10

b. Terbimbing

Yaitu peserta atau orang yang mempunyai masalah dalam mencapai tujuan.11

c. Metode

Kata “metode” berasal dari kata yunani “methods”, dimana

metha” ialah menuju, melalui, mengikuti. Dan kata “hodos” ialah

jalan, perjalanan, cara, dan arah. Jadi pengertian metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu supaya kegiatan praktisi terlaksana secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil yang optimal.12Metode-metode yang sering digunakan dalam bimbingan Islam yaitu:

1). Metode Interview (wawancara)

Wawancara adalah melakukan dialog dengan terbimbing untuk mendapatkan masalah-masalah yang dihadapi oleh terbimbing. Dengan melakukan dialog, pembimbing akan masuk dalam kehidupan

10

W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), cet. Ke-7, h. 427.

11

Drs. H. Paimun, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: UIN Press, 2008), h. 11 12


(33)

terbimbing dan akan mengetahui sebab-sebab yang dikemukakan oleh terbimbing.13

2). Metode Non Directif

Metode ini dilakukan dengan tidak mengarahkan. Yang mana dibagi menjadi 2 yaitu:

a). Client Centered

Yaitu pengungkapan masalah-masalah yang menjadi penghambat si terbimbing. Yaitu dilakukan dengan cara pancingan yaitu dengan mengajukan satu dua pertanyaan selanjutnya terbimbing diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala isi batinnya yang disadari menjadi penghambatnya.

Pembimbing hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap mendasar kemudian di akhir pertemuan pembimbing tidak mengarahkan melainkan mengungkapkan kembali hambatan-hambatan yang dialami sebagai penyebabnya dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya sebagaimana yang dikemukakkan oleh terbimbing.

b). Metode Edukatif

Yaitu cara pengungkapan masalah-masalah yang menghambat dengan cara mengoreh sampai tuntas apa yang menjadi penyebab hambatan, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam hal ini pembimbing harus bersikap agak santai dan memberikan

13

H.M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden terayon Pers, 1998), h. 49.


(34)

kesempatan yang seluas-luasnya kepada terbimbing untuk mengingat dan mengungkapkan rahasia pribadi yang menjadi penghambat masalah tersebut.14

3). Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada jamaah untuk berusaha mengatasi kesulitannya (problem) yang berpengaruh kepada ketenangan berfikir. Pada metode ini, pembimbing memberikan saran-saran pandangan dan nasehat bagaimana sebaiknya ia bersikap dalam menghadapi problemnya.

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Islam

Adapun Tujuan bimbingan itu sendiri menurut Aunur Rahim Faqih adalah: a. Membantu klien untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri

sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, dan kesempatan yang ada. b. Membuat proses sosialisasi dan sensitifitas kepada kebutuhan orang

lain.

c. Memberikan dorongan didalam mengarahkan diri, pemecahan masalah, pengembalian keputusan dalam keterlibatan diri dalam masalah yang ada.

d. Mengembangkan nilai dan sikap menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

e. Membantu didalam memahami tingkah laku manusia.

14

H.M. alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 179-180.


(35)

f. Membantu klien untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental, sosial.15

Fungsi bimbingan menurut Dewa Ketut Sukardi:

a. Fungsi Preventif: sebagai pencegah terhadap timbulnya masalah b. Fungsi Pemahaman: yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu c. Fungsi Perbaikan: yang menghasilkan solusi dari berbagai

permasalahan yang dialami.

d. Fungsi Pemeliharaan dan pengembangan: membantu dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan.16

B. Perkawinan

1. Meminang dalam hukum Islam

Islam merupakan agama yang diturunkan melalui Rasulullah SAW untuk kemaslahatan manusia. Dalam Islam, manusia dituntut untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, salah satu jalan untuk memperoleh kebahagiaan itu adalah melalui pernikahan (perkawinan).

Sebelum melangkah kejenjang perkawinan terlebih dahulu dilakukan khitbah (pinangan) yang merupakan langkah pendahuluan menuju arah perjodohan antara seorang pria dan wanita. Islam mensyari’atkannya agar

15

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: VII Press, 2001), cet. Ke-2, hal. 54.

16

Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta: Rineke Cipta, 2000), hal. 26-27.


(36)

masing-masing calon mempelai dapat saling kenal mengenal dan memahami pribadi mereka.17

Untuk itu dianjurkan kepada setiap calon suami untuk “melihat” calon istrinya (dan tentu demikian pula sebaliknya) terlebih dahulu, sehingga pelaksanaan pernikahan atau perkawinannya nanti berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas, tidak seperti membeli kucing dalam karung, yang pada akhirnya melahirkan penyesalan bagi salah satu pihak atau bahkan keduanya. Nabi saw, bersabda:

َﻋ

ِﻦ

ْا

ُﻤﻟ

ِﻐْﯿ

َﺮ

َة

ُﺷ

ْﻌَﺒ

ِا ﺔ

ﱠﻧُﮫ

َﺧ

َﻄ

َﺐ

ِاْﻣ

َﺮ

َاُة

َﻓَﻘ

َلﺎ

ﱠﻨﻟا

ِﺒ

َﺻ ﻲ

َﻠ

ُﷲا ﻰ

َﻋ

َﻠْﯿ

ِﮫ

َو

َﺳ

ﱠﻠ

ُاْﻧ

ُﻈ

ْﺮ

ِاَﻟْﯿ

َﮭ

َﻓﺎ

ِﺎﱠﻧ

ُﮫ

َا

ْن

ُﯾ

ْﻮ

ِد

َم

َﺑْﯿ

َﻨُﻜ

َﻤﺎ

)

ﮫﺟﺎﻣ ﻦﺑاو ئﺎﺴﻨﻟاو ىﺬﻣﺮﺘﻟا هاور

(

Artinya:

Dari Mughiroh bin Syu’bah ra, sesungguhnya ia pernah meminang seorang wanita, maka bersabda Rasulullah saw kepadanya: “lihatlah calon istrimu, karena akan mengekalkan hubungan perjodohan kalian berdua”.(HR. Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah).

Makhluk termasuk manusia, remaja atau dewasa dianugrahi oleh Tuhan rasa cinta kepada lawan seksnya, sebagaimana dalam firman Allah























“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari

17

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet. Ke4, h. 57.


(37)

jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Al-Imron : 14)

Dahulu ada sebagian ulama yang memahami sabda nabi saw, yang membolehkan “melihat calon istrinya” sebagian “membolehkan melihat wajah dan telapak tangan”. Kini sementara ulama memahaminya lebih dari itu, yakni “mengenalnya lebih dekat, dengan bercakap-cakap atau bertukar pikiran, selama ada pihak terpercaya yang menemani mereka, guna menghindar dari segala yang tidak diinginkan oleh norma agama dan budaya. “ketika itu, jika terjalin hubungan cinta kasih antara keduanya meskipun itu berupa cinta kasih yang muncul sebelum menikah maka agama tidak menghalanginya. Bukankah itu tujuan mereka saling mengenal guna melangsungkan dan melanggengkan perkawinan.

Dalam konteks perintah nabi saw, untuk melihat calon istri yang dikutip di atas, terbaca bahwa beliau tidak menentukan “batas-batas tertentu” dalam “melihat”. Beliau hanya menentukan tujuan melihat dan hal ini menunjukkan keluwesan ajaran islam dan keistimewaan, sehingga memudahkan setiap orang pada setiap masa untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat, etika, dan kepentingan mereka, selama dalam batas-batas yang wajar. Begitu pandangan banyak ulama kontemporer.

Karena itu, pada masa pertunangan, calon pasangan tidak dihalangi untuk duduk di beranda rumah bersama salah seorang keluarga atau dari kejauhan orang tua telah yakin bahwa kedua calon pasangan itu tidak akan mengorbankan kebahagiaan abadi dengan kesenangan sesaat.


(38)

Ketika agama membenarkan hal di atas, maka itu juga menunjukkan betapa tidak mudah menjalin hubungan yang serasi dan langgeng tanpa saling mengenal antara pihak-pihak yang berhubungan.

Jika calon suami dan istri sudah saling “melihat” dalam batas-batas yang dibenarkan agama, dan hati keduanya telah berkenan, maka saat itu dapatlah calon pasangan atau yang mewakilinya mengajukan khitbah/ pinangan.

Sebelum menetapkan penerimaan pinangan, wali paling tidak harus dapat menduga keras bahwa yang dipinang benar-benar telah setuju, bahkan semestinya persetujuannya itu dinyatakan secara tegas. Memang perempuan/gadis-gadis di belahan timur dunia kita pada masa lalu atau yang mempertahankan budaya masa lalu tidak mudah mengungkap persetujuannnya, apalagi mengucapkan “Aku cinta padanya/mu”, tetapi ulama masa lalu menyatakan bahwa sebenarnya wali dapat mengetahui dari sinar mata mereka ada tidaknya cinta, atau kesediaan bercinta itu.

Bahkan orang tua yang bijaksana sering kali mengetahuinya bukan saja dari sinar mata tetapi juga dari air mata seseorang. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (w.1449 M) dalam bukunya Subul Al-Salam, ketika menguraikan hadits tentang perlunya persetujuan calon istri terhadap calon suaminya sebelum dilangsungkan akad nikah18.

Bila khitbah itu telah dilaksanakan agama mengingatkan:

َكُﺮْﺘَﯾْوَا ُﺢِﻜْﻨَﯾ ﻰﱠﺘَﺣ ِﮫْﯿِﺧَا ِﺔَﺒْﻄِﺧ ﻰَﻠَﻋ ِﻞُﺟﱠﺮﻟا ُﺐَﻄْﺨَﯾﺎَﻟ

18


(39)

)

ﻢﻠﺴﻣو ىرﺎﺨﺒﻟا هاور

(

“Tidak dibenarkan seseorang meminang pada saat saudaranya meminang (wanita yang sama) sampai (jelas apakah) si peminang diterima (sehingga tidak boleh lagi meminang) atau ditinggalkan (dan

ketika itu yang berminat silahkan meminang.19.(H.R. Bukhari daan

Muslim)

Hal Ini dilarang, karena hal tersebut dapat menimbulkan perselisihan antara berbagai pihak, karena bisa saja si peminang kedua memburuk-burukkan peminang pertama. Selanjutnya setelah kesepakatan kedua belah pihak menyangkut segala sesuatu, maka ditetapkanlah saat pernikahan.20 2. Kafaah dalam perkawinan

Untuk menjamin langgengnya kerukunan antara suami istri, pergaulan yang harmonis, tetapnya saling pengertian dan terbinanya hubungan rumah tangga yang mesra, maka syari’at Islam menginginkan dengan sangat, hendaklah suami itu yang sesuai (sekufu) dengan istrinya dalam segala hal yang dinilai sebagai kemuliaan hidup manusia, khususnya yang ada kaitannya dengan status ekonomi dan sosial.

Kufu adaalah faktor penting bagi langsungnya kehidupan berumah tangga, bila disorot dari kedudukan suami sebagai pemimpin. Karena bila status ekonomi dan sosial suami lebih rendah dari istrinya, maka kedudukannya sebagai kepala keluargapun menjadi lemah, dan

19

Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati, 2007), cet ke-2, h. 57. 20


(40)

kepemimpinannya bisa gagal, hingga bisa-bisa menjadi sebab retaknya hubungan mereka berdua kelak.21

Setingkat dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat, yaitu menurut tingkat kedua ibu bapak.22

a. Agama

b. Merdeka atau hamba c. Perusahaan

d. Kekayaan e. Kesejahteraan

Kufu ini tidak menjadi syarat bagi pernikahan. Tetapi jika tidak dengan keridhaan masing-masing, yang lain boleh mem-fasakh-kan pernikahan itu dengan alasan tidak kufu (setingkat). Kufu adalah hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya dengan keridhaan bersama.

Menurut pendapat yang lebih kuat, ditinjau dari alasannya, kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan, baik mengenai pokok agama seperti islam dan bukan Islam maupun kesempurnannya, misalnya orang yang baik (taat) tidak sederajat dengan orang yang jahat atau yang tidak taat.

Dengan syarat-syarat yang tersebut di atas tadi, hendaklah diketahui, dipelajari seperlunya, sehingga pihak lelaki yang hendak berkenalan cinta dengan wanita tersebut, telah mengetahui perlunya, siapa gerangan dia dan bagaimana pribadinya dalam masyarakat lingkungannya.

21

Nabil Muhammad Taufik. Assamaluthi, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, (Surabaya: 1987), Cet 1, h. 246.

22


(41)

Dengan cara demikian, maka tahulah kita agak mendalam siapakah yang sebenarnya wanita tersebut untuk dijadikan jodoh atau perkenalan sementara, sebelum menjadi istri, teman hidup semati sampai tua kelak.

Kebanyakan pemuda-pemuda (pihak laki) yang berkenalan dan langsung mengadakan perkawinan dengan seorang wanita itu, biasanya hanya berkenalan sepintas saja, hanya dari perkenalan singkat itu, mereka pria dan wanita tersebut, telah jatuh hati dan timbul hasrat ingin melaksanakan perkawinan yang berat resiko dan tanggung jawabnya itu.

Kecuali perkenalan mereka, kebetulan memang sudah lama berkenalan sejak dari kampung halaman semula, atau ada hubungan keluarga, yang masing-masingnya sudah saling mengenal keluarganya.

Bila syarat-syarat yang dikemukakan ini dapat dilaksanakan oleh pihak laki-laki yang ingin melangsungkan perkawinan itu, maka akibatnya kelak akan memperoleh berkah dan akan dapat hidup bahagia dalam rumah tangga.23

3. Tujuan dan hikmah perkawinan a. Tujuan Perkawinan

Sebagaimana hukum-hukum yang lain ditetapkan dengan tujuan tertentu sesuai dengan tujuan pembentuknya, demikian pula halnya

23

Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), cet ke 4, h. 40-44.


(42)

dengan syari’at Islam, mensyari’atkan perkawinan dengan tujuan-tujuan tertentu pula.24

Adapun tujuan tersebut diantaranya adalah:

1). Melaksanakan libido seksualitas

Semua manusia laki-laki maupun perempuan mempunyai insting seks, hanya kadar intensitasnya yang berbeda. Dengan pernikahan seorang laki-laki dapat menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang perempuan dengan sah dan begitu pula sebaliknya. Maka dengan jalan pernikahan diharapkan agar manusia dapat terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, seperti melakukan perzinahan, Firman Allah yang artinya:













“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu… (Al-Baqarah : 223)

2). Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan ridho dan penyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga-keluarga dibentuk umat, ialah umat nabi Muhammad saw atau umat Islam, Firman Allah SWT yang artinya :

24 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet. Ke-1, h.12.


(43)

















“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik…”(An-Nahl : 72)

Ayat tersebut mengandung isyarat bahwa hanya dengan ikatan yang sah, manusia akan dapat membentuk keluarga yang dapat diterima di masyarakat. Dan hanya dengan berkeluargalah manusia akan dapat di masyarakat. Dan hanya dengan berkeluargalah manusia akan dapat melaksanakan risalah nabi Muhammad saw. Karena jika manusia pada saatnya akan meninggal dunia, lalu kalau tidak ada keturunan darinya, niscaya kehidupan manusia akan terhenti. Apabila manusia tidak mempunyai keturunan, secara jelas nabi Muhammad saw itu pun akan terputus juga. Di sinilah pentingnya arti pernikahan, yaitu untuk melahirkan generasi penerus penegak risalah nabi Muhammmad saw di muka bumi ini.

3). Untuk menimbulkan rasa cinta kasih antara suami dan istri, menimbulkan rasa kasih sayang antara orang tua dan adanya rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan dirasakan pula dalam masyarakat atau umat, sehingga terbentuklah umat yang diliputi cinta dan kasih sayang. Seperti firman Allah SWT yang artinya:


(44)













“Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Ar-Rum : 21)

4). Untuk menghormati sunnah Rasulullah saw Nabi Muhammad memerintahkan kepada umatnya untuk menikah sebagai bagian dalam ajaran agama. Karena beliau tidak suka terhadap orang yang terus menerus melakukan puasa dan beribadah kepada Allah akan tetapi dia tidak nikah-nikah. Jadi jelaslah perkawinan adalah mengikuti jejak Rasulullah.

5).Untuk membersihkan keturunan, yang jelas ayah, kakek, dan sebagainya hanya diperoleh dengan jalan perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-orang yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang akan memelihara dan mendidiknya sehingga menjadilah ia seorang muslim yang dicita-citakan.25

25

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet. Ke-1, h.14-15.


(45)

b. Hikmah Perkawinan

Hikmah yang paling mudah untuk ditunjukkan ialah bahwa perkawinan terjadi pada makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan, maupun binatang adalah untuk menjaga kelangsungan hidup atau mengembang biakkan makhluk yang bersangkutan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya:











“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah

menciptakan istrinya;dan dari pada keduanya Allah

memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertakwalah kepada Allah SWT yang dengan (menggunakan)

namaNya kamu saling meminta satu sama lain.26 Dan (peliharalah)

hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(An-Nissa (4) : 1)

Selain itu perkawinan merupakan jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.

Di samping itu, supaya manusia hidup berpasangan menjadi suami dan istri membangun rumah tangga yang damai dan tentram. Untuk itu

26

Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti:As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah


(46)

haruslah diadakan ikatan pertalian yang kokoh dan tidak mudah putus dan diputuskan. Ikatan itu ialah ikatan akad nikah. Bila nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia akan membangun satu rumah tangga yang damai dan teratur, akan sehidup semati, sehingga mereka menjadi satu keluarga.

Selain hikmah-hikmah di atas, sayyid sabiq menyebutkan pula hikmah-hikmah yang lain, di antaranya:

1). Kawin merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan

2). Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

3).Dengan perkawinan, diantaranya dapat menumbuhkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan dapat memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui, ditopang dan dijunjung. Karena masyarakat


(47)

yang saling menunjang lagi saling menyayangi akan terbentuknya masyarakat yang kuat dan bahagia.27

4. Persiapan Lahir Batin Dalam Upaya Pemilihan Jodoh

Sebelum memasuki gerbang pernikahan, lebih dahulu hendaklah saling kenal mengenal antar calon istri dan calon suami. Perkawinan adalah masalah yang penting dan amat menentukan. Harmonis atau tidaknya perkawinan akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang. Perkawinan yang harmonis akan memberikan kesenangan dan ketentraman dalam kehidupan dan menjadi lahan bagi tumbuhnya mental yang agung dan cemerlang. Sebaliknya, perkawinan yang tidak harmonis akan menyebabkan keputusasaan dan menghalangi tumbuhnya mental yang sempurna.

Seorang tentara dari daerah Syama’ah menulis, ajarkanlah para pemuda agar memilih istri dengan teliti dan pengetahuan yang selengkap-lengkapnya, agar mereka lebih mudah mendapatkan kehidupan yang baik dan dapat menjalin kerja sama dan cinta kasih antara keduanya. Dengan begitu, mereka dapat membuahkan anak-anak yang sholeh dan terhormat. Hendaklah perkawinan mereka tidak atas dasar cinta dan kasih sayang dari satu pihak saja, karena nantinya akan tidak baik. Disamping itu, hendaknya perkawinan itu didasarkan oleh nilai-nilai Islam.28

27

Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Kencana 2006), cet. Ke-2, h. 69-72. 28

Ibrahim Amini, Kita Memilih Jodoh Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, terjemahan Muhammad Taqi, (Jakarta: Lentera, 1996), Cet. Ke-1, h.25


(48)

Untuk itulah, dalam upaya pemilihan jodoh perlu adanya persiapan lahir maupun batin, di antaranya ialah:

a. Cinta yang bertanggung jawab

Islam meletakkan dasar cinta kasih sebagai hal yang harus tumbuh dalam sebuah pernikahan. Cinta kasih di sini adalah cinta kasih yang muncul karena Allah, bukan semata-mata karena nafsu. Biduk rumah tangga harus memiliki tujuan pelabuhan yang jelas, yaitu ridho dan cinta Ilahi. Sebelum melangkah ke gerbang pernikahan, kedua belah pihak harus memiliki keyakinan bahwa pasangannya benar-benar tidak salah pasang niat. Karena tanpa adanya cinta yang bertanggung jawab biduk dapat karam di tengah perjalanan.29

Suatu perkawinan, biasanya dimulai dari perasaan saling cinta sebagai sesuatu yang indah, bergelora, mesra, menggairahkan dan rasa ingin selalu bersama. Cinta yang sejati akan tumbuh secara wajar, tidak dipaksakan atau diusahakan secara dangkal. Ia tumbuh dengan sewajarnya, tidak membeku karena emosi yang berubah sewaktu-waktu. Kedua insan yang terlibat itu mengupayakan berbagai cara yang positif untuk mengembangkan cinta kasih mereka. Keduanya mencari cara yang kreatif dan menyenangkan untuk saling memupuk cinta kasih itu dan mengarahkan kepada kebahagiaan bersama. Untuk mendasari perkawinan yang bahagia diperlukan cinta sejati, inilah

29


(49)

cinta yang keluar dari sanubari yang bersih, jujur, dan penuh keikhlasan disertai tanggung jawab dan rela berkorban.30

Dalam perkawinan hendaklah ditanamkan saling mengasihi dan menyayangi di antara suami istri. Suami mengasihi dan menyayangi istrinya karena kelebihan dan kekurangannya atau kelemahannya. b. Dewasa dan Berkepribadian Matang

Pernikahan adalah ikatan kuat yang menggabungkan jiwa kedua suami istri, membuatnya merasa diikat dan berbaur sebagaimana berbaurnya air jernih yang enak diminum. Pernikahan adalah jalinan erat antara dua anak manusia yang dipertemukan keduanya dalam cinta, kesetiaan, ketulusan, kerja sama, saling membantu.31

Jelaslah bahwa pernikahan adalah suatu hal yang serius, sehingga memerlukan persiapan yang matang dalam memilih jodoh, khususnya dalam kedewasaan fisik dan kedewasaan mental.

1) Kedewasaan Fisik

Dilihat dari sudut seksual biologis, maka wanita sudah dapat kawin bila ia sudah mulai haid, artinya ia sudah melepaskan telur yang dapat dibuahi. Sedangkan seorang pria sudah dapat kawin dilihat dari sudut seksual biologis, bila ia mulai bermimpi dengan mengeluarkan air mani.32

30

Wilson Nadeak, Seraut Wajah Pernikahan, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), Cet. Ke-1, h.70 31

Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Penerjemah Chairul Halim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1, h.91

32


(50)

Didalam buku Indahnya Perkawinan Dini karangan Muhammad Fauzi Adhim menyatakan bahwa kematangan fisik itu dapat terlihat dari adanya kelenjar-kelenjar seksual mulai bekerja aktif untuk menghasilkan hormon-hormon yang dibutuhkan. Ini kemudian menyebabkan terjadinya dorongan untuk menyukai lawan jenis, sebagai manifestasi dari kebutuhan seksual. Pada taraf ini, keinginan untuk mendekati lawan jenis memang banyak disebabkan oleh dorongan seks. Dari sudut seksual biologis ini maka seseorang sudah diperbolehkan untuk menikah.33

2) Kedewasaan Mental

Perkawinan ialah dua pribadi atau dua jiwa yang berlainan untuk sama-sama menempuh satu tujuan. Oleh karena itu, untuk melaksanakan perkawinan perlu persiapan mental yang cukup. Siap mental untuk menumbuhkan saling pengertian, saling menyesuaikan diri dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Kematangan pribadi meneguhkan pernikahan, sebaliknya ketidakdewasaan pribadi mengakibatkan stress yang sukar ditandingi. Sikap yang suka meremehkan pasangan hidup adalah salah satu bentuk tingkah laku pribadi yang belum matang. Biasanya orang yang tidak memiliki pribadi yang matang sering

33

Muhammad Fauzi Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. Ke-1, h.18-19


(51)

menuntut kesempurnaan dari pihak lain. Oleh karena itu, kedewasaan pribadi sangat diperlukan dalam perkawinan.34

c. Mengenal Pribadi Pasangan dan Keluarga Pasangan

Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda dengan kepribadian individu lain. Pasangan yang cocok bukan berarti harus mempunyai kepribadian yang sama, tetapi adalah pribadi-pribadi yang bisa saling mengisi, saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan psikologis.

Tujuan pernikahan sebagaimana yang disyariatkan oleh teks suci dan Undang-undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluan (muqaddimah al-zawaj) berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh agama.35

Agaknya Islam mengajarkan sebelum terjadinya akad nikah, mempelai laki-laki dan perempuan mestilah saling mengenal. Mengenal disini maksudnya bukan sekedar mengetahui tetapi juga memahami dan juga mengerti kepribadian masing-masing. Hal ini dipandang penting karena kedua mempelai akan membentuk keluarga yang semula dimaksudkan kekal tanpa adanya perceraian. Realitas di masyarakat menunjukkan perceraian sering kali terjadi karena tidak

34

Wilson Nadeak, Seraut Wajah Pernikahan, (Yogyakarta: kanisius, 1993), Cet. Ke-1, h.52 35

Dr. H. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tariqan, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2004), Cet. Ke-2, h.82


(52)

adanya saling pengertian, saling memahami dan menghargai masing-masing pihak.36

Perkawinan tidak melibatkan kedua belah pihak saja, tetapi perkawinan melibatkan keluarga besar kedua belah pihak. Untuk itu masing-masing pihak harus saling mengenal keluarga pihak lain. Pertama yang harus dikenal tentunya dalah calon mertua, lalu adik atau kakak dan sanak famili lainnya.

Dalam perkenalan tersebut, hendaklah menimbulkan kesan bahwa kedua keluarga adalah setaraf dan dengan perkawinan tersebut hubungan keluarga antara orang tua dan anak tetap terpelihara, bahkan akan terjalin hubungan yang baik dan mesra antara kedua belah pihak.37

Dalam mengenal keluarga, perlu diperhatikan pula, kebiasaan-kebiasaan agama, adat istiadat dan prinsip-prinsip yang berlaku, untuk pertimbangan apakah kedua keluarga dapat saling menyesuaikan. d. Agama dan Adat Istiadat

1) Harus Satu Agama

Pernikahan, pada hakikatnya adalah jalinan persaudaraan yang sangat erat antara dua anak manusia yang berlainan jenis, dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Karena itu agar suami dan

36

Dr. H. Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tariqan, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2004), Cet. Ke-2, h.82

37

Mahmud Ashabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)), Cet Ke-3, h.49


(1)

Nama : Fitri dan Zainul

Tempat : Kantor Urusan Agama (KUA) Pondok Aren Hari/tanggal : 27 Juni 2014

1. Berapa lama jangka waktu perkenalan anda sampai saat ini memutuskan untuk menikah?

Cukup singkat dua bulan.

2. Apa alasan anda mengikuti bimbingan pra nikah?

Sebenarnya saya tidak tahu kalau ada bimbingan pra nikah, kebetulan yang mendaftarkan pernikahan saya bukan saya sendiri tapi kakak saya. Saya diberi kabar untuk hadir melengkapi berkas dan penataran. Sebelumnya saya tidak tahu penataran itu apa, setelah saya mengikuti ternyata hal itu penting dan saya menyesal terlambat datang dan ketinggalan materi yang diberikan.

3. Materi apa yang anda dapat dari bimbingan pra nikah?

Yang saya tau, yang dibukukan yaitu UUD Pernikahan dan fiqih munakahat. Materi yang lain saya tidak tahu karena tidak dibukukan dank arena saya tidak mengikuti penataran dari awal.

4. Metode apa yang biasa digunakan oleh narasumber?

Metode ceramah dan peserta yang kurang mengerti bisa bertanya. 5. Bagaimana menurut anda?

Kurang menarik, jika menggunakan infokus mungkin lebih menarik dan tidak membuat ngantuk.


(2)

6. Bagaimana kemampuan narasumber dalam memberikan materi dan menjawab pertanyaan?

Narasumbernya adalah orang yang berpengalaman. Jadi penyampaian materi yang diberikan banyak berupa contoh-contoh di kehidupan nyata. 7. Bagaimana harapan anda terhadap program bimbingan pra nikah?

Harapan saya bisa berlanjut terus, dan pada saat mendaftar sampaikan materi apa saja yang disampaikan oleh narasumber agar calon pengantin tertarik untuk hadir dan tidak ketinggalan materi. Harap semua materi yang disampaikan dibukukan agar calon pengantin yang terlambat dapat membaca materi yang dibukukan tersebut. Sehingga apa yang mereka terima lengkap. Dan bisa menjadi bekal bagi kehidupan mereka nanti.


(3)

Nama : Nur dan Aris

Tempat : Kantor Urusan Agama (KUA) Pondok Aren Hari/tanggal : 27 Juni 2014

1. Berapa lama jangka waktu perkenalan anda sampai saat ini memutuskan untuk menikah?

Tujuh tahun

2. Apa alasan anda mengikuti bimbingan pra nikah? Mengikuti persyaratan sebelum pernikahan

3. Materi apa yang anda dapat dari bimbingan pra nikah? Tentang keluarga, rumah tangga, KDRT, dan lain-lain. 4. Metode apa yang biasa digunakan oleh narasumber?

Pembimbing menyampaikan materi dan peserta mendengarkan. Jika ada yang kurang mengerti peserta bisa bertanya.

5. Bagaimana menurut anda?

Monoton, kalau bertanya malu karena dilihat orang banyak.

6. Bagaimana kemampuan narasumber dalam memberikan materi dan menjawab pertanyaan?

Bagus, narasumber bisa menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan mudah dimengerti.

7. Bagaimana harapan anda terhadap program bimbingan pra nikah? Bisa lebih baik lagi dan bermanfaat bagi peserta.


(4)

Nama : Wati dan Ali

Tempat : Kantor Urusan Agama (KUA) Pondok Aren Hari/tanggal : 27 Juni 2014

1. Berapa lama jangka waktu perkenalan anda sampai saat ini memutuskan untuk menikah?

enam tahun

2. Apa alasan anda mengikuti bimbingan pra nikah?

Untuk mengetahui cara membina keluarga yang sakinah. 3. Materi apa yang anda dapat dari bimbingan pra nikah?

Banyak sekali, ijab qobul, membuna rumah tangga, syarat nikah, dan lain-lain.

4. Metode apa yang biasa digunakan oleh narasumber? Ceramah dan Tanya jawab

5. Bagaimana menurut anda?

Bagus dan tersampaikan dengan jelas.

6. Bagaimana kemampuan narasumber dalam memberikan materi dan menjawab pertanyaan?

Ahli dan sudah berpengalaman

7. Bagaimana harapan anda terhadap program bimbingan pra nikah? Lebih baik lagi dan berkembang.


(5)

(6)