Feminisme Global Feminisme dan Film

81 Pemahaman seperti yang dipaparkan Stanton membuat kalangan feminis kulit hitam menjadi frusatasi. Mereka bersikeras bahwa penindasan terhadap perempuan harus dilihat secara keseluruhan dalam arti adanya “system keterkaitan” dengan elemen-elemen lain. Audre Lorde, seorang feminis sosialis kulit hitam, berumur 49 tahun, ibu dari dua anak termasuk ibu dari seorang anak laki-laki dan masuk dalam komunitas yang beras campur menegaskan bahwa, “untuk mengatasi ketertindasan perempuan bukan dengan cara ‘mengambil satu bagian’ dan menganggap bahwa bagian tersebut telah menjelaskan seluruh persoalan ketertindasan perempuan, tetapi harus dilihat sebagai ‘suatu keseluruhan’ yang memungkinkan kita untuk dapat bergerak secara bebas dalam menganalisa dan tidak tersempitkan oleh hanya satu pandangan apalagi dibatasi oleh definisi tertentu Arivia, 2003.

2.1.6.5. Feminisme Global

Feminisme global berbeda dari feminisme multikultural karena feminisme global berfokus kepada hasil opresif dari kekebijakan dan praktek kolonial dan nasionalis, bagaimana Pemerintah Besar dan Bisnis Besar membagi dunia ke dalam apa yang disebut sebagai Dunia Pertama ranah Yang Berpunya dan apa yang disebut sebagai Dunia Ketiga ranah Yang Tidak Berpunya. Sependapat dengan fenimisme harus diperluas untuk mencakup segala sesuatu yang mengoperasi perempuan, baik yang berdasarkan ras atau kelas, atau hasil dari imperalime atau kolonialisme, feminis global menekankan bahwa “opresi terhadap perempuan di satu bagian di dunia seringkali disebabkan oleh apa yang terjadi di bagian dunia yang lain, dan bahwa tidak akan ada perempuan yang bebas hingga semua kondisi opresi terhadap perempuan dihancurkan di manapun 82 juga. Berkomitmen terhadap tugas untuk meluruskan kesalahpahaman dan membangun aliansi antara perempuan Dunia Ketiga dan Dunia Kesatu, feminis global bertekad untuk memperluas cakupan pemikiran feminis. Dengan keyakinan bahwa perempuan Dunia Kesatu hanya tertarik pada isu seksual, atau pada usaha untuk meyakinkan bahwa diskriminasi gender adalah bentuk opresi terburuk yang dapat dialami seorang perempuan, banyak perempuan Dunia Ketiga menekankan bahwa mereka lebih tertarik pada isu politik dan ekonomi dari pada isu seksual. Mereka juga menekankan bahwa dalam pengalaman mereka, opresi yang dialaminya sebagai perempuan, masih jauh lebih buruk daripada opresi yang dialaminya sebagai orang Dunia Ketiga. Karena itu, banyak perempuan Dunia Ketiga menolak label feminis. Sebagai penggantinya, mereka menggunakan istilah “womanist” yang didefinisikan oleh Alice Walker sebagai “feminis kulit hitam atau kulit berwarna” yang berkomitmen terhadap kelangsungan dan keutuhan seluruh umat manusia, laki-laki dan perempuan. Bagi feminis global, apa yang personal dan apa yang politis adalah satu. Apa yang terjadi dalam ranah pribadi seseorang di rumah, termasuk yang terjadi di kamar tidur, mempengaruhi cara perempuan dan laki-laki berelasi dalam tatanan sosial yang lebih luas. Kebebasan seksual dan reproduksi seharusnya tidak kurang atau lebih penting daripada keadilan politik dan ekonomi. Feminis sosialis Emily Woo Yamski menerangkan hal ini dengan sangat jelas ketika ia menyatakan: ”Saya tidak dapat menjadi perempuan Asia Amerika pada hari Senin, seorang perempuan pada hari Selasa, Seorang lesbian pada hari Rabu, seorang pekerja atau mahasiswa pasa hari Kamis, dan seorang radikal politik pada hari Jumat. Saya adalah kesemua itu setiap hari”. 83 Dengan penekanan yang berulang-ulang atas keterkaitan antara beragam jenis opresi yang dihadapi seorang perempuan setiap hari di dalam hidupnya, feminis global menekankan hubungan antara beragam jenis opresi yang dialami di seluruh penjuru dunia. Apa yang seorang perempuan lakukan di Amerika Serikat mempengaruhi hidup seluruh perempuan di seluruh dunia, dan secara kolektif, apa yang perempuan di seluruh dunia lakukan juga akan mempengaruhi perempuan di Amerika Serikat Tong, 1998.

2.1.6.6. Ekofeminisme