Pengertian Kerukunan Hidup Umat Beragama

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Kerukunan Hidup Umat Beragama

Kerukunan berasal dari akar kata “rukun”. Secara etimologis pada mulanya kata rukun berasal dari bahasa Arab, yaitu; “raknun” yang berarti tiang, dasar, atau sila. 5 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata rukun diartikan; 1 baik dan damai, tidak bertengkar tentang pertalian persahabatan; 2 bersatu hati, bersepakat. Sedangkan arti kerukunan, yaitu: 1 perilaku hidup rukun; 2 rasa rukun, kesepakatan. 6 Dalam kaitan sosial, kata rukun diartikan dengan adanya yang satu mendukung keberadaan yang lain. 7 Niels Murder mengartikan kata “rukun” adalah berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. 8 Bila kata rukun diawali ke dan diakhiri sisipan- an, maka menunjukan perihal hidup rukun, keagamaan, persepakatan dan perasaan rukunbersatu hati. 9 Jamak dari raknun adalah “arkan” yang artinya suatu bangunan sederhana yang terdiri dari berbagai unsur. Dari kata arkan diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur 5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka,1988, h. 658 6 Lukman Ali, et.al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, h. 850 7 Hamka Haq, Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama Dari Wacana ke Aksi Nyata, Jakarta: Titahandalusia, 2002, h. 54 8 Niels Mulder, Keperibadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1986, h. 39 9 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, h. 835 - 836 tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi. 10 Kerukunan adalah kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana yang baik dan damai. Hidup rukun berarti tidak bertengkar, melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertindak demi mewujudkan kesejahtraan bersama. 11 Didalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk bekerjasama untuk kepentingan bersama. Bagi Parsudi Suparlan, konsep umat di sini adalah masyarakat. Hal tersebut, sejalan dengan pernyataanya mengenai masyarakat: Masyarakat diartikan sebagai satuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut dimungkinkan karena adanya seperangkat pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama. Sedangkan yang dimaksud dengan agama dalam penelitian ini tidak di pandang sebagaimana yang terdapat dalam teks-teks suci, akan tetapi agama dilihat sebagai kebudayaan, yaitu suatu simbol atau sistem pengetahuan yang menciptakan atau menggolong-golongkan, dan menggunakan simbol-simbol itu untuk berkomunikasi dan menghadapi lingkungannya. 12 Agama mengandung arti kepercayaan kepada Tuhan, ibadah dan kewajiban yang bertalian dengan keyakinan. Beragama berarti memeluk agama. 13 Jadi, beragama dapat diartikan memeluk agama. Banyak yang mengartikan agama, jika dilihat dari bahasa sansekerta agama berarti tidak kacau. Sedangkan menurut istilah, agama banyak yang mendefenisikan, diantaranya sebagai berikut: 10 Agil Husein, Fikih Huibungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 4 11 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka,1997, h. 8 12 Parsudi Suparlan, Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial dan Pengkajian Masalah-masalah Agama, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengembangan Agama, Depag RI,9811982, h. 87 13 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia., h.18 Menurut H. Mukti Ali, agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusannya untuk kebahagian hidup manusia di dunia dan di akhirat. Selanjutnya, menurut beliau, ciri-ciri agama ialah mempercayai akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai Kitab suci dari Tuhan Yang Maha Esa, mempercayai akan adanya rasul atau utusan dari Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai hukum tersendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah dan petunjuk. 14 Menurut Emile Durkheim, agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, kepercayaan- kepercayaan dan ibadat-ibadat yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam komunitas moral yang disebut gereja. 15 Menurut Islam, agama memiliki peran dan fungsi yang sangat signifikan bagi pemeluknya. Hal ini terbukti dalam dua dimensi penting yang terdapat di dalam ajaran Islam, yakni dimensi Ilahiyyah Ke-Tuhan-an atau sering juga disebut dengan Ubuddiyah Ritualibadah dan dimensi mua’malah hubungan sosial kemasyarakatan. Agama sangat penting bagi kehidupan manusia karena agama mempunyai berbagai fungsi seperti diungkapkan oleh Thomas. F. O’Dea, yang menuliskan enam fungsi agama, di antaranya: 1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi. 2. Sarana hubungan transidental melalui pemujaan dan upacara ibadah. 14 Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994, h. 3-4 15 Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995, h. 30 3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada. 4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada. 5. pemberi identitas diri. 6. Pendewasaan agama. 16 Agama yang dimaksud di sini adalah agama yang telah disahkan atau diakui oleh pemerintah melalui Undang-undang, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu. Kemudian, yang dimaksud dengan umat beragama adalah setiap orang yang menganut agama tertentu yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya. Dengan demikian, tidak dibedakan-bedakan disini seorang pemeluk agama menurut pangkat, jabatan atau apapun yang melekat pada dirinya. Menurut Von Weise golongan agama adalah golongan gaib atau golongan abstrak. Maksud golongan gaib atau abstrak dalam bentuk hasil hidup yang berdasarkan paham. Persatuan dalam golongan agama sebagai golongan gaib diikat oleh hubungan batin antara anggotanya yang menjadikan anggota golongan ini sebagai golongan kekal, karena yang melihat dan menerima agama bukan sebagai suatau yang membosankan, melainkan sebagai penggerak spirit yang hidup dan yang menggetarkan seluruh jiwa dan tubuhnya serta mempunyai pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. 17 Kerukunan beragama merupakan sesuatu yang harus ditanamkan dan dikembangkan dalam kehidupan kita. Dan hidup rukun harus pula diajarkan dan ditanamkan kepada para pelajar agar tidak terjadi konflik-konflik yang mengatasnamakan 16 Thomas F. O’dea.”The Sosiologi Of Religion”. terjemahan Tim Penerjemah Tasogama. Dalam buku Dadang Kahmadi, Sosiologi Agama Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, h.130 17 Agil Husein, Fikih Huibungan Antar Agama, h.17 agama dilingkungan sekolah, masyarakat dan negara. Nilai-nilai kerukunan beragama harus diajarkan kepada pelajar, agar mereka tidak mudah terpengaruh terhadap publikasi media masa tentang konflik-konflik yang terjadi yang dilatar belakangi oleh agama. Dengan demikian, kerukunan hidup umat beragama pada dasarnya adalah kerukunan yang terwujud diantara umat beragama dalam kehidupan sosial tanpa mempersoalkan agama yang dianut oleh masing-masing anggota masyarakat. Sedangkan agama yang dianut oleh masing-masing orang dalam masyarakat tersebut tidak bisa disamakan, karena masing-masing agama memiliki ajaran yang khas, yang mencirikannya sekaligus membedakan dengan agama lain. Balitbang Departemen Agama memberikan pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai di antara umat beragama di Indonesia, yaitu hubungan harmonis antara sesama umat beragama dan umat beragama yang berbeda agama serta antara umat beragama dan permerintah dalam usaha mempekokoh kesatuan dan peratuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat sejahtera lahir batin. 18 Menurut Sudjangi kerukunan hidup umat beragama adalah: Kerukunan yang terwujud diantara berbagai agama, bukan kerukunan agamanya, maka yang terjadi sasaran perhatian dalam kajian mengenai kerukunan hidup beragama sebenarnya adalah kerukunan sebagaimana terwujud dalam sebuah interaksi. Kata interaksi selalu mengacu kepada adanya hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih yang memiliki identitas. Dalam kaitannya dengan kerukunan hidup umat beragama, maka interaksi yang terwujud di antara umat atau penganut agama yang berlainan itu tidak memunculkan atau menonjolkan identitas agama masing-masing, yang memang disadari memiliki ajaran yang tidak mungkin bisa dikompromikan. Tidak mengaktifkan simbol- simbol agama atau tidak menonjolkan identitas agama dalam interaksi secara 18 Departemen Agama RI, Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama Balitbang Depag RI, tth, h. 7 implisit merupakan pengakuan akan adanya perbedaan-perbedaan diantara agama- agama tersebut sekaligus menghargai perbedaan-perbedaan tersebut. 19 Kerukunan sebagai interaksi sosial bersifat dinamis. Suatu masyarakat yang mula- mula rukun bisa tidak menjadi rukun, dan sebaliknya masyarakat yang mula-mulanya tidak rukun dapat menjadi kembali rukun. Perubahan yang terjadi ini tergantung dari proses interaksi dari pihak yang bersangkutan yakni penganut agama. Dalam ilmu sosial, istilah kerukunan menjadi bagian yang tercakup dalam konsep integrasi. Intergrasi adalah penyatuan kelompok-kelompok yang tadinya terpisah satu sama lain dengan melenyapkan perbedaan-perbedaan sosial dan kebudayaan yang adanya sebelumnya. Integrasi sosial dapat juga diartikan sebagai diterimanya seorang individu oleh anggota-anggota lain dari suatu kelompok. 20 Untuk menciptakan kerukunan itu membutuhkan nilai-nilai ajaran agama yang benar bagi umat beragama, sehingga perilaku umat beragama dapat senantiasa dilandasi nilai-nilai tersebut. Mukti Ali mengemukakan, bahwa konsep teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kerukunan hidup beragama itu ada 5 lima, yaitu : 1. Menganggap bahwa pada dasarnya semua agama adalah benar, yang menurutnya konsep ini akan membawa implikasi sinkritisme. 2. Dengan jalan conception, pandangan ini menawarkan pemikiran bahwa orang harus menyelami secara mendalam dan meninjau kembali ajaran-ajaran agamanya sendiri dalam rangka konfrontasinya dengan agama-agama lain. 19 Sudjangi, Kajian Agama dan Masyarakat III Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, Jakarta Depag RI, 19921993, h.248 20 Ahmad Fedyani Saefuddin, Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham Dalam Agama Islam Jakarta: Rajawali Press, 1986, h.7 3. Syntesa, yakni menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambil dari agama lain atau berbagai agama. 4. Dengan jalan penggantian, mengakui agama sendiri sebagai satu-satunya agama yang benar dan memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agamanya. 5. Agree in Disegreement setuju dalam perubahan. Gagasan ini menekankan bahwa agama yang ia peluk itulah yang paling baik. Walaupun demikian dia mengakui, diantara agama yang satu dengan agama yang lainnya selain terdapat perbedaan juga terdapat persamaan. Pengakuan seperti ini akan membawa kepada suatu pengertian yang dapat menimbukan adanya saling harga menghargai dan saling hormat menghormati diantara kelompok-kelompok pemekuk agama yang satu dengan yang lainnya. Dari kelima konsep tersebut, Mukti Ali sendiri lebih cenderung megambil konsep yang kelima. 21 Banyak sekali kasus mengenai kerukunan hidup umat beragama dari berbagai daerah, disana ditemukan nilai-nilai kewajaran, dimana penduduk yang berlainan agama hidup berdampingan dalam pola kekerabatan dan ketenangan melalui kegiatan tolong- menolong dan gotong-royong. Selain kewajiban, dinamika kerukunan ditandai oleh kesediaan untuk berkorban dalam menciptakan keharmonisan kehidupan antar sesama warga yang berlainan agama. Adapun bentuk-bentuk kerukunan umat beragama yang ideal itu tidak ada, akan tetapi upaya kearah sana itu mesti ada. Setiap pemeluk agama harus memiliki hati yang 21 Sudjangi Peny., Profil Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta: Badan Litbang Agama, Depag RI, 1995, h.10-11 bersih, saling menghargai dan harus memahami betul tugasnya di bumi ini. Kerukunan hidup umat beragama menjadi prasyarat untuk membangun bangsa di masa depan. Kerukunan hidup umat beragama ditengah kemajemukan menjadi sangat penting. Hal ini perlu penetapan agar kelangsungan hidup lebih terjamin. Dalam rumusan ringkas, kerukunan umat beragama yaitu terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis antar umat beragama. Dalam hubungan tersebut terdapat suasana kebersamaan dan bekerjasama yang rukun dan damai. Dalam konteks ini dibatasi pada kerukunan umat beragama dikalangan pelajar SMK Yadika 5 Pondok Aren. Pelajar adalah setiap orang yang yang terdaftar untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Pelajar pada Sekolah Menengah Atas sering diistilahkan remaja. Remaja berasal dari kata latin “adolescere” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Dalam bahasa Inggris kata “adolescent” diartikan sebagai suatu periode perkembangan manusia yang dimulai dengan masa cukup umur puber dan berakhir dengan tercapainya kematangan sebagai orang dewasa. 22 Remaja adalah anak dalam usia 13 tahun sampai 21 tahun, bila kita meninjau dari segi usia, tapi bila ditinjau dari segi tingkah laku, banyak yang di atas 21 tahun bertingkah laku seperti remaja. Remaja juga merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan. Dalam perkembangannya tidak sedikit perubahan- perubahan yang dialami, perubahan fisik seringkali diikuti oleh adanya perubahan emosional, yang kemudian menjelma menjadi remaja yang sensitive, mudah sekali terpancing oleh suasana sekitarnya, dan cepat sekali mengikuti perubahan yang terjadi pada lingkungannya, suka sekali mengikuti mode-mode yang sedang berlaku tanpa 22 Danuyansa Asih Wardji, ed, Enslikopedi Psikologi, Jakarta: Arcam, 1996, cet ke-1, h.6. berpikir lagi, apakah sesuai atau tidak pokoknya ikut perkembangan masa, dan remaja tersebut bersifat labil. 23 Sebenarnya masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Anak-anak jelas kedudukkannya, yaitu yang belum dapat hidup sediri, belum matang dari segala segi, hidup masih bergantung pada orang dewasa dan belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal. Masa dewasa juga jelas. Pertubuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembang. 24 Definisi-definisi di atas dengan jelas memberikan pengertian bahwa remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir. Masa ini merupakan masa peralihan di mana ia bukan lagi anak-anak tetapi belum juga sepenuhnya menjadi orang dewasa sifat dan tingkah lakunya belum sempurna atau labil dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan serta ingin mencoba hal-hal yang baru.Untuk itu pendidikan dan pembinaan kerukunan hidup beragama sangat penting di kalangan pelajar agar tidak terjadinya hal-hal yang negatif seperti konflik khususnya yang dilatar belakangi oleh agama.

B. Landasan Kerukunan Hidup Umat Beragama