Kerukunan hidup umat beragama di sekolah : studi kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren

(1)

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA DI SEKOLAH

(Studi Kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren)

Oleh: IBNU SOLIHIN

NIM. 102032224674

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita taufik, hidayah, inayah, nikmat dan segala-galanya kepada kita semua, sehingga dengan kekuatan dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan dan tersampaikan kepada junjungan kita, baginda besar Nabi Muhammmad SAW, sebagai suri teladan dan idola yang paling sempurna bagi kita semua.

Sejak penulis belajar di program studi sosiologi agama jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini, betapa banyak bantuan dan sumbangan, baik moril maupun materil, yang telah penulis terima dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini perkenankanlah penulis dari lubuk hati yang paling dalam menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Amin Nurdin M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuludin dan Filsafat dan Wakil Dekan Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Suwarno Imam, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan merupakan suatu


(3)

kehormatan dan kebangaan tersendiri bagi penulis bisa berada di bawah bimbingan beliau.

4. Kepada seluruh guru yang telah mengarjakan banyak hal kepada kami sehingga kami bisa mengenal huruf sampai dengan menyelasaikan penulisan skripsi ini, kalian semua adalah cahaya dalam kehidupan ini.

5. Bapak Caskam Cahyadi S.Pd, selaku kepala sekolah SMK Yadika 5 Pondok Aren dan segenap Para guru dan Pegawai SMK Yadika 5 Pondok Aren yang telah memberi izinkepada penulis untuk melakukan penelitian serta meluangkan waktu dan memberikan kemudahan melakukan penelitian.

6. Perpustakaan pusat serta Perpustakaan Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi refrensidalam penulisan skripsi ini.

7. Secara khusus skripsi ini penulis persembahakan kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayahnda muslih dan Ibunda Muhaya yang senantiasa menjaga, membimbing dan memotivasi penulisdengan tulus serta selalu mendo’akan agar penulis selalu sukses dalam segala hal. Anada sadar semua jasa baik bapak dan ibu tidak akan dapat terganti dengan apapun di dunia ini.

8. Adik-adikku tercinta, Babay Umaya, Nurlaila Serta Faris Ilham Al-Faizi yang telah menghilangkan kepenatan dan rasa stress penulis dengan semua canda, kasih sayang dan kebersamaan kalian.

9. Noe2, seorang yang selama ini telah menjadi penyempurna dari segala kekurangan dan keterbatasan penulis, terima kasih atas kesabaran dan kasih sayang selama ini.


(4)

10.Sahabat-sahabat penulis, diantaranya Doni Setiawan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, Uut, Insan, Teguh, Bom-Bom, Heri, Ina, Uswah, Aef dan semua teman-teman seperjuangan kelas Sosiologi Agama angkatan 2002. Haris, Dede, Salim, Kurni (The Best), semua pemuda Pondok Jaya dan sahabat-sahabt lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, kalian semua yang terhebat dalam sejarah hidup ini.

Selain itu, tidak pula penulis mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak kekliruan dan kesalahandan kekeliruan, karena penulis sadar bahwa rulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangatlah penulis harapkan. Akhirnya, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, semoga skripsi ini bermanfaat, Amin.

Jakarta, 26 Maret 2008 18 Rabiul Awal 1429


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah………...…...…….... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………... 4

C. Tujuan Penelitian……….………..….. 5

D. Metodologi Penelitian………..………...…. 5

E.Sistematika Penulisan………...………...…. 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS………. 9

A. Pengertian kerukunan Hidup Umat Beragama……….………… 9

B. Ladasan Kerukunan Hidup Umat Beragama………….….……...18

C. Prisip Kerukunan Hidup Umat Beragama……….….…….. 29

BAB III GAMABARAN UMUM SMK YADIKA 5 PONDOK AREN, TANGERANG……….…… 34

A. Sejarah Singkat dan Perkembangannya………... 34

B. Struktur Organisasi dan Tujuannya……….………. 35

C. Keadaaan Guru, Siswa-Siswi dan Karyawan……….…….. 37

D. Pedoman Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar………. 43

E. Fasilitas Sarana dan Prasarana………. 44

BAB IV KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA DI SMK YADIKA 5 PONDOK AREN, TANGERANG ……...……….... 46


(6)

A. Pembinanaan Kerukunan Hidup Umat Beragama di SMK Yadika

5……….……….. 46

B. Kerukunan Hidup Umat Beragama Antar Siswa-Siswi SMK Yadika 5……….. 53

1.Dalam Proses Belajar Mengajar Pelajaran Agama…….…… 54

2.Dalam Situasi Ibadah……….. 55

3.Dlam Situasi Peringatan Hari Besar Keagamaan………... 57

4.Dalam Situasi Pergaulan Antar Siswa-Siswi……….. 58

5.Dalam Situasi Pendidikan Ekstra Kulikuler……….... 60

C. Faktor Yang Mendukung dan Menghambat Terciptanya Kerukunan Hidup Umat Beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren……….……….…….…….. 61

BAB V PENUTUP ……….……….64

A. Kesimpulan………. 64

B. Saran-Saran………. 66

DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia pada saat ini, yang diikuti oleh pergantian masa membawa kita kedalam kehidupan yang multikultural. Pergantian masa itu adalah sunatullah yang tidak bisa kita tolak. Pergantian masa akan diikuti oleh transformasi semua realitas kehidupan manusia yang meliputi politik, ekonomi, budaya, hukum, ideologi, agama, dan lain sebagainya.

Dari semua realitas kehidupan itu, agama nampaknya mengandung daya tarik sendiri untuk diperbincangkan. Dibandingkan dengan realitas lainnya seperti politik dan ekonomi, agama menempati posisi yang unik dalam jantung manusia. Sebagai contoh, misalnya ekonomi secara langsung dan kongkret bersentuhan dengan pemenuhan kebutuhan manusia secara fisik, maka agama tidak demikian. Agama adalah realitas ontologism yang mutlak, sehingga “pembumian” dan “pemanusiaan” agama melewati rentang antropologis dan historis yang berlaku dan panjang.

Agama menghendaki adanya hubungan baik antar sesama manusia, dengan mengajarkan hidup rukun, tidak hanya mengajarkan hidup rukun antara umat seagama melainkan antar umat beragama. Dengan hidup rukun tersebut diharapkan kehidupan yang damai dalam pergaulan sesama, dengan suasana saling bekerjasama. Karena,


(8)

manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan kerjasama dengan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan ini.

Untuk mencapai kehidupan umat beragama yang maju, damai dan sejahtera lahir dan batin, ajaran kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuaan harus dapat diwujudkan dan juga harus dapat berperan penting dalam kehidupan. Sila pertama dalam pancasila yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan sinyalemen bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah beragama.

Ajaran kebersamaan, persatuan dan kesatuan untuk terwujudnya kerukunan hidup beragama memiliki peranan penting dalam mencapai cita-cita luhur, yaitu kehidupan umat beragama yang maju, damai, sejahtera lahir-batin. Menurut sensus Biro Pusat Statistik tercatat sebagian besar penduduk bumi beragama; dan di Indonesia sendiri mayoritas penduduknya beragama.

Dengan keragaman agama yang ada dan jumlah penganutnya yang cukup besar, kebutuhan terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa merupakan kebutuhan yang mutlak dan sekaligus merupakan tantangan yang tidak ringan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, bagi umat beragama dan pemerintah tidak ada pilihan lain yang lebih utama dalam mempertahankan stabilitas dan ketahanan nasional, kecuali memantapkan kerukunan hidup beragama.

Sebagai bangsa yang multikulturalisme, kita juga harus menerima dan menjalankan kerukunan bukan karena sebuah paksaan melainkan menjadi sebuah keniscayaan dan “jalan hidup” (way of life) yang dipilih secara sukarela oleh masyarakat Indonesia yang mencita-citakan sebuah negara-bangsa yang modern.


(9)

Penggunaan istilah “kerukunan hidup beragama sebagai jalan hidup” diilhami oleh pemikiran Louis Wirth tentang urbanisme sebagai jalan hidup (urbanism as way of life).1 Tesis Wirth menjelaskan, bahwa peradaban moderen ditandai oleh pertumbuhan kota-kota yang kecenderungan kehidupan perkotaan yang semakin merata dikalangan masyarakat moderen pendukung peradaban tersebut. Sebenarnya, selain urbanisme, jalan hidup moderen mencakup juga kerukunan hidup antar umat beragama sebagai perwujudan dan penghormatan masyarakat modern atas hak-hak individu dan kelompok dalam menganut iman dan kepercayaan yang beraneka ragam.

Pengembangan kerukunan hidup beragama menjadi suatu syarat utama untuk tercapainya kehidupan yang dicita-citakan. Termasuk pula pada sekolah, karena ada beberapa sekolah di negeri ini yang siswa-siswinya menganut agama yang berbeda. Oleh karena itu, kerukunan hidup beragama harus ditanamkan dan dibangun oleh segenap masyarakat, termasuk masyarakat di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, yang dijadikan sampel penelitian yaitu siswa-siswi sekolah SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang.

Pelajar, selaku penganut agama, memahami dan mengamalkan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing adalah suatu kewajiban, sehingga dimungkinkan terciptanya kerukunan hidup beragama di lingkungan sekolah. Namun, kerukunan dapat terusik karena munculnya fenomena konservatisme, fundamentalisme sempit dan ekstrim keagamaan. Sebaliknya, toleransi berlebihan dapat pula terjadi korban atas kemurnian keyakinan atau menjadi agama campuran.

1

Abdul Azis, Kerukunan Beragama Sebagai Jalan Hidup Modern Tinjauan Persfektif Sosiologis, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal.183


(10)

Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan kerukunan hidup beragama dikalangan pelajar perlu memperoleh perhatian, apalagi mengingat posisinya sebagai intelektual dan generasi penerus cita-cita dan calon pemimpin bangsa di masa yang yang akan datang. Dalam konteks tersebut perlu diketahui perwujudan kerukunan hidup beragama di kalangan pelajar.

Masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah perwujudan kerukunan hidup beragama di kalangan pelajar di sekolah? Dalam hal ini, dapat dilihat pada aspek aktivitas peribadatan, sosial, kebijakan pengembangan kehidupan beragama dan faktor-faktor pendukung serta penghambatnya.

Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan penulis mengenai permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya dan menuangkannya dalam penelitian ini, dengan judul: KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI SEKOLAH (Studi Kasus di SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan dan mempertajam permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi permasalahan tersebut pada kerukunan hidup umat beragama di sekolah SMK Yadika 5, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada tahun 2007.

Dari penjelasan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka muncul pokok pertanyaan. Bagaimanakah kerukunan hidup umat beragama antar siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren?


(11)

Untuk mendukung pertanyaan di atas maka muncullah pertanyaan Bagaimana pembinaan kerukunan hidup umat beragama di SMK Yadika 5?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran perwujudan kerukunan hidup beragama di kalangan

siswa-siswi yang berbeda agama di sekolah di SMK Yadika 5 Pondok Aren.

2. Untuk memperoleh gambaran tentang pembinaan kerukunan hidup beragama.

3. Menginventarisasi bentuk-bentuk kebijakan dan faktor yang mendukung dan yang menghambat terciptanya kerukunan hidup beragama di kalangan siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren.

4. Kajiaan ini dapat menambah wawasan tentang kebijakan dan perwujudan kerukunan hidup beragama dikalangan pelajar dilingkungan sekolah. Dengan demikian, dapat diupayakan model-model pembinaan agar kerukunan semakin mantap dan dinamis.

D. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data yang lengkap dan objektif, maka peneliti melakukan beberapa langkah penelitian, yaitu :

1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan dan menelaah beberapa literatur buku-buku ilmiah dan sumber cetak lainnya yang memiliki relevansi dengan objek penelitian ini, sebagai dasar-dasar teoritis.


(12)

2. Penelitian lapangan ( field research), yaitu peneliti terjun langsung ke SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren untuk mengumpulkan data primer, dengan teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Qeistioner atau angket, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan tertulis kepada responden yang telah ditentukan sebagai sampel. Dalam penentuan sampelnya penulis menggunakan teknik random sampling (pengambilan sampel secara acak).

b. Interview atau wawancara, yaitu teknik pengumpulan data untuk memperoleh keterangan sesuai dengan tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab secara lisan antara peneliti dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (pedoman wawancara).2 Pelaksanaan wawancara pun dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi, dari informan yang satu ke informan yang lain agar bisa mendapatkan data ataupun informasi yang lebih valid dan akurat.

c. Observasi atau pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati langsung terhadap objeknya disertai pencatatan secara sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.3 Teknik ini memungkinkan peneliti menarik makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Melalui teknik ini peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan, bagaimana teori digunakan langsung dan sudut pandang narasumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara.

3. Analisis Data

2

Moh. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985) h. 182 3

Imam Suprayogo, dan, Tabroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 201), h. 167.


(13)

Setelah data diperoleh, selanjutnya data tersebut, akan disajikan dalam bentuk tabel persentase (%), kemudian dianalisis secara kuantitatif dan akan disajikan dalam variasi bentuk tabel persentase (%), dengan menggunakan metode analisis statistis. Prosesnya dibagi menjadi tiga tahap, yang satu sama lain berkaitan erat. Tahap pertama adalah tahap pendahuluan yang disebut tahap pengolahan data. Tahap berikutnya adalah tahap pokok yang di sebut tahap pengorganisasian data. Adapun tahap terakhir adalah tahap penemuan hasil.4 Peneliti mencoba mereduksi aspek-aspek penting yang muncul dan memuat ringkasan tiap-tiap kasus. Peneliti menganalisis tiap-tiap kasus dari data yang dikelompokan dan berusaha untuk memahami secara utuh dari tema-tema penting, khususnya mengenai kerukunan beragama siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren, Tangerang, yang penulis lakukan selama 3 bulan yaitu sejak tanggal 6 Mei 2007 s.d 10 Juli 2007.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini, terdiri dari lima Bab sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis, yang meliputi Pengertian Kerukunan Hidup umat Beragama, Landasan Kerukunan Hidup Beragama dan Prinsip kerukunan Hidup Umat Beragama.

4

Soetandyo Wignjosoebroto, “Pengolahan dan Analisa Data” dalam Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia,1997), h. 251


(14)

BAB III Gambaran Umum SMK Yadika 5 Pondok Aren, yang meliputi Sejarah Singkat dan Perkembangannya, Struktur Organisasi dan Tujuannya, Keadaan Guru, Siswa-Siswi dan Karyawan, Pedoman Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar, serta Fasilitas Sarana dan Prasarana.

BAB IV Kerukunan Hidup Beragama dan Perwujudan serta Pengembangannya di SMK Yadika 5, yang meliputi: Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, Kerukunan Umat Beragama antar Siswa-Siswi, yang terdiri dari: Kondisi Proses Belajar Mengajar Studi Agama, Kondisi Ibadah, Kondisi Hari Besar, Kondisi dalam Pergaulan Siswa-Sisiwi, serta Kondisi Penggunaan Atribut Keagamaan, dan Faktor yang Mendukung dan Menghambat Kerukunan Hidup Beragama.

BAB V Penutup, yang terdiri dari: Kesimpulan dan Saran-Saran, dimana pada bagian akhir terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(15)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Kerukunan Hidup Umat Beragama

Kerukunan berasal dari akar kata “rukun”. Secara etimologis pada mulanya kata rukun berasal dari bahasa Arab, yaitu; “raknun” yang berarti tiang, dasar, atau sila.5 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata rukun diartikan; (1) baik dan damai, tidak bertengkar (tentang pertalian persahabatan); (2) bersatu hati, bersepakat. Sedangkan arti kerukunan, yaitu: (1) perilaku hidup rukun; (2) rasa rukun, kesepakatan.6 Dalam kaitan sosial, kata rukun diartikan dengan adanya yang satu mendukung keberadaan yang lain.7

Niels Murder mengartikan kata “rukun” adalah berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu.8 Bila kata rukun diawali ke dan diakhiri sisipan- an, maka menunjukan perihal hidup rukun, keagamaan, persepakatan dan perasaan rukun/bersatu hati.9

Jamak dari raknun adalah “arkan” yang artinya suatu bangunan sederhana yang terdiri dari berbagai unsur. Dari kata arkan diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur

5

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka,1988), h. 658

6

Lukman Ali, et.al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 850 7

Hamka Haq, Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama Dari Wacana ke Aksi Nyata, (Jakarta: Titahandalusia, 2002), h. 54

8

Niels Mulder, Keperibadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1986), h. 39

9

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 835 - 836


(16)

tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi.10

Kerukunan adalah kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana yang baik dan damai. Hidup rukun berarti tidak bertengkar, melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertindak demi mewujudkan kesejahtraan bersama.11 Didalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk bekerjasama untuk kepentingan bersama.

Bagi Parsudi Suparlan, konsep umat di sini adalah masyarakat. Hal tersebut, sejalan dengan pernyataanya mengenai masyarakat:

Masyarakat diartikan sebagai satuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut dimungkinkan karena adanya seperangkat pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama. Sedangkan yang dimaksud dengan agama dalam penelitian ini tidak di pandang sebagaimana yang terdapat dalam teks-teks suci, akan tetapi agama dilihat sebagai kebudayaan, yaitu suatu simbol atau sistem pengetahuan yang menciptakan atau menggolong-golongkan, dan menggunakan simbol-simbol itu untuk berkomunikasi dan menghadapi lingkungannya.12

Agama mengandung arti kepercayaan kepada Tuhan, ibadah dan kewajiban yang bertalian dengan keyakinan. Beragama berarti memeluk agama.13 Jadi, beragama dapat diartikan memeluk agama.

Banyak yang mengartikan agama, jika dilihat dari bahasa sansekerta agama berarti tidak kacau. Sedangkan menurut istilah, agama banyak yang mendefenisikan, diantaranya sebagai berikut:

10

Agil Husein, Fikih Huibungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 4 11

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1997), h. 8

12

Parsudi Suparlan, Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial dan Pengkajian Masalah-masalah Agama, (Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengembangan Agama, Depag RI,!981/1982), h. 87

13


(17)

Menurut H. Mukti Ali, agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusannya untuk kebahagian hidup manusia di dunia dan di akhirat. Selanjutnya, menurut beliau, ciri-ciri agama ialah mempercayai akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai Kitab suci dari Tuhan Yang Maha Esa, mempercayai akan adanya rasul atau utusan dari Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai hukum tersendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah dan petunjuk.14

Menurut Emile Durkheim, agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, kepercayaan-kepercayaan dan ibadat-ibadat yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam komunitas moral yang disebut gereja.15

Menurut Islam, agama memiliki peran dan fungsi yang sangat signifikan bagi pemeluknya. Hal ini terbukti dalam dua dimensi penting yang terdapat di dalam ajaran Islam, yakni dimensi Ilahiyyah (Ke-Tuhan-an) atau sering juga disebut dengan

Ubuddiyah (Ritual/ibadah) dan dimensi mua’malah (hubungan sosial kemasyarakatan).

Agama sangat penting bagi kehidupan manusia karena agama mempunyai berbagai fungsi seperti diungkapkan oleh Thomas. F. O’Dea, yang menuliskan enam fungsi agama, di antaranya:

1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.

2. Sarana hubungan transidental melalui pemujaan dan upacara ibadah.

14

Mudjahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), h. 3-4

15


(18)

3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada. 4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.

5. pemberi identitas diri. 6. Pendewasaan agama.16

Agama yang dimaksud di sini adalah agama yang telah disahkan atau diakui oleh pemerintah melalui Undang-undang, yaitu Islam, (Kristen) Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu.

Kemudian, yang dimaksud dengan umat beragama adalah setiap orang yang menganut agama tertentu yang sesuai dengan pilihan hati nuraninya. Dengan demikian, tidak dibedakan-bedakan disini seorang pemeluk agama menurut pangkat, jabatan atau apapun yang melekat pada dirinya.

Menurut Von Weise golongan agama adalah golongan gaib atau golongan abstrak. Maksud golongan gaib atau abstrak dalam bentuk hasil hidup yang berdasarkan paham. Persatuan dalam golongan agama sebagai golongan gaib diikat oleh hubungan batin antara anggotanya yang menjadikan anggota golongan ini sebagai golongan kekal, karena yang melihat dan menerima agama bukan sebagai suatau yang membosankan, melainkan sebagai penggerak (spirit) yang hidup dan yang menggetarkan seluruh jiwa dan tubuhnya serta mempunyai pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya.17

Kerukunan beragama merupakan sesuatu yang harus ditanamkan dan dikembangkan dalam kehidupan kita. Dan hidup rukun harus pula diajarkan dan ditanamkan kepada para pelajar agar tidak terjadi konflik-konflik yang mengatasnamakan

16

Thomas F. O’dea.”The Sosiologi Of Religion”. (terjemahan) Tim Penerjemah Tasogama. Dalam buku Dadang Kahmadi, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h.130

17


(19)

agama dilingkungan sekolah, masyarakat dan negara. Nilai-nilai kerukunan beragama harus diajarkan kepada pelajar, agar mereka tidak mudah terpengaruh terhadap publikasi media masa tentang konflik-konflik yang terjadi yang dilatar belakangi oleh agama.

Dengan demikian, kerukunan hidup umat beragama pada dasarnya adalah kerukunan yang terwujud diantara umat beragama dalam kehidupan sosial tanpa mempersoalkan agama yang dianut oleh masing-masing anggota masyarakat. Sedangkan agama yang dianut oleh masing-masing orang dalam masyarakat tersebut tidak bisa disamakan, karena masing-masing agama memiliki ajaran yang khas, yang mencirikannya sekaligus membedakan dengan agama lain.

Balitbang Departemen Agama memberikan pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai di antara umat beragama di Indonesia, yaitu hubungan harmonis antara sesama umat beragama dan umat beragama yang berbeda agama serta antara umat beragama dan permerintah dalam usaha mempekokoh kesatuan dan peratuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat sejahtera lahir batin.18

Menurut Sudjangi kerukunan hidup umat beragama adalah:

Kerukunan yang terwujud diantara berbagai agama, bukan kerukunan agamanya, maka yang terjadi sasaran perhatian dalam kajian mengenai kerukunan hidup beragama sebenarnya adalah kerukunan sebagaimana terwujud dalam sebuah interaksi. Kata interaksi selalu mengacu kepada adanya hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih yang memiliki identitas. Dalam kaitannya dengan kerukunan hidup umat beragama, maka interaksi yang terwujud di antara umat atau penganut agama yang berlainan itu tidak memunculkan atau menonjolkan identitas agama masing-masing, yang memang disadari memiliki ajaran yang tidak mungkin bisa dikompromikan. Tidak mengaktifkan simbol-simbol agama atau tidak menonjolkan identitas agama dalam interaksi secara

18

Departemen Agama RI, Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama Balitbang Depag RI, tth), h. 7


(20)

implisit merupakan pengakuan akan adanya perbedaan-perbedaan diantara agama-agama tersebut sekaligus menghargai perbedaan-perbedaan tersebut.19

Kerukunan sebagai interaksi sosial bersifat dinamis. Suatu masyarakat yang mula-mula rukun bisa tidak menjadi rukun, dan sebaliknya masyarakat yang mula-mula-mula-mulanya tidak rukun dapat menjadi kembali rukun. Perubahan yang terjadi ini tergantung dari proses interaksi dari pihak yang bersangkutan yakni penganut agama.

Dalam ilmu sosial, istilah kerukunan menjadi bagian yang tercakup dalam konsep integrasi. Intergrasi adalah penyatuan kelompok-kelompok yang tadinya terpisah satu sama lain dengan melenyapkan perbedaan-perbedaan sosial dan kebudayaan yang adanya sebelumnya. Integrasi sosial dapat juga diartikan sebagai diterimanya seorang individu oleh anggota-anggota lain dari suatu kelompok.20

Untuk menciptakan kerukunan itu membutuhkan nilai-nilai ajaran agama yang benar bagi umat beragama, sehingga perilaku umat beragama dapat senantiasa dilandasi nilai-nilai tersebut.

Mukti Ali mengemukakan, bahwa konsep teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kerukunan hidup beragama itu ada 5 (lima), yaitu :

1. Menganggap bahwa pada dasarnya semua agama adalah benar, yang menurutnya konsep ini akan membawa implikasi sinkritisme.

2. Dengan jalan conception, pandangan ini menawarkan pemikiran bahwa orang harus menyelami secara mendalam dan meninjau kembali ajaran-ajaran agamanya sendiri dalam rangka konfrontasinya dengan agama-agama lain.

19

Sudjangi, Kajian Agama dan Masyarakat III Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, (Jakarta Depag RI, 1992/1993), h.248

20

Ahmad Fedyani Saefuddin, Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham Dalam Agama Islam


(21)

3. Syntesa, yakni menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambil dari agama lain atau berbagai agama.

4. Dengan jalan penggantian, mengakui agama sendiri sebagai satu-satunya agama yang benar dan memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agamanya.

5. Agree in Disegreement (setuju dalam perubahan). Gagasan ini menekankan bahwa agama yang ia peluk itulah yang paling baik. Walaupun demikian dia mengakui, diantara agama yang satu dengan agama yang lainnya selain terdapat perbedaan juga terdapat persamaan. Pengakuan seperti ini akan membawa kepada suatu pengertian yang dapat menimbukan adanya saling harga menghargai dan saling hormat menghormati diantara kelompok-kelompok pemekuk agama yang satu dengan yang lainnya. Dari kelima konsep tersebut, Mukti Ali sendiri lebih cenderung megambil konsep yang kelima. 21

Banyak sekali kasus mengenai kerukunan hidup umat beragama dari berbagai daerah, disana ditemukan nilai-nilai kewajaran, dimana penduduk yang berlainan agama hidup berdampingan dalam pola kekerabatan dan ketenangan melalui kegiatan tolong-menolong dan gotong-royong.

Selain kewajiban, dinamika kerukunan ditandai oleh kesediaan untuk berkorban dalam menciptakan keharmonisan kehidupan antar sesama warga yang berlainan agama.

Adapun bentuk-bentuk kerukunan umat beragama yang ideal itu tidak ada, akan tetapi upaya kearah sana itu mesti ada. Setiap pemeluk agama harus memiliki hati yang

21

Sudjangi (Peny.), Profil Kerukunan Hidup Beragama, (Jakarta: Badan Litbang Agama, Depag RI, 1995), h.10-11


(22)

bersih, saling menghargai dan harus memahami betul tugasnya di bumi ini. Kerukunan hidup umat beragama menjadi prasyarat untuk membangun bangsa di masa depan. Kerukunan hidup umat beragama ditengah kemajemukan menjadi sangat penting. Hal ini perlu penetapan agar kelangsungan hidup lebih terjamin. Dalam rumusan ringkas, kerukunan umat beragama yaitu terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis antar umat beragama. Dalam hubungan tersebut terdapat suasana kebersamaan dan bekerjasama yang rukun dan damai. Dalam konteks ini dibatasi pada kerukunan umat beragama dikalangan pelajar SMK Yadika 5 Pondok Aren.

Pelajar adalah setiap orang yang yang terdaftar untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Pelajar pada Sekolah Menengah Atas sering diistilahkan remaja. Remaja berasal dari kata latin “adolescere” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Dalam bahasa Inggris kata “adolescent” diartikan sebagai suatu periode perkembangan manusia yang dimulai dengan masa cukup umur (puber) dan berakhir dengan tercapainya kematangan sebagai orang dewasa.22

Remaja adalah anak dalam usia 13 tahun sampai 21 tahun, bila kita meninjau dari segi usia, tapi bila ditinjau dari segi tingkah laku, banyak yang di atas 21 tahun bertingkah laku seperti remaja. Remaja juga merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan. Dalam perkembangannya tidak sedikit perubahan-perubahan yang dialami, perubahan-perubahan fisik seringkali diikuti oleh adanya perubahan-perubahan emosional, yang kemudian menjelma menjadi remaja yang sensitive, mudah sekali terpancing oleh suasana sekitarnya, dan cepat sekali mengikuti perubahan yang terjadi pada lingkungannya, suka sekali mengikuti mode-mode yang sedang berlaku tanpa

22


(23)

berpikir lagi, apakah sesuai atau tidak pokoknya ikut perkembangan masa, dan remaja tersebut bersifat labil.23

Sebenarnya masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Anak-anak jelas kedudukkannya, yaitu yang belum dapat hidup sediri, belum matang dari segala segi, hidup masih bergantung pada orang dewasa dan belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal. Masa dewasa juga jelas. Pertubuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembang.24

Definisi-definisi di atas dengan jelas memberikan pengertian bahwa remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir. Masa ini merupakan masa peralihan di mana ia bukan lagi anak-anak tetapi belum juga sepenuhnya menjadi orang dewasa sifat dan tingkah lakunya belum sempurna atau labil dan mudah terpengaruh terhadap lingkungan serta ingin mencoba hal-hal yang baru.Untuk itu pendidikan dan pembinaan kerukunan hidup beragama sangat penting di kalangan pelajar agar tidak terjadinya hal-hal yang negatif seperti konflik khususnya yang dilatar belakangi oleh agama.

B. Landasan Kerukunan Hidup Umat Beragama 1. Landasan Global

Sejak dahulu hingga sekarang, masalah kebebasan beragama selalu menjadi perhatian umat manusia, ada beberapa keputusan penting dalam sejarah yang berkaitan

23

Mahdiah, Remaja, Da'wah Islam Dan Perjuangan, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993), h.5-6. 24


(24)

dengan agama yang dikemukakan disini, yaitu Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia, Piagam Madinah dan Konsili Vatikan.25

a. Deklarasi Hak Asasi Manusia

Pada tanggal 10 Desember 1945 ditetapkan deklarasi tentang Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Right). Deklarasi ini memuat kebebasan beragama pada pasal 18, yang menerangkan bahwa kebebasan beragama merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM).

b. Piagam Madinah

Sebelum lahir Diklarasi (HAM), yaitu pada tahun 624 Masehi, Nabi Muhammad SAW telah menetapkan Piagam Madinah. Piagam ini meletakkan dasar-dasar kebebasan dan kerukunan hidup beragama. Dengan piagam tersebut telah ditunjukan bagaimana hidup berdampingan secara damai penganut-penganut agama dan semua golongan.

c. Konsili Vatikan

Selanjutnya, konsili vatikan II (Katolik) juga telah menghasilkan keputusan antara lain tentang kebebasan beragama dan sikap gereja terhadap agama-agama non-Kristen. Kebebasan beragama hak setiap orang yang harus dilindungi dan didukung oleh masyarakat, pemerintah dan gereja-gereja menunjukan rasa hormat terhadap Hinduisme, Buddhisme dan terutama terhadap Islam yang juga menyembah Allah Yang Maha Kuasa.

2. Landasan Nasional

25

M. Yusuf Arsy, Kerukunan Hidup Beragama di Kampus (Jakarta Balitbang Agama, Departemen Agama RI), h.11-12


(25)

a. Landasan Ideal Pancasila

Pancasila, bagi bangsa Indonesia menjadi sebuah nilai yang sangat dijunjung tinggi dan sangat dihormati. Karena, pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 45 adalah telah diakui sebagai dasar Negara yang dapat digunakan sebagai falsafah, pandangan hidup dan landasan moral berbangsa.

Dari berbagai kajian dan pandangan umum masyarakat, isi dari butir-butir pancasila telah mencerminkan adanya nilai-nilai luhur keagamaan, kemanusian dan nilai sosial yang sifatnya universal, serta dapat mendorong terwujudnya semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa yang kokoh.

Secara singkat nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila, yang dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran untuk mencegah dan mewaspai konflik antar umat beragama adalah sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama yang menyatakan ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa semua agama yang diakui di Indonesia mengakui dan menyakini tentang adanya Tuhan Yang Satu, Yang Maha Kuasa dan Maha Besar, meskipun cara mengekspresikannya antara satu agama dengan agama yang lain bebeda.

Ketuhanan Yang Maha Esa juga mengandung makna bahwa bangsa Indonesia hendaknya bersifat religius, menjunjung tinggi manusia yang beragama, percaya terhadap Tuhan yang Maha Esa apapun nama agamanya. Dengan dasar yang bersifat religius ini, seluruh umat beragama didorong untuk saling menghormati dan menghargai keyakinan keagamaan masing-masing umat.


(26)

2) Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Sila kedua, yang menyatakan kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai universal, bahwa bangsa Indonesia hendaknya memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghargai hak asasi kemanusian, menghormati dan mencintai manusia tanpa pandang perbedaan agama, asal-usul suku bangsa dan tingkat status sosial.

Pernyataan kemanusiaan yang adil dan beradab juga mengandung nilai luhur agar bangsa Indonesia tidak bersikap dan bertindak kepada siapapun juga dengan cara sewenang-wenang, menindas, eksploitatif, dzolim, aniaya dan diskrimnatif.

3) Persatuan Indonesia

Sila ketiga dengan pernyataan persatuan Indonesia mengandung makna bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini agar memiliki kesadaran tetap bersatu, saling tolong menolong, hidup rukun, harmoni dan damai dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan.

Pernyataan sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwakilan permusyawaratan, mengandung nilai yang mendukung sistem demokrasi. Pernyataan ini menghendaki agar bangsa Indonesia menjunjung tinggi musyawarah dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Dengan


(27)

dasar musyawarah ini berarti bangsa Indonesia tidak menghendaki adanya tindakan atau keputusan yang sepihak, yang otoriter, yang sewenag-wenang. Selain itu, nilai musyawarah juga dimaksudkan agar bangsa Indonesia mengakui dan menghargai eksistensi setiap orang, setiap kelompok, dan setiap komunitas baik yang kecil maupun yang besar.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sila kelima, yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam prisip keadilan sosial yang terkandung pada sila kelima ini, merupakan nilai universal yang didukung oleh semua ajaran agama dan norma sosial. Pernyataan tersebut mengandung makna agar rakyat Indonesia memiliki rasa keadilan antara sesama warga Indonesia, pada berbagai bidang kehidupan sosial. Berbagai pemikiran dan kajian sosial menunjukan bahwa faktor keadilan sangat menentukan tingkat persatuan masyarakat dan bangsa. Untuk itu, keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia harus diciptakan dan direalisasikan demi mencegah disintegrasi bangsa dan selalu terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

b. Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45)

Setiap warga Negara Indonesia sepatutnya mengerti dan memahami UUD 45. Jika kita mengerti dan memahami UUD 45, maka kita akan mengetahui dasar yang kuat tentang kehidupan agama-agama di Indonesia. Dengan pemahaman ini, maka umat beragama akan mampu memposisikan dirinya dalam masyarakat berbangsa, termasuk memposisikan sikap keberagamaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.


(28)

Pertama, pada pembukaan undang-undang 1945, alenia ketiga disebutkan: “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Pernyataan, “berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” ini merefleksikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan menghargai nilai-nilai agama.

Kedua, beberapa pasal dari UUD 45 dan amandemen pasal-pasal UUD 45 secara jelas menyatakan beberapa hal tentang masalah keagamaan, sebagai contoh diantaranya:

1) Pasal 28, point E ayat (1), disebutkan: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah sesuai menurut agamanya….”. Pernyataan dalam pasal ini juga memiliki makna bahwa seseorang, baik secara individu maupun kelompok tidak diperkenankan untuk memaksa orang lain untuk menganut agama tertentu. Setiap orang harus diberi kebebasan menganut dan mengamalkan agamanya sesuai dengan ajaran agama yang dipilihnya.

2) Pasal 28, point J ayat (1), disebutkan: Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam kaitan ini, memeluk agama dipandang sebagai salah satu hak asasi setiap orang yang harus dihormati dan dihargai, dalam rangka dalam arti setiap orang berhak memeluk agama sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

3) Pasal 29, ayat (1) menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ayat (2) menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.


(29)

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungan yang serba beragam dan bernilai strategis yang mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghargai dan menghormati kebhinekaan atau aneka ragam di dalam setiap aspek kehidupan nasional, untuk mencapai tujuan nasional. Inti pemahaman wawasan nusantara adalah mengenal bahwa bangsa Indonesia dilihat dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari aspek geografi, sumber daya alam, sumber daya manusia, politik ekonomi, sosial budaya, termasuk idiologi dan agama sangat beraneka ragam, tetapi tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebhinekaan artinya mengakui adanya keanakaragaman unsur, ciri, karakter, kemampuan, potensi dalam masyarakat, dan juga memahami adanya kelebihan dan kekurangan setiap elemen dalam masyarakat. Sedangkan persatuan dan kesatuan, menekankan terhadap adanya semangat nasionalisme bahwa kepentingan nasional itu di atas kepentingan individu atau kelompok. Makna persatuan dan kesatuan juga menekankan pada pemahaman bahwa rakyat Indonesia yang sangat majemuk telah menyatu dalam satu bangsa, satu wilayah dan satu tanah air, satu bahasa dan satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional

Sebagai dasar konsepsional, ketahanan nasional pada prinsipnya merupakan kondisi bangsa Indonesia yang mampu mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.26 Karena itu merupakan kemampuan, ketangguhan dan keuletan bangsa Indonesia

26

Departemen Pertahanan RI, Buku Induk Wawasan Nusantara (Jakarta; Lembaga Ketahanan Nasional, 2001), h. 25


(30)

untuk terus berupaya menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan. Dengan semangat nilai ketahanan nasional, segenap elemen bangsa diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu mewaspadai datangnya anasir-anasir dari mana saja yang hendak menciptakan disintegrasi bangsa dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk kewaspadaan terhadap kemungkinan berkembangnya konflik antar umat beragama yang akan memperlemah integrasi nasional.

e. GBHN 1999-2004 sebagai Landasan Operasional

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004, secara tak langsung telah memberikan arah agar umat beragama menghindarkan diri dari konflik yang bernuansa SARA. Dalam kaitan ini, pengembangan agama yang perlu diimplementasikan menurut GBHN adalah meningkatkan kerukunan hidup umat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan melalui dialog antar umat beragama dan pelaksanaan pendidikan agama secara deskriptif yang tidak dogmatis untuk

pendidikan .

Pernyataan dalam GBHN, memberikan arahan umum yang mengandung makna bahwa konflik antar umat beragama sedapat mungkin harus diwaspadai dan dicegah jangan sampai meluas menjadi konflik kekerasan terbuka. Hal ini, karena konflik antar umat beragama merupakan masalah yang sangat peka, menyangkut kehidupan manusia yang asasi, menyentuh rasa keyakinan dan emosi yang sangat dalam. Pengalaman sejarah menunjukan bahwa konflik antar umat beragama yang


(31)

terjadi diberbagai Negara dapat menimbulkan akibat yang sangat serius, tidak saja mengakibatkan korban harta dan benda, tetapi juga disintegrasi bangsa.

f. Peraturan Perundang-undangan

Dalam rangka mencegah terjadinya konflik antar umat beragama, pemerintah telah membuat seperangkat aturan dalam bentuk perundang-undangan dan keputusan-keputusan dan atau intruksi serta edaran-edaran. Kerukunan hidup beragama yang dicita-citakan (ideal) yaitu kerukunan yang lebih mantap dan dinamis serta hilangnya sikap ekslusif dan berkembangnya kerukunan yang otentik dengan prinsip saling menghormati dan semangat kerjasama demi kesejahtraan sesama umat manusia. sebagai contoh, diantaranya sebagai berikut:

1) Trilogi Kerukunan

Dengan bentuk-bentuk pengembangan kerukunan hidup beragama melalui pendidikan praktis pragmatis oleh H. Alamsyah Ratu Prawiranegara, sewaktu menjabat Menteri Agama, dirumuskan Trilogi Kerukunan, yaitu27:

a. Kerukunan intern umat beragama b. Kerukunan antar umat beragama

c. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.

2) Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1965, tanggal 27 Januari, tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, beserta penjelasannya. Diantara isinya, menyatakan: Pasal 1, Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan

27

Kompilasi Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI, 1993), h.


(32)

dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

3) Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/mdn-mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparat Pemerintah Dalam menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. Diantara isinya, disebutkan:

• Kepala daerah memberikan kesempatan kepada setiap usaha penyebaran agama dan pelaksaan ibadat oleh pemeluk-pemeluknya, sepanjang kegatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum (Pasal 1).

• Kepala daerah membimbing dan mengawasi agar pelaksanaan penyebaran agama dan ibadat oleh pemeluk-pemeluknya tersebut:

a. tidak menimbulkan perpecahan diantara umat beragama,

b. tidak disertai dengan intimidasi, bujukan, paksaan atau ancaman dalam segala bentuknya.

c. tidak melanggar hukum serta keamanan dan ketertiban umum. (Pasal 2, ayat (1))

4) Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978, tanggal 1 Agustus 1978 tentang Pedoman Penyiran Agama. Semangat penting dari Kepmen ini adalah untuk menjaga stabilitas nasional dan pembangunan kerukunan antar umat beragama. Diantara pokok penting isi keputusan ini adalah bahwa pengembangan


(33)

dan penyiaran agama supaya dilaksanakan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, hormat menghormati antara umat beragama sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

5) Keputusan Menteri Agama Nomor 77 tahun 1978 tanggal 15 agustus 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga keagamaan di Indonesia. Diantara isi kepmen ini adalah bahwa penggunaan tenaga asing untuk pengembangan dan penyiaran agama dibatasi, disamping perlu adanya izin dalam melakukan kegiatan keagamaan.

6) Keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1979, tanggal 2 Januari 1979 tentang tata cara penyiaran agama dan bantuan luar negeri; Diantara lain adalah:

• Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat beragama serta dengan dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk atau menganut dan melakukan ibadat menurut agamanya. (Pasal 3)

• Pelaksanaan penyiran agama tidak dibenarkan untuk ditunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk atau menganut agama lain (Pasal 4), dengan cara:

a) Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, uang, pakaian, makanan atau minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk atau memeluk agama yang disiarkan tersebut.


(34)

b) Menyebarkan pamflet, majalah, buletin, buku-buku, dan bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk atau menganut agama lain.

c) Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah memeluk atau menganut agama lain.

7) Surat Edaran Menteri Agama (SEMA) Nomor ma/432/1981 tentang penyelenggaraan hari-hari besar keagamaan. Diantara poin yang disebutkan dalam SEMA tersebut adalah: sejalan dengan pokok-pokok pikiran yang disampaikan oleh wadah muyawarah antar umat beragama tertanggal 25 agustus 1981 dan petunjuk bapak presiden tanggal 1 september 1981, bahwa peringatan hari-hari besar keagamaan pada dasarnya hanya diselenggarakan dan dihadiri oleh para pemeluk agama yang bersangkutan; namun sepanjang tidak bertentangan dengan aqidah atau ajaran agamanya; pemeluk agama yang lain dapat turut menghormati sesuai dengan asas kekeluargaan, bertetangga baik dan gotong royongan.

Peraturan-peraturan tersebut, pada intinya merupakan aturan normatif, ibarat lalu lintas ia mengatur jalannya kendaraan agar tidak mudah terjadi kecelakaan. Dalam kaitan ini, ia mengatur lalu lintas dan memberikan rambu-ranbu kegiatan umat beragama agar terhindar dari benturan-benturan yang menyebabkan konflik yang dapat mengganggu stabilitas nasional. Dalam konteks tulisan ini, aturan-aturan tersebut merupakan bagian dari upaya mewaspadai dan mencegah timbul dan berkembangnya konflik antar umat beragama.


(35)

Setiap agama mengajarkan nilai-nilai luhur diantaranya adalah mengajarkan kepada pemeluk atau penganut agama untuk saling mengenal dan menghargai, saling menghormati, saling tolong-menolong dan menghindari pertentangan antara sesama umat manusia. Berikut adalah bebarapa kutipan beberapa ajaran agama yang sejalan dengan nilai luhur bangsa Indonesia di atas.

1. Menurut Agama Islam

a. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa manusia itu diciptakanberbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar saling mengenal dan orang yang paling mulia adalah orang yang bertaqwa, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah al-Hujurat/49 :183 berikut :

ﺎأ

اﺎ

سﺎ

إ

ـﻜ

ذ

آ

و

ا

و

ـﻜ

و

ﺋﺎ

رﺎ

ﻮا

ا

ن

ا

آ

ﷲا

ا

ـﻜ

ا

ن

ﷲا

)

تﺮ ا

( :

Wahai manusia sungguh kami telah menjadikan kamu dari seseorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu ialah yang paling taqwa diantara kamu; sesungguhnya hanya Allah maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

b. Dalam Al-qur’an juga dinyatakan bahwa tidak ada paksaan masuk atau memeluk agama Islam, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah al-Baqarah/2 :256 berikut :

إ

آ

ا

ﺪ ا

ﺮ ا

ا

ﻄ ا

ت

و

ﷲا

ﺪا

و

ة

ﻮ ا

ا

ﷲاو

)

ةﺮ ا

:

(

“Tiada paksaan untuk (masuk) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar pada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuatyang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


(36)

c. Dalam ayat lain di dalam al-Qur,an dinyatakan bahwa tidak semua manusia itu beriman dan juga tidak boleh memaksa seseorang untuk beriman atau masuk agama Islam , sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Yunus/10 :99

و

ﺂء

ر

ﻻا

ر

ض

آ

ا

ا

سﺎ

ﻮا

)

( :

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di muka bumi seluruhnya, karena itu apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?.”

2. Menurut Agama Kristen Protestan

a. Umat Kristen sebagai orang-orang yang percaya dipanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan memberikan keselamatan yang disediakan Allah kepada segala Makhluk.(Markus 16:15)

b. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39)

c. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah kepada mereka (Matius 7:12)

3. Menurut Agama Kristen Katolik

a. Dalam tugasnya memupuk kesatuan dan cinta kasih antara manusia, malah antara bangsa-bangsa, gereja memandang terutama apa yang sama pada manusia dan yang membawa manusia kepada persamaan hidup (NA ps 2)

b. Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama ini (NA ps 2)

c. mengingat bahwa dalam peredaran jaman, telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidak sedikit antara orang Kristen dan Islam, maka konsili suci mengajak semua pihak untuk melupakan yang sudah-sudah, dan mengusahakan


(37)

dengan jujur saling pengertian dan melindungi lagi memajukan bersama-sama keadilan sosial, nilai-nilai moral serta kebebasan untuk semua orang (NA ps 3)

4. Menurut Agama Hindu

a. Semoga bumi yang memberi tempat keepada penduduk yang berbicara berbeda-beda bahasa, berberbeda-beda-berbeda-beda tata cara, agama menurut tempat tinggalnya, memperkaya hamba dengan ribuan pahala, laksana lembu menyusui anaknya tak pernah kekurangan(A. XII, 1.45)

b. Hendaknya semua makhluk melihat saya dari kaca mata. Hendaknya Saya melihat semua makhluk itu dari kacamata. Hendaknya kami senang mengenal satu dengan yang lain, seperti sahabat (Y.36-18)

c. Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku (Brahma) mempermalukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh sejahtera (Bhagawadgita Sloka 21)

5. Menurut Agama Buddha

a. Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lainpun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, disamping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu kerukunan yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang di anut orang lain (Prasasti Kalinga No. XXII dari Raja Asoka, abad 3 SM)


(38)

b. Kebencian tak akan berakhir apabila di balas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila di balas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi (Dhammapada 5)

c. Sebagian orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan mengakhiri semua pertengkaran (Dhammapada 5)

Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa semua agama mengajarkan kepada pemeluknya agar senantiasa menciptakan kedamaian, kerukunan, dan saling memberikan penghargaan untuk sesama umat manusia. Kutipan tersebut, secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa semua agama melarang tindakan-tindakan yang tidak manusiawi.


(39)

BAB III

GAMBARAN UMUM SMK YADIKA 5 A. SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBAGANNYA

Yayasan Abdi Karya berdiri pada tahun 1976 yang didirikan oleh seorang putra daerah yang berasal dari Sumatera Utara yang bernama Dr. Sutan Raja DL. Sitorus, yang bergerak dibidang pendidikan dan kesehatan.

Sebagai lembaga pendidikan yang telah menginjak usia 30 tahun, Yayasan Abdi Karya mendirikan SMK Yadika 5 di wilayah Pondok Aren pada tahun 1997/1998 berdasarkan SK : Keputusan Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat No. 77 3a/102.I/Kep/0I/1998. Dengan mengemban tugas menjadi mitra pemerintah dalam pemerataan memperoleh pendidikan untuk ikut serta mencerdasakan kehidupan bangsa.

SMK Yadika 5 Pertama kali dipimpin oleh kepala Sekolah yang bernama Drs. Manangap Sitorus dari tanggal 1 Juni 1997 sampai dengan 1 Juni 1998. Kemudian beliau digantikan oleh Drs. Helmi Paros dari tanggal 1 Juni 1998 – 25 Juli 2005. Pada saat ini SMK Yadika dipipimpin oleh Caskam Cahyadi, S. Pd yang mulai bertugas dari tanggal 25 Juli 2005.

Yayasan Abdi Karya mempunyai komitmen untuk selalu meningkatkan fasilitas belajar sehingga pada tahun ini SMK Yadika 5 menempati gedung baru berlantai tiga yang dilengkapi berbagai fasilitas pendukung yang disesuaikan dengan yang dibutuhkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan. Dan pada saat ini status SMK Yadika 5 adalah Terakreditasi dan Potensi Bertaraf Nasional dengan SK Direktorat Nomor : 3656/C5.4/MN/2006.


(40)

B. Struktur Organisasi dan Tujuannya 1.Struktur Organisasi

Yayasan Abdi Karya sebagai pengelola SMK Yadika 5 bertugas memantau kinerja dari struktur organisasi SMK Yadika 5. Seperti sekolah lainnya, SMK Yadika diketuai oleh Kepala Sekolah dan dibantu oleh Wakil Kepala Sekolah yang terdiri dari 3 bidang yaitu: bidang Kurikulum, bidang Kesiswaan dan bidang Humas.

Kepala Sekolah juga dibantu oleh dua Kepala Program Keahlian yaitu Kepala Program Keahlian Administrasi Perkantoran dan Kepala Program Keahlian Akuntansi. Dibawah Kepala Bidang Keahlian, terdapat Wali Kelas yang mengurusi tiap kelas yang ada di SMK Yadika. Dan selanjutnya dibantu oleh guru dari berbagai bidang studi.

Untuk membantu kelancaran administrasi terdapat Bagian Tata Usaha (TU). Bagian tata usaha ini diketuai oleh Kasubag. Tata Usaha yang dibantu oleh berbagai seksi yaitu: Urusan Kurikulum, Kesiswaan, Kepegawaian/Persuratan, Umum/Humas, Perlengkapan, Keuangan dan Perpustakaan.

Dari rincian struktur organisasi kepengurusan sekolah SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren tersebut, berikut penulis rincikan komposisi atau sruktur organisasi kepengurusan yang ada pada SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren;


(41)

Struktur Organisasi Kepengurusan SMK Yadika 5 Pondok Aren Tahun DIKLAT 2006/2007

SISWA

KELAS I KELAS II KELAS III

Garis Komando/Dinas

Garis Koordinasi/Kerjasama

KEPALA SEKOLAH

Caskam Cahyadi, S. Pd

KOMITE SEKOLAH

WAKA. SEKOLAH

1. Kurikulum : Ign. Kusnaeni, S. Pd 2. Kesiswaan : Hanna Susanti, S. Pd 3. Humas : Drs. Sugiyarno

KASUBAG. TU

Syaifullah

Ur. Kurikilum : Rita Herawati. M Ur. Kesiswaan :Tiurma Simanjuntak Ur. Kepegawaian,

Persuratan umum/

Humas : Desima Nadeak

Ur. Perlengkapan : Asahan Hasibuan Ur. Keuangan : Jojor Sitorus Ur. Perpustakaan : Rudi Hartono Ptgs, Kebersihan,

Dan Keamanan : Junaedi, Zubaedah

KEPALA PROGRAM KEAHLIAN ADM. PERKANTORAN

Mailinda, S.Pd.

KEPALA PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI

Repelita Sipahutar., S.Pd.

WALI KELAS


(42)

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

2. Tujuan SMK Yadika 5

Adapun yang menjadi tujuan SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, adalah sebagai berikut:

a.Memberi pelayanan terbaik kepada para orang tua dan peserta didik menuju sekolah yang berkualitas.

b.Membentuk peserta didik menjadi insan yang beriman dan ber-Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c.Membentuk peserta didik yang menguasai dan berprestasi dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntunan pendidikan global.

d.Membentuk peserta didik yang kreatif, inovatif dan mampu bersaing di dunia kerja. e.Membentuk peserta didik yang menghargai nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat

majemuk, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

C. Keadaan Guru, Siswa-siswi dan Karyawan 1. Keadaan Guru

Pada SMK Yadika 5 terdapat 21 guru yang mengajar dengan berbagai macam disiplin ilmu sesuai dengan bidangnya, adapun dewan guru SMK Yadika 5 berjumlah 21 orang dengan perincian 7 orang laki-laki dan 14 wanita. Guru di SMK Yadika 5 mempunyai agama yang berbeda dengan perincian: 15 orang beragama Islam, 4 orang beragama Kristen Protestan dan 2 beragama Kristen Katolik. Status guru di SMK Yadika adalah 7 guru tetap, 14 guru tidak tetap. Pendidikan terakhir guru SMK Yadika 5 adalah


(43)

20 orang lulusan S.1 dari berbagai disipln ilmu dan 1 orang D.III Komputer. Seperti terlihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 3.1

Data Guru SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

NO NAMA PENDIDIKAN AGAMA JABATAN

1 Caskam Cahyadi, S.pd. S.1- STKIP Islam Kepala Sekolah

2 Ignatius Kusnaeni, S.Pd S1-STKIP Kristen

Katolik

Ka.Prog.Keahlian

3 Mailinda, S.Pd. S1- IKIP Islam Guru

4 Repelita Sipahutar, S.Pd S1- FKIP Protestan Guru

5 Elizabeth S, SE. S1- SE Protestan Guru

6 Dra. Suartini Suad S.1- IKIP Islam Guru

7 Hanna Susanti, S.Pd. S.1- IKIP Islam Guru

8 Ridwan Siagian, S.Pd. S.1- IKIP Protestan Guru

9 Drs. Sugirno S.1- IKIP Islam Guru

10 Nalih, S,Pd. S.1- STKIP Islam Guru

11 Arnold S.1- STT Katolik Guru

12 Animar, S.Ag. S.1- IAIN Islam Guru

13 Warsa Djumiarsa. SE. S.1- Unis. Islam Guru

14 Ahdarwati, SE. S.1- U. Andalas Islam Ka.Prog.Keahlian

15 Suherni, S.Pd. S.1- STKIP Islam Guru

16 Risdawati., S.Pd. S.1- STKIP Islam Guru

17 Dra. Erny Y. Tarigan S.1- Unis. Karo Protestan Guru

18 Nurma, S.Pd. S.1- Bhs. Inggris Islam Guru

19 Sunarmi, S.Pd. S.1- Ekonomi Islam Guru

20 Amirotun Nahrozi D.III- Komputer Islam Guru


(44)

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

2. Keadaan siswa-Siswi

Secara keseluruhan jumlah siswa-siswi di SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren berjumlah kurang lebih 297 siswa. Adapun perincian siswa-siswi sebagai berikut :

Tabel 3.2

Data Siswa SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

berdasarkan Klasifikasi Agama ditiap-tiap kelas Tahun Ajaran 2006-2007

Agama No

Kelas L P Jumlah

Islam Protestan Katolik

1 I 25 51 76 64 10 2

2 II 24 88 112 99 9 4

3 III 23 83 106 80 21 5

Jumlah 72 222 294 243 40 11

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Dari tabel di atas, dapat diketahui, siswa kelas 1 sampai dengan kelas 3 berjumlah 294 siswa yang terdiri dari 72 siswa dan 222 siswi. Dari jumlah siswa-siswi diatas mereka mempunyai latar belakang agama yang berbeda dengan perincian 243 siswa beragama Islam, 40 siswa beragama Kristen Protestan dan 11 siswa beragama Kristen Katolik.

Tabel 3.3

Data Siswa SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren berdasarkan Klasifikasi Agama di kelas 1 ditiap-tiap jurusan

Tahun Ajaran 2006-2007

AGAMA NO KELAS/JURUSAN L P JML

Islam Protestan Katolik


(45)

2. 1 Ap 14 25 31 31 1 7 Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren.

Dari tabel di atas dapat penulis perincikan sebagai berikut : Pada kelas I terdapat dua jurusan yaitu jursan Akuntansi dan jurusan Admistrasi perkantoran. Siswa jurusan Akuntasi berjumlah 38 siswa yang terdiri dari 11 siswa dan 27 siswi. Dari jumlah tersebut terdapat 34 siswa beragama Islam, 3 siswa beragama Protestan dan 1 siswa beragama Katolik.

Sedangkan siswa kelas I yang memilih jurusan Administrasi Perkantoran berjumlah 39 siswa, terdiri dari 14 siswa dan 25 siswi. Dari jumlah tersebut terdapat 31 siswa beragama Islam, 1 siswa beragama Kristen Protestan dan 7 siswa bergama Kristen Katolik.

Tabel 3.4

Data Siswa SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren berdasarkan Klasifikasi Agama di kelas II di tiap-tiap jurusan

Tahun Ajaran 2006-2007

AGAMA NO KELAS/JURUSAN L P JML

Islam Protestan Katolik

1. II-Ak. 10 30 40 35 5 -

2. II-Ap.1 7 29 36 31 3 2

3. II-Ap.2 7 29 36 33 1 2

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa pada kelas II adalah 112 siswa yang terbagi dalam 3 kelas yaitu kelas jurusan Akuntansi, jurusan Administrasi Perkantoran 1 dan jurusan Administrasi Perkantoran 2. Siswa kelas II jurusan Akuntansi berjumlah 40 siswa yang terdiri dari 10 siswa dan siswi. 35 siswa memeluk agama Islam dan 5 beragama Protestan.


(46)

Pada kelas II jurusan Administrasi Perkantoran 1 terdapat 36 siswa yang terdiri dari 7 siswa dan 29 siswi. Siswa kelas II jurusan Administrasi 1, 31 siswa beragama Islam, 3 siswa beragama Protestan dan 2 siswa beragama Katolik.

Pada kelas II jurusan Administrasi Perkantoran 2 terdapat 36 siswa yang terdiri dari 7 siswa dan 29 siswi. Siswa kelas II jurusan Administrasi 2, 33 siswa beragama Islam, 1 siswa beragama Protestan dan 2 siswa beragama Katolik.

Tabel 3.5

Data Siswa SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren berdasarkan Klasifikasi Agama di kelas III di tiap-tiap jurusan

Tahun Ajaran 2006-2007

AGAMA

NO KELAS/JURUSAN L P JML Islam Protestan Katoli k

1. III-Ak. 6 32 38 29 4 5

2. III-Ap.1 8 26 34 24 10 -

3. III-Ap.2 9 25 34 27 7 -

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Siswa kelas III berjumlah 106 siswa yang terbagi dalam 3 kelas. Kelas III jurusan Akuntansi berjumlah 38 siswa yang terdiri dari 6 laki-laki dan 32 perempuan. Terdapat 29 siswa beragama Islam, 4 siswa beragama Protestan dan 5 siswa beragama Katolik.

Siswa pada kelas III jurusan Administrasi Perkantoran 1 berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 8 siswa dan 26 siswi. Pada kelas ini terdapat 24 siswa beragama Islam dan 10 siswa beragama Katolik.

Siswa pada kelas III jurusan Administrasi Perkantoran 2 berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 9 siswa dan 25 siswi. Pada kelas ini terdapat 27 siswa beragama Islam dan 7 siswa beragama Katolik.


(47)

3. Keadaan Karyawan

Jumlah karyawan di SMK Yadika berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 9 orang karyawan tata usaha, 1 orang petugas laboratorium, 1 orang petugas perpustakaan, 1 orang pembantu administrasi,1 orang petugas bagian taman, 6 orang satpam, dan 6 orang petugas kebersihan Pendidikan terakhir karyawan adalah 11 orang lulusan SMA, 3 orang lulusan SMP, 4 orang lulusan SD dan 5 orang tidak lulus SD. Sedangkan jika dilihat daru segi agama terdapat 17 orang karyawan beragama Islam,7 orang beragama protestan dan 1 orang beragama Kristen Katolik seperti terlihat di dalam tabel ini.

Tabel 3.6

Data Pegawai/Karyawan SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren Tahun Ajaran 2006-2007

No Nama Pendidikan Agama Jabatan

1 Syaifullah SMEA Islam Ka. Tata Usaha

2 Tiopan H. Marpaung SMEA Protestsn Pembukuan

3 Rita Herawati Manurung SMEA Protestan Tata Usaha

4 Jojor Sitorus SMA Katolik Kasir

5 Mariatan Siagian SMA Protestan Penerima Uang

6 Asahan Hasibuan SMA Protestan Logistik

7 Tiurma Simanjuntak STKIP Protestan Tata Usaha

8 Sri Nurfaina SMEA Islam Pencatat Uang

9 Desima Nadaek D. III Transp. Protestan Tata Usaha

10 Ribka Lubis SMA Protestan Pet. Lab

11 Rudi Hartono SMEA Islam Pet. Perpus.

12 Khairudin SMP Islam Satpam

13 Junaidi SD Islam Satpam

14 Gunawan SMP Islam Satpam


(48)

16 Nikam SD Islam Satpam

17 Riduan SMA Islam Satpam

18 Nalam SD Islam Pet. Bag.Taman

19 Suratno MTs. Islam Pemb. Adm.

20 Zuhana - Islam Pet. Kebersihan

21 Zubaidah - Islam Pet. Kebersihan

22 Liah - Islam Pet. Kebersihan

23 Muhammad Nur SLTP Islam Pet. Kebersihan

24 Muriah - Islam Pet. Kebersihan

25 Mail - Islam Pet. Kebersihan

Sumber: Tata Usaha SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

D. Pedoman Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar

Pedoman kurikulum yang digunakan oleh SMK Yadika 5 adalah berdasarkan kurikulum 2006 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di SMK Yadika 5 terdapat dua program keahlian yaitu: (1) Program Keahlian Akutansi dan (2) Program Keahlian Administrasi Perkantoran.

Proses belajar mengajar dilaksanakan setiap hari Senin sampai Sabtu kecuali hari libur. Materi dilaksanakan sesuai dengan silabus yang telah dibuat. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan metode penjelasan oleh guru, diskusi dan praktek.

E. Fasilitas Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung proses belajar mengajar SMK Yadika dilengkapi oleh sarana dan prasarana. Diantara sarana dan prasarana itu adalah:


(49)

Tabel 3.7

Data Sarana dan Prasarana SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren Tahun Ajaran 2006-2007

No Sarana Jumlah

1 Gedung sekolah 3 Lantai

2 Ruang belajar 10 ruang

3 Ruang perpustakaan 1 ruang

4 Ruang bimbingan dan penyuluhan 1 ruang

5 Ruang UKS 1 ruang

6 Ruang OSIS 1 ruang

7

Ruang serba guna/Aula 1 ruang

8 Ruang koperasi 1 ruang

9 Ruang unit produksi 1 ruang

10 Ruang unit produksi 1 ruang

11 Musallah 1 ruang

12 Ruang Ibadah 1 ruang

13 Laboraturium bahasa 1 ruang

14 Laboraturium sekretaris 1 ruang

15 Laboraturium akutansi 1 ruang


(50)

17 Lapangan olah raga 2 lapangan olah raga

18 Tempat Parkir 1 Area


(51)

BAB IV

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA DI SMK YADIKA 5 PONDOK AREN

A. PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

Pembinaan berasal dari kata “bina” yang berarti bangun. Apabila diberi awalan me- maka menjadi membina, yang artinya membangun, mendirikan, mengusahakan supaya lebih baik. Sehingga pembinaan mengandung arti proses, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.28 Sedangkan, Kerukunan adalah kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana yang baik dan damai. Hidup rukun berarti tidak bertengkar melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertindak demi mewujudkan kesejahtraan bersama.29 Di dalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk bekerjasama untuk kepentingan bersama.

Jadi, pembinaan kerukunan umat beragama adalah proses atau suatu usaha yang dilakukan dengan tujuan terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai diantara umat beragama di Indonesia, yaitu hubungan harmonis antara sesama umat beragama dan umat beragama yang berbeda agama serta antara umat beragama dan permerintah dalam usaha mempekokoh kesatuan dan peratuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat sejahtera lahir batin.

28

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 134

29

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1997), h. 8


(52)

Sesuai dengan makna pembinaan di atas, maka usaha yang dilakukan oleh SMK Yadika 5 dalam Pembinaan kerukunan hidup dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler.

1. Pendidikan Agama Kurikuler

Pendidikan agama kurikuler merupakan kegiatan pendidikan agama program akademis yang menjadi tanggung jawab Bidang Pendidikan.

Pendidikan agama dalam program kurikuler sebagai salah satu bidang studi yang mendapatkan alokasi waktu yang cukup dan wajib diikuti oleh setiap siswa.

Pada sekolah yang bersifat umum seperti SMK Yadika 5 Pondok Aren, maka siswa diwajibkan mengikuti pelajaran agama sesuai dengan yang mereka anut. Pada SMK Yadika 5 Pondok Aren terdapat dua bidang studi agama yaitu bidang studi agama Islam dan agama Kristen. Ini dikarenakan hanya ada dua agama yang di anut oleh siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren. Kegiatan belajar mengajar dilakukan pada waktu yang bersamaan namun di tempat atau kelas yang berbeda.30

2. Pembinaan Keagamaan Ekstra Kurikuler

Dalam sistem pendidikan Nasional, pengembangan kehidupan siswa-siswi merupakan bagian tugas dan tanggung jawab sekolah. Pengembangan bidang kesiswaan antara lain, meliputi kemampuan penalaran dan keilmuan, pemupukan minat dan bakat, kemampuan keterampilan dan pembangunan mental-spiritual atau keagamaan.

Pada dasarnya kegiatan bina mental–spiritual dan keagamaan siswa mencakup:

30


(53)

a.Pengarahan kegiatan yang dilaksanakan oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan Unit Kegiatan Siswa bidang keagamaan. Pada SMK Yadika 5 terdapat dua UKS yang berkaitan dengan keagamaan yaitu Rohani Islam (Rohis) dan Rohani Kristen (Rokris). Kegiatan tersebut diarahkan kepada pemahaman, penghayatan dan pengamalan agama serta kerukunan hidup beragama dilingkungan sekolah.

b.Pengamalan dan atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan upacara dan peringatan hari-hari besar keagamaan yang dapat dihadiri oleh seluruh sivitas sekolah SMK Yadika 5 (seremonial).

c.Pembinaan tenaga pembina agama.

d.Penyiapan sarana dan prasarana kehidupan keagamaan.31

Penulis melakukan penelitian secara acak terhadap 40 siswa-siswi, dengan data responden sebagai berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin N = 40

No. Responden Berdasarkan Jenis kelamin N F

1 Laki-laki 15 37,5

2 Perempuan 25 62,5

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Tabel di atas, memberikan gambaran bahwa dari jumlah 40 responden, 12,5 % responden berjenis kelamin laki-laki dan 37,5 % responden berjenis kelamin perempuan. Kemudian, dari jumlah responden di atas penulis megambil dari beberapa kelas, sebagaimana yang terlihat dari tabel di bawah ini:

31

M. Yusuf Arsy, Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Kampus, (Jakarta: Balitbang Depag RI, 1999), h. 19


(54)

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Kelas N = 40

No. KELAS N F

1 I 15 37,5

2 II 15 37,5

3 III 10 25

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Dari tabel di atas, dapat digambarkan bahwa jumlah dari 40 responden, 37,5 % responden berasal dari kelas I. 37,5 % berasal dari kelas II dan 25 % berasal dari kelas III. Selain itu, dari jumlah responden di atas penulis membedakannya berdasarkan jurusan, sebagimana terlihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jurusan N = 40

No. JURUSAN N F

1 Administrasi Perkantoran (Ap) 25 62,5

2 Akuntansi (Ak) 15 37,5

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa di SMK Yadika terdapat dua jurusan atau program studi. Dari tabel di atas dijelaskan bahwa 62,5 % responden berasal dari jurusan Administrasi Perkantoran dan 37,5 % responden berasal dari jurusan Akuntansi. Sedangkan data responden berdasarkan agama yang di anut dapat terlihat pada tabel di bawah ini :


(55)

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Agama N = 40

No. JURUSAN N F

1 Islam 25 62,5

2 Kristen 15 37,5

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Agama yang di anut oleh siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren adalah Islam dan Kristen. Penulis melakukakan penelitian terhadap pelajar yang beragama Islam maupun Kristen. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah responden yang beragama Islam berjumlah 62,5 % sedangkan yang beragama Kristen berjumlah 37,5 %.

Dari keseluruhan, setelah penulis melakukan penelitian dengan melakukan penyebaran angket kepada 40 orang responden, maka diketahui bahwa pembinaan kerukunan hidup umat beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren di nilai “sangat baik". Hal tersebut, dikuatkan oleh hasil jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 4.5

Pandangan Responden Tentang Penilian Mereka Terhadap Pembinaan Kerukunan Umat Beragama di SMK Yadika 5

N = 40

No. Pembinaan Kerukunan Umat Beragama di


(56)

1 Sangat Baik 23 57.5

2 Baik 9 22.5

3 Cukup Baik 8 20

4. Tidak Baik 0 0

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa 57,5 % responden menganggap bahwa pembinaan kerukunan hidup umat beragama yang dilakukan SMK Yadika 5 Pondok Aren “sangat baik”, 22,5 % responden berpendapat “baik”, 20 % responden berpendapat “cukup baik”, dan 0 % menganggap “tidak baik”.

Dari tabel di atas, dapat digambarkan bahwa 57,5 %r responden menganggap bahwa pembinaan kerukunan hidup umat beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren “sangat baik”. Hal ini, dimungkinkan karena responden mendapatkan pembinaan yang baik, ini terbukti dengan adanya pembinaan kerukunan umat beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren, dengan adanya pendidikan agama baik dalam pendidikan kurikuler maupun ekstra kulikuler. Siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren juga dapat menggunakan sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh pihak sekolah yang berupa kelas maupun ruangan yang dapat dijadikan tempat untuk kegiatan keagamaan.

3.Fasilitas dan Sarana Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama di SMK Yadika 5


(57)

Dari apa yang telah dilakukan oleh pihak SMK Yadika 5 dalam upaya pembinaan kerukunan umat beragama dalam hal penyediaan sarana dan pra sarana, pada dasarnya dapat dinilai “baik”. Hal tersebut, dapat dilihat dari hasil angket yang telah penulis sebarkan sebagai berikut:

Tabel 4.6

Pandangan Responden Tentang Sarana dan Pra sarana dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama

N = 40

No. Sarana dan Pra Sarana di Sekolah N F

1 Sangat Baik 5 12,5

2 Baik 25 62,5

3 Cukup Baik 10 25

4. Tidak Baik 0 0

JUMLAH 40 100

Sumber: Data berdasarkan angket yang telah penulis bagikan kepada siswa-siswi SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari jumlah 40 responden yang ada, 12,5 % reponden memberikan pernyataan “sangat baik”, atas sarana dan pra sarana yang ada untuk menunjang pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren, 62,5 % reponden memberikan pernyataan “baik”, 25 % reponden memberikan pernyataan “cukup baik” dan sisanya 0 % reponden memberikan pernyataan “tidak baik”.

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pembinaan kerukunan umat beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren adalah “ baik”. Hal ini dikarenakan Pada SMK Yadika 5 terdapat divisi kerohanian atau bina mental yang bersifat kulikuler berupa bidang studi Pendidikan Agama baik Pendidikan


(58)

Agama Islam maupun Pendidikan Agama Kristen. Terdapat pula kegiatan ekstra kulikuler, yaitu Unit Kegiatan Siswa (UKS) bidang keagamaan yang terdiri dari Rohani Islam (Rohis) dan Rohani Kristen (Rokris).

SMK Yadika 5 menyediakan sarana tempat peribadatan dan sekretariat UKS Kerohanian dan Keagamaan dilingkungan sekolah. Sarana tempat peribadatan yang disediakan oleh SMK Yadika 5 untuk masing-masing agama yaitu Mushalla (untuk umat Islam) dan ruangan atau kelas untuk UKS Rohani Islam. Sedangkan, untuk umat Nasrani SMK Yadika 5 menyediakan ruangan atau kelas yang dapat digunakan untuk kegiatan ibadah umat Kristen dan juga sebuah kelas yang diperuntukan untuk sekretariat dan kegiatan UKS Rohani Kristen.32

Kegiatan pendidikan agama dilaksanakan pada hari Jum’at pada jam pelajaran yang telah dialokasikan waktunya, sedangkan ekstra kurikuler Rohani Islam dan Rohani Kristen dilaksanakan setelah pulang sekolah tepatnya setelah shalat Jum’at.

Pihak sekolah juga menyediakan beberapa ruangan yang dapat dijadikan satu, sehingga apabila sekatnya dibuka dapat menampung banyak siswa, sehingga dapat dipergunakan ketika dilaksanakannya kegiatan keagamaan.

B. Kerukunan Hidup Umat Beragama Antar Siswa-siswi Yadika 5

Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kebijakan dan pelaksanaan pengembangan kehidupan dan kerukunan hidup beragama. Khususnya dikalangan siswa-siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren adalah “sangat baik”.

Hubungan antar siswa berbagai agama rukun. Kerukunan hidup beragama di SMK Yadika 5 Pondok Aren dilakukan melalui pembinaan dan pengembangan agama, siswa-siswi mendapat pembinaan melalui lembaga, dengan penyediaan sarana dan tempat

32


(1)

1) Pendidikan Agama

Pendidkan agama di suatu sisi dapat memberikan bekal bagu peserta didik untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anutsecara yang lebih mendalam dan terperinci. Namun di sisi lain, akumulasi pemahaman yang mendalam seperti itu, membawa konsekwensi juga berupa peningkatan keyakinan dan kebenaran ajaran agama yang mereka anut. Sejauh keyakinan terhadap kebenaran itu tidak didesakkan dan dipaksakan kepada penganut agama lain untuk menerimanya, belumlah sampai pada tahap religiosentrisme bukan hanya dikalangan peserta didik, melainkan juga diantara para pendidik dan masyarakat pendukung pendidikan. Nilai-nilaikeagamaan yang bersifat universal dan dapt ditemukan pada setiap agama misalnya, mutlak dikedepankan dalam setiap aktivitas pendidikan agama. Sedangkan ajaran agama yang particular, yang hanya khas dimiliki oleh suatu agama, perlu ditempatkan secara proposional sebagai ciri partikularistik yang tidak menimbulkan gangguan bagi hubungan komunikasi astar guru, siswa,dan karyawan SMK Yadika 5 Pondok Aren yang berbeda agama.

2). Dakwah/seruan keagamaan

Bentuk komunikasi yang relevan dengan pencegahan religiosentrisme adalah dakwah dan seruan keagamaan. Upaya pengalihan (konversi) agama yang dilakukan secara sistematis dengan penuh kesadaran dan dengan kesadaran merupakan wujud religiosentrisme yang harus dihindari dalam setiap dakwah/seruan keagamaan. Dengan demikian, seruan semacam itu harus lebih


(2)

diarahkan untuk peningkatan kesadaran dan pengetahuan keagamaan dikalangan agama sendiri.

Dakwah atau seruan keagamaan merupakan wilayah rawan yang sering kali memicu peningkatan rligiosentrisme, sebagaimana telah tebukti dalam pejalan sejarah bangsa. Salah satu cara penting mengatasi problem ini ialah menemukan landasan teologis dalam setiap agama yang memberi peluang bagi pengakuan bahwa ada sumber kebenaran lain selain yang terdapat pada agama yang besangkutan. Bingkai teologis mengenai kebenaran lain merupakan tantangan teologis nagama-agama, khususnya mono9theistik dan berciri penyelamatan, agar umatnya tidak terperangkap oleh semangat religiosentrik.

3). Dialog Antar Umat Beragama

Dilaog yang dilakukan oleh umat yang berlainan agama, merupakan salah satu wahana komunikasi yang relevan untuk dikembangkan. Dialog bisa dilakukan pada level teologis, dokrinal maupun praksis. Dialog hanya akan terlaksana dengan baik apbila partner dialog dipandang sebagai mitra sejajar yang dapat memberikan sumbangan bagi pemahaman tentang kebenaran, yang sering kalitidak tunggal. Terutama pada dialog level dokrinal, setiap agama pasti memiliki karakteristiknya sendiriyang hanya dpat di tukar informasikan pada partner dialog.

Sedangkan pada level teologis dan praksis, akan terdapat aspek-aspek yang saling bersentuhan atau bahkan relatif sama, yang bukan hanya dapat ditukar informasikan, melainkan juga dapat sharred dan dijadikan landasan


(3)

kebersamaan dalam membangunkerukunan umat beragama demi persatuan dan kesatuan republik Indonesia.

2. Untuk Siswa-Siswi SMK Yadika 5 Pondok Aren

a. Hendknya siswa harus mempertahankan sikap saling menghargai dan menghormati tanpa mempersoalkan perbedaan agama, suku dan segala perbedaan lainnyadi tengah kemajemukanyang bterdapat pada SMK Yadika 5 Pondok Aren, namun siswa juga harus mengetahui batas-batastoleransi tersebut.

b. Hendaknya lebih memanfaatkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan keagamaan ynag telah disediakan oleh SMK Yadika 5 Pondok Aren.

c. Hendaknya siswa lebih mendalami dan memahami agama yang mereka anut agar tidak terjadi konversi/peralihan agama yang didasari atas kehendak orang lain bukan kehendak sendiri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al- Karim

Abdul Manaf, Mudjahid Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994.

Ali, Lukman et.al., Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Asih Wardji, Danuyansa (ed), Enslikopedi Psikologi. Jakarta: Arcam, 1996.

Bakry, Nazar. H. Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Departemen Agama RI, Kerukunan Hidup Umat Beragama. Jakarta: Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Bergama Balitbang Depag RI, tth.

……..,Kompilasi Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan dalam Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI 1993.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Departemen Pertahanan RI, Buku Induk Wawasan Nusantara. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2001.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Ibadat.

Daradjat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

Fedyani Saefuddin, Ahmad Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham Dalam Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1981.


(5)

Sudjangi, H (Peny.), Profil Kerukunan Hidup Beragama. Jakarta: Badan Litbang Agama, Depag RI,1995.

…….., Kajian Agama dan Masyarakat III Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama. 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990.Jakarta: Depag RI, 1992/1993.

Haq, Hamka, Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama Dari Wacana ke Aksi Nyata. Jakarta: Titah Andalusia, 2002.

Husein, Agil, Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Mahdiah, Remaja, Da'wah Islam Dan Perjuangan. Jakarta: Kalam Mulia, 1993.

Mulder, Niels, Keperibadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Jogjakarta. Gajah Mada University Press, 1986.

Nazir, Mohammad, Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

O’dea, Thomas F.”The Sosiologi Of Religion”. (terjemahan) Tim Penerjemah Tasogama. Dalam buku Dadang Kahmadi, Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Profil SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, Tangerang.

Scharf, Betty R. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995. Suparlan, Parsudi Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu Sosial dan Pengkajian

Masalah-masalah Agama. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengembangan Agama, Depag RI,1981/1982.

Suprayogo, dan Tabroni, Metodologi Penelitian Sosial Agam. Bandung: Remaja Rosdakrya, 2001.


(6)

Soekanto, Soejono Mempekenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press, 1985.

Thalhah, Imam Mewaspadai dan Mencegah Konflik Antar Umat Beragam. Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama,2001.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1997.

Wawancara Pribadi dengan Caskam Cahyadi, Tangerang, 22 Juni 2007.

Yusuf, Arsy, Kerukunan Hidup Beragama di Kampus. Jakarta: Balitbang Agama, Departemen Agama RI, 1999.