Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia pada saat ini, yang diikuti oleh pergantian masa membawa kita kedalam kehidupan yang multikultural. Pergantian masa itu adalah sunatullah yang tidak bisa kita tolak. Pergantian masa akan diikuti oleh transformasi semua realitas kehidupan manusia yang meliputi politik, ekonomi, budaya, hukum, ideologi, agama, dan lain sebagainya. Dari semua realitas kehidupan itu, agama nampaknya mengandung daya tarik sendiri untuk diperbincangkan. Dibandingkan dengan realitas lainnya seperti politik dan ekonomi, agama menempati posisi yang unik dalam jantung manusia. Sebagai contoh, misalnya ekonomi secara langsung dan kongkret bersentuhan dengan pemenuhan kebutuhan manusia secara fisik, maka agama tidak demikian. Agama adalah realitas ontologism yang mutlak, sehingga “pembumian” dan “pemanusiaan” agama melewati rentang antropologis dan historis yang berlaku dan panjang. Agama menghendaki adanya hubungan baik antar sesama manusia, dengan mengajarkan hidup rukun, tidak hanya mengajarkan hidup rukun antara umat seagama melainkan antar umat beragama. Dengan hidup rukun tersebut diharapkan kehidupan yang damai dalam pergaulan sesama, dengan suasana saling bekerjasama. Karena, manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan kerjasama dengan manusia lainnya dalam menjalani kehidupan ini. Untuk mencapai kehidupan umat beragama yang maju, damai dan sejahtera lahir dan batin, ajaran kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuaan harus dapat diwujudkan dan juga harus dapat berperan penting dalam kehidupan. Sila pertama dalam pancasila yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan sinyalemen bahwa sebagian besar penduduk Indonesia adalah beragama. Ajaran kebersamaan, persatuan dan kesatuan untuk terwujudnya kerukunan hidup beragama memiliki peranan penting dalam mencapai cita-cita luhur, yaitu kehidupan umat beragama yang maju, damai, sejahtera lahir-batin. Menurut sensus Biro Pusat Statistik tercatat sebagian besar penduduk bumi beragama; dan di Indonesia sendiri mayoritas penduduknya beragama. Dengan keragaman agama yang ada dan jumlah penganutnya yang cukup besar, kebutuhan terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa merupakan kebutuhan yang mutlak dan sekaligus merupakan tantangan yang tidak ringan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, bagi umat beragama dan pemerintah tidak ada pilihan lain yang lebih utama dalam mempertahankan stabilitas dan ketahanan nasional, kecuali memantapkan kerukunan hidup beragama. Sebagai bangsa yang multikulturalisme, kita juga harus menerima dan menjalankan kerukunan bukan karena sebuah paksaan melainkan menjadi sebuah keniscayaan dan “jalan hidup” way of life yang dipilih secara sukarela oleh masyarakat Indonesia yang mencita-citakan sebuah negara-bangsa yang modern. Penggunaan istilah “kerukunan hidup beragama sebagai jalan hidup” diilhami oleh pemikiran Louis Wirth tentang urbanisme sebagai jalan hidup urbanism as way of life . 1 Tesis Wirth menjelaskan, bahwa peradaban moderen ditandai oleh pertumbuhan kota-kota yang kecenderungan kehidupan perkotaan yang semakin merata dikalangan masyarakat moderen pendukung peradaban tersebut. Sebenarnya, selain urbanisme, jalan hidup moderen mencakup juga kerukunan hidup antar umat beragama sebagai perwujudan dan penghormatan masyarakat modern atas hak-hak individu dan kelompok dalam menganut iman dan kepercayaan yang beraneka ragam. Pengembangan kerukunan hidup beragama menjadi suatu syarat utama untuk tercapainya kehidupan yang dicita-citakan. Termasuk pula pada sekolah, karena ada beberapa sekolah di negeri ini yang siswa-siswinya menganut agama yang berbeda. Oleh karena itu, kerukunan hidup beragama harus ditanamkan dan dibangun oleh segenap masyarakat, termasuk masyarakat di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, yang dijadikan sampel penelitian yaitu siswa-siswi sekolah SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang. Pelajar, selaku penganut agama, memahami dan mengamalkan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing adalah suatu kewajiban, sehingga dimungkinkan terciptanya kerukunan hidup beragama di lingkungan sekolah. Namun, kerukunan dapat terusik karena munculnya fenomena konservatisme, fundamentalisme sempit dan ekstrim keagamaan. Sebaliknya, toleransi berlebihan dapat pula terjadi korban atas kemurnian keyakinan atau menjadi agama campuran. 1 Abdul Azis, Kerukunan Beragama Sebagai Jalan Hidup Modern Tinjauan Persfektif Sosiologis, Jakarta: Diva Pustaka, 2004, hal.183 Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan kerukunan hidup beragama dikalangan pelajar perlu memperoleh perhatian, apalagi mengingat posisinya sebagai intelektual dan generasi penerus cita-cita dan calon pemimpin bangsa di masa yang yang akan datang. Dalam konteks tersebut perlu diketahui perwujudan kerukunan hidup beragama di kalangan pelajar. Masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah perwujudan kerukunan hidup beragama di kalangan pelajar di sekolah? Dalam hal ini, dapat dilihat pada aspek aktivitas peribadatan, sosial, kebijakan pengembangan kehidupan beragama dan faktor- faktor pendukung serta penghambatnya. Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan penulis mengenai permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya dan menuangkannya dalam penelitian ini, dengan judul: KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI SEKOLAH Studi Kasus di SMK Yadika 5 Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.

B. Batasan dan Rumusan Masalah