Agunan Kredit Bank Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Kredit Bank

Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 itu, kelangsungan suatu perusahaan akan terancam jika antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal tidak reasonable. d. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Aset, di mana alternatif lain untuk risiko dari suatu pinjaman adalah dengan memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan aset, yang juga dikenal dengan gearing ratio.

4. Agunan Kredit Bank

Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit. hal tersebut sesuai dengan pengertian agunan yang termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dengan kedudukannya sebagai jaminan tambahan maka bentuk agunan menurut penjelasan Pasal 8 Undnag-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan dapat berupa: ….barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Adanya kemudahan dalam hal agunan kredit ini merupakan realisasi dari perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi, dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun, dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, dan hasil-hasilnya, pertumbuhan Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Meskipun adanya kemudahan demikian, agunan tersebut tetap ideal karena agunan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit yaitu dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang yang diagunkan tersebut apabila debitur wanprestasi. 23 Sesuai dengan gambaran di atas bahwa agunan dalam prakteknya lebih dipentingkan dalam pemberian kredit ini, sehingga tidak berlebihan apabila bank memandang perlu dalam rangka menambah keyakinan atas watak dan keyakinan debitur, bank selalu meminta jaminan pemberian kredit dari pihak lain seperti jaminan pribadi, garansi dari bank lain atau jaminan dari induk perusahaan. Jaminan perorangan atau jaminan pribadi personal guaranty, yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban- Dalam hal pemberian fasilitas kredit ini pada prakteknya agunan malahan lebih dominan atau diutamakan, sehingga sebenarnya agunan lebih dipentingkan daripada hanya sekedar jaminan yang berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi utangnya. Hal demikian sangatlah berdasar karena jaminan merupakan hal yang abstrak, dimana penilaiannya sangatlah subyektif, berbeda dengan agunan yang jelas sehingga dengan obyektif dan secara ekonomi pula apabila terjadi suatu wanprestasi dari debitur atau adanya kredit yang bermasalah maka bank dengan segera dapat mengkonversikannya kepada sejumlah uang yang lebih likuid. 23 Muhammad Djumhana, op.cit., hal 397 Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 kewajiban si debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si debitur. Menurut Prof. Subekti, oleh karena tuntutan kreditur terhadap seseorang penjamin tidak diberikan suatu privilege atau kedudukan istimewa dibandingkan atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya, maka jaminan perorangan ini tidak banyak dipraktekkan dalam dunia perbankan. Selain jaminan pribadi yang dikenal dengan avalist, pada praktek yang sebenarnya jaminan kebendaan persoonlijke en zakelijke zekerheid lah yang lebih banyak dipraktekkan. Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban- kewajiban debitur. Dalam praktek jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari kekayaan seseorang si pemberi jaminan, yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas sebagian kekayaan tersebut, dan semuanya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban si debitur bila diperlukan. Kekayaan yang dapat dijadikan jaminan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri, ataupun kekayaan pihak ketiga. Dengan demikian menurut Prof. Subekti, maka pemberian jaminan kebendaan kepada si kreditur, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditur lainnya. Dalam konteks perkreditan istilah jaminan sangat sering bertukar dengan istilah agunan. Apabila yang dimaksud jaminan itu adalah sebagaimana dijelaskan dalam pemberian kredit menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, maka jaminan itu adalah suatu keyakinan bank atas Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Dengan demikian mencermati maksud dari istilah yang dipakai oleh Prof. Subekti dengan jaminan seperti dibawah ini, menurut penulis yang tepat sebenarnya harus memakai istilah agunan. Menurut Prof. Subekti, jaminan yang ideal baik tersebut terlihat dari: 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya. 2. Tidak melemahkan potensi kekuatan si penerima kredit untuk melakukan meneruskan usahanya. 3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si debitur. Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka yang dimaksudkan dengan agunan yang ideal yaitu agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemerintahan yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai. Dengan melihat pandangan diatas maka agunan dalam perkreditan memiliki fungsi untuk menjamin pembayaran kredit yang dalam kehidupan dan kegiatan perbankan bertujuan pula untuk mengamankan dana pihak ketiga yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, selain itu juga untuk memenuhi ketentuan perkreditan yang dikeluarkan Bank Sentral. Bank dengan demikian dituntut untuk setiap waktu Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 memastikan bahwa agunan yang diterima telah memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan pengikatan agunan kredit telah diselesaikan dan akan mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Dalam praktek perkreditan yang sesungguhnya, ternyata agunan sebagai jaminan tambahan sebenarnya merupakan hal yang sangat lebih diutamakan oleh bank daripada sekedar jaminan berupa keyakinan bahwa debitur akan membayar kembali kredit tersebut. Guna memberikan manfaat sebagai jaminan tambahan, maka agunan tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang- undangan di bidang hukum perdata. Bank dalam rangka mengamankan kepentingannya selaku kreditur tidak dilarang untuk meminta agunan dan hal tersebut mempunyai dasar yang secara hukum sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu bahwa seluruh kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan piutang seluruh krediturnya. Dengan demikian maka hampir setiap bentuk aktiva perusahaan atau aktiva pribadi dapat digunakan sebagai agunan untuk kredit. Mengacu kepada jenis jaminan yang terdiri dari dua jenis yaitu jaminan pribadi dan jaminan kebendaan maka agunan dapat dikelompokkan sebagai jaminan kebendaan. Mengingat hal demikian maka supaya agunan tersebut menjadi suatu agunan yang ideal maka diperlukan tata cara pengikatannya. Adapun pengikatan agunan pada praktek perbankan yaitu meliputi: a. Hipotik b. Credietverband Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 c. Fidusia Hadirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah serta Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, maka peraturan mengenai pengikatan agunan telah mengalami perubahan yang sangat menyeluruh. Dalam pengikatan jaminan kredit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pembedaan jenis jaminan: 1. Jaminan pokok yang terdiri dari barang-barang bergerak maupun tidak bergerak, dan tagihan yang langsung berhubungan dengan aktivitas usahanya yang dibiayai dengan kredit. 2. Jaminan tambahan dapat berupa: a Jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notariil serta jaminan bank. b Barang-barang tidak bergerak dan barang-barang bergerak yang tidak dijaminkan sebagai jaminan pokok, pada umumnya berupa: sertifikat tanah dari Kantor Pertanahan, BPKB, dan surat-surat bukti kepemilikam lainnya, harus disimpan dalam berkas khusus. 3. Peminjaman dokumen yang telah ada dalam penguasaan bank kepada nasabah tidak diperkenankan. Apabila peminjaman tersebut dimaksudkan Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 untuk keperluan urusan dengan instansi-instansi yang berwenang, nasabah dapat meminta bantuan pada bank. Hal-hal tersebut diatas merupakan suatu yang sangat perlu diperhatikan dalam rangka penatausahaan dan pengelolaan kredit perbankan, khususnya dibidang pengikatan agunan sebagai salah satu bentuk dari jaminan tambahan. 38 BAB III KLAUSUL BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian Klausul Baku