Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
B. Klausul Baku dalam KUH Perdata dan UUPK
Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah perjanjian antara keduanya, yang biasanya dibuat secara
sepihak oleh bank. Seiring dengan perkembangan hukum dan masuknya hukum dari Negara Anglo Saxon, maka perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata yang dianut oleh Indonesia selama ini mengalami pergeseran. Diantara pergeseran dalam pembuatan perjanjian adalah perjanjian antara produsen dan
konsumen yang salah satunya adalah antara bank dengan nasabah. Oleh karena itu perlu dikemukakan bahasan mengenai Undang-Undang Perlindungan Konsumen
guna melengkapi pemahaman dalam pembuatan perjanjian atau hubungan hukum antara nasabah dengan bank. Perkembangan demikian tidak terlepas dari
perkembangan zaman menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik yang salah satunya adalah memberikan perlindungan kepada konsumen.
Salah satu ciri Negara kesejahteraan welfare state adalah adanya perlindungan terhadap konsumen. Sekalipun Indonesia belum sepenuhnya
menjadi Negara kesejahteraan, tetapi Indonesia telah berusaha untuk dapat melindungi konsumen. Hal ini tercermin dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen untuk selanjutnya disebut juga UUPK. Dengan Undang- Undang ini, diharapkan konsumen yang sebelum berlakunya UUPK
tersebut kedudukannya lemah dibandingkan dengan produsen, maka setelah berlakunya UUPK, diharapkan dapat disetarakan. Dengan demikian, UUPK
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 tersebut dapat mengeliminasi konflik kepentingan kedua belah pihak dalam hal
terjadi transaksi atau menyelesaikan sengketa jika terjadi dispute. Pasal 18 ayat 1 dan 2 UUPK selengkapnya berbunyi sebagai berikut.
Ayat 1 : Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan, dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku
pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila: a.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen
secara angsuran; d.
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
e. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
f. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya; g.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Ayat 2 : Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas dan atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
Penerapan pasal 18 ayat 1 dan 2 UUPK tersebut paling tidak akan nampak pada formulir-formulir yang digunakan dalam melakukan transaksi antara bank
dengan nasabah. Guna memberikan kemudahan bagi nasabah perbankan dalam membuat perjanjian dengan bank sebagaimana diamanatkan oleh UUPK, maka
bank telah menyediakan berbagai jenis formulir, baik dalam bidang dana, bidang jasa maupun dalam bidang kredit. Penyediaan formulir oleh bank tersebut dalam
UUPK disebut sebagai klausul baku. Pasal 1 ayat 10 UUPK menyatakan, klausul baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen. Banyak alasan untuk menjawab bahwa bank selalu menyediakan formulir
untu setiap hubungan hukum dengan nasabah. Hal ini dengan alasan berikut ini:
32
32
Try Widioyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, GhaliaIndonesia, Bogor, 2006, hal 68
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 a.
Untuk mempercepat sistem pelayanan, sebab tidak mungkin setiap nasabah harus membuat dan menegosiasikan setiap transaksi dengan bank.
b. Formulir tersebut antara lain memuat berbagai peraturan penting yang
berkaitan dan berlaku dalam hubungan hukum antara nasaba dengan bank. c.
Memudahkan nasabah mengetahui peraturan apa saja dan mana saja yang berlaku dalam hubungan hukum dengan bank.
d. Tidak semua pegawai bank mengetahui mengenai hukum yang berlaku
atas suatu produk. Dengan penyediaan formulir yang dibuat oleh bagian hukum maka pegawai lain di kantor cabang dapat dengan mudah
menyediakan formulir tanpa harus berkonsultasi pada bagian hukum. Hal ini membantu mempercepat pelayanan.
e. Fungsi bank sebagai intermediary dengan formulir yang dibuat secara hati-
hati tersebut dapat mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank. Formulir-formulir tersebut seluruhnya dibuat secara sepihak oleh bank.
Akan tetapi, pada formulir tertentu, misalnya formulir aplikasi permohonan pemindahbukuan atau transfer bagi nasabah- nasabah korporasi nasabah besar
dimungkinkan untuk membuat aplikasi formulir tersendiri, yang dibuat oleh nasabah yang bersangkutan,dengan syarat bahwa formulir tersebut dapat diterima
oleh bank. Artinya, atas formulir yang dibuat nasabah, bank berhak untuk menolak penggunaan formulir tersebut. Formulir-formulir yang diperbolehkan
biasanya formulir untuk transaksi yang mengandung risiko kecil yang memang di bolehkan oleh formulir perjanjian pada produk tersebut. Dengan demikian
hakikatnya seluruh formulir yang digunakan dalam hubungan hukum antara
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 nasabah dengan bank selalu menggunakan formulir yang disediakan secara
sepihak oleh pihak bank. Perubahan suatu formulir adalah kewenangan direksi. Oleh karena itu
untuk mengubah suatu klausul baku yang telah dibuat dan disediakan oleh bank harus melalui persetujuan direksi. Sulit bagi seorang nasabah, apalagi nasabah
ritel untuk mengusulkan suatu perubahan atas klausul baku yang telah dibuat dan disediakan bank untuk nasabah, walaupun hakikatnya dimungkinkan.
Formulir tersebut mendapat perhatin dari uraian ini karena beberapa hal sebagai berikut:
33
a. Dasar hubungan hukum antara nasabah dengan bank akan tercermin dalam
perjanjian yang mereka buat. Perjanjian tersebut selalu dibuat dan disediakan secara sepihak oleh bank. Hal ini memungkinkan bahwa bank
membuat formulir-formulir tersebut tidak seimbang, yang dapat merugikan konsumen. Sebagai pembuat draft perjanjian yang tidak melibatkan
nasabah, bank secara manusiawi akan cenderung protektif terhadap dirinya sendiri. Hal ini menyangkut segi kepraktisan karena tidak mungkin bank
membuat perjanjian yang berbeda-beda antara nasabah yang satu dengan yang lain.
b. Nasabah yang akan berhubungan dengan bank pada umumnya tidak
memperhatikan isi dari formulir-formulir yang akan ditandatanganinya. Mereka percaya pada bank atau paling tidak “tidak kuasa” untuk menolak
33
Ibid, hal 69
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 formulir yang disodorkan oleh bank karena tidak mungkin nasabah
membuat draft perjanjian tersebut. c.
Nasabah tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai isi formulir tersebut. Nasabah sering tidak memahami dengan maksud dan isi dari
formulir atau perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh bank. Tulisan- tulisan sangat kecil dan rumit untuk dipahami, sehingga ketika terjadi
dispute, nasabah mungkin akan dirugikan. Secara yuridis formal, dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi
asas perjanjian sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yakni sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan
untuk membuat perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang hal. Disamping itu, terdapat asas lain dalam perjanjian, yaitu asas- asas kesetaraan dalam
berkontrak. Fenomena kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang
dan konsumen berada dalam posisi yang lemah merupakan salah satu faktor lahirnya UUPK tersebut. Salah satu latar belakang dari lahirnya UUPK adalah
agar terdapat suatu perjanjian yang seimbang antar konsumen dan produsen berdasarkan asas kesetaraan berkontrak.
Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan lembaga perbankan tidak dapat menjalankan undang-undang tersebut, dalam arti bahwa apabila ketentuan
dalam pasal 18 UUPK dijalankan, maka akan sangat memberatkan lembaga perbankan. Memperhatikan kondisi tersebut, terdapat persoalan yang seakan-akan
lembaga perbankan tidak mengindahkan hukum positif yakni UUPK karena
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 perjanjian yang dibuat antara nasabah dengan bank seharusnya tunduk pada
UUPK. Hal demikian merupakan kenyataan yang kita rasakan sehari-hari dalam hubungan dengan bank. Fakta tersebut memberikan indikasi adanya pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh bank dalam membuat perjanjian dengan nasabah. Sebagai hukum positif, UUPK bersifat memaksa dan dapat dipertahankan kepada
siapapun. Dengan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh bank terhadap pasal 18 ayat 1 dan 2 UUPK, berarti secara sosiologis terdapat “permasalahan” hukum,
baik dari segi pembuatan dan atau dari segi pelaksanaannya. Sifat bank yang mempunyai karakteristik berbeda dengan industri lain juga
dijelaskan melalui beberapa asas dan pikiran serta perundang-undangan. Penjelasan ini berkaitan dengan alasan yang menjadi dasar argumen oleh bank
untuk menimpangi ketentuan tersebut. Persoalan yang sering timbul dalam aplikasi pasal 18 ayat 1 dan 2 UUPK
adalah perbedaan persepsi antara kedua belah pihak untuk menetapkan keseimbangan dalam berkontrak. Oleh karena itu, sering terjadi dalam suatu
kontrak, terdapat anggapan subjektif bahwa perjanjian tersebut kurang atau tidak terpenuhinya keseimbangan. Hal ini dapat dilihat apabila seseorang akan
berhubungan dengan bank, maka nasabah atau calon nasabah tersebut wajib menerima “klausul baku” yang dibuat secara sepihak oleh bank. Hal tersebut
menyebabkan adanya ketimpangan dalam perjanjian antara nasabah dengan bank, dimana nasabah sering dirugikan oleh perjanjian yang dibuat dengan pihak
perbankan. Pihak nasabah sering tidak berdaya untuk mengoreksi “klausul baku” yang disodorkan oleh bank. Pihak nasabah tanpa pikir panjang akan
Denggan Mauli Tobing : Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009 menandatangani “klausul baku” tersebut dengan berbagai alasan, antara lain
tulisannya kecil-kecil, bahasanya sulit dimengerti, terlalu rumit, tidak memahami isi “klausul baku” tersebut, tidak sempat membaca, dan lain-lain.
Akan tetapi dengan alasan apapun setelah ditandatangani kedua belah pihak, antara nasabah dengan bank, maka hakikatnya perjanjian tersebut berlaku
bagi kedua belah pihak sebagai undang-undang. Hal ini berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini sebagai asas facta sun servanda.
C. Perjanjian Kredit Bank Merupakan Perjanjian Baku