M. Quraish Shihab Sebagai Penerjemah dan Penafsir

40

B. M. Quraish Shihab Sebagai Penerjemah dan Penafsir

B.1 M. Quraish Shihab Sebagai Penerjemah Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Quran di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Quran dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Quran lainnya. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Quran, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Quran tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Quran sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al- Quran. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Quran. Dalam bidang Hadits Hasil penelitiannya tentang fungsi hadits terhadap al- qur‟an adalah bahwa Rasulullah ditekankan atau difungsikan untuk memperjelas maksud firman Allah SWT. Ia juga mengutip pendapatnya abdul halim mahmud, mantan syakh al-azhar, bahwa sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan denagn al- qur‟an 41 dan fungsi yang berhubungan dengan pembinaan hukum syara‟. Fungsi itu antara lain digarisbahwahi sebagai penguat terhadap ayat-ayat al- qur‟an, memperjelas, merinci, bahkan membatasi penertian lahir dari ayat-ayat al- qur‟an. Selain itu, hadits juga memiliki peran sebagai penetapan hukum syra‟i. 39 B.2 M. Quraish Shihab Sebagai Penafsir B2.1 Metode yang Digunakan Metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsirannya adalah metode tahlili . Hal ini dapat dilihat dari penafsirannya yaitu dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan susunannya yang terdapat dalam mushaf. Namun disisi lain Quraish mengemukakan bahwa metode Tahlili memiliki berbagai kelemahan, maka dari itu penulis juga menggunakan metode Maudhu‟i atau tematik dalam penguraiannya. Menurutnya metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya metode ini dinilai dapat menghidangkan pandangan dan pesan al- Qur‟an secara mendalam dan menyeluruh menyangkut tema-tema yang dibicarakannya. Dalam mengemukakan uraian-uraiannya sangat memperhatikan arti kosa kata atau ungkapan al- Qur‟an dengan merujuk kepada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu digunakan al- Qur‟an, lalu memahami arti ayat atas dasar penggunaan kata tersebut oleh al-Qur‟an. Hal ini penting karena al- Qur‟an tidak jarang mengubah pengertian semantik dari satu kata yang digunakan oleh masyarakat Arab yang ditemuinya, dan memberi 39 Mamanitah, “Model Penelitian Tafsir” artikel diakses pada hari Kamis, 4 Februari 2011, dari http:www.mamanitah.com201006model-penelitian-tafsir.html , 42 muatan makna pengertian yang berbeda pada kata tersebut. Misalnya, kata shalat, seringkali tak lagi digunakannya dalam pengertian „doa‟, tetapi merupakan „ucapan da n gerak tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam‟. Kata karim dipahami oleh masyarakat Arab sebagai seseorang yang memiliki garis keturunan bangsawan, tetapi al- Qur‟an mengembangkan maknanya sehingga mencakup segala sesuatu yang baik pada objek yang disifati oleh kata itu. Dengan menempuh cara ini, diharapkan uraian tafsir tidak akan memberi muatan yang berlebih atau meleset dari apa yang termuat dalam kata itu sendiri. 40 Menyadari kelemahan-kelemahan yang terdapat metode tahlili, Quraish memberikan tambahan lain dalam karyanya. Ia menilai bahwa cara yang paling tepat untuk menghidangkan pesan al- Qur‟an adalah metode maudhu‟i. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu‟i tematik, yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al- Quran yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Quran tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al- Quran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat. 40 M. Quraish Shihab, Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, h. Kata Pengatar 43 Dalam menafsirkan al- Qur‟an M. Quraish Shihab menggunakan metode Ijmaliy atau global, yaitu dengan cara memperkenalkan secara singkat surah-surah al- Qur‟an baik yang berkaitan dengan intisari kandungan ayat-ayatnya, tujuan kehadiran surah tersebut, maupun pelajaran atau pesan singkat yang dikandungnya. Dengan mengetahui intisari kandungan ayat, dapat dikenal kandungan surah. Dengan menghayati tujuan surah, dapat mengayunkan langkah menuju tujuan itu dan dengan memperhatikan pelajaran dan pesan-pesan singkat yang terhidang, semakin mengukuhkan tekad untuk melaksanakannya hingga pada akhirnya kita semua mencapai tingkat ulul albab. Seperti firman-Nya Qs. al-Baqarah: 269. Metode muqaran komparatif yang antara lain berupaya membandingkan satu ayat dengan ayat yang lain atau hadits Nabi saw yang kelihatannya bertentangan atau bahkan pendapat dua ulama atau lebih menyangkut ayat-ayat tertentu dan metode maudhuiy atau disebut juga metode tauhidiy, yang menyajikan pesan ayat-ayat al- Qur‟an yang berbicara tentang satu topik dalam satu kesatuan utuh.

C. Karya – Karya M. Quraish Shihab