Analisis semantik pada kata dan dalam al Qur'an terjenahan depag dengan H.Jassin

(1)

Analisis Semantik pada kata

ْﻢ

ْ܋

dan

ٌﻢ

ْﻜ

dalam Al Qur’an

Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin

(

Studi Kasus Pada Surat al Maidah

)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh

Nur’aini

NIM:106024000944

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431H/2010


(2)

ii

Analisis Semantik pada kata

ْﻢ

ْ܋

dan

ٌﻢ

ْﻜ

dalam Al Qur’an

Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin

(Studi Kasus Pada Surat al Maidah)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh

Nur’aini

NIM:106024000944

Pembimbing

Prof. Dr. Sukran Kamil M.A

NIP: 19690415 199703 1004

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATUALLAH

JAKARTA 1431H/2010


(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 November 2010

Nur’aini


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul

Analisis

Semantik pada kata

ْﻢ

ْ܋

dan

ٌﻢ

ْﻜ

dalam Al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin

(Studi Kasus Pada Surat al Maidah) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 01 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada program studi Tarjamah.

Jakarta, 01 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Ikhwan Azizi, MA. Dr. Ahmad Syaehudin M.Ag

NIP: 150 268 589 NIP: 150 303 001

Anggota

Pembimbing

Prof. Dr. Sukran Kamil M.A NIP: 19690415 199703 1004


(5)

v

ABSTRAK

Nur’Aini

Judul: Analisis Semantik pada kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ dalam Al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin (Studi Kasus Pada Surat al Maidah)

Hukum dalam arti sederhana merupakan seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disususn oleh orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Dalam bahasa Arab kata hukum tidak mempunyai padanan.

Dalam hal ini, suatu kegiatan menerjemahkan, seorang penerjemah pasti membutuhkan alat untuk mengukur ketelitian dalam sebuah teks, yakni tiga subsistem, yang terdiri dari morfologi, semantik, dan sintaksis. Ketiga subsistem ini saling berkaitan sehingga membentuk sebuah kata atau frasa atau kalimat yang menghasilkan makna dan peranannya yang biasa disebut dengan semantik gramatikal.

Secara garis besar, perbedaan makna pada suatu kata merupakan salah satu kegiatan di dalam penerjemahan. Oleh karena itu, penerjemahan merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik di lihat dari segi arti maupun konteks. Idealnya terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan. Namun, untuk mereproduksi amanat itu, mau tidak mau diperlukan penyesuaian makna. Maka untuk menunjang itu dibutuhkan pemilihan padanan makna yang sesuai dengan kata yang akan diterjemahkan.

Penerjemahan kata ْﻢﻜْ܋ﻳdan ٌﻢْﻜﺣdalam al Qur’an Depag dengan H.B.Jassin sudah cukup akurat dalam ukuran tataran bahasa Indonesia. Walaupun ada sedikit perbedaan antara terjemahan H.B.Jassin dan terjemahan Depag. Terjemahan H.B. Jassin diterjemahkan secara harfiyah dengan bernuansa puitis sedangkan terjemahan Depag diterjemahkan secara bebas. Oleh karena itu, kedua terjemahan ini tidak mengurangi keakuratan hasil terjemahannya.

Penulis menarik kesimpulan, bahwa hasil terjemahan Depag dengan H.B.Jassin di dalam al Qur’an surat al Maidah pada ayat pertama hingga ayat kelima puluh sudah cukup akurat dalam ukuran tataran bahasa Indonesia. Asfek pemaknaan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ dalam metode terjemahan bisa lebih diperhatikan lagi agar hasil terjemahan dapat lebih baik dan lebih enak di baca.


(6)

v i

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahi Rabbil’allamin penulis panjatkan ke hadirat Allah swt yang senatiasa memberikan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada penulis, sehingga karya ini bisa selesai.salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, kajeng nabi Muhammad saw beserta keluarganya, para sahabatnya dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan curahan syafaatnya di hari akhir nanti.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta, terutama kepada Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, MA. Dekan fakultas Adab dan Humaniora, Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ketua jurusan Tarjamah dan Sekretaris Jurusan Tarjamah Dr. Akhmad Saehudin M. Ag.

Terima kasih yang tak terhingga pula kepada bapak Prof. Dr. Sukran Kamil M.A yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan serta motivasi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan bapak.

Kepada jajaran jurusan tarjamah: bapak Dr. Ismakun Ilyas, M.A, bapak Muhammad Syarif Hidayatullah, M.Hum, bapak Prof. Dr.Sukron Kamil, M.A, bapak Irfan Abubakar, M.A, bapak Drs. Ahmad Syatibi, M,Ag, dan lainnya.terima kasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang penulis dapatkan menjadi manfaat dan berkah dikemudian hari. Amin.


(7)

v ii

Penghormatan serta ucapan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis. Ayahanda terhebat Marhali dan ibunda tersayang Dimroh, kakak-kakak penulis Maryati, Ruminah, Maimunah, dan adik-adik penulis M. Fahmi al Hafidz dan Zaskia Agustina yang penulis sayangi. Terima kasih juga Penulis haturkan kepada kakanda A’Hadi yang selalu setia mendoakan serta meluangkan waktunya untuk Penulis. Tidak lupa kepada keluarga besar Penulis yang tak henti-hentinya mendoakan penulis. Merekalah yang menjadi motivasi penulis dalam menggapai semua mimpi.

Terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Sukran Kamil M.A yang telah berbaik hati meminjamkan buku-bukunya kepada penulis. Kepada kepala dan karyawan perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, perpustakaan umum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuallah Jakarta, perpustakaan UI dan perpustakaan Umum Daerah Jakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengakses berbagai referensi kepada penulis.

Kepada sahabat terbaik dan tersayang penulis, Dewi Purwati, Elida Syarifah, terima kasih untuk semua kebaikannya dan kebersamaannya hingga detik ini masih ada. Tak lupa pula kepada K’ Heri yang sudah bersedia membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan kepada kawan seperjuangan di Tarjamah Angkatan 2006, kepada Ena, Yatmi, Rina, yang telah bersedia menemani penulis baik suka dan duka dalam menyelesaikan skripsi ini dan mengisi kebersamaan dengan


(8)

v iii

penulis selama di kampus ini semoga kebersamaan ini tetap ada dan membawa kesan yang baik.

Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.

Jakarta, 24 November 2010

Penulis

Nur’aini


(9)

ix

Pedoman Transliterasi Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب B Be

ت T Te

ث Ts te dan es

ج J Je

ح H h dengan garis bawah

خ Kh ka dan ha

د D De

ذ Dz de da zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

ش Sy es dan ye

ص S es dengan garis di bawah

ض D de dengan garis di bawah

ط T te dengan garis di bawah

ظ Z zet dengan garis di bawah

ع ، koma terbalik di atas hadap


(10)

x

غ Gh ge dan ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

ـه H Ha

ء ` Apostrof

ي Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____________ A Fathah

---ِ--- I Kasrah

____________ U Dammah

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ __


(11)

xi ___

__

و Au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___

ا Â a dengan topi di atas

__

ي Î i dengan topi di atas

_

و Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang dalam yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf yaitu لا dialih aksarakan menjadi /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydidi yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( _ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan mengadakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh hururf-huruf syamsyiah. Misalnya, kata ةروﺮﱠﻀﻟا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-ad-darûrah.

Ta Marbûtah

Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata siifat (na’t) (lihat contoh 2 ). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ ( lihat contoh 3).

Contoh:


(12)

xii

1 ﺔﻘ ﺮﻃ Tarîqah

2 ﺔﻣﻼﺳﻹاﺔﻌﻣﺎ ﻟا al-jâmi’ah al-islamîyyah

3 دﻮ ﻮﻟاةﺪﺣو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Mengikuti EYD bahasa Indonesia, untuk proper name ( nama diri, nama tempat dan sebagainya), seperti al-kindi bukan Al-kindi ( untuk huruf “al” a tidak boleh kapital).


(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

PERNYATAAN...iii

LEMBAR PENGESAHAN...iv

ABSTRAK... .... ..v

KATA PENGANTAR... .vi

PEDOMAN TRANSLITERASI………ix

DAFRTAR ISI………... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka... . 10

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : KERANGKA TEORI A. Teori Terjemahan 1. Definisi Penerjemahan ... 15


(14)

xiv

2. Tahap-tahap Penerjemahan ... 18

3. Metode Penerjemahan... 19

4. Model Penerjemahan Al Qur’an ... 24

B. Wawasan Semantik... . 27

1. Pengertian Semantik... 27

2. Jenis-jenis Semantik... 32

3. Teori Makna... ... ..34

4. Perubahan Makna... ..37

BAB III : Sekilas al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin A. Metode Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin dalam Menerjemahkan Al Qur’an ... ..41

BAB IV

:

Analisis Semantik pada kata ْﻢ ْﻜ dan ٌﻢْﻜ dalam al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin A.Contoh ayat-ayat yang terdapat pada kata hukum dan yahkum……….54

B.Analisis Semantik Terjemahan kata hukum dan yahkum……….61

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……….67

B. Saran………68


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jama’ dari kata Hukum dan Yahkum dalam Bahasa Arab berasal dari kata Hakama dan Ahkam. Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia1 kata Hukum itu sendiri diartikan Undang-Undang peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Di dalam Kamus Munjid Penulis menemukan arti kata hukum dengan makna “putusan”. Kata hukum itu sendiri di dalam kamus Munjid mempunyai dua tataran. Masing-masing dari kedua tataran itu mempunyai makna yang berbeda. Makna pada kata hukum yang pertama diartikan “putusan”. Sedangkan makna kata hukum yang kedua bermakna “Pemimpin Negara”. Dari sini jelas bahwa perbedaan makna pada suatu kata di lihat dahulu pada konteksnya.

Adapun kata yahkum di dalam kamus Munjid2 bermakna “memerintah”. Dalam kamus Munjid kata yahkum mempunyai tiga tataran. Kata yahkum yang pertama bermakna “Pemerintah”. Sedangkan makna kata

yahkum yang kedua bermakna “memerintah Negara”. Dan kata yahkum yang ketiga bermakna “memutuskan suatu hukum”. Adapun secara teologis kata

yahkum di dalam tafsir fizilalil Qur’an karya Sayyid Qutb pada Qur’an surat al

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-3, h. 463

2

Jasir Waty, Kamus Munjid Arab Terlengkap, (Lebanon: Dar el-Machreq Sarl, 2002), h. xii


(16)

Maidah ayat 44,45,47 diartikan bukan dengan arti “memutuskan” tetapi “memerintah” bukan dengan hukum yang diwahyukan Allah sebagai tindakan kafir.3 Akan tetapi, kafir di sini ditunjukan kepada kaum muslim yang tidak mempercayai adanya hukum Allah.

Kafir di dalam tafsir fizilalil Qur’an karya Sayyid Qutb juga bisa ditujukan kepada seorang pemimpin yang tidak bisa menjalankan amanah untuk kesuksesan Negaranya. Pemimpin yang seperti ini dapat dikatakan orang kafir.4 Selain itu juga orang yang tidak mempunyai agama pun juga dapat dikatakan orang kafir karena dapat memberikan sisi negatif kepada orang-orang muslim. Adapun ayat yang menjelaskan tentang kafir di dalam surat al Maidah terdapat pada ayat 44 yang berbunyi:

3

Sukran Kamil, Najib Mahfuz Sastra, Islam, dan Politik (studi semiotik terhadap Novel Aulad Haratina), (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, h. 184

Sayid Qutb Ibrahim Husain terlahir Tanggal 9 Oktober 1906 di kota Musyah, salah satu propinsi Asyut, di daerah dataran tinggi Mesir. Ayahnya bernama Qutb Ibrahim asy-Syazili. Sayyid Qutb memiliki empat saudara kandung yaitu: Nafisah, Aminah, Hamidah, Muhammad. Nuim Hidayat, M.Si., Sayyid Qutb, Biografi dan Kejernihan Pemikiraannya, (Jakarta: Perspektif, 2005), cet. Ke-1, h.15

4

Basyir Ahmad Kasymiri, ‘Ab Qary al-Islam Sayyid Qutb, (Mesir: Dar-al-Fadilah, t.t.), h. 27


(17)

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, oleh orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.

Dalam contoh di atas, dalam tafsir Adhwa’ul Bayan diriwayatkan dari Asy Sya’bi, ayat tersebut ditunjukkan kepada kaum muslimin, maksud


(18)

kekufuran di dalamnya adalah kekufuran yang bukan berarti kekafiran, dan bukan yang berarti keluar dari agama. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, mengenai ayat ini, dia berkata: bukan kekufuran seperti yang kalian katakan atau kira. Begitu juga Al Hakim mengatakan, shahih sesuai dengan kriteria Imam Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak menukilnya.

Betapapun, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa ayat ini menegaskan bahwa siapapun- tanpa kecuali –jika melecehkan hukum-hukum Allah atau enggan menerapkannya karena tidak mengakuinya, maka dia adalah kafir, yakni telah keluar dari agama Islam.

Mengawali kata hukum dan yahkum dalam skripsi ini, Penulis akan memberikan perbedaan makna pada kata yahkum pada al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia dalam surat al Maidah ayat 49 kata yahkum diartikan dengan

menetapkan. Sedangkan di dalam al Qur’an Depag kata yahkum pada ayat yang sama diartikan dengan memutuskan. Dari kedua makna di atas jelas berbeda. Perbedaan itu terlihat pada diksiya. Adapun makna kata yahkum di dalam al Qur’an H.B.Jassin diterjemahkan secara harfiyah dengan bernuansa puitis. Sedangkan makna yahkum di dalam Qur’an Depag diterjemahkan secara bebas. Dari sini jelas bahwa perbedaan makna pada kata yahkum tergantung konteks dan penerjemahnya. Selain itu, dapat dilihat dari perbedaan karena lingkungan, latar belakang, pendidikan dan sebagainya.

Di dalam al Qur’an Surat al Midah kata ْﻢﻜْ܋ﻳ و ٌﻢْﻜﺣ mempunyai berbagai bentuk perbedaan makna. Perbedaan makna itu diungkapkan sebanyak 13 kali. Dari sekian banyak perbedaan bentuk kata ْﻢﻜْ܋ﻳ و ٌﻢْﻜﺣ,


(19)

-ﻳ ْ܋ -ﺣ ْﻜ ً݋ﺎ -ﺣ ْﻮ ݊ ْﺔ (Hakama-Yahkumu-Hukman-Hukumah) ْﻜ ٌﻢ ْﺣ

ْمﺎ (Hukmun-Ahkam)

۾ ܋ ﱠﻜ ْﺣ ۿﻜ

(Tahakkama- Ihtakama)

Selanjutnya, untuk lebih mengetahui makna hukum, Penulis mengambil surat al Maidah ayat 43 di dalam al Qur’an Depag dan H.B.Jassin. ayat ini berbunyi:

Terjemahan Depag: “Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman”.5

5

Depag, RI., Al-Quran dan Terjemahannya Al Jumanatul ‘Ali, (Bandung: J-ART, 2005), h. 115


(20)

Terjemahan H.B.Jassin: “Tapi bagaimana mereka meminta keputusan kepadamu, sedang mereka mempunyai Taurat, yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka akan berpaling juga sesudah itu, karena mereka bukan orang beriman?”.6

Dari kedua contoh makna dia atas pada al Qur’an yang berbeda (Depag-H.B.Jassin). makna kata hukum diterjemahkan secara harfiah dan tidak ada perbedaan. Lalu apa makna hukum itu sendiri?

Secara garis Besar, kata Hukum menurut Ahmad Ali yaitu seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar atuaran tersebut.7

Hukum Islam sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai. Namun bukan merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan tidak ditemukan dalam al Qur’an, juga tidak ditemukan dalam literatur yang berbahasa Arab. Karena itu tidak akan menemukan artinya secara definitif.

Untuk memahami pengetian Hukum Islam atau yang dalam bahasa Melayu disebut Undang-Undang Islam, perlu lebih dahulu diketahui kata

6

H.B., Jassin, Bacaan Mulia, (Jakarta: 1982), h.53

7

Alexa, Pengertian Hukum, Artikel diakses pada tanggal 29 April 2010 dari

http://id.shovoong.com/social -science/pengertian hukum.


(21)

“hukum” dalam bahasa Indonesia, kemudian pengertian hukum itu disandarkan kepada kata “Islam”. Ada kesulitan dalam memberikan definisi kepada kata “hukum”, karena setiap definisi akan mengandung titik lemah. Karena itu untuk memudahkan memahami pengertian “hukum”, berikut ini akan diketengahkan definisi hukum dalam arti sederhana, yaitu: “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun oleh orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Definisi tersebut tentunya masih mengandung kelemahan, namun dapat memberikan pengertian yang mudah dipahami.

Kata “hukum” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa sebagian ayat didalam al Qur’an juga menjelaskan tentang hukum. Hal ini berarti bahwa bila yang dibicarakannya bukan hal yang menyangkut hukum, seperti tentang zat, sifat dan kejadian, ia bukanlah dalam pengertian ini. Bentuk jama dari hukum adalah “ahkam” (ْمﺎﻜْﺣأ). Kata hukum disebut dalam definisi ini dalam bentuk jamak adalah untuk menjelaskan bahwa suatu kehidupan tidak jauh dari permasalahan hukum. 8

Dalam hal ini, sebuah analisis tidak akan terlaksana jika tidak didampingi dengan teori. Oleh karena itu, dalam penulisan ini, Penulis menggunakan teori semantik gramatikal yang terkait juga dengan teori semantik leksikal. Menurut Penulis, semantik gramatikal tidak jauh kaitannya dengan semantik leksikal. Semantik leksikal didalam kata ْﻢﻜْ܋ﻳوٌﻢْﻜﺣ bermakna

8

Ahmad, Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Bogor: Kencana, 2003), h. 125


(22)

Secara singkat, semantik gramatikal adalah penyelidikan makna bahasa dengan menekankan hubungan-hubungan dalam pelbagai tataran gramatikal.9 Makna gramatikal sangatlah erat kaitannya dengan tata bahasa, salah satunya pada taraf sintaksis dan morfologi dalam tataran gramatikal suatu kata dapat di cari maknanya apabila dirangkai dengan kata lain dalam suatu kalimat. Makna gramatikal itu bermacam-macam. Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna, atau nuansa-nuansa makna gramatikal itu. Untuk menyatakan makna ‘jamak’ bahasa Indonesia menggunakan proses reduplikasi (pengulangan).10

Makna gramatikal juga sebagai makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Oleh karena itu makna sebuah kata, baik kata dasar maupun kata jadian, sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi. Maka makna gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu biasa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.11

Dari kesemua permasalahan di atas dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam terjemahan Depag dengan H.B.Jassin serta adanya

9

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Pustaka Umum, 2008), h.75

10

Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), cet. Ke-2. h. 62

11

Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), cet. Ke-2. h. 62


(23)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penjelasan makna ini, maka penulis membatasi permasalahan ini hanya berkisar pada semantik gramatikal. Sample dari objek penelitian ini adalah ayat-ayat berisi tentang hukum dan yahkum.

Setelah memaparkan latar belakang, maka merasa perlu untuk memberikan pembatasan dan perumusan masalah, yaitu terjemahan al Qur’an Depag dengan H.B. Jassin.

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerjemahan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ di dalam terjemahan

Depag dan H.B. Jassin?

2. Secara semantik, apa konsekuensi teologis dari makna yang dipakai itu?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Berdasarkan masalah yang penulis uraikan di atas, maka tujuan penulisan judul ini secara umum guna mengetahui makna-makna yang terkandung dalam kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ dalam terjemahan ayat-ayat al Qur’an yang di tela’ah melalui kajian semantik.


(24)

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin di capai dalam penulisan ini antara lain:

1. Untuk mengetahui makna terjemahan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ dalam versi Depag dengan H.B. Jassin

2. Untuk mengetahui konsekuensi teologis dari makna kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ secara semantis.

Sedangkan manfaatnya adalah:

Penelitian ini akan memberikan mafaat teoritis dan praktis. Secara teoritis memberikan pengetahuan terhadap teori mengenai makna kata ْﻢﻜْ܋ﻳ و ٌﻢْﻜﺣ dalam bahasa Arab khususnya dan penerjemahan dalam bahasa Arab. Secara praktis dapat memberikan kekayaan, wawasan ilmu pengetahuan bagi penerjemah, penulis, dan pengajar bahasa Arab.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan penelitian terhadap skripsi yang pernah diteliti, bahwa penelitian yang setema dengan penelitian ini belum pernah diteliti.

Adapun skripsi yang sudah pernah diteliti adalah penelitian pada makna kata Al ahkam. Penelitian ini membahas tentang Analisis semantik terhadap terjemahan M. Quraish Shihab pada surat Aali Imran, penelitian ini pada tahap dasar lebih memfokuskan pada kata Al ahkam di dalam surat Aali Imran sebagai objek penelitiannya. Pada tahap berikutnya peneliti hanya memfokuskan skripsi ini pada kata ٌﻢْﻜﺣ و ْﻢﻜْ܋ﻳ yang bermakna dua di dalam surat al Maidah sebagai objek penelitiannya.penelitian pada kata ﻢْﻜﺣوْﻢﻜْ܋ﻳ ini


(25)

Adapun buku rujukan utama yang penulis pakai yaitu Terjemahan Al Qur’an Depag dan Terjemahan Al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia dan buku-buku yang menjelaskan tentang semantik gramatikal.

E. Metodologi Penelitian

Berdasarkan tujuan penulisan yang telah penulis kemukakan, maka jenis penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian analisis deskriptif berdasarkan teori yang dipakai yaitu teori terjemahan al Qur’an Depag dengan terjemahan al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia melalui pendekatan teori semantik gramatikal. Sebagaimana telah disebutkan pada judul skripsi ini.

Adapun pencarian data yang yang penulis pakai ada dua cara yaitu: Pertama, Penulis meneliti skripsi-skripsi yang lain untuk menentukan ada atau tidak adanya kesamaan judul terhadap skripsi yang sedang penulis analisis. Kedua, penelusuran literatur, yakni dengan mencari data-data yang terdapat dalam literatur yang ada kaitannya dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Berdasarkan tingkat kebutuhan, sumber data dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua bagian: data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah pada makna kata ْﻢﻜْ܋ﻳ و ٌﻢْﻜﺣ. Karena itu skripsi ini menjadikan studi metode terjemahan al Qur’an Depag dengan terjemahan al Qur’an H.B. Jassin sebagai metode utama. Sedang data sekuder adalah


(26)

Data yang sudah didapat diolah dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Data-data yang telah terkumpul, diklasifikasikan sesuai dengan bab yang dibutuhkan. Setelah sumber data terklasifikasikan kemudian disusun menjadi laporan penelitian secara deskriptif dan data tersebut menganalisa dengan menggunakan teori gramatikal yang dikaitkan juga dengan makna leksikal untuk lebih mengetahui perbedaan diantara kata وٌﻢْﻜﺣ

ْ܋

ْﻢ tersebut yang bermakna dua dan diberi analisa-analisa untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Adapun metode penulisan, penulis mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan diterbitkan oleh UIN Jakarta Press 2007.

F. Sistematika Penulisan

Di dalam bab satu, Penulis akan menulis pendahuluan yang berisi megenai latar belakang masalah, sebagai asumsi awal penulis di dalam melihat fenomena antara semantik gramatikal (kebahasaan) dan penerjemahan, dan merasa bahwa ada suatu keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, penulis akan menulis tinjauan pustaka, sebagai informasi pembanding dengan penelitian sebelumnya dan juga berfungsi sebagai tanggung jawab ilmiah. Setelah itu, penulis membatasi, menemukan, serta merumuskan masalah sehingga nantinya tujuan penelitian ini tercapai. Penulis juga akan menjelaskan metode penerjemahan Qur’an Depag yang dibandingkan dengan


(27)

terjemahan H.B. Jassin yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini, semua ini dilakukan agar pembaca mengetahui dan dapat menilai penelitian ini.

Setelah itu masuk ke bab dua: Dalam bab kedua ini yang dibahas adalah tentang kerangka teori yang penulis gunakan dalam sebuah penulisan ini. Seperti teori penerjemahan, tahap-tahap penerjemahan, metode penerjemahan, model penerjemahan al Qur’an, dan tidak ketinggalan tentang pengertian semantik, jenis-jenis semantik, teori makna, dan perubahan makna. Tanpa adanya pijakan teori, maka setiap penulisan tidak akan berjalan dengan baik.

Dalam bab ketiga, Penulis akan membahas tentang sekilas Qur’an terjemahan Depag dengan H.B. Jassin dalam menerjemahkan Al Qur’an. Dalam bab ini terjemahan Depag mempunyai proyek pengadaan kitab suci al Qur’an yang meliputi: mushaf al Qur’an, al Qur’an dan terjemahannya, dan al Qur’an juz amma. Di satu sisi, revisi terjemahan Depag dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an. Qur’an Depag dan terjemahannya diterbitkan oleh Yamunu. Dan penyempurnaan al Qur’an serta terjemahannya diputuskan oleh Departemen Agama melalui surat keputusan pada tanggal 4 Juli 1989. Penerjemahan Depag diterjemahkan secara harfiah. Dalam al Qur’an Depag ada yang di maksud dengan terjemahan tafsiriyah dan maknawiyah. Adapun pada bab ini Terjemahan H.B.Jassin dalam menerjemahkan al Qur’annya diterjemahkan secara puitis. Sedangkan latar belakang pembahasan penerjemahan al Qur’anul karim Bacaan Mulia dimulai dengan pengalaman


(28)

14

pribadi yang dialami oleh H.B.Jassin sendiri. disamping itu, H.B.Jassin melakukan perbandingan terjemahan-terjemahan lain dalam bahasa asing sebagai bahan perbandinagan bahasa Indonesia serta beberapa Kamus Arab-Inggris. Adapun selesainya H.B.Jassin dalam menerjemahkan al Qur’an pada tanggal 18 Desember 1974 kemudian diserahkan kepenerbit pada tanggal 27 Agustus 1975. Selanjutnya, bahan perbandingan yang digunakan H.B.Jassin dalam menerjemahkan al Qur’an kedalam bahasa Indonesia secara puitis mempunyai 24 buku tafsiran. Dari semua penjelasan di atas merupakan sekilas Biografi terjemahan Qur’an Depag dan H.B. Jassin dalam menerjemahkan al Qur’an.

Adapun bab keempat merupakan hasil analisis dari ayat-ayat yang mengandung makna kata ْﻢﻜْ܋ﻳ و ٌﻢْﻜﺣ dengan melakukan analisis semantik gramatikal antara hasil terjemahan versi Depag dan H.B. Jassin. Bab ini merupakan bab yang terpenting diantara bab-bab yang lain, karena bab ini mencakup semua bab.

Terakhir adalah bab kelima. bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, serta saran untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


(29)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Terjemahan

1. Definisi Penerjemahan

Dalam pembahasan ini, penulis menjabarkan tentang teori penerjemahan. Kesemuannya diambil dari buku Dr. Syihabuddin, M.A., yang berjudul Penerjemahan Arab- Indonesia (teori dan praktek). Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. Bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahasa Armenia,

turjuman. Kata Turjuman sebentuk dengan tarjaman dan tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain.

Az-Zarqani mengemukakan bahwa secara etimologis istilah terjemah memiliki empat makna:

a. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu. Makna ini terdapat dalam puisi berikut,

إ ﱠن ﱠ܃݆ا ݋ ݎﺎ ْݛ ݍ و ۸݇ ْﻐۿ ﻗﺎ ْﺪ أ ْﺣ ْ܆ ۽ ݋ إ݆ ۾ﻰ ْﺮ ܆ ݋ نﺎ

Usia 80, dan aku telah mencapainya, pendengaranku memerlukan penerjemah.

b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasa Arab

dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan

dengan bahasa Indonesia pula. Sekaitan dengan tejemah yang berarti


(30)

c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dengan demikian, penerjemah disebut pula sebagai penjelas atau penafsir tuturan.

Makna etimologis di atas memperlihatkan adanya satu karakteristik yang menyatukan keempat makna tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskannya maupun berbeda.

Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.

ﱠۿ݆ا ْﻌ۹ ْݛ ܲ ْݍ ݊ ْﻌݏ آﻰ ݣ م أ ܎ ݊ ْݍ ݆ أ ْ܎ ْى ݊ ܱ ْا ﻮ݆ ܺ ءﺎ ۸ ܇ ݋ ْݛ ܱ ݊ ݎﺎ ْݛ و ݊ ܿ ܢﺎ ݐ

Takrif di atas mengandung beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Kata mengungkapkan merupakan padanan untuk at-ta’bir yang asal katanya adalah ‘abara, yaitu melewati atau melintas, misalnya ‘abaras sabil berarti melintas jalan. Karena itu, air mata yang melintas di pipi disebut

‘abarah. Nasihat atau pelajaran yang diperoleh melalui suatu peristiwa atau kejadian dikenal dengan ‘ibrah.

Konsep yang terkandung dalam kata at-ata’bir yang dipadankan dengan mengungkapkan menunjukkan bahwa ujaran atau nas itu merupakan sarana yang dilalui oleh seorang penerjemah untuk memperoleh makna yang


(31)

terkandung dalam nas itu. Oleh karena itu, yang diungkapkan oleh penerjemah adalah makna nas, sedangkan nas itu sendiri hanya merupakan sarana, bukan tujuan.

Kata kunci lainnya ialah makna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berhubungan dengan suatu ujuaran. Makna ini bersifat objektif. Artinya, informasi itu hanya diperoleh dari ujaran tersebut tanpa melihat penuturnya. Adapun istilah maksud merujuk pada informasi yang diperoleh menurut pandangan penutur. Dengan demikian, maksud itu bersifat subjektif.

Menurut takrif di atas seorang penerjemah dituntut untuk memenuhi seluruh makna dan maksud nas yang diterjemahkan. Namun, Karena masalah makna ini sangat luas cakupannya dan memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan penerjemahan, maka ihwal makna akan dibahas dalam bab tersendiri.

Kata kunci terakhir ialah bahwa terjemahan itu bersifat otonom. Artinya, terjemahan dituntut untuk dapat menggantikan nas sumber. Namun, sifat otonom ini tidak dapat diberlakukan kepada seluruh nas terjemahan, misalnya terhadap terjemahan Alquran. Masalah ini akan dikaji dalam bab tersendiri tentang hukum menerjemahkan nas keagamaan.

Demikian, takrif di atas menunjukkan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan komunikasi yang kompleks dengan melibatkan (a) penulis yang menyampaikan gagasannya dalam bahasa sumber, (b) penerjemah yang mereproduksi gagasan tersebut di dalam bahasa penerima, (c) pembaca yang


(32)

memahami gagasan melalui penerjemahan, dan (d) amanat atau gagasan yang menjadi fokus perhatian ketiga pihak tersebut.1

2. Tahap-Tahap Penerjemahan

Penerjemahan sebagai proses harus memalui tiga tahap, yaitu analisis, pengalihan, dan penyerasian. Dalam analisis teks, terdapat pedoman sederhana yang dapat kita manfaatkan. Halliday dan Hasan, sebagaimana dikutip Rochayah Machali menyarankan penggunaan “konstruk konteks situasi”untuk menganalisis teks. Konstruk ini mengandung tiga unsur: field (bidang, pokok masalah), tenor (suasana umum), dan mode (cara). 2

Analisis terhadap teks sangat diperlukan dalam proses penerjemahan. Hal ini bertujuan agar teks sumber dipahami benar isinya, terutama dari segi ‘field’ dan agar teks sumber dipahami bentuknya, yakni segi cara penyampaian ‘mode’ dan dari segi pencerminan’tenor’ dalam kalimat. Dalm analisis ‘tenor’, penerjemah harus lebih terinci menganalisis teks, misalnya siapa pembaca teks tersebut, berapa kira-kira usianya, dari kalangan mana, bagaimana latar belakang budayanya, kapan latar zaman penulisannya, dan sebagainya. Analisis ‘tenor’ tersebut kemudian harus di lihat cerminannya pada kata, frase,atau kalimat yang digunakan, norma bahasanya, dan sebagainya.

Setelah semua ini dipahami benar, maka masuklah penerjemah ke dalam tahap pengalihan. Proses analisis sangat penting untuk melangkah

1

Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab- Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005), cet. Ke- 1. h. 7-10

2

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Gramedia, 2000), h.39


(33)

ke proses pengalihan. Hal ini dikarenakan hasil analisis teks akan sangat membantu penerjemah pada tahap pengalihan. Dalam tahap pengalihan inilah cerminan ‘mode’ dan ‘tenor dalam kalimat harus dilihat lagi dari segi norma bahasa sasaran.

Setelah tahap analisis dan tahap pengalihan dilalui, tahap terakhir yang harus dijalani adalah tahap penyerasian. Dalam hal ini tahap penyerasian penerjemah dapat memilih apakah terjemahannya berorientasi ke bahasa sumber (Bsu) atau ke bahasa sasaran (Bsa). Oleh karena itu, yang wajib diingat oleh seorang penerjemah bahwa pada tahap penyerasian ini penerjemah sudah tidak lagi kembali ke tahap sebelumnya (analisis dan pengalihan).3

3. Metode Penerjemahan

Problema ini ditanggulangi dengan membuat desain sasaran da analisis kebutuhan untuk menentukan metode penerjemahan mana yang akan diambil. Dalam hal ini, penerjemah perlu mempelajari delapan metode yang diperkenalkan oleh Newmark, berdasarkan “tujuan” dan pertimbangan “untuk siapa” penerjemahan dilakukan. Empat diantara delapan metode itu berorentasi pada BSU, sedangkan empat lainnya berorientasi pada BSA. Oleh Newmark delapan metode itu digambarkan dalam diagram yang disebutnya diagram V. kedelapan metode penerjemahan tersebut adalah (1) penerjemahan kata demi kata, (2) penerjemahan harfiah, (3) penerjemahan setia, (4) penerjemahan semantis,

3

Frans Sayogie. M. Pd, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Syarif Hidayatullah, 2008), h 10


(34)

(5) saduran, (6) penerjemahan bebas, (7) penerjemahan idiomatis, (8) penerjemahan komunikatif.4

Adapun pengertian serta contoh kedelapan penerjemahan di atas sebagai berikut:

a. Penerjemahan Kata Demi Kata

Dalam penerjemahan kata per kata ini sering disebut interlinear translation, yaitu susunan kata Bsu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Kata-kata kultural diterjemahkan secara harfiah. Contoh:

و ܲ ْݏﺪ ْي ܂ ݣ ܂ آ ۿ ۷

Artinya: Dan di sisiku tiga buku-buku b. Penerjemahan Harfiah

Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal Tsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Tsa. Sebagai proses prapenerjemah, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi. Contoh;

܆ ءﺎ ر ܆ ٌ݅ ݊ ْݍ ر ܆ لﺎ ْ݆ا ۹ ڲﺮ و ْا ْﺣ ܛ نﺎ إ݆ ﻳﻰ ْﻮ ْܶ ݛ آﺎ ْﺮ ﺎ۾ ݆ ݋ ܛ ܲﺎ ة ܦ ܋ ﻳﺎ ْ݆اﺎ ْ݆ لا

Artinya: Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan.

c. Penerjemahan Setia

Penerjemahan Setia ini berupaya mereproduksi (menghasilkan) makna kontekstual Bsu, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikal

4

Moch, Syarif Hidayatullah, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, Diktat, (Jakarta: 2007), h. 32


(35)

Bsa. Dalam menggunakan metode ini, penerjemah mentransfer kata-kata cultural dan mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal (penyimpangan dari norma-norma Bsu) dalam penerjemahan. Penerjemah berupaya setia sepenuhnya terhadap tujuan dan realisasi teks penulis Bsu. Contoh:

ه آ ܃ْݛ ڲﺮ݆ا ݊ دﺎ

Artinya: Dia (laki-laki) dermawan karena banyak abunya.

d. Penerjemahan Semantis

Berbeda dengan penerjemahan harfiah penerjemahan semantis lebih luwes karena penerjemahan semantis lebih bisa berkompromi dengan kaidah Tsa. Penerjemahan semantis juga mempertimbangkan unsur-unsur estetika teks Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya bisa diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Contoh: رأ ْﻳ ۽ ذ ْاا ﻮ݆ ْ܆ ْݛ ݍ أ݊ مﺎ ْا ܻ݆ ْܣ ݅

Artinya: Aku lihat si muka dua di depan kelas.

Adapun metode kedua, yaitu yang lebih menekankan kepada bahasa sasaran (Bsa), terbagi kepada empat metode, yaitu:

e. Penerjemahan Adaptasi

Metode ini merupakan bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan Bsa. Pada umumnya, jenis ini dipakai dalam


(36)

penerjemahan drama atau puisi yang di mana tema, karakter dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam Bsa. Contoh:

ܲ ܞﺎ ْ۽ ۸ ﻌْݛ ًة ْݛ ܁ ۾ ْﺨ ْﻮ م ܲ ْݏﺪ ْ݆ا ݛݏ ۸ﺎ ْݛ ܱ ۸ ْܲ ݇ ﱠݏ݆اݙ

Artinya: Dia hidup jauh dari jangkauan

Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih

f. Penerjemahan Bebas

Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk suatu parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa. Contoh. berikut ini menunjukkan judul berita secara “ bebas”.

ْا ﻮ݆ ْ܆ ْا ܇݆ ﺪْﻳ ܲ ܢﺎ ݋ ْا ݋݆ ݎﺎ ݛﺎ

Artinya: ‘Wajah baru Ibu Kota Baru’ g. Penerjemahan Idiomatik

Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorasi nuansa makna. Beberapa pakar penerjemahan caliber dunia seperti Selekovitch, misalnya, menyukai metode


(37)

terjemahan ini, yang dianggapnya “hidup” dan “alami” (dalam arti akrab). Contoh: ْا ݋݆ لﺎ ْا ܋݆ ما ﻳﺪ ْو م

Artinya: Harta haram tak akan bertahan lama

h. Penerjemahan Komunikasi

Metode ini adalah yang banyak dipergunakan dalam penerjemahan. Dalam metode ini yang dipentingkan adalah penyampaian pesannya, sedangkan terjemahannya sendiri lebih diarahkan pada bentuk yang berterima dan wajar dalam Bsa.5 Contohnya penerjemahan ungkapan it’s raining cats and dogs. Metode penerjemahan komunikatif akan menghasilkan terjemahan Hujan lebat sekali. Contoh:

ݎۿ ﱠﻮ ر ݊ ْݍ ݎ ْﻄ ܻ ܂ ﱠﻢ ݊ ْݍ ܲ ݇ܿ ܂ ﱠﻢ ݊ ْݍ ݊ ْܧ

Artinya: Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging (awam).6

Apa yang penting dari urian tentang metode di atas ialah bahwa cara menerjemahkan tak hanya satu jenis, tergantung untuk siapa dan untuk tujuan apa kita menerjemahkan. Ini merupakan hasil desain sasaran

dan analisis kebutuhan. 7

5

Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 63

6

Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab- Indonesia, Indonesia- Arab, (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 47

7

Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 65


(38)

4. Model Penerjemahan Al Qur’an

Al Qur’an biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi Muhammad s.a.w., dan diterima oleh umat islam secara tawatur.8

Dalam penerjemahan al Qur’an Departemen Agama yang disusun oleh yayasan pelenggara atau penafsir al Qur’an Departemen Agama yang diterbitkan oleh Mujamma Khadim al Haramein asy- Syarifein al- Malik Fahdli Tiba’ah al- Mushaf as- Syarief di Madinah tahun 1990 banyak dijumpai kalimat terjemahan yang tetap dapat dipahami maknanya, tetapi jika diteliti dengan sesungguhnya banyak mengandung kesalahan menurut tata bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran.9

Pada dasarnya, model penerjemahan al Qur’an menurut Manna Khalil Qaththan dapat digunakan pada dua arti, yaitu:

a. Terjemahan Harfiah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa pertama.

b. Terjemahan Tafsiriyah / Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. 10

8

M. Qurais Shihab, Mukjizat Al- Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), cet. Ke-3, h.43

9

Ismail Lubis, Filsafat Terjemahan Al-Qur’an Depag Edisi 1990, (Yogyakarta: P.T. Tiara WacanaYogya, 2001), cet. Ke-1, h. 8

10

Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005), cet. Ke-1, h. 69


(39)

Dalam hal ini, model penerjemahan al Qur’an lebih terarah kepada terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah / maknawiyah. Seperti

halnya contoh yang terkait pada terjemahan tafsiriyahyaitu:

ﺮ۸ڱﺰ݆او

تﺎݏڲݛ۹݆ﺎ۸

ﻰ݇ﻗ

ْﻢﻬْݛ݆ا

لڲﺰݎﺎ݊

سﺎﱠݏ݆݇

ݍڲݛ۹ۿ݆

ﺮْآڲﺬ݆ا

ﻚْݛ݆إ

ﺎݏْ݆ﺰݎأو

نْوﺮﱠﻜܻۿﻳ

ْﻢﻬﱠ݇ﻌ݆و

)

݅ﺨݏ݆ا

:

١٦

:

٤٤

(

Artinya:

“Kami turunkan kepadamu al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”.

Dalil ini berlaku dengan alasan bahwa menafsirkan al Qur’an dengan memakai bahasa yang dipahami oleh penerima sama dengan menafsirkannya dalam bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan maksud ayat-ayat al Qur’an secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan oleh mufassir, terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan menurut Ahmad Hasan az-Zayyat (Khaursyid,1985:10), tokoh penerjemah modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang memadukan kebaikan metode harfiah dan tafsiriah. Langkah-langkah yang dilaluinya ialah sebagai berikut.

Pertama, menerjemahakan nas sumber secara harfiah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber.


(40)

Kedua, mengalihkan terjemahan harfiah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi.

Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan.

Kiranya metode yang diterapkan oleh az-Zayyat ini dapat diistilahkan dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan kebaikan yang terdapat dalam metode harfiah dan metode tafsiriah. 11

Adapun contoh model penerjemahan Qur’an di atas sudah terlihat jelas bahwa kedua model penerjemahan Qur’an tersebut memakai penerjemahan harfiyah dan penerjemahan tafsiriyah/ maknawiyah. Yang mana model penerjemahan ini sangat berkaitan dengan bahasa sumber dan bahasa penerima. Jadi, seorang penerjemah harus pintar dalam mengalihkan pesan bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa).

Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari padanan kata yang umumnya dilakukan dengan cara membuka kamus. Tetapi harus pula dapat mencerminkan bahan yang di terjemahkan.

11

Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005), cet. Ke-1,h. 70


(41)

B. Wawasan Semantik 1. Pengertian Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu sema (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17. Bila dipertimbangkan melalui frase semantik philosophy.

Persoalan makna adalah persoalan menarik dalam kehidupan sehari-hari, karena makna mempunyai istilah yaitu meaning yang merupakan kata dan istilah yang membingungkan.

Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti,yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa seperti fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik juga lebih umum digunakan dalam studi linguistik yang mempunyai cakupan objek yang lebih luas yaitu mencakup makna tanda atau lambing pada umumnya dan merupakan bagian struktur bahasa yang terpenting yang berhubungan dengan makna ungkapan secara umum.12

Berbicara mengenai semantik. Di sini penulis hanya membahas tentang semantik gramatikal saja. Karena didalam kajian linguistik, semantik mempunyai beberapa bagian diantaranya: semantik leksikal, semantik gramatikal, homonimi, perubahan makna, dan juga wacana. 13

12

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, ((Jakarta: Pustaka Utama, 2008), h.2

13

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-1. h. 8


(42)

Secara semantik istilah gramatikal, menurut John Lyons, berasal dari kata Yunani yang boleh diterjemahkan sebagai “ seni menulis”. Tetapi, pada awal-awal sejarah ilmu pengetahuan Yunani kata tersebut memperoleh arti yang lebih luas dan merangkum seluruh studi bahasa yang selama ini dilakukan oleh orang-orang Yunani dan para pengganti mereka. 14

Dalam Ensiklopedi Indonesia, istilah gramatikal juga berasal dari kata latin yaitu gramatica dan kata yunani yaitu grammatike. Gramma berarti huruf atau tulisan. Grammatika dapat disebut juga seni ucapan yang merupakan uraian secara sistematik tentang cara-cara pengungkapan suatu bahasa.15

Adapun mengenai satuan-satuan gramtikal (gramatikal units) yang merupakan satuan dalam strutur bahasa, Harimurti mengemukakan satuan-satuannya yang utama: morfem, kata, frase, klausa dan kalimat.16

Morfem (morpheme) adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat di bagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Misalnya, (di), (ter), (pensil) adalah morfem. Pertama-tama akan terlihat bentuk-bentuk yang sama susunan fonemnya, yakni /di/. Dengan kata lain, /di/ mempunyai makna. 17

14

John Lyons, Pengantar Teori Linguistik: diterjemahkan oleh I. Soetikno, (New York Cambridge Univercity Press, 1968), h. 1162

15

Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 1983), h. 1162

16

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 215

17

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 157


(43)

Kata (word) adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Misalnya, Amin sedang mempelajari soal itu.18

Frase (phrase) adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak mempunyai predikat. Misalnya, Gunung Tinggi.19

Klausa (clause) adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang terdiri dari subyek dan predikat. Misalnya, Andi membaca al Qur’an.20

Kalimat (sentence) adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai potensial terdiri dari klausa. Misalnya, orang-orang itu dating dalam sebuah seminar mengenai pendidikan nasional.21

Kalimat ini terdiri dari beberapa variasi kalimat, antara lain: 1. Kalimat Tunggal

Kalimat Tunggal adalah yang hanya mengandung satu klausa atau yang hanya mempunyai satu objek dan satu predikat. Contoh:

- kita perlu berkreasi

- mahasiswa itu mengadakan penelitian22

2. Kalimat Majemuk

Di dalam kalimat majemuk ini terbagi lagi menjadi dua yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk rapatan. Bila hubungan antara

18

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 110

19

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 66

20

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 124

21

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: P ustaka Utama, 2008), h. 103

22

WJS. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang, (Yogyakarta: UP. Indonesia, 1967), h. 12


(44)

kedua pola kalimat itu sederajat, maka dapat disebutlah dengan kalimat

majemuk yang setara.

Kalimat majemuk setar menggabungkan, dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantaranya kesenyapan atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas, seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Contoh:

- Saya menangkap ayam itu, dan ibu memotongnya

- Ayah memanjat pohon mangga, sesudah itu dipetiknya beberapa buah

Kalimat majemuk setara memilih, kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah kata atau contoh:

- Engkau tinggal saja di sini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.

Kalimat majemuk setara mempertentangkan, kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah kata tetapi, melainkan, hanya. Contoh:

- Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas

Kalimat majemuk setara menguatkan, kata tugas yang digunakan adalah

bahkan, lagi pula. Contoh:

- Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik

Sedangkan definisi kalimat majemuk rapatan adalah gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subjek atau predikatnya sama maka bagian yang sama hanya disebutkan sekali. Contoh:

- Pekerjaannya hanya makan


(45)

- Pekerjaannya hanya tidur - Pekerjaannya hanya merokok

Semua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi: - Pekerjaannya hanya makan, tidur, dan merokok 3. Kalimat Aktif

Kalimat Aktif adalah kalimat yang subjeknya dianggap melakukan tindakan seperti yang dimaksud oleh kata kerjanya. Contoh:

- Ahmad belajar

- Hafsah sedang membaca novel

Kata ‘belajar’ dan ‘membaca’ adalah kata kerja aktif. Sehingga kalimat ini di atas disebut kalimat aktif.23

4. Kalimat Pasif

Kalimat Pasif adalah kalimat yang mengandung predikat verbal yang menunjukkan bahwa subjek menjadi tujuan dan sasaran perbuatan yang dimaksud oleh verba tersebut. Contoh:

- Bukunya sudah diambil

- Akhirnya persoalan itu terselesaikan juga24

Di samping itu, tata bahasa tradisional berpendapat bahwa setiap kalimat minimal memiliki fungsi sintaksis subjek dan predikat, objek apabila diperlukan baru ada, sedangkan fungsi keterangan bersifat opsional. Kajian semantik berpendapat fungsi-fungsi yang harus ada dalam suatu struktur

23

Abdul Razak, Kalimat Efektif: Struktur, Gaya dan Variasi, (Jakarta: Karya Utama, 1985), h. 12

24

Panji Suhada, Dasar-Dasar Korespondensi Niaga Bahasa Indonesia, (Jakarta: Karya Utama, 1977), h. 17


(46)

klaimat sangat tergantung pada tipe verba yang menjadi pengisi fungsi predikat.

Secara umum dibedakan adanya predikat yang diisi oleh verba tindakan, verba kejadian, verba keadaan, dan verba nominal (nominal yang menduduki fungsi predikat). Keempat tipe itu menentukan fungsi-fungsi yang harus hadir, serta makna-makna apa yang dimiliki.25

2. Jenis-Jenis Semantik

a. Semantik Leksikal

Semantik Leksikal adalah semantik yang objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu, dan di dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem (kata) dari bahasa tersebut. Sedangkan leksem (kata) itu adalah satuan gramatikal bebas terkecil dan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah kalimat (ٌﺔ݋آ݇).

Contoh: ٌﺔ݋ﱠﻜ܋݊meja hijau yang berarti pengadilan26

b. Semantik Gramatikal

Semantik Gramatikal adalah semantik yang objek kajiannya adalah bentuk makna gramatikal dari tataran tata bahasa yaitu morfologi dan siktaksis, kata, frase, klausa dan kalimat. Semua bentuk tersebut memiliki makna. Dalam bahasa Arab morfologi itu disebut

25

Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bhatara, 1988), h. 52

26

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 3


(47)

dengan istilah “ Ilmu Shorof” dan sintaksis disebut dengan istilah “ Ilmu Nahwu”.27

c. Semantik Kalimat

Semantik Kalimat adalah semantik yang berkaitan dengan topik kalimat. Menurut Verhaar, semantik kalimat ini belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik28

d. Semantik Maksud

Semantik Maksud adalah semantik yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa seperti: Metafora, Ironi, Litotes dan sebagainya.

Semantik Maksud yang dimaksud Verhaar ini mirip dengan istilah semantik pragmatik, yang dikemukakan pakar-pakar lain dan lazim diartikan dengan bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya.29 Contoh: metafora ( ݇ﺔ ܃ْݛْ݋ﱠۿ݆ا ) kitab suci al Qur’an dan hadist nabi adalah teks yang sering mengunakan kata metafora dan kalimat hiperbola satir (sindiran) untuk menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan, Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 1:

ٌبﺎۿآ

ْﻢﻬڲ۸ر

نْذﺎ۸

رْﻮڱݏ݆ا

ﻰ݆إ

تﺎ݋݇ڱﻈ݆ا

ݍ݊

سﺎﱠݏ݆ا

جﺮْﺨۿ݆

ﻚْݛ݆ا

ﻪݏْ݆ﺰْݎا

ﺪْݛ݋܋݆ا

ﺰْﻳﺰﻌْ݆ا

طاﺮܢ

ﻰ݆إ

27

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 3

28

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 3

29

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 3


(48)

Artinya: “ (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang benderang.”

3. Teori Makna

Berangkat dari latar belakang masalah, menurut informasi mengenai teori makna, pada dasarnya teori makna mempunyai hubungan yang sangat erat dengan makna semantik. Dalam hal ini, teori makna lebih condong dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Sedangkan pada makna semantik menjelaskan tentang ilmu yang mempelajari tentang makna.30 Berbicara mengenai teori makna dalam linguistik modern, ada beberapa teori yang dipakai untuk memahami makna, antara lain:

1. NadzariyahSiyaqiyah (Teori Kontekstual)

Menurut Teori ini, cara untuk memahami makna bukan dengan melihat, mendeskripsikan, atau mendefinisikan acuan atau benda. Akan tetapi, makna dipahami melalui konteks kebahasaan (siyaq lughawi) yang digunakan dan konteks situasi-kondisi (siyaq hal-mawqif) pada saat ungkapan itu terjadi. Oleh karena itu, studi tentang makna perlu menganalisis konteks kebahasaan dan konteks situasi-kondisi secara sekaligus, tepat dan cermat.

Konteks (siyaq) menurut bahasa berarti kesesuaian dan hubungan. Di sini, konteks berarti lingkungan kebahasaan

30

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet. Ke- 2. h. 5


(49)

lingual) dan luar-kebahasaan (ekstra-lingual) yang meliputi wacana dan mengungkap maknanya.

a. Konteks Bahasa (Siyaq Lughawi)

Yaitu, lingkungan kebahasaan (intra-lingual) yang mencakup bagian-bagian bahasa seperti: kosakata, kalimat dan wacana. Unsur-unsur intra-lingual dibedakan menjadi enam aspek, yaitu: 31 1. Struktur Fonem (Tarkib Shauti)

Yaitu konteks atau kesesuaian fonemik yang membentuk makna. Misalnya, kalimat ݆ﺪﻮْ݆ا مﺎݎ (anak itu tidur). Dari aspek fonemik, kedua kata yang membentuk kalimat ini dapat di batasi maknanya berdasarkan fonem sehinga makna ungkapan ini bisa dibedakan dengan ungkapan lain. Umpamanya, fonem dari مﺎݎ tidak bisa diubah menjadi ماد (selalu), بﺎݎ (menggantikan), فﺎݎ (tinggi), dan sebagainya. Demikian juga dengan fonem dari ݆ﺪﻮْ݆ا tidak bisa diganti menjadi ݇ﺪ۹ْ݆ا (negeri), ْ݇ﺪﺨْ݆ا(pikiran), dan sebagainya.

2. Struktur Morfologis (Tarkib Sharfi)

Yaitu perubahan struktur morfem pada sebuah kata, juga dapat mengubah makna. Morfem kata ݆ﺪﻮْ݆اpada contoh ݆ﺪﻮْ݆امﺎݎadalah kata benda tinggal, mudzakkar, marfu’. Kata ݆ﺪﻮْ݆ا tidak sama dengan ةدﻻﻮْ݆ا,نا ْ݆ﺪﻮْ݆ا دﻻْوﻷْا ,ﺪ݆اﻮْ݆ا ,دْﻮْ݆ﻮ݋ْ݆ا, dan seterusnya, sebab masing-masing morfem memiliki konteks makna yang berbeda.

31

H.R. Taufiqurrochman, M.A, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), cet. Ke-1. h.47


(50)

3. Struktur Sintaksis (Tarkib Nahwi)

Yaitu, struktur sintaksis di bedakan menjadi dua macam, makna sintaksis umum dan makna sintaksis khusus. Makna sintasis umum adalah makna drama tikal secara umum yang dapat dipahami dari sebuah kalimat atau ungkapan. Misalnya:

أ ْﺣ ݋ ݊ ܛ ܺﺎ

ٌﺮ (makna sintaksis: kalimat berita; ‘Ahmad pergi’). ( ْ݆ﻢ ܛ ܺﺎ ْﺮ أ ْﺣ ݋

makna sintaksis: kalimat negatif; ‘Ahmad tidak/ belum pergi’). ݊ ۿ ܛ ܺﺎ ﺮأ ْﺣ ݋

؟ ( makna sintaksis: kalimat tanya; ‘Kapan Ahmad pergi?’).

Sedangkan makna sintaksis khusus adalah makna drama tikal khusus yang dipahami melalui kedudukan kata dalam kalimat. Contoh: ْا ﻮ݆ ݆ﺪ ݎ

م ( makna sintaksis khussu dari ݆ﺪﻮْ݆اadalah fail/ subyek).

ْا ﻮ݆ ݆ﺪ ܦ ْ۸

۽ ( makna sintaksis khusus dari ݆ﺪﻮْ݆ا sebagai maf’ul bih atau obyek).

4. Struktur leksikal (Tarkib Mu’jami)

Yaitu, hal yang berkaitan dengan kosakata kamus (leksim) dan karakteristik bidang makna pada kata atau leksem tersebut. Dengan kata lain, setiap leksim memiliki karakter makna yang bisa membedakan denga leksem lainnya. Misalnya, ungkapan

ݎ مﺎ أ۸ ْﻮ

ك (ayahmu tidur). Leksem tidak مﺎݎ sama maknanya


(51)

5. Unsur Idiomatik (Mushahabah)

Yaitu, keberadaan makna sebuah kata atau leksem masih tergantung dengan kata lain yang selalu menyertainya. Disebut juga dengan idiom. Contoh: ٌܹأْݎ berarti ‘hidung’, bisa berubah makna ketika kata ٌܹأْݎ bersamaan atau beridiom dengan kata lain.Contoh: مْﻮْ݆ܿا ܹأْݎ (pemimpin kaum), dan ܹأْݎ

ﱠ݆ا ْهﺪ

(abadpertama).

6. Unsur Pragmatik (Uslub)

Yaitu, perbedaan unsur gaya bahasa (uslub) yang berada dalam wacana dapat memberi arti lain sebuah ungkapan. Contoh:

ܲ ݋ ْܿ م ر ܆ ًݣ و ﻳﺌ ڲﺨ ر ܆

ًݣ ( berarti: Umar sedang bingung)

ز ْﻳٌﺪ آ ܃ْݛ ڲﺮ݆ا ݊ دﺎ

( berarti: Zaid seorang dermawan)

أ ْﺣ ݋ ܧ ْݛ ܱ ܲ ܣ ﱠۿ݆اﺎ لﺎ

( berarti: ahmad sering bepergian)

4. Perubahan Makna

Di dalam hal ini bahasa mengalami perubahan yang dirasakan oleh setiap orang, dan salah satu aspek dari perkembangan makna (perubahan arti) yang menjadi objek tela’ah semantik historis. Perkembangan bahasa sejalan dengan perkembangan penuturnya sebagai pemakai bahasa. Kita ketahui bahwa penggunaan bahasa diwujudkan dalam kata- kata dan kalimat. Pemakai bahasa yang menggunakan kata-kata dan kalimat, pemakai itu pula yang menambah, menguranngi atau mengubah kata-kata


(52)

atau kalimat. Gejala perubahan makna sebagai akibat dari perkembangan makna oleh para pemakai bahasa. Sejalan dengan hal tersebut Karena manusia yang menggunakan bahasa maka bahasa akan berkembang dan makna pun ikut berkembang.

Di sisi lain, seperti dinyatakan terdahulu bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan makna adalah sebagai akibat perkembangan bahasa. Perubahan makna terjadi dapat pula sebagai akibat:

a. Faktor Kebahasaan

b. Faktor Kesejarahan yang dapat diuraikan atas: objek, institusi, ide, dan konsep ilmiah.

c. Sebab Sosial

d. Faktor Psikologis yang berupa: factor emotif, kata-kata tabu (1) tabu karena takut (2) tabu karena kehalusan (3) tabu karena kesopanan. e. Pengaruh Bahasa Asing

f. Karena kebutuhan akan kata-kata baru32

Selain dari faktor-faktor yang menyebabkan perubahan makna di atas masih terdapat perubahan makna yang diakibatkan oleh banyak hal. Karena bagaimanapun juga seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya bahwa perubahan makna itu sangat erat kaitannya dengan pemakai bahasa. Sedangkan pemakai bahasa selalu berinteraksi dengan banyak hal yang berada disekitarnya. Dalam hal ini, pengaruh bahasa asing juga menjadi salah satu factor yang terkait pada makna bahasa itu

32

Prof.Dr. T. Fatimah Djajasudarma Semantik II (Pemahaman Ilmu Makna), (Bandung: Refika Aditama, 1999), cet. Ke-2. h. 62-63


(53)

sendiri. Secara etimologi pengaruh bahasa asing adalah perubahan bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan oleh interaksi antara sesame bangsa.itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap BI, jugatidak dapat dihindarkan. Perubahan makna karena pengaruh bahasa asing, misalnya kata keran yang berasal dari bahasa inggris crank yang kemudian dalam BI bermakna keran, pancuran air leding yang dapat dibuka dan ditutup. Tetapi kalimat”Engkau masuk departemen dan dapat membuka keran untuk kemajuan daerah kita.”Makna kata keran bukan lagi katup penutup, tetapi lebih banyak dikaitkan dengan anggaran. Oleh sebab itulah banyak hal yang bisa mengakibatkan makna sebuah itu menjadi berubah.

Hal penting yang harus diketahui berkaitan dengan perubahan makna yaitu perubahan makna karena diakibatkan oleh perubahan lingkungan, contohnya seperti kata cetak. Bagi mereka yang bergerak dalam bidang persurat kabaran, kata cetak selalu dihubungkan dengan kata tinta, huruf, dan kertas. Tetapi bagi tukang bata, kata cetak biasanya dihubungkan dengan kegiatan membuat bata, mencetak batu bata pada

cetakannya. Sedangkan bagi petani, kata cetak biasanya dikaitkan dengan usaha membuka lahan baru untuk pertanian sehingga muncul urutan kata

pencetakan sawahbaru. Selanjutnya bagi para dokter kata cetak biasanya dihubungkan dengan kegiatan menghasilkan uang.


(54)

40

Penjelasan pada contoh di atas dapat disimpulkan bahwa faktor perubahan makna mempunyai kaitan dengan bahasa yang berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia.33

33


(55)

BAB III

SEKILAS QUR’AN TERJEMAHAN DEPARTEMEN AGAMA DAN H.B. JASSIN

A. Terjemahan AL Qur’an Departemen Agama

Dalam bab ini, Penulis menjabarkan tentang sekilas terjemahan Departemen Agama dan sekilas Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin. Kesemuanya Penulis ambil dari buku yang berjudul Falsifikasi Terjemahan al Qur’an Departemen Agama Edisi 1990 karya Dr. Ismail Lubis. M.A.

Dalam Khazanah perpustakaan di Indonesia ditemukan berbagai terjemahan dan tafsir Al Qur’an, baik dalam bahasa Indonesia atau Melayu yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa jawi1 maupun dalam bahasa daerah seperti bahasa Jawa2 dan Sunda3. Pada tahun 1974, Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an mulai diminta oleh proyek pengadaan kitab suci al Qur’an untuk melakukan koreksi terhadap naskah-naskah al Qur’an yang akan diterbitkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an yang meliputi:

1. Mushaf al Qur’an

2. Al Qur’an dan Terjemahnya 3. Al Qur’an Juz Amma

1

Jawi, Menjawikan (Menerjemahkan ke dalam Bahasa Melayu)

2

Misalnya: Qur’an Sutji djarwa Djawi Karya R.NG. Djajasugita dan M. Mufti Sharif yang diterbitkan pada tahun 1958 oleh Gerakan Ahmadiah Indonesia (Aliran Lahore) Jogjakarta, Terjemah Al Qur’an Basa Jawi K.H. Muhammad Adnan yang diterbitkan pada Tahun 1977 oleh P.T. Al Ma’arif Bandung, Al Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi Karya Kol. Drs. H. Bakri. Syahid yang diterbitkan pada Tahun 1979 oleh Percetakan Offset “Persatuan”, Yogyakarta, dan sebagai berikut.

3

Misalnya: Al Kitab al Mubin Tafsir al Qur’an Basa Sunda Karya K.H. Muhammad Ramli yang diterbitkan oleh P.T. Al Ma’arif Bandung pada Tahun 1970


(56)

Ketika itu koreksi masih terbatas pada teks al Qur’an belum sampai pada terjemahnya.4

Mengingat penyebaran al Qur’an dan terjemahnya semakin luas, dan pembaca yang terdiri atas berbagai lapisan masyarakat semakin kritis dalam menelaah al Qur’an dan Terjemahnya, muncullah beberapa saran dan usulan perbaikan yang disampaikan kepada Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’anDepartemen Agama. Sejalan dengan hal tersebut dan sesuai pula dengan peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1982 tentang Lajnah Pentashih al Qur’an, maka koreksian tidak terbatas pada teks al Qur’an saja, tetapi meliputi terjemahan dan tafsir. 5

Pada tahap pertama langkah yang dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an adalah membandingkan antara al Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Yamunu, dengan al Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an. Untuk itu, telah dilakukan beberapa perbaikan oleh sebuah tim yang dibentuk ketika itu. Meskipun al Qur’an dan Terjemahnya diterbitkan tiap tahun oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an, jumlah eksemplarnya tetap terbatas, sementara permintaan masyarakat jauh lebih banyak dari yang tersedia. Untuk itu, penerbit swasta ingin menerbitkan al Qur’an dan Terjemahnya, sementara itu, pemerintah kerajaan Arab Saudi melalui Kedutaan Besarnya (Atase

4

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 1

5

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 1


(57)

Agama) telah pula merencanakan untuk menghadiahkan al Qur’an dan terjemahnya kepada pemerintah Indonesia dengan mencetak ulang. Dalam hal ini Duta Besar Arab Saudi dan Menteri Agama R.I. telah mengadakan pembicaraan lebih lanjut.

Mengingat al Qur’an dan Terjemahnya sudah akan dicetak ulang lebih banyak, peredarannya tentunya lebih luas. Agar al Qur’an dan Terjemahnya tersebar dalam keadaan baik dan benar, maka Badan Litbang Agama membentuk Tim Penelitian dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya melalui Surat Keputusan No. P/ 15/ 1989 tertanggal 4 Juli 1989. Tim tersebut bertugas untuk:

1. Melakukan penelitian dan perbaikan terhadap al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama

2. Melakukan penelitian dan penyempurnaan terhadap saran-saran perbaikan terjemahan al Qur’an yang disampaikan oleh masyarakat kepada Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an dan diinventarisir oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama dan Lajnah Pentashih Mushaf al Qur’an.

3. Menyiapkan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama yang lebih sempurna, dan melengkapinya dengan catatan-catatan kaki dan indeks al Qur’an.6

Perlu diketahui bahwa penerjemahan al Qur’an Departemen Agama diterjemahkan secara harfiah (leterlek). Lazimnya Penerjemahan al Qur’an

6

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h.2


(58)

Departemen Agama pada edisi 1990 mempunyai dua cara yang dilakukan dalam menyampaikan pesan yang ada dalam bahasa sumber kepada pembaca: 1. Amanat dalam bahasa sumber disampaikan dengan ungkapan yang lazim

dalam bahasa penerima.

2. Amanat dalam bahasa sumber disampaikan dengan mempertahankan secara setia struktur bahasa sumber.

Di dalam terjemahan al Qur’an ada yang disebut dengan terejemahan

maknawiyah dan juga tafsiriah. Secara teknik terjemahan tafsiriah ialah dengan cara memahami maksud teks bahasa sumber (Bsu) terlebih dahulu. Setelah benar-benar dipahami, maksud tersebut disusun dalam kalimat bahasa penerima (Bpe) tanpa terikat dengan urut-urutan kata atau kalimat bahasa sumber (Bsu). Sedangkan teknik pada terjemahan maknawiyah ialah dengan cara mengutamakan ketepatan makna dan maksud secara sempurna dengan konsekuensi terjadi perubahan urut-urutan kata atau susunan kalimat dan mengutamakan kejelasan makna.

Adapun istilah “pemindahan makna”, sebagaimana dikemukakan oleh H. Safia, disebut dengan istilah yang berbeda-beda oleh berbagai ahli terjemah. Eugene A. Nida dan Charles R. Taber menyebutnya “transfer of meaning”. J.C. Catford menggunakan istilah “a total translation”. E. Sadtono memakai istilah “pemindahan makna”. Larson dengan istilah “pemadanan


(59)

antarbahasa. Kridalaksana dengan sebutan “dinamis” Az Zarqaniy dengan nama “tafsiriah “ atau “maknawiyah”.7

Mungkin tidak salah kalau dikatakan bahwa jenis penerjemahan yang dilakukan oleh Tim Penerjemah al Qur’an Edisi Tahun 1990 ini pun adalah penerjemahan seharfiah mungkin sebagaimana halnya Edisi Tahun 1970. Hal ini berdasarkan atas penerjemahan mutlak secara harfiah dengan pengertian satu lawan satu dan bentuk susunannya tetap, tidak mungkin dapat dilakukan.

Sebagai bukti bahwa penerjemahan mutlak secara harfiah ini tidak mungkin dilakukan, akan dikemukakan dua contoh yang mungkin sepintas lalu orang menyebutnya terjemahan harfiah, padahal bukan.

1) نْوﺮْ݊ﺆﻳﺎ݊نْﻮﻌْܻ݇ﻳوْﻢﻬﻗْﻮْܺݍْ݊ﻢﻬڱ۸رنْﻮܺﺎﺨﻳ Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan

melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)’.8

2) ...ﷲاﱠﻻإاًﺪﺣأنْﻮﺸْﺨﻳﻻوﻪݎْﻮﺸْﺨﻳوﷲاتﻻﺎﺳرنْﻮﻐ۹ڲ݇ﻳݍﺬْﻳﱠ݆ا

‘(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah,9 mereka taakut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah’.10

7

Sofia Rangkutr, Terjemahan dan Kaitannya dengan tata Bahasa Inggris,( Jakarta, Dian Rakyat, 1991), h.3

8

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 409

9

Maksudnya:Para Rasul yang menyampaikan syariat-syariat Allah kepada manusia.

10

Departemen Agama. R.I.,Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama, “Daftar Perbaikan dan Penyempurnaan al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI”, 1989, h. 674


(60)

Kalau diperhatikan betul, setidak-tidaknya dari kedua penerjemahan ini ada tiga hal yang perlu dipersoalkan sehingga tidak dapat disebut sebagi penerjemahan mutlak harfiah, masing-masing:

1. ada dua buah kata kerja yang berbeda, tetapi terjemahannya sama, yaitu ‘فﺎﺨﻳ’ dan ‘ﻰﺸْﺨﻳ’. Kedua duanya diterjemahkan menjadi “takut”.

2. Terjemahan kosa kata yang ada tidak seluruhnya menghasilkan padanan satu lawan satu dan tidak pula mengikuti secara setia struktur bahasa sumber.

3. Masih diperlukannya catatan kaki dengan nomor 1223 yang dalam pembahasan ini berubah menjadi nomor 88 sebagai penyesuaian.

Agar lebih jelas tiga masalah ini satu persatu akan diangkat ke permukaan, dan dibahas seperlunya. Kalau “فﺎﺨﻳ” dengan‘ﻰﺸْﺨﻳ’ disamakan dalam terjemahan, berarti tidak terlihat nuansa yang ada diantara kedua kata kerja tersebut. Ini bukan berarti bahwa tim penerjemah tidak mengerti. Hal ini terjadi karena bahasa penerima tidak sepenuhnya siap mendudukan wakilnya yang tepat. Di sinilah antara lain letak kesulitan dalam menerjemahkan, dan ini pulalah antara lain alasan pihak pakar yang mengatakan mustahilnya penerjemahan harfiah mutlak.

1. Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia

Sebelum masuk ke dalam pembahasan metode terjemahan al Qur’an H.B. Jassin. Ada baiknya kita mengetahui latar belakang penerjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia.


(1)

Bab V Penutup A. Kesimpulan

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, di antara dua versi terjemahan (Depag dengan H.B.Jassin) tidak ada perbedaan secara makna, tetapi berbeda dalam pemilihan diksi. Di sini Depag masih menekankan pada bahasa sumber sedangkan terjemahan versi H.B.Jassin terjemahannya mengandung nilai-nilai seni. Hal yang membedakan terjemahan beliau terlihat dari segi terjemahannya yang menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasa yang bersifat puitis. Dalam hal ini, terjemahan Depag dengan H.B.Jassin ketika

menerjemahkan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ di dalam ayat pertama masing-masing dari kedua

penerjemah tersebut memiliki perbedaan makna. Adapun makna pada kata ْﻢﻜْ܋ﻳ di

dalam terjemahan Depag diartikan dengan ‘menetapkan’. Sedangkan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ di

dalam terjemahan H.B.Jassin diartikan dengan ‘memenuhi’. Jika di lihat secara teologis diantara kedua terjemahan di atas, makna yang lebih akurat terdapat pada

terjemahan H.B.jassin yang mengartikan kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dengan ‘memenuhi’. Secara

garis besar terjemahan H.B.jassin memiliki penempatan diksi yang tepat dan memiliki konsekuensi teologis. Sedangkan ayat kedua di dalam terjemahan Depag

dengan H.B.Jassin pada kata ْﻢﻜْ܋ﻳ memiliki makna yang sama yakni

‘memutuskan’. Dalam hal ini, kata yang membedakan pada ayat ini yaitu pada

kata kafirun yang terdapat pada akhir ayat. Kata kafirun di dalam terjemahan

Depag diartikan dengan kafir. Sedangkan kata kafirun di dalam terjemahan

H.B.Jassin diartikan dengan ingkar. Adapun perbedaan makna di atas terhadap


(2)

B. Saran dan Kritik

Penulis menyadari bahwa penelitian tentang Analisis Semantik pada

kata ٌﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ dalam Al Qur’an Terjemahan Depag dengan H.B.Jassin

(studi kasus pada surat al Maidah) yang penulis kaji saat ini belumlah maksimal, yaitu hanya seputar analisis kata ْﻢﻜْ܋ﻳ dan ٌﻢْﻜﺣ yang diterjemahkan oleh Depag dengan H.B.Jassin.


(3)

69

Meskipun telah semaksimal mungkin menyelesaikan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun, selalu Penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap ada penelitian selanjutnya yang dapat mengembangkan penelitian yang ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Seluk Beluk al-Quran. Jakarta : Rineka Cipta, 1992

Amal, Adnan, Taufik. Rekonstruksi Sejarah al-Quran. Jakarta : Forum Kajian Budaya dan Agama, 2000

Ali, Yusuf, Abdullah. Tafsir Yusuf Ali Teks, Terjemahan dan Tafsir. Bogor: Litera Antar Nusa, 2009

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta, 2002 __________. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

__________. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran.

Jakatara: Rineka Cipta, 2007

Depag, R.I. Al-Quran dan Terjemahannya (kata sambutan ketua lembaga penyelenggara penerjemah kitab suci al Quran). Jakarta: Yamunu, 1995 Depag, R.I. Al-Quran dan Terjemahannya Al Jumanatul ‘Ali. Bandung: 2005 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: 1997 Djajasudarma, T, Fatimah. Semantk II (pemahaman ilmu makan). Bandung:

Refika Aditama, 1999

Hidayatullah, Syarif. Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan. Jakarta: 2007

Hoed, Hoedoro, Benny. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2006

Hanafi, Nurrachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986

Alexa. Pengertian Hukum. Artikel diakses pada Senin, 29 April 2010 dari

http:id.shvoong.com/social-science.

Islah, Gusman. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi. Jakarta: Teraju, 2003

Jassin, H.B. Bacaan Mulia. Jakarta: 1982

Jassin, H.B. Kontroversi al Qur’an Berwajah Puisi. Jakarta: Pustaka Utama Grafit, 1995


(5)

_________. Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta: PT. Gramedia, 1985

Kustiawan dan Mansyur. Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab.Jakarta : Moyosegoro Agung, 2002

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Pustaka Utama, 2008

Kamil, Sukron. Najib Mahfuz Sastra, Islam, dan Politik (studi semiotik terhadap Novel Aulad Haratina). Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007

Kasymiri, Ahmad, Basyir. ‘Abqary al-Islam Sayyid Qutb. Mesir: Dar-al-Fadilah, t.t.

Lyons, John. Pengantar Teori Linguistik di terjemahkan oleh I Soetikno. New York: Cambridge Univercity Press, 1968

Lubis, Ismail. Filsafat Terjemahan al Qur’an Depag edisi 1990. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001

Machali, Rochaya. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta: PT Gramedia, 2000 Munawir, A.W. Kamus al Munawir Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta:

Pustaka Progresif, 1984

Parera, Jos, Daniel. Sintaksis. Jakarta: Pustaka Utama, 1998

Poerwadarminta, WJS. Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang. Yogyakarta:

UP. Indonesia, 1967

Pateda, Mansoer. Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2001

Razak, Abdul. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya dan Variasi. Jakarta: Karya Utama, 1985

Syarifudin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqih. Bogor: Kencana, 2003 Shadaly, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Van hoeve, 1983

Suhada, Panji. Dasar-Dasar Korespondensi Niaga Bahasa Indonesia. Jakarta: Karya Utama, 1977

Syihbuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia (teori dan praktek). Bandung:

Humaniora, 2005

Sayogi, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Syarif Hidayatullah, 2008


(6)

72

Shihab, M. Quraish. Mukjizat al Qur’an. Bandung: Mizan, 1998

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an. Ciputat: Lentera Hati, 2001

Taufiqurrochman, H.R. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press, 2008

Waty, Jasir. Kamus Munjid Arab Terlengkap. Lebanon: Dar el-Machreq Sarl, 2002