17
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat
25 yang dimaksud dengan pembiayaan adalah “Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa-menyewa, jual
beli, pinjam meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank SyariahUUS dan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.”
1
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pembiayaan merupakan bentuk penyaluran dana kepada nasabah yang dilakukan oleh bank dalam rangka
memproduktifkan dananya agar tidak menganggur idle baik dalam bentuk uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang. Akibat dari penyaluran dana
tersebut, bank memperoleh imbalan berupa bagi hasil, margin, sewa atau bahkan tanpa imbalan.
1
Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Lima Undang-Undang Moneter Perbankan Bandung: Fokusmedia, 2009, h. 138
.
18
Istilah pembiayaan dengan kredit hampir sama karena keduanya sama-sama memberikan dana kepada nasabah, hanya saja bank syariah dapat memberikan
pembiayaan dengan menggunakan akad bagi hasil, jual beli ataupun sewa menyewa sehingga imbalan yang diperolehnya pun berupa bagi hasil, margin dan
pendapatan sewa. Dalam konsep kredit, bank konvensional menggunakan imbalan bunga untuk memperoleh pendapatan, padahal sebagaimana yang
diketahui bahwa bunga itu membawa dampak buruk bagi peminjam. Dampaknya terasa pada saat rendahnya tingkat penerimaan peminjam sedangkan biaya bunga
tetap. Akibatnya, peminjam tidak bisa membayar pokoknya sekaligus bunga yang terus berlipat. Dalam keadaan inilah peminjam tidak pernah keluar dari
ketergantungan membayar bunga, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan.
2
Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang ahli dalam berdagang, di dalam fiqh Islam disebut dengan mudharabah. Mudharabah
berasal dari kata dharaba memukul, bergerak, dharaba fil-mal berdagang, memperdagangkan.
3
Disebut juga qiradh, yang berasal dari kata al-qardhu, yang berarti al-qath’u potongan, karena pemilik memotong bagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh keuntungan.
4
2
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, h. 67.
3
Isriani dan Muhammad giharto, Kamus perbankan syariah: Dilengkapi Penjelasan Singkat Perbandingan Dengan Bank Konvensional Jakarta: Marja, 2007 cet.1 h. 51.
4
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007, h. 136.
19
Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan mudharabah adalah pemilik modal menyertakan modalnya kepada pekerja pengusaha untuk
diinvestasikan, sedangkan keuntungan yang diperoleh menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.
5
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Mudharabah adalah salah satu bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seorang yang ahli dalam berdagang.
6
Menurut Wahbah Az-Zuhaily sebagaimana yang dikutip oleh Adrian Sutedi bahwa mudharabah adalah pemilik modal menyertakan hartanya kepada
pengusaha untuk diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan
pengusaha tidak dibebani kerugian sedikitpun, kecuali kerugian berupa tenaga dan kesungguhannya.
7
Dari beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang diberikan kepada mudharib
pengelola dana oleh shahibul maal pemilik dana, dimana pemilik modal memberikan kepercayaan dananya untuk dikelola oleh mudharib sebesar 100
dana. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan bersama dan apabila mengalami kerugian, maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat dari kelalaian pengelola.
5
AH. Azharudin Lathif, Fiqh Mu’amalat Jakarta: UIN Jakarta Press,2005, h.134.
6
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoe, 1996, cet. Ke 1, h.1196.
7
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009 h. 69.
20
Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang menuntut tingkat kepercayaan yang tinggi. Mudharib, sebagai orang yang diberi amanah dituntut
untuk bersikap hati-hati dalam mengelola dana shahibul maal. Untuk itu, ia harus pintar dalam menyalurkan dana yang telah diberikan shahibul maal ke dalam
bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan yang optimal. Apabila bisnisnya tersebut merugi, maka shahibul maal akan menanggung kerugian tersebut sebagai
pengurang modal sedangkan mudharib akan kehilangan kerja keras dan managerial skill selama bisnis berlangsung, kecuali kerugian yang diakibatkan
oleh penyelewengan dan penipuan. Dalam pembiayaan mudharabah, pemilik dana tidak boleh melakukan
pengawasan kerja yang bisa menimbulkan campur tangan dalam usaha mudharib, karena hanya mudharib saja yang dapat mengurus modal sejauh ia mengetahui
baik buruknya dalam menjalankan urusan perniagaan.
8
Shahibul maal hanya mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan saja tanpa
mencampuri usaha mudharib. 2. Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah
a. Al-Qur’an 1 Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
8
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam. Penerjemah Drs. Aswin Simamora Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, cet. ke 3, h. 69.
21
…..
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….”.
2 Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
…
Artinya: “Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu….”
3 Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
… ...
Artinya: “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
b. Hadits Hadis Nabi Riwayat Thabrani:
22
Artinya: “Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia mudharib harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”
HR. Thabrani dari Ibnu Abbas.
9
3. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Mudharabah a.
Rukun Pembiayaan Mudharabah Menurut Mazhab Hanafiyah, rukun pembiayaan mudharabah adalah ijab
dan kabul. Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga rukun pembiayaan mudharabah, yakni:
1 Dua pihak yang berakad shahibul maalpemilik modal dan mudharibpengelola modal
2 Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri atas modal maal, kerja dan keuntungan.
3 Shigot, yakni serah ijab dan terima qabul
10
9
Fatwa DSN MUI No: 07DSN-MUIIV2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
10
Adrian, Perbankan Syariah, Tinjauan Dan Beberapa Segi Hukum, h. 75
23
Menurut Adiwarman Karim, rukun pembiayaan mudharabah adalah pelaku pemilik modal maupun pelaksana usaha, objek mudharabah modal
kerja, persetujuan kedua belah pihak dan nisbah keuntungan.
11
b. Syarat-Syarat Pembiayaan Mudharabah Adapun Syarat-Syarat yang harus dipenuhi dalam pembiayaan
mudharabah: 1 Pelaku
a Pelaku harus cakap hukum dan baligh b Pelaku dapat melakukan mudharabah baik dengan sesama atau
dengan non muslim. Boleh saja melakukan mudharabah dengan non muslim tetapi yang dapat dipercaya dan juga dengan syarat
harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga bisnis yang dijalankan tersebut
bebas dari riba dan juga bentuk-bentuk yang dilarang oleh syariah. c Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha
tetapi ia boleh mengawasi. 2 Objek mudharabah modal dan kerja
a Modal i.
Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya dinilai sebesar nilai wajar, harus jelas jumlah dan jenisnya.
11
Adiwarman A karim, Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008, h. 205.
24
ii. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran
modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apa pun padahal pengelola dana harus bekerja.
iii. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat
dibedakan dari keuntungan. iv.
Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka
dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. v.
Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka dianggap
terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. vi.
Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak
dilarang secara syariah. b Kerja
i. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian,
ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain. ii.
Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
iii. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan
syariah.
25
iv. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada
dalam kontrak. v.
Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana
sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalanganti rugiupah.
3 Ijab Kabul Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridarela di antara pihak-pihak
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4 Nisbah keuntungan a Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah
pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
b Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan
riba.
12
12
Nurhayati dan wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Jakarta: Salemba Empat, 2008 h. 116- 117.
26
4. Tujuan dan Manfaat Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang melibatkan dua pihak,
yaitu pihak yang memiliki modal tetapi tidak memiliki kemampuan dalam berbisnis, dan pihak yang pandai dalam berbisnis tetapi tidak memiliki modal
yang cukup. Maka dengan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pihak terciptalah hubungan kemitraan antara keduanya.
13
Oleh sebab itu, bisnis penanaman modal ini disyariatkan oleh Allah demi kepentingan kedua belah
pihak. Mudharabah sebagai instrumen keadilan mengimplikasikan beberapa hal
penting: pertama, kedua pihak yang menjalankan transaksi ekonomi selalu berangkat dari kebersamaan, suatu ketetapan diputuskan secara bersama-sama
dengan terlebih dahulu bermusyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling ridha satu sama lain. Kedua, sebagai dua pihak yang terlibat dalam kancah
bisnis, shahibul maal dan mudharib, memiliki orientasi yang sama yaitu berupaya untuk mengembangkan modal yang ada dalam suatu bisnis yang menguntungkan
laba baik secara material maupun spiritual.
14
Tujuan dari pembiayaan mudharabah adalah sebagai salah satu pembiayaan yang berfungsi sebagai penguatan modal kerja, dimana LKS menjadi sebuah
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang mengalami defisit untuk usaha produktif sebagai modal
13
Shaleh ash-Shawi dan Abdullah al-Muslih. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir Jakarta: Darul haq, 2004, h. 170.
14
Muhammad. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h. 65-66.
27
kerja usaha, sehingga fungsi LKS ini akan menstimulasi tumbuh dan berkembangnya usaha masyarakat, memberi peluang pada masyarakat miskin
untuk mengakses sumber daya ekonomi, dan mampu menstimulasi usaha yang dilakukan masyarakat miskin.
15
Adapun manfaat dari pembiayaan mudharabah adalah
16
1 Shahibul maal akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha mudharib meningkat.
2 Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow arus kas usaha mudharib sehingga tidak memberatkan mudharib.
3 Mudharib akan lebih selektif dan hati-hati prudent mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 4 Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap. Dalam bank konvensional, bank akan menagih kredit yang diterima nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. 5. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Dalam aplikasinya di perbankan syariah, penyaluran dana dengan skema mudharabah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
15
Ibid., h. 6.
16
Syafii Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. hal. 97-98.
28
a. Mudharabah mutlaqoh Dalam mudharabah mutlaqoh, pengelola dana tidak diberi batasan
mengenai bisnis yang akan dijalani dan daerah tempat usaha. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan
ungkapan if’al ma syi’ta lakukanlah sesukamu.
17
Jadi pengelola memiliki kebebasan yang penuh untuk menyalurkan dananya ke bisnis apapun selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun apabila ternyata pengelola dana lalai atau melakukan kecurangan sehingga menyebabkan kerugian maka
pengelola dana harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. b. Mudharabah Muqayyadah
Dalam jenis mudharabah ini, pemilik dana memberi batasan-batasan kepada pengelola dana mengenai tata cara bisnis, tempat usaha maupun sektor
usaha yang nantinya akan dijalankan. Nasabah terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank syariah sehingga mudharabah muqayyadah ini
dikenal sebagai investasi terikat.
18
Dalam mudharabah muqayyadah, peran bank syariah hanya sebagai agen yang menghubungkan pemilik dana mudharabah muqayyadah yang telah
menetapkan batasan tertentu dengan pelaksana usaha.
19
Selanjutnya bank akan menginvestasikan dana shahibul maal tersebut ke dalam proyek tertentu yang
17
Ibid., h. 97.
18
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga perekonomian Umat Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002, h. 73.
19
Rizal yaya, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. h. 63.
29
telah ditentukan oleh shahibul maal. Dari upaya memfasilitasi pemilik dana dan pengelola dana mudharabah muqayyadah tersebut, bank memperoleh fee
sejumlah tertentu sebagaimana yang telah disepakati. c. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad
mudharabah musytarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam
investasi, sedangkan di lain sisi, adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi.
20
Pembagian bagi hasil usaha mudharabah antara pemilik dana dengan pengelola dana dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil revenue
sharingbagi laba profit sharing. Dalam prinsip bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto gross profit bukan total pendapatan usaha
omset, sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih, yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan
mudharabah.
21
B. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105