Analisis kesesuian perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah dengan PSAK 105 (studi pada 4 BMT di Jkarta Selatan)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Disusun Oleh :
SORAYA
NIM: 107046102039
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
ANALISIS KESESUAIAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN PSAK 105
(STUDI PADA 4 BMT DI JAKARTA SELATAN)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.Sy) Oleh:
SORAYA
NIM: 107046102039
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM Dwi Nur’aini Ihsan, SE.,MM
NIP : 195502151983031002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juni 2011 M 5 Rajab 1432 H
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi pada empat BMT yaitu BMT Ta’awun, BMT Al-Kariim, BMT El-Syifa dan BMT Daarul Qur’an dengan judul “Analisis Kesesuaian Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah dengan PSAK 105 (Studi pada 4 BMT di Jakarta Selatan)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh keempat BMT yaitu BMT Ta’awun, BMT Al-Kariim, BMT El-Syifa dan BMT Daarul Qur’an sudah sesuai dengan PSAK No.105. Metode penelitian yang digunakan adalah analisa deskriptif yaitu memberikan gambaran mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah.
Hasil analisis menyatakan bahwa perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah pada keempat BMT belum sesuai dengan PSAK No. 105. Ketidaksesuaian tersebut terjadi dalam hal pengakuan dan pencatatan transaksi pemberian dana kepada nasabah dan penundaan pembayaran angsuran.
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar keempat BMT yaitu BMT Ta’awun, BMT Al-Kariim, BMT El-Syifa dan BMT Daarul Qur’an menerapkan PSAK 105 secara penuh dan selalu mengupdate setiap revisi yang dilakukan oleh IAI selaku organisasi yang mengatur standar akuntansi keuangan di Indonesia.
(5)
vi
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, penguasa alam semesta, yang senantiasa melimpahi kehidupan penulis.
Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut- Nya.
Alhamdulillah, meskipun penulis mengalami banyak rintangan dan rintangan dalam menyelesaikan studi maupun skripsi ini, namun penulis dapat memetik hikmah
dari pengalaman yang penulis alami.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak Mu’min Rauf, MA selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Muamalat.
3. Bapak Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag, MM dan Ibu Dwi Nur’aini Ihsan, SE.,MM atas kesediaannya memberikan waktu kepada penulis untuk
membimbing dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Subandikot, Amd dan Bapak Irwansyah, S.Pdi selaku General Manager
dan Kepala Bagian Marketing BMT Ta’awun, Ibu Risnawati dan Bapak Andrie selaku Manager Operasional Keuangan dan Manager Marketing BMT
(6)
vii
Al-Kariim, Bapak Ahmad Ruslan dan Ibu Dra. Ida Saidah selaku General
Manager dan Manager Pembiayaan BMT El-Syifa, serta Bapak Muhammad Lukman, SE selaku General Manager BMT Daarul Qur’an yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi mengenai permasalahan yang
penulis teliti.
5. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi perpustakaan.
6. Orang tuaku tercinta, Ibunda Nurmanzily dan Ayahanda Suraidi. Terima kasih
atas setiap Doa’nya. Berkat doa dan motivasi mereka penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
7. My brother and my sister, Robby dan Reny. Terima kasih atas support dan
semangatnya.
8. My lovely, Arief yang sudah membantu penulis dari awal hingga saat ini,
yang selalu memberikan ide-idenya dan selalu mengingatkan penulis untuk tidak bermalas-malasan.
9. My Best Friends, Mega, Kiki, Dwita, Ida dan Elda yang memberikan
masukan dan diskusi-diskusi yang berarti serta seluruh rekan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya PS B Angkatan 2007 yang telah
menemani hari-hariku selama kuliah.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus
(7)
viii
Jakarta, 6 Mei 2011
(8)
ix DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Skripsi Abstrak
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 10
D. Kajian Penelitian Terdahulu……… 11
E. Kerangka Teori dan Konsep………... 11
F. Metode Penelitian………... 13
G. Sistematika Penulisan ……….. 15
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah………. 17
2. Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah……….. 20
3. Prinsip-prinsip Pembiayaan Mudharabah………... 22
(9)
x BAB III GAMBARAN UMUM BMT
A. BMT TA’AWUN
1. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun………. 50 2. Produk yang ditawarkan BMT Ta’awun……… 51
3. Pendapatan BMT Ta’awun………. 54
B. BMT AL-KARIIM
1. Sejarah Berdirinya BMT Al-Kariim………... 55
2. Produk yang Ditawarkan BMT Al-Kariim………. 56
3. Pendapatan BMT AL-Kariim………. 57
C. BMT EL-SYIFA
1. Sejarah Berdirinya BMT El-Syifa……….. 58
2. Produk yang ditawarkan BMT El-Syifa………. 58
3. Pendapatan BMT El-Syifa……….. 60
D. BMT DAARUL QUR’AN
1. Sejarah Berdirinya BMT Daarul Qur’an………. 61 2. Produk yang ditawarkan BMT Daarul Qur’an ……….. 63
3. Pendapatan BMT Daarul Qur’an……… 66
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
(10)
xi
1. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Di
BMT Ta’awun……… 68 2. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Di
BMT Al-Kariim………. 71 3. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Di
BMT El-Syifa………. 74 4. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Di
BMT Daarul Qur’an………... 76 B. Analisis Kesesuaian Perlakuan Akuntansi Mudharabah pada
BMT dengan PSAK No. 105……….. 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………. 101
B. Saran………...……… 102
Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran
(11)
xii
Tabel 2.2 Laporan laba rugi BMT………...45
Tabel 2.3 Laporan perubahan modal BMT………...………...47
Tabel 2.4 Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zis BMT………..………48
Tabel 2.5 Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan……….48
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kesesuaian Transaksi Yang Dilakukan BMT dengan PSAK 105………98
(12)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan ekonomi merupakan hal yang tidak bisa dihindari lagi karena manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melakukan sendiri dalam hal memenuhi kebutuhannya sehingga perlu melakukan transaksi ekonomi dengan individu lainnya. Mengenai kegiatan ekonomi tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa
“Hukum ashal dari muamalah adalah boleh (mubah) sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya.” Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash (Quran dan
Hadits). Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yang dilakukan harus sesuai dengan prinsip Islam.1
Salah satu upaya penerapan prinsip Islam dalam kegiatan ekonomi adalah dengan mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam. Lembaga
keuangan pada dasarnya adalah lembaga yang menghubungkan antara pihak yang memerlukan dana dan pihak yang mengalami surplus dana. Lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank, mempunyai peran yang penting bagi aktivitas
perekonomian. Peran tersebut dijadikan wahana yang mampu menghimpun dan
1
Nuruddin Mhd. Ali, “Tujuan Ekonomi Dalam Islam”, artikel diakses pada 16 november 2010 dari http://www.db2.wikispaces.com/.../sm2003+Tujuan+Keuangan+Syariah.
(13)
menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf
hidup rakyat.2
Tujuan didirikannya lembaga keuangan syariah adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip syariah dalam transaksi keuangan dan perbankan. Adapun yang
dimaksud prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah yang dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan.3
Banyaknya lembaga keuangan syariah saat ini membuktikan bahwa masyarakat menginginkan adanya suatu sistem yang adil dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Selain itu juga merupakan suatu bentuk penolakan terhadap sistem riba
yang sangat bertentangan dengan prinsip Islam, terlebih lagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI bahwa bunga bank itu haram membuat masyarakat sadar akan kebutuhan bertransaksi ekonomi dengan tidak menggunakan sistem bunga.
Berkembangnya lembaga keuangan syariah pada lembaga keuangan bank seperti
perbankan syariah mencapai 47,56% pada tahun 2010, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 33,37%. Tidak hanya lembaga keuangan bank saja yang tumbuh, di lembaga keuangan non bank seperti BMT pun
juga mengalami kemajuan pesat. Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) hingga
2
Sigit Triandaru dan Totok, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.10.
3
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 35.
(14)
3
Desember 2010 berhasil memfasilitasi kelahiran sebanyak 3.872 lembaga keuangan
mikro Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang seluruhnya melayani pembiayaan pelaku usaha mikro.4
Salah satu produk pembiayaan yang khas dari lembaga keuangan syariah yang
prinsipnya berbeda dengan lembaga keuangan konvensional adalah pembiayaan
mudharabah. Pembiayaan mudharabah dikembangkan dengan prinsip bagi hasil,
dimana prinsip ini berbeda dengan prinsip bunga sebagaimana yang terdapat dalam produk konvensional. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang
dijalankan, bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh kedua belah pihak sedangkan bunga pembayarannya bersifat tetap tanpa mempertimbangkan apakah proyek yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi.5
Namun, dibalik pesatnya pertumbuhan sektor keuangan syariah yang ada saat ini, lembaga keuangan syariah justru lebih memilih memberikan pembiayaan yang berbasis non bagi hasil seperti murabahah ketimbang pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah. Dibanding mudharabah, akad murabahah masih mendominasi
hingga 60% pada produk perbankan syariah di Indonesia.6 Dalam statistik perbankan syariah bulan Maret 2011, komposisi pembiayaan yang diberikan BUS dan UUS
4
Mulia Ginting Munthe, “Pinbuk inisiasi kelahiran 3.872 BMT”, artikel diakses pada 20 mei 2011dari
http://www.bisnis.com/ekonomi/mikro-ukm/14705-pibuk-berhasil-inisiasi-kelahiran-3872-bmt.html
5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),h. 61.
6
“Produk perbankan syariah”, Republika, 28 April 2011. diakses pada 14 mei 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/syariah/keuangan/11/04/28/lkcpm9-murabahah-masih-dominasi-produk-perbankan-syariah
(15)
untuk jenis pembiayaan murabahah mencapai 40,887 milyar sementara untuk
pembiayaan mudharabah hanya 8,767 milyar.
Mendominasinya produk murabahah ketimbang mudharabah membuktikan bahwasannya lembaga keuangan syariah memilih pembiayaan yang bersifat
konsumtif daripada pembiayaan bersifat produktif. Berdasarkan jenis penggunaan per maret 2011 pembiayaan lebih besar dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi yaitu sebesar 27,112 milyar daripada untuk investasi yang jumlahnya hanya 14,370 milyar.
Muhammad (2010), menyebutkan bahwa mendominasinya murabahah ketimbang
mudharabah sesungguhnya bersumber dari dua permasalahan utama, yaitu moral
hazard, dimana tidak diindahkannya masalah moral dan etika dalam berbisnis, baik
dilakukan oleh pengusaha maupun yang dilakukan oleh LKS itu sendiri dan masalah
kedua adalah adverse selection, yaitu masalah ketidakseimbangan informasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha.7 Padahal pembiayaan berbasis bagi hasil seperti pembiayaan mudharabah menurut Irfan Syauqi Beik, (2006) mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu:8
Pertama, Pembiayaan mudharabah akan menggerakkan sektor rill karena
pembiayaaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk kebutuhan investasi dan
modal kerja. Jika investasi di sektor riil meningkat tentunya akan menciptakan
7
Muhammad Imaduddin, “Mudharabah dan Optimalisasi Sektor Riil”, artikel diakses pada 11 oktober 2010 dari http://zonaekis.com/mudharabah-dan-optimalisasi-sektor-riil#more-1308. 8
Irfan Syauqi Beik. “Bank Syariah dan Pengembangan Sektor Riil”, artikel diakses pada 11 Oktober 2010 dari http:pesantrenvirtual.com.
(16)
5
kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran sekaligus
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kedua, Peningkatan persentase pembiayaan mudharabah akan mendorong
tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang
berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi baru yang akan meningkatkan daya saing bank syariah.
Ketiga, Pola pembiayaan mudharabah adalah pola pembiayaan berbasis produktif
yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan sektor riil sehingga
kemungkinan terjadinya krisis keuangan akan dapat dikurangi.
Salah satu lembaga keuangan syariah non bank yang dapat menggerakkan sektor rill adalah BMT. BMT merupakan suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara nyata
memang lebih fokus kepada masyarakat bawah karena BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama bantuan permodalan.9
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan syariah
non bank yang mengarah pada kegiatan bisnis (business oriented) dan sosial (social
oriented). BMT juga dikenal sebagai jenis lembaga keuangan syariah pertama yang
dikembangkan di Indonesia.10 BMT sebagai lembaga sosial lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infaq
dan shadaqah yang disebut baitul maal, sedangkan BMT sebagai lembaga bisnis
berfungsi sebagai lembaga penghimpunan dan penyaluran dana komersil, yang
9
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 83.
10
(17)
disebut baitut tamwil.11 Dengan demikian BMT memiliki dua fungsi, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah serta pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank.12
BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang segmen usahanya melayani
masyarakat kecil khususnya para pengusaha yang tidak mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah karena sering dianggap unbankable. BMT mampu dan bersedia membiayai sektor usaha yang sangat kecil, serta mendanai kebutuhan hidup
dalam nominal yang tak terlampau besar namun bersifat vital dan mendesak, dimana ini jelas bukan sesuatu yang biasa dilayani perbankan baik dikarenakan alasan nasabah yang unbankable, maupun karena perhitungan hasil yang tidak sebanding
dengan biaya dan risiko bagi perbankan.13
Khaerul Umam (2009), mengungkapkan bahwasannya operasional bank syariah belum dapat secara optimal menjangkau sektor usaha mikro di tingkat akar rumput (grass root), hal demikian karena ternyata bank syariah sebagai lembaga intermediasi
keuangan dalam menjalankan fungsinya menyalurkan dana kepada masyarakat berupa memberikan pembiayaan masih mensyaratkan adanya jaminan yang itu tidak mudah bisa dipenuhi oleh nasabah, khususnya nasabah kecil. Tidak hanya itu saja, di
11
Heri sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Ekonisia, 2008) edisi 3. h.103. 12
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 35.
13
BMT Isra Indramayu, “Optimalisasi Keunggulan BMT bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat”,
artikel diakses pada 16 juli 2011dari
(18)
7
sisi yang lain fakta menunjukkan bahwa operasional bank syariah juga terbatas di
kota-kota, sedangkan pelaku sektor ekonomi riil juga sebagian berada di desa-desa. Dengan demikian layanan yang diberikan oleh bank syariah belum dapat menjangkau sektor ekonomi riil secara optimal.14
Diantara keunggulan BMT lainnya berkenaan dengan pembiayaan dunia usaha
adalah BMT mampu dan bersedia membiayai usaha yang baru dan sedang tumbuh di lingkungannya. 15 Hal semacam ini sangat jarang dilakukan oleh perbankan, baik yang konvensional maupun syariah. Perbankan biasanya lebih berminat untuk
membiayai usaha yang sudah mapan (sustainable).16
Saat Suharto, direktur BMT ventura dalam wawancaranya dengan jurnal nasional mengungkapkan bahwasannya kelebihan BMT sehingga masyarakat mikro lebih suka
dibandingkan bank karena BMT memiliki keluwesan dalam memberikan pembiayaan, sedangkan bank tidak. Karena menurutnya pada bank ada requirement
yang diatur peraturan bank sentral, ada istilah non dan bankable.17
Keberadaan BMT sebagai suatu lembaga keuangan non bank, tidak akan terlepas dari proses pencatatan akuntansi. BMT juga berkewajiban melakukan pencatatan atas
14
Khaerul Umam, “Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro”, artikel diakses pada 16 juli 2011 dari
http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/%E2%80%9Cstrategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro%E2%80%9D/
15
Wawancara dengan Bapak Subandikot, General Manager BMT Ta’awun. Cipulir. 25 Februari 2011
16
BMT Isra Indramayu, “Optimalisasi Keunggulan BMT bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat”,
artikel diakses pada 16 juli 2011dari
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=373821131183&i&index=0 17
“Harus jemput bola.” Jurnal nasional, 24 Mei 2011 ,diakses pada 16 Juli dari http://nasional.jurnas.com/newspaper/20110524
(19)
aktivitas-aktivitas akuntansi yang terjadi yang selanjutnya disajikan dalam laporan
keuangan. Laporan tersebut disajikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dana serta aset yang dikelola dan sebagai sarana utama bagi berbagai pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan.
Ikatan Akuntan Indonesia sejauh ini telah menerbitkan enam standar yang terkait
dengan standar akuntansi syariah, yaitu PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK 102 (murabahah), PSAK 103 (salam),
PSAK 104 (istishna’), PSAK 105 (mudharabah), dan PSAK 106 (musyarakah).
PSAK tersebut dikeluarkan sebagai pengganti dari PSAK No. 59 tentang akuntansi perbankan syariah.18
Eksistensi akuntansi syariah di Indonesia diawali oleh PSAK 59 yang disahkan
pada 1 Mei 2002 dan berlaku mulai 1 Januari 2003. PSAK yang merupakan produk Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia berlaku hanya dalam tempo lima tahun. Sementara PSAK 101-106 yang sudah diberlakukan pada 1 Januari 2008, telah disahkan pada 27 Juni 2007.19 PSAK 101-106 inilah yang sekarang dijadikan dasar akuntansi keuangan syariah terhadap transaksi - transaksi yang dipraktekkan di perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah non bank seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
18
http://saripedia.wordpress.com/2010/08/23/majalah%C2%A0akuntan%C2%A0indonesia/ diakses pada 15 november 2010
19
Dwi Suwiknyo, Pengantar Akuntansi Syariah, Lengkap dengan Kasus-Kasus Penerapan PSAK Syariah untuk Perbankan Syariah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. vi.
(20)
9
Dengan diterbitkannya PSAK 105 yang mengatur akuntansi pembiayaan
mudharabah yang diberlakukan mulai awal januari 2008, maka BMT sebagai
lembaga keuangan mikro yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah sudah seharusnya menerapkan prinsip syariah dalam perlakuan akuntansinya yang sesuai
dengan PSAK 105. Dengan diterbitkannya PSAK tersebut harusnya dijadikan acuan dalam praktek akuntansi bagi lembaga keuangan Islam baik bank maupun non bank di Indonesia, sehingga BMT sebagai lembaga keuangan Islam non bank dalam menyusun laporan keuangan mengacu pada ketentuan akuntansi syariah.20 Karena akuntansi Syariah tidak sekedar memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, tetapi juga untuk menghindari terjadinya praktek kecurangan seperti
earning management, income smoothing, window dressing, lapping dan teknik-teknik
lainnya yang biasa digunakan oleh manajemen perusahaan konvensional dalam penyusunan laporan keuangan.21
Dari jumlah BMT yang ada di daerah Jabodetabek, BMT Jakarta selatan memiliki jumlah BMT paling banyak yaitu 17 BMT (sumber data:Dhuha Nusantara). BMT di
Jakarta selatan sekiranya telah berperan aktif dalam memajukan ekonomi masyarakat di daerah Jakarta selatan dimana kebanyakan nasabahnya berasal dari usaha mikro seperti para pedagang pasar dan usaha kecil lainnya. Dan dari 17 BMT penulis
memilih 4 BMT yaitu BMT Ta’awun, BMT Al-Kariim, BMT El-Syifa dan BMT 20
Agus Basuki, “Akuntansi Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Arafah Solo (Perspektif Pernyataan Standar Keuangan (PSAK) syariah 2007.”diakses pada 11 Oktober 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/7783/
21
Dian Triyanti, “Perlakuan Akuntansi Terhadap Bagi Hasil Bank Syariah Ditinjau Dari Sistem Pendanaan, Sistem Pembiayaan, Dan Laporan Keuangan Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Surakarta”, diakses pada 17 November 2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/2443/
(21)
Daarul Qur’an sebagai objek penelitian karena keempat BMT ini menyalurkan
pembiayaan mudharabah dalam salah satu produk penyaluran dananya. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba meneliti tentang penerapan akuntansi syariah pada BMT yang mengkhususkan pada penerapan akuntansi syariah atas transaksi pembiayaan mudharabah yang dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul “Analisis Kesesuaian Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Dengan PSAK 105”
(Studi Pada 4 BMT di wilayah Jakarta Selatan).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Dalam skripsi ini penulis meneliti kesesuaian perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah pada BMT di Jakarta Selatan, namun penulis
membatasi dari 17 BMT yang ada hanya 4 BMT yang diteliti yaitu BMT Daarul Qur’an, BMT Al-Kariim, BMT Ta’awun dan BMT El-Syifa.
2. Perumusan masalah
a. Apakah perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan
BMT telah sesuai dengan PSAK 105?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah di BMT telah sesuai dengan PSAK 105.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
(22)
11
Dapat menambah pengetahuan tentang proses pencatatan akuntansi
pembiayaan mudharabah menurut PSAK 105. 2. Bagi BMT
Sebagai bahan pertimbangan bagi BMT agar dalam pelaksanaan proses
perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah sesuai dengan PSAK 105. 3. Bagi Akademisi
Menambah pengetahuan tentang bagaimana setiap transaksi pembiayaan
mudharabah dijalankan sesuai perlakuan akuntansi syariah.
D. Kajian Penelitian Terdahulu
Tinjauan tentang studi terdahulu yang relevan dengan tema yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut:
No. Nama dan Judul Hasil penelitian Perbedaan
1. Skripsi,“Analisis
Penerapan Akuntansi
Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah pada BMT Syariah
UMMAT LUMAJANG”.
Oleh Nafi Rismawati tahun 2006
Peneliti membahas konsep penerapan akuntansi sistem bagi hasil pembiayaan mudharabah.. hasil penelitian menunjukkan bahwasannya secara keseluruhan BMT Syariah Ummat Lumajang dalam hal akuntansi pembiayaan mudharabahnya sudah sesuai dengan PSAK 59.
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
pada 4 BMT di Jakarta Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
2. Skripsi,“ Penerapan Akuntansi Penghimpunan Dana Prinsip
Mudharabah”.oleh Fajar Rahman tahun 2008
Peneliti membahas konsep penghimpunan dana mudharabah
dan perlakuan akuntansi
penghimpunan dana mudharabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya perlakuan akuntansi penghimpunan dana mudharabah
pada Bank BTN KCS Jakarta sudah sesuai dengan PSAK 59.
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
pada 4 BMT di Jakarta Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
3. Skripsi, “Evaluasi akuntansi praktik penghimpunan dana & pembiayaan di BMT Yogyakarta
Peneliti membahas Perlakuan akuntansi akad penghimpunan dana
mudharabah dan pembiayaan
musyarokah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwasannya
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
(23)
(studi kasus pada BMT Artha mulia insani dan BMT Al-Ikhlas Yogyakarta)”. Oleh Diyana Al-Barra tahun 2006
perlakuan akuntansi pada kedua BMT masih belum sesuai dengan PSAK 59 yaitu pada saat simpanan berjangka mudharabah jatuh tempo, saat nasabah belum mampu mengembalikan pembiayaan pada BMT dan pada saat terjadi kerugian.
Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
4. Skripsi, “Analisis perlakuan akuntansi terhadap
Pembiayaan murabahah pada BPRS
Bhakti haji malang”. Oleh Maryanto Widodo tahun 2009
Peneliti membahas mengenai perlakuan akuntansi murabahah
pada BPRS. Hasil analisis menunjukkan bahwasannya perlakuan akuntansi pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh BPRS Bhakti Haji Malang masih belum sesuai dengan PSAK 102. Ketidaksesuaian terjadi pada penyajian potongan pelunasan dan margin murabahah
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
pada 4 BMT di Jakarta Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
5. Skripsi, “Analisis Kesesuaian PSAK 102 Terhadap Perlakuan Akuntansi Murabahah pada PT.BTN Syariah Jakarta”. Oleh Naidy Sultony tahun 2010
Peneliti membahas konsep pembiayaan murabahah serta perlakuan akuntansinya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasannya perlakuan akuntansi
murabahah pada Bank BTN masih belum sesuai dengan PSAK 102 yaitu pada saat terjadi tunggakan angsuran dan penerimaan angsuran tunggakan
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
pada 4 BMT di Jakarta Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
6. Skripsi “Analisis
perlakuan akuntansi Ijarah pada lembaga keuangan mikro syariah Studi pada BMT Ta’awun dan BMT Al-Fath”. Oleh Ajeng Ayu Kartini tahun 2009
Peneliti membahas perlakuan akuntansi ijarah pada BMT. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasannya perlakuan akuntansi ijarah yang dilakukan oleh kedua BMT sudah mengacu pada PSAK 59.
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah
pada 4 BMT di Jakarta Selatan selanjutnya disesuaikan dengan PSAK 105
E. Kerangka Teori dan Konseptual
Kerangka teori merupakan teori-teori mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi baik teori yang bersifat umum maupun teori yang bersifat khusus yang terkait dengan topik kajian.
Hal-hal yang termasuk dalam objek penelitian dijelaskan batasan-batasan pengertian sebagai berikut:
(24)
13
Pembiayaan : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.22
Mudharabah : Akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola.23
Akuntansi : Proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi. Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan berguna dalam penilaian dan pengambilan
keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan.24
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis,
yang berusaha memberikan gambaran penerapan akuntansi pembiayaan
mudharabah dengan mengumpulkan data, menyusun/ mengklasifikasi
sifatnya, menganalisa dan menginterpretasikannya.
22
Z. Dunil, Kamus Istilah Perbankan Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2004), h. 324. 23
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktek . h.95.
(25)
2. Objek Penelitian
Objek penelitian penulis adalah aplikasi akuntansi mudharabah pada 4 BMT di Jakarta Selatan yaitu BMT Daarul Qur’an, BMT Al-Karim, BMT Ta’awun dan BMT El-Syifa.
3. Sumber data
Dalam mengumpulkan data, penulis mengumpulkan data-data berupa data dari sumber secara langsung (data primer) sebagai objek studi.25 Data primer tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan staff akunting BMT untuk
mendapatkan beberapa informasi.
Penulis juga menggunakan data sekunder, yaitu data yang disajikan oleh BMT berupa laporan laba rugi dan laporan neraca BMT, aturan PSAK 105
dan berbagai literatur mengenai pembiayaan mudharabah serta akuntansinya. 4. Teknik pengumpulan data
a. Penelitian kepustakaan (library research)
Penulis mengumpulkan data-data dari berbagai literatur kepustakaan
seperti buku laporan keuangan, buku akuntansi mudharabah dan buku produk perbankan yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah.
25
Suyoko Efferin, dkk, Metode Penelitian untuk akuntansi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), h. 14.
(26)
15
b. Penelitian lapangan (field research)
Untuk mendapatkan data-data dan informasi, penulis langsung terjun ke obyek penelitian yaitu pada lembaga yang diteliti, dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan staff
akunting BMT.
2) Dokumentasi yaitu mengumpulkan data yang diperoleh dari BMT.
c. Teknik Analisa
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan cara mengidentifikasi dari perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan keempat BMT kemudian melakukan analisis untuk menilai
kesesuaiannya yaitu dengan cara membandingkan perlakuan akuntansi yang dilakukan BMT dengan PSAK 105.
d. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah
menggunakan Buku Pedoman Skripsi, yang disusun oleh tim Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
BAB I, PENDAHULUAN, membahas latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori dan konsep, kajian kepustakaan
(27)
BAB II, TINJAUAN TEORITIS, merupakan landasan teori mengenai
pengertian pembiayaan mudharabah, landasan hukum
mudharabah, prinsip-prinsip pembiayaan mudharabah, Tujuan
dan manfaat pembiayaan mudharabah, aplikasi pembiayaan
mudharabah dalam perbankan syariah, PSAK 105 dan laporan
keuangan BMT.
BAB III GAMBARAN UMUM BMT, memuat secara rinci sejarah
berdirinya BMT, produk yang ditawarkan BMT dan
pendapatan BMT.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN, memuat uraian secara rinci
mengenai analisis perlakuan akuntansi pembiayaan
mudharabah di BMT dan analisis kesesuaian perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah pada BMT dengan PSAK No. 105.
BAB V PENUTUP, dalam bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari
(28)
17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (25) yang dimaksud dengan pembiayaan adalah “Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa-menyewa, jual
beli, pinjam meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah/UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai/ diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”1
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pembiayaan merupakan bentuk penyaluran dana kepada nasabah yang dilakukan oleh bank dalam rangka
memproduktifkan dananya agar tidak menganggur (idle) baik dalam bentuk uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang. Akibat dari penyaluran dana tersebut, bank memperoleh imbalan berupa bagi hasil, margin, sewa atau bahkan
tanpa imbalan.
1 Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Lima Undang-Undang Moneter &
(29)
Istilah pembiayaan dengan kredit hampir sama karena keduanya sama-sama
memberikan dana kepada nasabah, hanya saja bank syariah dapat memberikan pembiayaan dengan menggunakan akad bagi hasil, jual beli ataupun sewa menyewa sehingga imbalan yang diperolehnya pun berupa bagi hasil, margin dan pendapatan sewa. Dalam konsep kredit, bank konvensional menggunakan
imbalan bunga untuk memperoleh pendapatan, padahal sebagaimana yang diketahui bahwa bunga itu membawa dampak buruk bagi peminjam. Dampaknya terasa pada saat rendahnya tingkat penerimaan peminjam sedangkan biaya bunga
tetap. Akibatnya, peminjam tidak bisa membayar pokoknya sekaligus bunga yang terus berlipat. Dalam keadaan inilah peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan membayar bunga, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut
dibungakan.2
Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang ahli dalam berdagang, di dalam fiqh Islam disebut dengan mudharabah. Mudharabah
berasal dari kata dharaba (memukul, bergerak), dharaba fil-mal (berdagang,
memperdagangkan). 3 Disebut juga qiradh, yang berasal dari kata al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan), karena pemilik memotong bagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh keuntungan.4
2
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, h. 67. 3
Isriani dan Muhammad giharto, Kamus perbankan syariah: Dilengkapi Penjelasan Singkat & Perbandingan Dengan Bank Konvensional (Jakarta: Marja, 2007) cet.1 h. 51.
4
(30)
19
Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan mudharabah adalah
pemilik modal menyertakan modalnya kepada pekerja (pengusaha) untuk diinvestasikan, sedangkan keuntungan yang diperoleh menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.5
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Mudharabah adalah salah satu bentuk kerja
sama antara pemilik modal dan seorang yang ahli dalam berdagang.6
Menurut Wahbah Az-Zuhaily sebagaimana yang dikutip oleh Adrian Sutedi bahwa mudharabah adalah pemilik modal menyertakan hartanya kepada
pengusaha untuk diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengusaha tidak dibebani kerugian sedikitpun, kecuali kerugian berupa tenaga
dan kesungguhannya.7
Dari beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang diberikan kepada mudharib
(pengelola dana) oleh shahibul maal (pemilik dana), dimana pemilik modal
memberikan kepercayaan dananya untuk dikelola oleh mudharib sebesar 100% dana. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan bersama dan apabila mengalami kerugian, maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat dari kelalaian pengelola.
5
AH. Azharudin Lathif, Fiqh Mu’amalat (Jakarta: UIN Jakarta Press,2005), h.134. 6
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoe, 1996), cet. Ke 1, h.1196.
7
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) h. 69.
(31)
Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang menuntut tingkat
kepercayaan yang tinggi. Mudharib, sebagai orang yang diberi amanah dituntut untuk bersikap hati-hati dalam mengelola dana shahibul maal. Untuk itu, ia harus pintar dalam menyalurkan dana yang telah diberikan shahibul maal ke dalam
bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan yang optimal. Apabila bisnisnya tersebut merugi, maka shahibul maal akan menanggung kerugian tersebut sebagai pengurang modal sedangkan mudharib akan kehilangan kerja keras dan
managerial skill selama bisnis berlangsung, kecuali kerugian yang diakibatkan
oleh penyelewengan dan penipuan.
Dalam pembiayaan mudharabah, pemilik dana tidak boleh melakukan pengawasan kerja yang bisa menimbulkan campur tangan dalam usaha mudharib,
karena hanya mudharib saja yang dapat mengurus modal sejauh ia mengetahui baik buruknya dalam menjalankan urusan perniagaan.8 Shahibul maal hanya mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan saja tanpa mencampuri usaha mudharib.
2. Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah
a. Al-Qur’an
1) Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
8
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam. Penerjemah Drs. Aswin Simamora (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cet. ke 3, h. 69.
(32)
21
…..
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….”.
2) Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
…
Artinya:
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
3) Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
…
...
Artinya:
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”.
b. Hadits
(33)
(
)
Artinya:“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”
(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).9
3. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Mudharabah
a. Rukun Pembiayaan Mudharabah
Menurut Mazhab Hanafiyah, rukun pembiayaan mudharabah adalah ijab
dan kabul. Sedangkan menurut jumhur ulama ada tiga rukun pembiayaan
mudharabah, yakni:
1) Dua pihak yang berakad (shahibul maal/pemilik modal dan
mudharib/pengelola modal)
2) Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri atas modal (maal), kerja dan keuntungan.
3) Shigot, yakni serah (ijab) dan terima (qabul)10
9
Fatwa DSN MUI No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
10
(34)
23
Menurut Adiwarman Karim, rukun pembiayaan mudharabah adalah
pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha), objek mudharabah (modal &kerja), persetujuan kedua belah pihak dan nisbah keuntungan.11
b. Syarat-Syarat Pembiayaan Mudharabah
Adapun Syarat-Syarat yang harus dipenuhi dalam pembiayaan
mudharabah:
1) Pelaku
a) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b) Pelaku dapat melakukan mudharabah baik dengan sesama atau dengan non muslim. Boleh saja melakukan mudharabah dengan
non muslim tetapi yang dapat dipercaya dan juga dengan syarat
harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga bisnis yang dijalankan tersebut bebas dari riba dan juga bentuk-bentuk yang dilarang oleh syariah. c) Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha
tetapi ia boleh mengawasi.
2) Objek mudharabah (modal dan kerja) a) Modal
i. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
11
Adiwarman A karim, Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), h. 205.
(35)
ii. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran
modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apa pun padahal pengelola dana harus bekerja.
iii. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat
dibedakan dari keuntungan.
iv. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
v. Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
vi. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
b) Kerja
i. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.
ii. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi
oleh pemilik dana.
iii. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
(36)
25
iv. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada
dalam kontrak.
v. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana
sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.
3) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4) Nisbah keuntungan
a) Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
b) Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak.
c) Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan
riba.12
12
Nurhayati dan wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2008) h. 116-117.
(37)
4. Tujuan dan Manfaat Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang melibatkan dua pihak, yaitu pihak yang memiliki modal tetapi tidak memiliki kemampuan dalam berbisnis, dan pihak yang pandai dalam berbisnis tetapi tidak memiliki modal
yang cukup. Maka dengan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pihak terciptalah hubungan kemitraan antara keduanya. 13 Oleh sebab itu, bisnis penanaman modal ini disyariatkan oleh Allah demi kepentingan kedua belah pihak.
Mudharabah sebagai instrumen keadilan mengimplikasikan beberapa hal
penting: pertama, kedua pihak yang menjalankan transaksi ekonomi selalu berangkat dari kebersamaan, suatu ketetapan diputuskan secara bersama-sama
dengan terlebih dahulu bermusyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling ridha satu sama lain. Kedua, sebagai dua pihak yang terlibat dalam kancah bisnis, shahibul maal dan mudharib, memiliki orientasi yang sama yaitu berupaya untuk mengembangkan modal yang ada dalam suatu bisnis yang menguntungkan
(laba) baik secara material maupun spiritual.14
Tujuan dari pembiayaan mudharabah adalah sebagai salah satu pembiayaan yang berfungsi sebagai penguatan modal kerja, dimana LKS menjadi sebuah
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang mengalami defisit untuk usaha produktif sebagai modal
13
Shaleh ash-Shawi dan Abdullah al-Muslih. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul haq, 2004), h. 170.
14
(38)
27
kerja usaha, sehingga fungsi LKS ini akan menstimulasi tumbuh dan
berkembangnya usaha masyarakat, memberi peluang pada masyarakat miskin untuk mengakses sumber daya ekonomi, dan mampu menstimulasi usaha yang dilakukan masyarakat miskin.15
Adapun manfaat dari pembiayaan mudharabah adalah16
1) Shahibul maal akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha mudharib meningkat.
2) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas
usaha mudharib sehingga tidak memberatkan mudharib.
3) Mudharib akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
4) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap. Dalam bank konvensional, bank akan menagih kredit yang diterima nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. 5. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Dalam aplikasinya di perbankan syariah, penyaluran dana dengan skema
mudharabah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
15
Ibid., h. 6. 16
(39)
a. Mudharabah mutlaqoh
Dalam mudharabah mutlaqoh, pengelola dana tidak diberi batasan mengenai bisnis yang akan dijalani dan daerah tempat usaha. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu).17 Jadi pengelola memiliki kebebasan yang penuh untuk menyalurkan dananya ke bisnis apapun selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun apabila ternyata pengelola dana lalai atau melakukan kecurangan sehingga menyebabkan kerugian maka
pengelola dana harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.
b. Mudharabah Muqayyadah
Dalam jenis mudharabah ini, pemilik dana memberi batasan-batasan
kepada pengelola dana mengenai tata cara bisnis, tempat usaha maupun sektor usaha yang nantinya akan dijalankan. Nasabah terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank syariah sehingga mudharabah muqayyadah ini dikenal sebagai investasi terikat.18
Dalam mudharabah muqayyadah, peran bank syariah hanya sebagai agen yang menghubungkan pemilik dana mudharabah muqayyadah yang telah menetapkan batasan tertentu dengan pelaksana usaha.19 Selanjutnya bank akan menginvestasikan dana shahibul maal tersebut ke dalam proyek tertentu yang
17
Ibid.,h. 97. 18
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga perekonomian Umat (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h. 73.
19
(40)
29
telah ditentukan oleh shahibul maal. Dari upaya memfasilitasi pemilik dana
dan pengelola dana mudharabah muqayyadah tersebut, bank memperoleh fee
sejumlah tertentu sebagaimana yang telah disepakati.
c. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola
dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad
mudharabah musytarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan
usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam
investasi, sedangkan di lain sisi, adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi. 20
Pembagian bagi hasil usaha mudharabah antara pemilik dana dengan
pengelola dana dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing)/bagi laba (profit sharing). Dalam prinsip bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset), sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba
bersih, yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan
mudharabah.21
B. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 105 tentang Akuntansi mudharabah, dijelaskan acuan akuntansi tentang pengukuran,
20
Ibid,.h. 123 21
(41)
pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah, bank sebagai
pemilik dana atau shahibul maal sebagai berikut:22 1. Pengakuan dan pengukuran
a. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non-kas kepada pengelola dana. (PSAK 105: Paragraf 12)
b. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan.
2) Investasi mudharabah dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan:
a) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah.
b) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian. (PSAK 105: Paragraf 13)
c. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudaharabah.(PSAK 105: Paragraf 14)
22
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan. (Jakarta: Salemba Empat, 2009), h.105.2-105.6
(42)
31
d. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. (PSAK 105: Paragraf 15)
e. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha
mudharabah diterima oleh pengelola dana. (PSAK 105: Paragraf 16)
f. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset non-kas dan aset
non-kas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang
dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka
kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. (PSAK 105: Paragraf 17)
g. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
1) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi
2) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan /atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
3) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. (PSAK 105: Paragraf 18)
h. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang. (PSAK 105: Paragraf 19)
i. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
(43)
j. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
1) Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi;
dan
2) Pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau kerugian. (PSAK 105: Paragraf 21)
k. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realitas penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. (PSAK 105: Paragraf 22)
l. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.(PSAK 105: Paragraf 23)
m. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang. (PSAK 105: Paragraf 24)
2. Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat. (PSAK 105: Paragraf 36)
3. Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
(44)
33
a. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain. b. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya.
c. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan.
d. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. (PSAK 105: Paragraf 38)
Ilustrasi jurnal23
a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan (PSAK 105 Paragraf 13 1b(1)):
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi mudharabah xxx
Cr. Kas xxx
b. Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset non kas:
1) Jika nilai wajar aset mudharabah non kas sama dengan nilai
tercatatnya (PSAK 105 Paragraf 13 1b(2))
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi mudharabah xxx
Cr. Aset non kas mudharabah xxx
2) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi
23
(45)
sesuai jangka waktu akad mudharabah (PSAK 105 Paragraf 13 1b(2a))
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi mudharabah xxx
Cr. Keuntungan Tangguhan xxx
Cr. Aset Nonkas xxx
Jurnal amortisasi keuntungan tangguhan:
Rekening Debet Kredit
Dr. Keuntungan tangguhan xxx
Cr. Keuntungan xxx
3) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian. (PSAK 105 Paragraf 13 1b(2b))
Rekening Debet Kredit
Dr. Investasi mudharabah xxx
Dr. Kerugian penurunan nilai xxx
Cr. Aset Nonkas mudharabah xxx
c. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. (PSAK 105: Paragraf 14 1c))
Rekening Debet Kredit
Dr. Kerugian Investasi Mudharabah xxx
(46)
35
d. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang. (PSAK 105: Paragraf 19 1h))
Rekening Debet Kredit
Dr. Piutang investasi mudharabahjatuh tempo xxx
Cr. Investasi mudharabah xxx
e. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi.(PSAK 105: Paragraf 21 1j)
Rekening Debet Kredit
Dr. Kerugian investasi mudharabah xxx
Cr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah
setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. (PSAK 105: Paragraf 21 1j (1) dan 1j(2)).
Rekening Debet Kredit
Dr. Kas/piutang/aset nonkas xxx
Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Cr. Investasi Mudharabah xxx
Cr. Keuntungan xxx
ATAU:
Rekening Debet Kredit
Dr. Kas/piutang/aset nonkas xxx
Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx
Dr. Kerugian xxx
(47)
f. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang. (PSAK 105: Paragraf 24 1m)
Rekening Debet Kredit
Dr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx
Cr. Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Rekening Debet Kredit
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx
C. Laporan Keuangan BMT
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.24
Sofyan S. Harahap mendefinisikan laporan keuangan sebagai suatu produk atau hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga
dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya.25
Adapun tujuan laporan keuangan BMT adalah
1) Memberikan informasi bagi para pemakai laporan keuangan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan terhadap BMT. Informasi ini dibutuhkan baik
24
Pengertian laporan keuangan, diakses pada 20 Oktober 2010 dari www.wikipedia.com 25
(48)
37
pihak intern maupun ektern BMT. Diantara yang termasuk pihak intern BMT
adalah pengurus BMT, pengelola BMT dan anggota BMT sedangkan pihak extern adalah PINBUK, dinas koperasi kabupaten/kota, dinas koperasi propinsi, departemen koperasi, UMKM, pemerintahan desa, dan masyarakat.26 2) Sebagai pertanggungjawaban dari pihak manajemen BMT. Untuk itu, laporan
keuangan BMT harus dapat menggambarkan ketiga aktivitas yang dilakukan BMT, yang meliputi keuangan, sektor riil, dan sosial.27
Agar laporan keuangan BMT berguna bagi para pemakai laporan
keuangan maka harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 28 a. Dapat dipahami
Informasi keuangan yang ditampilkan dalam laporan keuangan harus jelas
sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, para pembaca laporan keuangan tersebut dapat mengambil keputusan yang relevan dari informasi yang didapatnya. b. Relevan
Data yang diolah serta informasi yang disajikan dalam laporan keuangan hanya yang ada kaitannya dengan transaksi yang bersangkutan. Data atau informasi yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan tidak perlu
disajikan.
26
M.Amin Azis dan Rahmadi, Akuntansi BMT (Jakarta: Pinbuk Press, 2006), h. 1. 27
Hertanto widodo, dkk, Panduan praktis operasional Baitul Maal (Bandung: mizan, cet-2, 2000), h. 87.
28
(49)
c. Andal
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan juga harus memenuhi kualitas andal, yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau
jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
d. Dapat dibandingkan
Laporan keuangan yang disusun harus dapat dibandingkan dengan
periode-periode sebelumnya untuk mengikuti perkembangan (trend) posisi dan kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan. Selain itu juga harus dapat dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, dalam hal ini antar
BMT, untuk mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja secara relatif. Laporan keuangan BMT terdiri dari: 29
a. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan jumlah aktiva,
jumlah kewajiban dan jumlah modal perusahaan dalam suatu periode tertentu. Komponen-komponen yang ada dalam neraca BMT antara lain sebagai berikut:
1) Aktiva
a) Harta lancar
29
(50)
39
Semua kekayaan yang dapat dicairkan menjadi uang tunai dalam
waktu yang relatif singkat. Yang termasuk harta lancar BMT adalah: Kas, giro pada bank, penempatan dana BMT pada bank syariah maupun BMT, piutang yang terdiri atas: piutang murabahah, piutang salam, pembiayaan
mudharabah, pembiayaan musyarakah, pinjaman qardhul hasan,
penyisihan kerugian aktiva produktif, penyertaan modal pada bank syariah, BMT atau pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah.
b) Harta tetap
Semua harta yang digunakan dalam beberapa tahun seperti tanah, gedung, peralatan kantor, kendaraan dan lain sebagainya, nilai harta tetap
yang dicantumkan dalam sebuah neraca haruslah berdasarkan nilai perolehannya.
c) Harta lain-lain
Harta yang tidak dapat digolongkan dalam pos-pos sebelumnya tetapi
menghasilkan manfaat bagi perusahaan misalnya harta tetap yang telah dihentikan penggunaannya dan siap untuk dilepaskan, jaminan/agunan, biaya dibayar dimuka, hak patent, lisensi, surat-surat perizinan usaha
(biaya pra operasional) dan lain-lain. umumnya harta ini bermanfaat lebih dari satu tahun sehingga harus diamortisasikan sedangkan yang manfaatnya dibawah satu tahun dapat dikurangkan sekaligus sebagai
(51)
2) Kewajiban (hutang)
a) Kewajiban lancar
Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain yang sifatnya wajib segera dibayarkan sesuai perintah pemberi amanat sesuai perjanjian yang
ditetapkan sebelumnya. b) Simpanan
i. Giro wadiah
Titipan anggota BMT maupun pihak lain yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek dan bilyet giro serta mendapatkan bonus sesuai kebijaksanaan BMT.
ii. Simpanan wadiah
Titipan anggota BMT maupun pihak lain yang penarikannya sesuai dengan syarat tertentu yang telah disepakati.
c) Investasi tidak terikat
Investasi tidak terikat merupakan mudharabah mutlaqah yaitu pemilik
dana (shahibul maal) memberi kebebasan kepada pengelola dana
(mudharib/BMT) dalam pengelolaan investasi. Investasi tidak terikat
terdiri dari simpanan mudharabah dan simpanan mudharabah berjangka.
d) Kewajiban jangka panjang (hutang pihak ketiga)
Hutang yang jatuh temponya lebih dari satu periode akuntansi. Contohnya titipan dana jamsos, ZIS dan lainnya.
(52)
41
3) Modal
a) Simpanan pokok khusus
Simpanan para pendiri BMT yang minimal terdiri dari 20 anggota BMT, simpanan ini tidak bisa diambil maupun dialihkan ke pihak lain
kecuali ditetapkan dalam rapat anggota. b) Simpanan pokok
Sejumlah simpanan yang nilainya sama dan wajib dibayarkan oleh anggota kepada BMT pada saat masuk menjadi anggota BMT yang
besaran dan cara pembayarannya ditetapkan oleh rapat anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan menjadi anggota BMT.
c) Simpanan wajib
Sejumlah simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh anggota kepada BMT dalam waktu atau kesempatan tertentu sesuai keputusan rapat anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang
bersangkutan menjadi anggota BMT. d) Tabarru’
Akad yang berkaitan dengan transaksi non profit. Akad ini berorientasi
pada kegiatan ta’awun atau tolong menolong dalam akad ini juga tidak dipersyaratkan adanya imbalan.
(53)
Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba
bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapatkan persetujuan rapat anggota BMT sesuai dengan dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar rumah tangga.
f) Laba ditahan
Saldo laba bersih yang oleh rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
g) Saldo laba (rugi)
Saldo dari akumulasi hasil usaha dari tahun-tahun lalu yang telah dikurangi untuk cadangan umum, laba di tahan dan koreksi laba (rugi) tahun lalu.
h) Laba (rugi) tahun berjalan
Laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. Dalam hal pada tahun berjalan BMT mengalami kerugian, maka seluruh kerugian menjadi faktor pengurang dari modal.
(54)
43
Tabel 2.1
Neraca BMT Per 31 Desember 20xx
AKTIVA Per 31/12/20xx KEWAJIBAN+MODAL Per 31/12/20 xx Harta Lancar: - Kas
- Penempatan Dana - Piutang Mudharabah - Pembiayaan Mudharabah - Pembiayaan Musyarakah - Pinjaman Qardhul Hasan - Penyisihan Kerugian
Akt.Produktif - Penyertaan Modal
Jumlah Harta Lancar
Harta Tetap:
- Tanah - Gedung - Kendaraan - Peralatan Kantor - Akumulasi Penyusustan
Jumlah harta tetap
Harta lain-lain:
- Biaya pra operasional - Akumulasi amortisasi - Biaya dibayar dimuka
Jumlah harta lain-lain
Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.(xxx) Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.(xxx) Rp.x.xxx Rp.x.xxx Hutang lancar:
- Kewajiban segera - Simpanan:
Giro wadi’ah Simpanan wadi’ah - Investasi tidak terikat: - Simpanan mudharabah - Simpanan mudharabah bjgk
Jumlah hutang lancar
Hutang jangka panjang:
- Hutang ke pihak ketiga - Titipan zis
- Titipan jamsos
Jumlah hutang jgkpanjang
Modal:
- Simpanan pokok khusus - Simpanan pokok - Simpanan wajib - Tabarru’
- Modal penyertaan - Cadangan umum - Saldo laba (rugi)
- Laba (rugi) tahun berjalan
Jumlah modal Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx Rp.x.xxx
JUMLAH AKTIVA Rp.x.xxx JUMLAH
KEWAJIBAN+MODAL
Rp.x.xxx
Sumber: Amin azis dan Rahmadi dalam Buku Akuntansi BMT hal 39
b. Laporan laba/rugi
Laporan laba/rugi disusun untuk melihat hasil operasi perusahaan dalam
(55)
atau kegagalan dalam upaya mencapai keuntungan yang ditargetkan. Laporan
laba rugi terdiri dari: 1) Pendapatan
Pendapatan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan harta atau penurunan hutang yang mengakibatkan kenaikan modal yang tidak berasal dari setoran pendiri (pemilik). Pendapatan operasi BMT antara lain:
a) Pendapatan operasi utama yang terdiri dari: Pendapatan dari jual
beli (marjin) yaitu pendapatan marjin murabahah dan pendapatan bersih salam dan pendapatan bagi hasil, yaitu pembiayaan
mudharabah dan pembiayaan musyarakah
b) Pendapatan sewa (ijarah)
c) Pendapatan operasi utama lainnya, yang terdiri dari pendapatan bonus wadi’ah dan penerimaan non halal
d) Pendapatan bagi hasil BMT sebagi mudharib
e) Pendapatan operasi lainnya
Pendapatan jasa BMT berbasis imbalan terdiri dari: fee al hawalah
(perpindahan), fee wakalah (mewakilkan), fee al kafalah
(pengalihan tanggung jawab), Fee ar rahn (gadai), Fee pinjaman
qardhul hasan dan pendapatan dari administrasi pembiayaan
f) Pendapatan di luar operasi yang terdiri dari: keuntungan pelepasan
(56)
45
2) Biaya
Biaya adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pengeluaran atau berkurangnya harta atau bertambahnya hutang yang mengakibatkan penurunan modal termasuk
pembagian kepada pemilik modal (pendiri). Biaya operasional dalam BMT antara lain:
a) Biaya bonus simpanan dan giro berdasarkan prinsip wadi’ah b) Biaya bagi hasil simpanan dan simpanan berjangka mudharabah
c) Rugi investasi tidak terikat (simpanan masyarakat) akibat kelalaian BMT sebagai mudharib.
d) Biaya operasional lainnya
e) Biaya diluar operasi f) Zakat
g) Pajak
Adapun bentuk format dari Laporan laba/rugi terlihat seperti berikut ini:
Tabel 2.2
Laporan Laba/Rugi BMT Per 31 Desember 20xx
Pendapatan Operasi Utama: Pendapatan Dari Jual Beli: - Murabahah
- Salam
Pendapatan Dari Bagi Hasil:
- Pembiayaan Mudharabah - Pembiayaan Musyarakah
Per 31/12/20xx
Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx
(57)
Pendapatan Sewa
Pendapatan Operasi Utama Lainnya
Pendapatan Di Luar Operasi:
Keuntungan Pelepasan Aktiva Tetap Pendapatan Hibah Pendapatan Lain-Lain Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx
Jumlah Pendapatan Rp. xx.xxx
Biaya Operasi Utama:
Biaya Bonus
- Giro Wadi’ah - Simpanan Wadi’ah
Biaya Bagi Hasil
- Simpanan Mudharabah
- Simpanan Berjangka Mudharabah
Biaya Operasional Lainnya:
- Biaya Personalia
- Biaya Administrasi Dan Umum
- Biaya Penyisihan Kerugian Aktiva Produktif - Biaya Penyusutan
- Biaya Amortisasi
Biaya Diluar Operasi:
- Biaya Kerugian Penjualan Aktiva Tetap - Biaya Lain-Lain
- Zakat - Pajak Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx Rp. xx.xxx
Jumlah Biaya Rp. xx.xxx
LABA/RUGI Rp. xx.xxx
Sumber: Amin azis dan Rahmadi dalam Buku Akuntansi BMT hal 42
c. Laporan perubahan modal
Modal akan berpengaruh apabila perusahaan memperoleh laba karena laba
tersebut akan menambah modal. Begitu pula sebaliknya bila perusahaan memperoleh kerugian maka akan mengurangi modal. Modal dapat juga bertambah bila pemilik/pendiri menambah investasi, menambah setoran
(58)
47
informasi perubahan modal ini disajikan dalam bentuk laporan perubahan
modal.
Adapun bentuk format laporan perubahan modal terlihat sebagai berikut:
Tabel 2.3
BMT Malikussaleh Laporan Perubahan Modal
Per 31 Desember 20xx
Modal BMT 01/01/20XX
Simpanan Pokok Khusus Rp. xx.xxx Simpanan Pokok Rp. xx.xxx Simpanan Wajib Rp.xx.xxx
Ditambah:
Laba (rugi) bersih Rp.xx.xxx
Dikurangi:
Anggota Yang Keluar Rp.xx.xxx
Modal BMT 31/12/20xx Rp.xx.xxx
Sumber: Amin azis dan Rahmadi dalam Buku Akuntansi BMT hal 43
d. Laporan sumber penggunaan dana ZIS dan qardhul hasan
Laporan sumber penggunaan dana ZIS dan qardhul hasan adalah untuk menunjukkan sumber dan penggunaan ZIS dan penggunaan qardul hasan
selama jangka waktu tertentu. Sumber ZIS dan qardhul hasan berasal dari:
infaq, shadaqah, denda yang berasal dari keterlambatan pelunasan piutang,
sumbangan yang didapatkan dari nasabah atau pihak luar dan hibah.
Adapun format laporan sumber dan penggunaan ZIS adalah sebagai berikut:
(59)
Tabel 2.4
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS Untuk Tahun 20xx
Catatan 20xx
Saldo Awal Dana ZIS Sumber Dana ZIS:
a. Zakat dari BMT
b. Zakat dari pihak luar BMT c. Infaq d. Shadaqah Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx
Jumlah dana ZIS Rp.xxx
Penggunaan dana ZIS:
a. Fakir b. Miskin c. Amil
d. Orang yang baru masuk islam (mu’allaf) e. Orang yang terlilit hutang (Ghorim) f. Hamba Sahaya (Riqab)
g. Kepentingan Fisabilillah
h. Orang yang dalam Perjalanan (Ibnu Sabil)
Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx
Jumlah penggunaan Dana ZIS Rp.xxx
Kenaikan (penurunan Dana ZIS Rp.xxx
Saldo Akhir Dana ZIS Rp.xxx
Sumber: Amin azis dan Rahmadi dalam Buku Akuntansi BMT hal 46
Dan bentuk format laporan sumber penggunaan dana qardhul hasan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Untuk Tahun 20xx
Catatan 20xx
Saldo Awal Dana Qardhul Hasan Sumber Dana Qardhul Hasan:
a. Infaq dari pihak luar atau dari nasabah BMT
b. Shadaqah dari pihak luar atau dari nasabah BMT
c. Denda atas keterlambatan pelunasan pembiayaan
d. Sumbangan dari nasabah BMT maupun pihak luar
Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx
(60)
49
Jumlah dana Qardhul Hasan Rp.xxx
Penggunaan dana Qardhul Hasan:
a. Pinjaman kebajikan b. Pinjaman social
Rp.xxx Rp.xxx
Jumlah penggunaan Dana Qardhul Hasan Rp.xxx
Saldo akhir Dana Qardhul Hasan Rp.xxx
Saldo Akhir Dana ZIS Rp.xxx
(61)
50
A. BMT Ta’awun
1. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun
BMT Ta’awun merupakan sebuah lembaga keuangan mikro syari’ah yang bergerak di bidang simpan pinjam dengan sistem syari’ah dan metode nisbah bagi hasil. BMT Ta’awun bergerak di bidang usaha mikro (kecil menengah).
Mayoritas nasabah BMT Ta’awun adalah yang memiliki usaha kecil baik di PD pasar maupun di Home Industri yang membutuhkan tambahan modal dengan nominal kecil untuk pengembangan usahanya, dimana hal tersebut belum bisa
direalisasikan oleh bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan lain yang hanya bisa merealisasikan tambahan modal dengan nominal besar.
BMT Ta’awun mulai beroperasi pada bulan Mei 2004. Pada waktu itu, BMT hanya memiliki modal sebesar Rp.100.000.000,-. Dana tersebut berasal dari dana
sosial pribadi dan beberapa investor yang dimotori oleh AMK (Anak Muda Kreatif) Cipulir.
Adapun Para pendiri dan penggagas serta pengurus berdirinya BMT Ta’awun
adalah dari unsur pemuda Cipulir yaitu Saifuddin SHI, Fajaruddin Malik, Subandikot Amd, Syahruddin S.Kom, Abdul Kodir SHI dan Danang. Sedangkan dari unsur pengawas BMT Ta’awun yaitu Ir. Moch. Agus Tiono, Hilwin Manan,
(62)
51
mendapat dukungan dari warga Jl. H.Amsar Cipulir. Perjalanan BMT Ta’awun
baru diresmikan pada tanggal 21 Juli 2005 dengan legal SIUP No.01696/1.824.51, SK MENKOP dan UKM No. 0254/BH/-1.82/VII/2005, AKTA NOTARIS ARNASYAA PATTINAMA SH No.6 di Jakarta.
2. Produk yang ditawarkan BMT Ta’awun
BMT Ta’awun sebagai salah satu lembaga keuangan seperti halnya lembaga keuangan lain yang pada umumnya menawarkan jasa tabungan untuk menghimpun dana dan jasa pembiayaan untuk penyaluran dana. Secara rinci
produk-produk yang ditawarkan BMT Ta’awun adalah
a. Produk penghimpunan dana BMT Ta’awun terdiri dari: 1) Simpanan Ta’awun
Simpanan yang bersifat umum yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Tabungan ini menggunakan konsep mudharabah, dimana dana akan dikelola BMT agar mendapatkan keuntungan dengan sistem bagi hasil dengan setoran awal minimal Rp. 20.000.
2) Simpanan Pendidikan
Simpanan yang biasa digunakan untuk persiapan pendidikan, dan proses pengambilannya disesuaikan dengan masa-masa pendidikan
yaitu persemester, ketika kenaikan kelas/tingkat, mendaftar sekolah/kuliah dengan setoran awal minimal Rp. 20.000.
(63)
3) Simpanan Idul Fitri
Simpanan yang digunakan untuk kebutuhan menjelang Idul fitri dan proses pengambilannya hanya bisa dilakukan 1 bulan sebelum hari raya Idul fitri dengan minimal setoran awal Rp. 20.000.
4) Simpanan Idul Qurban
Simpanan yang dipersiapkan bagi nasabah yang berniat untuk menjadi seorang mudhahi (pengkurban) pada saat hari raya Idul Adha dan penarikan dapat dilakukan sebelum menjelang hari raya.
5) Investasi mudharabah berjangka
Simpanan berjangka yang sistem pengambilannya hanya pada jangka tertentu yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
b. Produk Penyaluran dana BMT Ta’awun terdiri dari: 1) Pembiayaan Murabahah
Produk pembiayaan dengan sistem jual beli syariah dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang (pembiayaan) ditambah
keuntungan (margin) yang disepakati, sementara pembayaran bisa dilakukan dengan tunai, tangguh, ataupun dicicil.
2) Pembiayaan Musyarakah
Kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan pembagian nisbah sesuai kesepakatan dan resiko usaha ditanggung sesuai porsi
(1)
102
atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
B. Saran
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan agar pihak BMT menerapkan PSAK 105 (akuntansi pemilik dana) sebagai acuan dalam perlakuan akuntansinya dan selalu mengupdate setiap revisi yang dilakukan oleh IAI selaku organisasi yang mengatur standar akuntansi keuangan di Indonesia.
2. Untuk perguruan tinggi, penelitian selanjutnya agar dapat dilakukan dengan materi yang sama tetapi pada lembaga keuangan yang berbeda karena ternyata tidak semua lembaga keuangan syariah mengacu pada PSAK 105 atau pada sampel yang lebih luas lagi.
3. Untuk Kementrian Koperasi Indonesia yang menaungi seluruh koperasi di Indonesia agar memberikan informasi teraktual mengenai PSAK terbaru yang berkaitan dengan sistem pencatatan akuntansi di koperasi karena dari 4 BMT yang diteliti, belum mengetahui akan adanya PSAK terbaru yang merevisi PSAK 59.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’anul Karim
A.Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008.
Ayu Kartini, Ajeng. “Analisis perlakuan akuntansi Ijarah pada lembaga keuangan mikro syariah Studi pada BMT Ta’awun dan BMT Al-Fath”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009
Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Anggota IKAPI. Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Lima Undang-Undang Moneter & Perbankan. Bandung: Fokusmedia, 2009.
Antonio, M. Syafi’I. Bank Syariah dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Ash-Shawi, Shaleh dan al-Muslih, Abdullah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq, 2004.
Azis, M.amin dan Rahmadi. Akuntansi BMT. Jakarta: Pinbuk Press, 2006.
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, cet.I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoe, 1996.
Djazuli dan Janwari, Yadi. Lembaga-lembaga perekonomian Umat. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002.
Dunil, Z. Kamus Istilah Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 2004.
Efferin, Suyoko.dkk. Metode Penelitian untuk akuntansi. Malang: Bayumedia Publishing, 2004.
Fatwa DSN MUI No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat,
(3)
Isriani dan Muhammad giharto. Kamus perbankan syariah: Dilengkapi Penjelasan Singkat & Perbandingan Dengan Bank Konvensional, cet.I. Jakarta: Marja, 2007.
Lathif, AH. Azharudin. Fiqh Mu’amalat. Jakarta: UIN Jakarta Press,2006. Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2002.
, Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Muslehuddin, Muhammad. Sistem Perbankan Dalam Islam, cet.III. Penerjemah Drs.
Aswin Simamora. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
Nurhayati dan wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Rahman, Fajar. “Penerapan Akuntansi Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2008.
S. Harahap, Sofyan. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Soemarso, Akuntansi Suatu Pengantar, Ed.V. Jakarta: Salemba Empat, 2004.
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, edisi III. Jakarta: Ekonisia, 2008.
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005.
Sultony,Naidy. “Analisis Kesesuaian PSAK 102 Terhadap Perlakuan Akuntansi Murabahah pada PT.BTN Syariah Jakarta”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-Lembaga Terkait (Bamui, Takaful Dan Pasar Modal Syariah). Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004. Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Jakarta:
(4)
Suwiknyo, Dwi. Pengantar Akuntansi Syariah, Lengkap dengan Kasus-Kasus Penerapan PSAK Syariah untuk Perbankan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Triandaru, Sigit dan Totok. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat, 2009.
Wawancara dengan Bapak Andrie, Manager Marketing. Jakarta, 2 Maret 2011.
Wawancara dengan Bapak Ahmad Ruslan, General Manager BMT El-Syifa. Ciganjur, 11 Maret 2011.
Wawancara dengan Bapak Irwansyah, Kepala Bagian Marketing BMT Ta’awun. Cipulir, 25 Februari 2011
Wawancara dengan Bapak Muhammad Lukman, General manager BMT Daarul Qur’an. Menteng dalam tebet, 15 Maret 2011
Wawancara dengan Bapak Subandikot, General manager BMT Ta’awun. Cipulir, 25 Februari 2011
Widodo, Hertanto.dkk. Panduan praktis operasional Baitul Maal, cet.II. Bandung: Mizan, 2000.
Yaya, Rizal. dkk. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2009. Al-Barra, Diyana. “Evaluasi akuntansi praktik penghimpunan dana & pembiayaan di
BMT Yogyakarta (studi kasus pada BMT Artha mulia insani dan BMT Al-Ikhlas Yogyakarta)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,2006. Diakses dari
rac.uii.ac.id/server/document/Public/2008050502405801312119.pdf
Basuki, Agus. “Akuntansi Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Arafah Solo (Perspektif Pernyataan Standar Keuangan (PSAK) syariah 2007.”diakses pada 11 Oktober 2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/7783/
BMT Isra Indramayu, “Optimalisasi Keunggulan BMT bagi Pengembangan Ekonomi Rakyat”, artikel diakses pada 16 juli 2011dari
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=373821131183&i&index=0 “Harus jemput bola.” Jurnal nasional, 24 Mei 2011 , diakses pada 16 Juli dari
(5)
http://saripedia.wordpress.com/2010/08/23/majalah%C2%A0akuntan%C2%A0indon esia/diakses pada 15 november 2010
Imaduddin, Muhammad, “Mudharabah dan Optimalisasi Sektor Riil.” Artikel diakses pada 11 oktober 2010 dari http://zonaekis.com/mudharabah-dan-optimalisasi-sektor-riil#more-1308
Laporan perkembangan perbankan syariah 2010 diakses dari www.bi.go.id
Mhd. Ali, Nuruddin, “Tujuan Ekonomi Dalam Islam”. Artikel diakses pada 16 november2010dari
http://www.db2.wikispaces.com/.../sm2003+Tujuan+Keuangan+Syariah. Munthe, Mulia Ginting, “Pinbuk inisiasi kelahiran 3.872 BMT”. Artikel diakses pada
20 mei 2011dari http://www.bisnis.com/ekonomi/mikro-ukm/14705-pibuk-berhasil-inisiasi-kelahiran-3872-bmt.html
“Pengertian laporan keuangan.” diakses pada 20 Oktober 2010 dari www.wikipedia.comwww.wikipedia.com
“Produk perbankan syariah”, Republika, 28 April 2011. diakses pada 14 mei 2011 dari
http://www.republika.co.id/berita/syariah/keuangan/11/04/28/lkcpm9-murabahah-masih-dominasi-produk-perbankan-syariah
Rismawati, Nafi. “Analisis Penerapan Akuntansi Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah pada BMT Syariah Ummat Lumajang”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang, 2006. Diakses dari
http://student-research.umm.ac.id/print/student_research_4593.html Statistik perbankan syariah per maret 2011 diakses dari www.bi.go.id.
Syauqi Beik, Msc., Irfan “Bank Syariah dan Pengembangan Sektor riil”, artikel diakses pada 15 november 2010 dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomisyariah
Triyanti, Dian. “Perlakuan Akuntansi Terhadap Bagi Hasil Bank Syariah Ditinjau Dari Sistem Pendanaan, Sistem Pembiayaan, Dan Laporan Keuangan Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Surakarta”, diakses pada 17 November 2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/2443/
Umam, Khaerul. “Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro”, artikel diakses pada 16 juli 2011 dari
(6)
http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/%E2%80%9Cstrategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro%E2%80%9D/ Widodo, Maryanto.“Analisis perlakuan akuntansi terhadapPembiayaan murabahah
pada BPRS Bhakti haji malang”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang, 2009 diakses dari