Pembagian murabahah ke dalam dua jenis tersebut menunjukkan bahwa pihak penjual tidak semuanya menyediakan barang yang dibutuhkan oleh
pembeli. Jika barang yang dibutuhkan oleh pembeli sudah berada dan dimiliki oleh penjual, maka penjual tidak perlu memesan barang yang
dibutuhkan tersebut. Namun tidak semua penjual mengadakan barang yang dibutuhkan pembeli, pengadaan barang akan dilakukan apabila ada pesanan
dari pembeli.
E. Hak Khiyar dalam Jual Beli
Untuk menjaga jangan sampai terjadi perselisihan antara pembeli Nasabah dengan penjual Bank, maka syariat Islam memberikan hak khiyar, yaitu hak
memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut, karena ada suatu hal bagi kedua belah pihak. Hak khiyar ini dapat berbentuk:
19
1. Khiyaar Majlis Khiyaar majlis adalah kedua pihak yang melakukan akad mempunyai hak
pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama masih berada dalam satu majlis tempat atau toko, seperti jual beli atau sewa menyewa.
2. Khiyaar Syarath
19
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, Ed. I., Cet. 2, h. 138.
Khiyar syarath adalah yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya, apakah meneruskan atau membatalkan akad itu selama dalam
tenggang waktu yang disepakati bersama. Contohnya, Nasabah mengatakan kepada Bank: ”saya akan membeli barang anda ini dengan ketentuan diberi
tenggang waktu selama tiga hari”. Sesudah tiga hari tidak ada kabar, berarti akad itu batal.
3. Khiyaar ’Aib Khiyar ’aib adalah hak pilih dari kedua belah pihak yang melakukan akad,
apabila terdapat suatu cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya pada saat akad berlangsung. Contohnya, Nasabah
memesan barang kepada Bank dengan spesifikasi sesuai dengan yang diinginkan nasabah, tetapi setelah barang dikirimkan dan ternyata tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah. Dalam kasus ini , ada hak khiyar bagi Nasabah pembeli.
4. khiyaar Ru’yah khiyar ru’yah adalah ada hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku
atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat pada akad berlangsung. Pembeli dapat menentukan sikapnya pada saat telah
melihat barang itu, apakah ia langsungkan akad itu atau tidak.
F. Unsur-unsur dalam Murabahah
1. Uang Muka Murabahah
Dalam transaksi murabahah terdapat dua pengertian yang terkait dengan pembayaran dimuka ini yaitu:
a. Hamish Gedyyah Ini adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan pembelian atas permintaan
pembeli untuk memastikan bahwa si pemesan adalah serius dalam pemesanannya. Tetapi, apabila janji mengikat dan pemesan pembelian
menolak membeli aset, maka kerugian sebenarnya bagi pembeli harus dipenuhi dari jumlah ini.
b. Urboun Ini adalah jumlah yang dibayar oleh nasabah pemesan kepada penjual
yaitu pembeli mula-mula pada saat pemesan membeli sebuah aset dari penjual. Jika nasabah atau pelanggan meneruskan penjualan dan
mengambil aset, maka urboun akan menjadi bagian dari harga. Jika tidak, urboun akan menjadi hak bagi penjual.
Jika memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam fatwa DSN, maka yang dimaksud uang muka akan akuntansi murabahah ini adalah
sebagai Hamish Gedyyah, bukan sebagai Urboun. Jadi sesuai dengan pengertian tersebut yang dimaksud dengan uang muka adalah sebagaimana
dijelaskan pada pengetian Hamish Gedyyah walaupun banyak yang memberikan istilah Urboun.
2. Harga Perolehan Barang
Dalam transaksi murabahah yang diperjualbelikan adalah barang miliknya sendiri, sehingga bank syariah mengetahui berapa pokok barang tersebut. Hal
ini sejalan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 4DSN- MUIIX2000 tentang Murabahah dalam ketentuan pertama dijelaskan sebagai
berikut: Pertama, ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:
20
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesan dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu dengan jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
20
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 25.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Yang perlu diketahui adalah apa yang dikategorikan sebagai ”biaya perolehan” suatu barang, sehingga bank syariah dapat memberitahukan
kepada pembeli dengan benar. Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dijelaskan yang dimaksud dengan harga perolehan adalah:
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan
tempat yang siap untuk dijual dan digunakan. a. Biaya sebagai unsur biaya perolehan
Berkaitan dengan pengadaan barang, bank syariah sebagai penjual tidak menutup kemungkinan mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan
dengan pengadaan barang tersebut sepeti misalnya pembayaran pajak penjualan atas barang yang dibeli, ongkos pengiriman barang dan
sebagainya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dikategorikan sebagai unsur penambah harga perolehan Sangay tergantung pada syarat
penyerahan barang baik dari pemasok dan pembelinya. b. Diskon dari pemasok
Yang bertanggungjawab untuk mengadakan barang hádala bank syariah sebagai penjual, sehingga dalam pengadaan barang dimungkinkan
diperoleh diskon dari pemasok atas barang tersebut.
Dalam Fatwa DSN No. 16DSN-MUIIX2000 tentang ”Diskon”
Dalam Murabahah mengatur diskon sebagai berikut: 1.
Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Karena itu,
diskon adalah hak nasabah. 2.
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian persetujuan yang dimuat
dalam akad. 3. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan
dan ditandatangani. Yang dikategorikan sebagai diskon yang terkait dengan pembelian
barang antara lain meliputi psak 102, paragraf 6-17 : 1. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang
2. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang, dan
3. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
3. Keuntungan Murabahah
Tujuan bank syariah sebagai penjual adalah memperoleh keuntungan dalam transaksi murabahah yang dilakukan. Dalam perbankan syariah metode
perhitungan keuntungan dan metode pengakuan keuntungan tidak harus sama. 4. Hutang Pembeli Piutang Murabahah
Hutang nasabah ini berkaitan dengan cara pembayaran harga barang yang diperjual belikan dalam murabahah. Hutang nasabah ini timbul akibat harga
jual yang telah disepakati antara penjual dan pembeli dilakukan dengan tangguh atau dilakukan kemudian setelah akad ditandatangani dan penyerahan
barang dilakukan.
G. Murabahah yang Diwakilkan