c. Barang dalam penguasaan bank syariah, oleh karena itu akad murabahah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan syariah yang telah diuraikan
sebelumnya. Dengan disetujui transaksi ini dengan akad murabahah, maka hutang nasabah kepada bank syariah hanya sebesar harga jual yaitu Rp. 145.
200.000 Jadi akad murabahah dapat dilakukan jika akad wakalah diselesaikan. Dalam
praktek bank syariah dikatakan tidak beda dengan bank konvensional dalam transaksi tersebut karena akad murabahah dilakukan bersama-sama dengan
akad wakalah dan nasabah diserahkan uang sebesar Rp. 120 juta. Untuk membeli barang yang diwakilkan dan hutang nasabah menjadi sebesar harga
jual Rp. 145. 200. 000 karena akad murabahah sudah ditandatangani, dimana hak ini sama dengan kredit kendaraan bermotor yang dilakukan bank
konvensional.
H. Murabahah Menurut Ulama Madzhab dan Pola Pengembangannya
1. Murabahah Menurut Ulama Madzhab e. Madzhab Hanafi
Menurut madzhab Hanafi, Murabahah adalah merupakan bentuk jual beli dimana pembeli mengetahui harga pokok barang dan tambahan margin
yang diinginkan oleh penjual.
22
Jadi jual beli ini bersifat transparan yang keuntungannya diketahui oleh kedua belah pihak.
f. Madzhab Maliki
Menurut ulama Malikiyah menyatakan bahwa jual beli bisa dilakukan diperbolehkan dengan cara jual beli biasa musawamah ataupun
murabahah. Jual beli murabahah diperbolehkan dengan syarat penjual memberikan informasi yang transparan kepada pembeli tentang jumlah
margin yang diinginkan serta harga pokok pembelian HPP yang ia dapatkan dari penjual pertama.
23
g. Madzhab Syafi’i Bai’ al-Murabahah pada masa Imam Syafi’i ini merupakan bentuk jual
beli dimana pembeli meminta kepada penjual untuk membelikan barangkomoditas yang ia butuhkan dan pembeli yang langsung
menetapkan berapa jumlah margin yang akan dia berikan kepada penjual. Praktik Bai’ al-Murabahah menurut Madzhab Syafi’i telah mengalami
perkembangan. Jual beli tidak hanya dilakukan antara dua pihak saja, tetapi
22
Pandangan Madzhab Hanafi tentang Murabahah dapat kita temukan dalam kitab karya murid- muridnya, salah satunya adalah Alauddin Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani, dalam kitabnya yang
berjudul Budaai’u ash-shonaai’u.
23
Pandangan Madzhab Maliki tentang Murabahah dapat kita temukan dalam kitab karya murid- muridnya, salah satunya adalah Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Birri
Annamri al-Qurthubi, dalam kitabnya yang berjudul Istiy’abu
sudah melibatkan pihak ketiga yaitu penjual pertama atau sekarang disebut dengan Supplier.
24
h. Madzhab Hambali Menurut Madzhab Hambali Bai’ al-Murabahah merupakan salah satu
bentuk praktik jual beli, dimana pihak penjual melakukan perniagaan atas komoditas yang dimiliki dengan tingkat keuntungan tertentu. Selain itu,
penjual juga disyaratkan untuk menyebutkan harga pokok pembelian barang sebagai modal secara jelas, begitu juga dengan keuntungan yang
diinginkan. Misalnya penjual berkata ”modal yang saya keluarkan untuk mendapatkan komoditas tersebut sebesar 100 real, dan saya ingin
mendapatkan keuntungan sebesar 10 real”.
25
Dari pendapat Ulama Madzhab diatas dapat penulis simpulkan bahwa murabahah adalah bentuk jual beli amanah atas dasar kepercayaan yang
mewajibkan penjual untuk bersikap transparan kepada pembeli dengan memberikan informasi terkait dengan harga pokok pembelian, keuntungan yang disepakati serta
spesifikasi barang yang menjadi objek transaksi. 2. Pola Pengembangan Murabahah Menurut Ulama Madzhab
a. Masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik
24
Tesis
karya
Sofyan Abbas yang berjudul: “Aplikasi Transaksi Murabahah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Kantor Cabang Ternate”, Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009.
25
Syamsuddin Abu al-Farj bin Abdurrahman bin Syaikh al-Imam al-’Alim al-’Amil al-Zahid Abu Umar Muhammad bin Qudamah al-Muqaddasi w.682 H, Al-Syarh Al-Kabir, jilid II, Riyadh:
Jami’ah al-Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyah, tth, h. 392.
Di masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik mekanisme pola murabahah yang terjadi adalah bentuk transaksi yang terjadi antara kedua
belah pihak yang melakukan akad dan belum melibatkan pihak ketiga, dalam artian transaksi itu terjadi secara langsung berhadapan antara penjual
dan pembeli dan tidak ada pihak ketiga. Karena ulama madzhab mensyaratkan barang sudah harus dimiliki dan dapat diserahkan pada saat
terjadi akad, dan umumnya akad transaksi bai’ al-murabahah yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli dilakukan
secara kontan.tunai. b. Masa Imam Syafi’i
Pada masa ini pola bai’ al-murabahah dengan bentuk yang agak berbeda. Imam Syafi’i merupakan Imam pertama yang memberikan
legalitas transaksi bai’ al-murabahah li al-Amir bi al-Syira’, dimana dalam bentuk transaksi ini melibatkan pihak ketiga. Transaksi murabahah
mengalami pengembangan yaitu transaksi yang terjadi dilakukan tidak hanya dua pihak antara penjual dan pembeli namun ada pihak ketiga yang
ikut terlibat dalam proses transaksi ini. Pihak ketiga disini masih bersifat pribadi belum melibatkan lembaga keuangan syariah.
c. Masa Imam Hambali
Pada masa ulama Hanabilah bentuk bai’ al-murabahah mengalami perkembangan lebih lanjut, dimana ketika Imam Syafi’i telah terjadi bentuk
transaksi tiga pihak dan dilakukan secara kontan maka perkembangan masa Hanabilah bentuk transaksi bai’ al-murabahah bisa dilakukan secara tunai
dan tempo.
I. Murabahah Menurut Ulama Kontemporer dan Pola Pengembangannya
1. Murabahah Menurut Ulama Kontemporer a. DR. Sami Hasan Hamoud
Dr. Sami Hasan Hamoud adalah ulama kontemporer yang pertama memperkenalkan kembali istilah bai’ al-murabahah li al-Amir bi al-
Syira’,
26
beliau menyatakan bahwa bai’ murabahah li al-Amir bi al-Syira’ merupakan fasilitas pembiayaan yang bisa diberikan oleh perbankan
syariah guna mempermudah proses perdagangan ataupun sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Alasan mendasar
diaplikasikannya pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah adalah berangkat dari sebuah realita bahwa manusia terkadang sangat
membutuhkan suatu komoditas tertentu guna memenuhi kebutuhan hidupnya, namun pada saat yang sama ia tidak memiliki uang cash yang
cukup untuk membelinya. Peluang bisnis tersebut ditangkap oleh
26
Sami Hasan Hamoud, Tathwir al A’mal al-Masrafiyah Bima Yattafiq al-Syariah al-Islamiyah ‘Aman: Mathba’ah al-Syarq, 1402 H1982, Cet. 2, h. 431.
perbankan konvensional dengan memberikan kredit kepada nasabah, setidaknya perbankan syariah juga bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut
dengan menggunakan pembiayaan murabahah.
27
b. DR. Wahbah Zuhaili
28
Menurut Dr. Wahbah Zuhaili, skim murabahah dalam praktek perbankan sudah berkembang dan relatif tidak sama aplikasinya dengan
masa ulama terdahulu dan telah berkembang menjadi sesuatu yang sangat kompleks. Dalam perbankan syariah, akad murabahah lebih dikenal dengan
istilah murabahah li al-amir bi al-syira’. Hal tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut: seorang nasabah menginginkan sebuah mobil, tetapi ia
tidak memiliki uang cash untuk membelinya, kemudian ia datang kepada bank syariah meminta untuk membelikannya bank syariah diperintah
nasabah untuk membelili Amir bi al-Syira’. Dalam proses awal ini, ditentukan kesepakatan antara nasabah dan
bank tentang kriteria mobil dimaksud serta harga dan biaya yang harus ditanggung oleh nasabah. Dalam tahapan ini belum terjadi transaksi jual
beli, yang ada hanya kesepakatan diantara keduanya serta janji-janji yang akan dipenuhi oleh kedua belah pihak. Bank berjanji akan membelikan
mobil dimaksud sesuai dengan kriteria dan menjualnya kepada nasabah, dan nasabah juga berjanji akan membeli mobil tersebut jika memang sesuai
27
Sami Hasan Hamoud, Tathwir al A’mal al-Masrafiyah Bima Yattafiq al-Syariah al-Islamiyah Cet. 2, h. 431.
28
Wahbah Zuhaili, Al-Muamalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh: Buhuts wa Fatawa wa Hulul, h. 68.
dengan kriteria yang dimaksud. Selanjutnya pihak bank akan membelikan mobil yang diinginkan nasabah, dan jika telah resmi menjadi milik bank,
kemudian baru dilakukan transaksi jual beli dengan nasabah.
29
Dari pendapat Ulama Kontemporer diatas dapat penulis simpulkan bahwa murabahah adalah bentuk jual beli amanah atas dasar kepercayaan yang
mewajibkan penjual untuk bersikap transparan kepada pembeli dengan memberikan informasi terkait dengan harga pokok pembelian, keuntungan yang disepakati serta
spesifikasi barang yang menjadi objek transaksi. 2. Pola Pengembangan Murabahah Menurut Ulama Kontemporer
Pada masa ulama kontemporer ini, pembiayaan murabahah telah mengalami perkembangan-perkembangan bahkan sampai pada tingkat yang
cukup kompleks. Pembiayaan murabahah masa ini telah melibatkan tiga pihak yaitu pembeli nasabah, penjual bank dan supplier. Ketika pada masa ulama
klasik pihak ketiga masih merupakan individu dan transaksi cenderung dilakukan secara kontan, sementara pada masa ini pihak ketiga adalah
lembaga keuangan seperti perbankan syariah dan transaksi dilakukan dengan pembayaran cicilan atau tempo. Dengan demikian pembiayaan murabahah
masuk dalam mekanisme perbankan. Dalam transaksi masa ini, para ulama juga mensyaratkan adanya hak
khiyar bagi nasabah ketika mengadakan akad pembiayaan murabahah dengan
29
Wahbah Zuhaili, Al-Muamalat al-Maliyah al-Mu’ashiroh: Buhuts wa Fatawa wa Hulul, h. 68.
pihak bank, jika spesifikasi barang tidak sesuai dengan keinginan nasabah ataupun terdapat cacataib dari barang tersebut. Selain itu disyaratkan adanya
kepemilikan barang secara penuh oleh pihak bank sebagai penjual
J. Asas Hukum Perjanjian dalam Islam