Selanjutnya tahap terakhir, bank akan mencairkan sejumlah dana yang dibutuhkan nasabah melalui rekening nasabah di BMI dalam prakteknya, bank
hanya membiayai 70 dari dana yang dibutuhkan nasabah. Dari proses pembiayaan yang disebutkan diatas yang sudah dipraktekan
oleh bank terdapat hal-hal yang perlu dicermati, yaitu:
1. Barang Objek Murabahah
Pihak bank tidak menyediakan barang yang dipesan oleh nasabah. Dalam pembelian barang, pihak bank menyerahkan sepenuhnya pembelian barang
tersebut kepada nasabah. Bank hanya melakukan survei terhadap barang tersebut dan menaksir harga barang sesuai dengan harga pasar. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa:
a.
Pihak bank memberikan pembiayaan murabahah sebagian besar dalam bentuk financial dan bukan dalam bentuk jual beli barang komoditas.
Padahal pembiayaan murabahah adalah pembiayaan dalam bentuk jual beli barang komoditas, dimana bank sendiri yang harus melakukan
pembelian atas barang tersebut. Hal inilah yang mengaburkan makna dari murabahah itu sendiri, yaitu: “Murabahah adalah akad jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.”
1
1
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insan Press, 2001, Cet. I, h. 101.
b.
Secara prinsip, bank memang belum memiliki barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Akad jual beli seperti ini sama sekali tidak sah, sebab bank
menjual sesuatu yang tidak dimiliki. Sebagaimana sabda Rasul SAW:
2
ك دنع سيل ام عبت ل
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu. HR. At- Tirmidzi, Ibnu Majah dll
2. Uang Muka Murabahah
Pembelian barang dilakukan dengan akad wakalah, dimana bank mewakilkan kepada nasabah dalam pembelian barang. Biasanya dalam
pembelian barang tersebut nasabah harus membayar uang muka kepada pemasok supplier, padahal berkaitan dengan Akuntansi Perbankan Syariah
uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank, bukan kepada pemasok supplier. Pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok supplier
yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri self-financing tidak dapat dikategorikan sebagai uang muka. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan
dalam fatwa DSN No. 4DSN-MUIIV2000, ketentuan pertama butir 4 yaitu: “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.”
3. Beban Biaya yang Terlalu Besar