Tujuan bank syariah sebagai penjual adalah memperoleh keuntungan dalam transaksi murabahah yang dilakukan. Dalam perbankan syariah metode
perhitungan keuntungan dan metode pengakuan keuntungan tidak harus sama. 4. Hutang Pembeli Piutang Murabahah
Hutang nasabah ini berkaitan dengan cara pembayaran harga barang yang diperjual belikan dalam murabahah. Hutang nasabah ini timbul akibat harga
jual yang telah disepakati antara penjual dan pembeli dilakukan dengan tangguh atau dilakukan kemudian setelah akad ditandatangani dan penyerahan
barang dilakukan.
G. Murabahah yang Diwakilkan
21
Dalam praktek banyak bank syariah yang tidak tertlibat dalam pengadaan barang, bank menyediakan uang atau menberikan uang kepada nasabah, dengan
alasan nasabah sebagai wakil bank syariah untuk membeli barang kebutuhannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini Fatwa DSN : 04DSN-MUIIV2000 tentang
Murabahah menyatakan sebagai berikut: Jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank
Dari fatwa ini jelas bahwa bank syariah tidak diperkenankan untuk melakukan akad murabahah kalau barangnya tidak ada, karena timbul gharar ketidakjelasan
21
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, h. 206.
barang yang diperjualbelikan. Hal ini jelas haditsnya yang mengatakan tidak diperkenankan menjual burung yang masih terbang, menjual ikan dalam lautan dan
menjual akan binatang dalam kandungan. Saat bank syariah menyerahkan uang sebagai wakil bank syariah, maka akad yang dipergunakan adalah akad wakalah.
Setelah barang ada, baru dilakukan akad murabahah. Untuk memberikan ilustrasi murabahah yang diwakilkan kepada nasabah, diberikan contoh sebagai berikut:
a. saat bank syariah menyerahkan uang sebesar Rp. 120 juta kepada Amir nasabah, barang yang diperjualbelikan belum ada sehingga tidak
diperkenankan melakukan akad murabahah. Atas penyerahan uang tersebut akad yang dipergunakan adalah akad wakalah dan jika akad wakalah hutang
nasabah kepad bank syariah hanya sebesar uang yang diterima yaitu sebesar Rp. 120 juta. Dalam memberikan amanah untuk mewakilkan harus jelas atas
yang diwakilkan. Bahkan seharusnya nasabah yang menerima kuasa sebagai wakil bank menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan.
b. Atas amanah yang diberikan bank syariah, Amirnasabah melakukan pembelian atau pengadaan barang sesuai yang diwakilkan dan kemudian
diserahkan kepada bank syariah. Dengan penyerahan barang yang diwakilkan tersebut hutang nasabah diperhitungkan, jika terdapat sisa dikembalikan
nasabah kepada bank syariah, sebaliknya jika kurang bank syariah harus menambah atau mengembalikan kekurangannya kepada nasabah. Sampai
disini transaksi wakalah selesai.
c. Barang dalam penguasaan bank syariah, oleh karena itu akad murabahah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan syariah yang telah diuraikan
sebelumnya. Dengan disetujui transaksi ini dengan akad murabahah, maka hutang nasabah kepada bank syariah hanya sebesar harga jual yaitu Rp. 145.
200.000 Jadi akad murabahah dapat dilakukan jika akad wakalah diselesaikan. Dalam
praktek bank syariah dikatakan tidak beda dengan bank konvensional dalam transaksi tersebut karena akad murabahah dilakukan bersama-sama dengan
akad wakalah dan nasabah diserahkan uang sebesar Rp. 120 juta. Untuk membeli barang yang diwakilkan dan hutang nasabah menjadi sebesar harga
jual Rp. 145. 200. 000 karena akad murabahah sudah ditandatangani, dimana hak ini sama dengan kredit kendaraan bermotor yang dilakukan bank
konvensional.
H. Murabahah Menurut Ulama Madzhab dan Pola Pengembangannya