xix
sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain alur, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat Ratna, 2004:19-94
Analisis struktur dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang
bersangkutan.Nurgiyantoro, 2000: 37. Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro, 1995 : 67, tema adalah
makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tokoh menurut Nurgiyantoro 1995: 173 adalah pelaku, sekaligus penderita kejadian dan penentu perkembangan
cerita baik itu dalam cara berfikir, bersikap, berperasaan, berperilaku, dan bertindak secara verbal maupun non verbal. Latar menurut Sudjiman 1991 : 44,
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
Alur menurut Stanton dalam Nurgiyantoro, 1995 : 113, adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Adapun Aminuddin 2000: 80-81 menambahkan bahwasanya dalam memahami watak tokoh utama, pembaca dapat menelusurinya lewat 1 tuturan
pengarang terhadap karakteristik pelakunya, 2 gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungannya maupun cara berpakaian, 3
menunjukkan bagaimana prilakunya, 4 melihat bagaimana tokoh it berbicara tentang dirinya, 5 memahami bagaimana jalan pikirannya, 6 melihat bagaimana
tokoh lain berbicara tentangnya, 7 melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, 8 melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi
terhadapnya, dan 9 melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
2.3 Pengertian Semiotik
Menganalisis karya sastra berarti memahami makna karya sastra. Untuk menganalisis karya sastra, selain berdasarkan strukturalisme, juga diperlukan
analisis berdasrkan teori yang lain yang disebut dengan teori semiotik. Pradopo dalam Jabrohim, 2001 : 98
Universitas Sumatera Utara
xx
Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti ’tanda’Sudjiman dan van Zoest, 1996: vii atau seme,yang berarti
”penafsir tanda” Cobley dan Jansz, 1999: 4 dalam Sobur, .2004: 16. Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu
bekerja. Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi sesunguhnya
kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran
pemakainya; mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika,dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata
semiologi.Namun yang terakhir, jika dibandingkan dengan yang pertama, kian jarang dipakai van Zoest, 1993: 2. Tommy Christomy, 2001: 7 dalam Sobur,
2004: 12 menyebutkan adanya kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering
menggunakannya. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai
sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada
sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. Pierce dalam Zoest 1978: 1 mengatakan semiotik adalah cabang ilmu
yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda.
Sementara Preminger dalam Pradopo, 2003: 119 berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkikan tanda-
tanda tersebut mempunyai arti. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah ilmu untuk
mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam sastra dan makna yang tekandung di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
xxi
Adapun Pierce dalam Sukada, 1987: 35 menawarkan tiga kelompok tanda berdasarkan jenis hubungan antara item pembaca makna, dengan item yang
ditunjukkannya : 1.
Icon, adalah tanda yang menggunakan kesamaan, atau ciri-ciri bersama, dengan apa yang dimaksudkannya. Misalanya, kesamaan antara sebuah peta
dengan wilayah geografis yang digambarkannya. 2.
Indeks, adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya. Misalnya asap merupakan suatu tanda adanya api, dan arah angin
menunjukkan suatu tanda cuaca. 3.
Simbol, adalah hubungan antara item penanda dengan item yang ditandainnya, yang tidak bersifat alamiah, melainkan merupakan kesepakatan masyarakat
semata-mata. Misalnya, gerakan tangan yang bergetar, dan lampu merah berarti ”berhenti” . pada dasarnya, contoh utama jenis ini adalah kata-kata,
yang menunjukkan suatu bahasa. Pierce dalam Zoest juga membagi tanda atas tiga bagian menurut sifat
penghubungan tanda dan denotatum, yaitu: 1.
Ikon, 2.
Indeks, dan 3.
Simbol Tanda ikon adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan
tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengan atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Definisi
mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan suatu yang lain.
Indeks adalah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum, dalam hal ini, hubungan antara tanda dan denotatum
adalah bersebelahan. Kita katakan, tidak ada asap tanpa api. Memang asap dapat dianggap sebagai tanda untuk api dan dalam hal ini ia merupakan indeks.
Simbol adalah tanda yang hubungan antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum. Bila seseorang menanyakan
sesuatu pada saya dan saya menggerakkan kepala dari atas kebawah, si penanya
Universitas Sumatera Utara
xxii
akan mengangguk bahwa saya mengiyakan pertanyaannya. Ia menghubungkan mengangguk dengan denotatum yang dapat kita sebut ”iya” atau membenarkan.
Selanjutnya Peirce dalam Sobur : 41 berdasarkan objeknya membagi tanda dalam ikon, indeks, dan simbol. 1 ikon adalah tanda yang hubungan
antara tanda dengan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan misalnya, potret, dan peta. 2 indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau
hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang palin jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. 3 simbol tanda
yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan ini bersifat arbitrer atau semena berdasarkan konvensi masyarakat.
Misalnya, berbagai gerakan anggota badan menandakan maksud-maksud tertentu seperti mengacungkan ibu jari kearah seorang anak yang berprestasi
dalam belajar merupakan simbol bahwa ia sangat bagus dan pintar dari anak lainnya.
Adapun menurut Pradopo 2003: 120 bahwa ikon adalah tanda yang
menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan, gambar kuda sebagai
penanda yang menandai kuda petanda. Indeks adalah tanda yang menunjukkan
hubungan kausal atau sebab-akibat antara penanda dengan petandanya. Misalnya api menandai api, alat penanda angin menunjukkan arah angin
dan lain sebagainya. Simbol adalah tanda yang bersifat arbitrer semau-maunya.
Arti tanda itu itu ditentukan oleh konvensi. Kata ibu dalam bahasa Indonesia merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti: orang yang melahirkan
kita. Dan orang Inggris menyebutnya mother, sedangkan orang Prancis menyebutnya denagan La mere dan sebagainya.
Dalam teks kesastraan ketiga jenis tanda tersebut sering hadir bersama dan sulit dipisahkan. Jika sebuah tanda itu dikatakan sebagai ikon, ia haruslah
dipahami bahwa tanda tersebut mengandung penunjukkan ikon, menunjukkan banyaknya ciri ikon dibanding dengan dua jenis tanda yang lain. Begitu pula
Universitas Sumatera Utara
xxiii
terhadap indeks dan simbol, ketiganya sulit dikatakan mana yang paling baik karena berfungsi untuk penalaran, pemikiran, dan perasaan.
Dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, tanda berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan
sebab akibat. Adapun contoh kutipan berupa penokohan dalam novel
atun ‘inda nuqtati al-sifri ‛Per empuan di Titik Nol Karya Nawal
Al-Sa’dawi adalah sebagai berikut :
Wa asbahtu mūmisān nājihatan. ahsalu ala a‛li samanin, wa yatanāfasu”alayya a’zamu al-
rijāli “saya telah menjadi pelacur yang sangat sukses. Saya menerima bayaran yang paling mahal, dan orang-orang yang penting pun bersaing untuk
disenagi oleh saya”Al-Sa’dawi, 2000: 130. Tanda semiotik pada kutipan diatas berupa indeks sebab ia Firdaus telah
menjadi seorang pelacur yang sukses mengakibatkan ia menerima bayaran yang sangat mahal dan disenangi bayak orang penting. Dengan kata lain, Firdaus telah
menjadi pelacur kelas atas yang disenangi kalangan pejabat
Universitas Sumatera Utara
xxiv
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN