Perlindungan Nasabah Tertanggung Menurut Sistem Asuransi Takaful Syari’ah Dan Pelaksanaannya, Siti Habsyah dengan judul tesis; Prinsip Mudharabah Terhadap
Obligasi Dalam Pasar Modal Syari’ah, Fahruddin dengan judul tesis: Analisa Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil Mudharabah
Pada PT.Bank Syari’ah Mandiri Cabang Medan, Dian Mandayani A. Nst dengan judul tesis; Analisa Hukum Letter Of Credit LC Berbasis Syari’ah Di Bank
Syari’ah Mandiri, Latifah Hanim, dengan judul tesis; Penyelesaian Pembiayaan Mudharabah Yang Macet Di PBRS Al-Wasliyah Medan. Berdasarkan argumentasi
demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini asli dan keasliannya dapat di pertanggungjawabkan.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapat pijakan yang kokoh setelah adanya paket deregulasi yaitu, berkaitan dengan berlakunya undang-udang
No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah, Undang Undang No.7 Tahun 1992 yang direvisi melalui Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang
dengan tegas mengakui keberadaaan dan berfungsinya sistem bagi hasil dalam bank syari’ah. Dengan demikian prinsip bagi hasil dengan pembiayaan mudharabah yang
diterapkan dalam perbankan Islam merupakan cerminan dari kegiatan muamalah yang berlandaskan syari’ah Islam ketika melakukan kegiatan usaha.
Perbankan Islam dalam menerapkan prinsip bagi hasil dapat dilakukan dengan beberapa akad, yaitu akad pembiayaan al-musyarakah, al-murabahah dan al-
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
mudharabah untuk kegiatan pembiayaan modal usaha, ataupun penyaluran biaya kepada mereka yang kekurangan dana tetapi memiliki keterampilan untuk
menjalankan bisnis dengan suatu keuntungan tidak pasti yang mungkin dapat atau juga mungkin tidak dapat diwujudkan.
10
Pertama, Al-Musyarakah atau dalam kalimat lain dikenal dengan syirkah
merupakan sebuah transaksi antara dua orang atau lebih yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan mencari
keuntungan.
11
Namun dalam penelitian ini penulis tidak akan membahas tentang pembiyaan musyarakah secara mendalam, sebab pembiayaan yang berhubungan
dengan seorang debitur hanya dalam pembiyaan mudharabah saja. Kedua,
Al-Murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
12
Dengan demikian bentuk pembiayaan dalam bank syari’ah dengan prinsip bagi hasil yang ketiga yaitu Al-mudharabah adalah sistem pendanaan operasional
realitas bisnis,
13
dimana baik sebagai pemilik modal biasanya disebut shahibul mall dengan menyediakan modal 100 kepada pengusaha sebagai pengelola disebut
sebagai mudharib untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan
10
Abdullah Saed, Menyoal Bank Syari’ah, Keritikan atas Interpretasi Bunga Bank Neo- Revivaless,Jakarta: Paramadina,2004, hal.110.
11
Hasballah Thaib, Hukum Akad kontrakDalam Fiqh Islam dan Praktek Di Bank Sistem Syari’ah, Medan: tp.,2005, hal.98.
12
Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004, hal.113.
13
Ibid, hal.114.
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
yang disebutkan dalam akad mereka.
14
dan jika ada mengalami kerugian setelah adanya pengelolaan usaha oleh mudharib bukan karena kelalaian yang disengaja
maka akan ditanggung oleh si investor atau shahibul mall.
15
Mudharabah berasal dari kata dharb, yang artinya memukul atau berjalan, pengertian memukul atau berjalan lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya.
16
Di dalam Al-Qur’an memang tidak disebutkan secara khusus mengenai mudharabah, namun secara umum landasan syari’ah yang mencerminkan anjuran
untuk berusaha dinyatakan dalam surah Al-Muzammil ayat 20, yang artinya sebagai berikut:
Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebahagian karunia Allah.
17
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Al-Thabrani yang artinya sebagai berikut:
Bahwa Sayyidina Abbas Ibn Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak, jika menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut,
14
Ascaya Diana Yunita, Bank Syari’ah: Gambaran Umum Jakarta: PPSK BI, 2005, hal.21.
15
Abdullah Saed, Op Cit.,hal. 77
16
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hal 95.
17
Departemen Agama, Op Cit, hal.1295
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah S.A.W dan Rasulullah pun membolehkannya.
18
Secara umum mudharabah dibagi kepada dua jenis, yaitu; 1. Mudharabah Muthlaqah, yaitu suatu bentuk kerjasama antara shahibul mall
dengan mudharib tanpa membatasi spesifikasi jenis usahanya, sepanjang usaha tersebut dianggap baik dan bisa memberi keuntungan.
2. Mudahrabah Muqayyadah,yaitu shahibul mall menentukan syarat atau pembatasan kepada pengelola dana dalam menjalankan usaha.
Maka inti mekanisme dari pada mudharabah itu sendiri pada dasarnya terletak pada kerjasama yang baik antara pemberi dana dan pengelola dana dengan dasar
kepercayaan, kerjasama inilah yang merupakan karakter utama dalam pelaksanaan perjanjian mudharabah di perbankan syari’ah.
Dari hal tersebut secara legalitas di dalam perbankan syari’ah, akad yang dilakukan oleh debitur dan pihak bank tidak hanya memiliki dimensi dari duniawi
semata tetapi juga mencerminkan ukhrawi disebabkan akad tersebut berlandaskan hukum Islam, dengan demikian di setiap akad dalam perbankan syari’ah harus
memenuhi ketentuan-ketuntuan akad seperti dalam memenuhi rukun dan syarat dalam akad tersebut.
Penyaluran dana terhadap seorang debitur atau peminjam modal baik ia dalam bentuk pembiayaan mudharabah tidak terlepas dari sah atau tidaknya suatu akad
kontrak yang di sepakati oleh kedua belah pihak, dengan kata lain bahwa akad
18
Antonio, Muhammad Syafi’I, Op Cit, hal.96
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
antara bank dan debitur tersebut selalu perpedoman kepada ketentuan yang telah berlaku dalam pembiayaan bagi hasil dalam bank syariah
Secara bahasa perjanjian menurut jumhur ulama dikatakan dengan Akad, dan secara terminologi akad didefinisikan dengan Pertalian ijab peryataan melakukan
ikatan dan qabul peryataan penerima sesuai dengan kehendak syari’at yang mempengaruhi pada objek perikatan.
19
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa dalam menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian dapat dilihat dari pernyataan perjanjian tersebut memakai
ijab dan qabul, dan harus ada pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian, di samping bahwa objek yang ada dalam perjanjian tersebut harus dibenarkan oleh syari’ah.
Sementara itu Ulama fiqh juga telah menetapkan syarat akad sebagai berikut : a.. Mukallaf, artinya pihak yang melakukan akad tersebut telah cakap bertindak
secara hukum. b. Objek akad tersebut diakaui oleh syara’.
c. Akad itu tidak dilarang oleh nash. d. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan
yang diakadkan. e. Akad tersebut bermanfaat.
20
Kemudian rukun akad harus meliputi beberapa unsur yaitu : 1. Pernyataan untuk mengikatkan diri.
19
Hasballah Thaib, Op Cit, hal.1.
20
Ibid., hal. 8-10.
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Pihak yang ber akad. 3. Objek akad.
Di dalam al-Qur’an disebutkan yang artinya : Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad tersebut.
21
Maka dalam mewujudkan suatu kesepakatan dalam sebuah kontrak dalam setiap perjanjian sebagimana dalam rukun akad, mesti ada kehendak dari pada pihak
yang ingin mengikatkan diri, artinya kebebasan untuk mengikatkan diri tersebut menjadi sebuah syarat yang membuat suatu perjanjian menjadi sah atau tidak,
kemudian karena pada prinsifnya perjanjian pembiayaan mudharabh ini tidak ada jaminan artinya bahwa perjanjian ini hanya didasari kepada kepercayaan bank
terhadap debitur, maka dengan sendirinya seorang debitur akan melaksanakan kewajibannya sebagaimana halnya dengan kreditur juga harus memperhatikan
kepentingan dari debitur dalam situasi tertentu.
22
Konsepsi
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini, maka perlu dicantumkan definisi-definisi tersebut:
Perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syari’ah dan unit usaha syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
21
Departemen Agama,Op Cit, hal.825.
22
Suharnoko, Perjanjian Teori dan Analisa Kasus Jakarta: Kencana,2004, hal.4.
Panataran Simanjuntak: Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Mudharabah Antara Debitur Dan Bank Dengan Sistem Syari`ah Penelitian Di Bank BNI Syariah Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
23
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama pemberi modal sedangkan pihak kedua memanfaatkan untuk tujuan-tujuan usaha dan
keuntungan dari usaha tersebut akan dibagikan diantara mereka berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam akad kontrak.
24
Pembiayaan mudaharabah adalah pembiayaan yang disalurkan lembaga keuangan syari’ah kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.
25
Perjanjian pembiayaan adalah perjanjian berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
26
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian