Berdirinya TNI Di Indonesia

berusaha melaksanakan pengawasan intern terhadap profesinya dan melindunginya dari pengawasan politik dari luar, ini dimaksudkan untuk meningkatkan derajat otonomi organisasi militer. Kaum militer berusaha mencapai otonomi yang maksimal, dengan konsekuen melancarkan pengaruh politik, baik melalui lembaga-lembaga dan rezim politik. Sebagai suatu profesi birokrasi, tentara berkecimpung dalam politik hingga mampu menjadi partner vital bagi politisi sipil dan birokrat lain di dalam perumusan dan penerapan kebijaksanaan keamanan nasional. 21

B. Berdirinya TNI Di Indonesia

Terdapat semacam kenyataan bahwa TNI adalah tentara yang lahir di tengah krisis revolusi. Fakta tersebut oleh banyak kalangan dikatakan telah menjadi sebuah identitas sesungguhnya dari tentara Indonesia, maka tidaklah terlalu mengherankan jika pada perkembangan selanjutnya watak Angkatan Bersenjata Indonesia, sekalipun asal-usulnya revolusioner, sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang. 22 Akar pembentukan militer di Indonesia bukanlah hal yang disengaja, kita harus menyadari bahwa militer Indonesia adalah tentara yang muncul secara spontan. Tentara bukanlah dibentuk oleh pemerintah, tidak juga oleh partai politik maupun pemerintahan kolonial. Artinya tentara membentuk 21 Perlmutter, Militer dan Politik, h. 4 22 Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia Perspektif Tradisi- Tradisi Jawa dan Barat Jakarta: LP3ES, 1996, h. 37. dirinya sendiri, karena elit politik ragu-ragu untuk membentuk tentara pada hari-hari awal setelah proklamasi kemerdekaan. 23 Militer yang membentuk dirinya sendiri ini mengumpulkan anggotanya dari berbagai organisasi, sebagian diantaranya telah terlibat politik, pada hari-hari disekitar proklamasi kemerdekaan. Pada dasarnya, terdapat empat sumber rekruitmen militer pada saat itu, yaitu: 1. PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, PETA merupakan pasukan pembantu yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang dibentuk oleh Jepang guna melawan kekuatan Sekutu. 24 2. KNIL Koninklijke Nederlandshe Indische Leger, KNIL didirikan sebagai tanggapan langsung terhadap perang Jawa. Selama bagian akhir abad ke-19 dan awal ke-20 KNIL menjadi suatu kekuatan utama dalam menegakkan ketenteraman di Jawa dan penaklukan di daerah-daerah Hindia Belanda lainnya. KNIL adalah tentara yang dibentuk oleh penjajah Belanda untuk kepentingannya. 25 3. Laskar, Laskar merupakan para pemuda yang mendapat pelatihan militer dari Jepang selama masa pendudukan. 26 4. Orang-orang yang tidak berasal dari ketiga kelompok yang telah disebutkan diatas. 23 Said Salim, Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini, dan Kelak, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h. 30. 24 Britton, Profesionalisme, h. 38. 25 Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004 Yogyakarta: LKiS, 2005, h. 45. 26 Salim, Militer Indonesia dan Politik, h. 31. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, para tentara eks-KNIL dan PETA merupakan dua sumber utama bagi korps perwira Republik Indonesia. 27 Idealnya pembentukan sebuah kekuatan bersenjata disaat-saat awal kemerdekaan dipandang sangat penting. Karena, angkatan bersenjata merupakan alat vital yang menentukan tegak rubuhnya serta timbul tenggelamnya negara. Tetapi hal ini tidak dilakukan pada saat-saat awal Indonesia merdeka, bahkan oleh A.H. Nasution hal ini dianggap sebagai suatu kesalahan dan kekeliruan yang akan menjadi sumber pelbagai kesulitan-kesulitan negara di kemudian hari. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pemerintahan baru tidak segera membentuk tentara kebangsaan. Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 diputuskan antara lain untuk membentuk Kabinet Presidensil, terdiri dari dua belas departemen. Salah satu diantaranya ialah Departemen Keamanan Rakyat. Dalam sidang pada tanggal 19 Agustus 1945 itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI memutuskan untuk membentuk sebuah tentara kebangsaan. 28 Namun keputusan itu diralat kembali dalam sidang PPKI ke-3 tanggal 23 Agustus 1945, dan pemerintah hanya mengumumkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat BKR. 27 Mabes ABRI, Sukardi S. Hadi Handojo, ed., 30 tahun Angkatan bersenjata republik Indonesia Jakarta: Pusjarah ABRI, 1976, hal. 17. 28 Soebijono, dkk., Dwi Fungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan Politik di Indonesia Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995, h. 10. Baru setelah dua bulan Indonesia merdeka dibentuklah organisasi ketentaraan yang bernama “Tentara Keamanan Rakyat” TKR yang dikepalai pertama kali oleh Mayor Urip Sumohardjo, dan Supriadi sebagai menteri keamanan rakyat. Pembentukan TKR ini segera diikuti oleh perintah mobilisasi TKR yang dikeluarkan oleh KNIP, sebagai organ yang membawahi TKR, pada tanggal 9 oktober, yaitu untuk lebih menyatukan bekas-bekas tentara PETA, KNIL, Heiho, Laskar-laskar, serta barisan- barisan rakyat yang lainnya. 29 Dalam masa itu, barisan-barisan pemuda bersenjata yang bersifat setengah organisasi militer dan setengah organisasi politik laskar-laskar, tetap diperbolehkan berdiri tanpa diperintah untuk melebur diri ke dalam TKR. Karena itu bebarapa lama kemudian, yaitu tanggal 6 Desember 1945, untuk menghilangkan kesimpang siuran, Markas Besar TKR mengeluarkan sebuah Maklumat yang antara lain menyatakan, bahwa disamping tentara resmi TKR diperbolehkan juga tetap adanya laskar-laskar sebab hak dan kewajiban mempertahankan negara bukanlah monopoli tentara. 30 Keberadaan TKR ternyata masih menyimpan rasa kecewa dikalangan orang-orang yang pernah mendapatkan pendidikan atau latihan kemiliteran seperti KNIL atau PETA, karena TKR yang masih bersifat kerakyatan atau masih mengutamakan sekali keamanan di dalam negeri. Mereka yang merasa kecewa mengatakan bahwa Indonesia lebih membutuhkan suatu alat dan organisasi pertahanan nasional untuk menghadapi sekutu, terutama 29 Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966, Jakarta: Gajah Mada University Press, 1982, h. 24. 30 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 25. menghadapi Belanda yang berusaha menjajah Indonesia kembali. Jadi menurut mereka TKR seharusnya tidak hanya mengutamakan segi “keamanan” polisionil, tetapi tentara yang benar-benar bersifat “pertahanan” militer. 31 Atas prakarsa dari Markas Tinggi TKR yang dibentuk pada November 1945, pada tanggal 1 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan “Penetapan Pemerintah No. 2S.D.1946” yang mengubah Tentara Keamanan Rakyat menjadi “Tentara Keselamatan Rakyat”, 32 dan Kementrian Keamanan Rakyat menjadi Kementrian Pertahanan. Dua puluh hari kemudian, keluarlah “Maklumat Pemerintah 26 Januari 1946” yang mengganti nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia TRI. Di dalam Maklumat itu antara lain disebutkan, bahwa TRI bersifat kebangsaan nasional dan merupakan satu-satunya organisasi militer di Indonesia. Akan tetapi di dalam maklumat tersebut pemerintah tidak menegaskan dan tidak menentukan tentang bagaimana status dan kedudukan organisasi bersenjata di luar TRI, seperti Laskar-laskar dan Barisan Rakyat, yang sejak bulan Desember 1945 diakui hak hidupnya oleh Markas Tinggi TKR. 33 Ditetapkan bahwa TRI adalah satu-satunya organisasi militer di Negara Republik Indonesia dan akan disusun atas dasar militer internasional. 34 Pada tanggal 19 Juli 1946 terbentuk Angkatan Laut Republik Indonesia , yang disingkat dengan ALRI. Kemudian, berdasarkan “Penetapan 31 Muhaimin, Perkembangan Milite, h. 25. 32 A. Hasnan Habib, “Hubungan Sipil Militer Pasca Orde baru dan Prospeknya di Masa Depan .” Progresif, Vol II No. 1, Jakarta Political Science Forum FISIP UI, 2002, h. 15. 33 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta: LP3ES, 1982, h. 17. 34 Soebijono, Dwi Fungsi ABRI, h. 14. Pemerintah No. 6S.D. 1946” tanggal 9 April, terbentuk TRI bagian udara yang dikenal dengan nama “Angkatan Udara Republik Indonesia”, disingkat AURI, dan mengangkat R. Suriadi Surjadarma menjadi kepala stafnya. Dan untuk menciptakan adanya kesatuan pimpinan militer, pada tanggal 26 Juni 1946, pemerintah Presiden dengan Menteri Pertahanan mengangkat Jendral R. Sudirman menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia yang meliputi tentara darat, laut, dan udara. 35 Pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden mengeluarkan Dekrit guna membentuk suatu panitia yang dipimpin oleh Presiden sendiri. Panitia negara ini kemudian bernama “Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia” dengan beranggotakan sebanyak 21 orang dari pemimpin pasukan-pasukan bersenjata, termasuk di dalamnya pemimpin- pemimpin beberapa laskar yang paling berpengaruh kuat. Setelah beberapa lama bekerja dengan beberapa kesulitannya, pada tanggal 7 Juni 1947, keluar sebuah penetapan Presiden yang membentuk satu organisasi tentara, bernama “Tentara Nasional Indonesia” disingkat TNI, 36 sebagai penyempurnaan dari TRI. Di dalam penetapan itu antara lain diputuskan, bahwa mulai tanggal 3 Juni 1947, dengan resmi berdiri Tentara Nasional Indonesia, dan segenap Angkatan Perang yang ada serta anggota laskar yang bersenjata, baik yang sudah atau tidak bergabung dalam biro perjuangan di masukkan serentak ke dalam Tentara Nasional Indonesia. 37 35 Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 27. 36 Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 51. 37 Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 28. Dari perkembangan yang berlangsung sejak poklamasi dan sejak terbentuknya BKR hingga terbentuknya TNI, dapatlah disimpulkan bahwa TNI lahir dan berdiri dari tiga elemen pokok atau unsur pokok yang masing- masing memiliki karakteristik yang berlainan dan bahkan dengan sifat yang heterogen, yaitu bekas tentara KNIL, PETA, dan Laskar. Pada masa perang kemerdekaan di tahun 1945-1949 kepemimpinan serta komando militer Indonesia sangat carut-marut dan simpang siur. Salah satunya dikarenakan berlakunya sistem parlementer sejak dikeluarkannya “Maklumat Wakil Presiden No. X, maka jabatan Presiden sebagai panglima Tertinggi sebenarnya tidak berwenang lagi; tetapi prakteknya panglima tertinggi itu tetap dianggap sebagai atasannya langsung oleh Panglima Besar. Menteri Pertahanan yang seharusnya bertanggung jawab dalam segala hal atas pimpinan militer, pada hakekatnya hanya menjadi pimpinan administratif belaka; sedangkan de facto atas pimpinan militer berada pada tangan Panglima Besar APRI Angkatan Perang Republik Indonesia yang merangkap sebagai Panglima Angkatan Darat, beserta Staf Umumnya dan gabungan kepala stafnya. Ada lagi lembaga yang bernama Dewan Pertahanan Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang dapat disamakan sebagai pemegang kekuasaan militer. disamping itu adanya Dewan Siasat Militer yang diketuai oleh Presiden sendiri menambah terpencarnya kepemimpinan militer Indonesia di mana duduk panglima tiap angkatan. 38 38 Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 29. Pada masa 10 tahun pertama Indonesia merdeka persoalan tentang militer selalu timbul, terutama mengenai peran politik yang ingin dimiliki oleh militer, karena mereka merasa juga perlu ikut berperan aktif dalam perpolitikan bangsa ini. Tetapi, pola hubungan sipil-militer pada masa-masa ini kurang harmonis, asumsi mengenai peran militer dalam perpolitikan harus dibatasi, berkembang berbarengan dengan keinginan pihak militer yang menginginkan berperan dalam perpolitikan.

C. Pola Hubungan Sipil Dan Militer Di Indonesia