Dasar Hisab dan Rukyat

memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya. 36 Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun muamalah. 2. Didalam QS. Al-Isra’ 17: 12 yang berbunyi:                           Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. 36 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, Solo: Darul Islam, tth, h.73. Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu. 3. Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah 2: 185 yang berbunyi:                                                 Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil. karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, Maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan awal Ramadhan, rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. 4. Dijelaskan dalam Hadits ﻰِﻧَﺮَﺒْﺧأ َلﺎَﻗ ِبﺎَﮭِﺷ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ِﻞْﯿَﻘُﻋ ْﻦَﻋ ِﺚْﯿﱠﻠﻟا ﻰِﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ َلﺎَﻗ ٍﺮْﯿَﻜُﺑ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ ِﷲ َلْﻮُﺳَر ُﺖْﻌِﻤَﺳ َلﺎَﻗ ﺎَﻤُﮭْﻨَﻋ ِﷲ َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ﱠنأ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﷲ ُﺪْﺒَﻋ ِﻦْﺑ ُﻢِﻟﺎَﺳ ﻰﱠﻠﺻ ﺎﻓ ْ ﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ﱠﻢُﻏ ْنِﺈَﻓ اْوُﺮِﻄْﻓﺄَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اذإَو اْﻮُﻣْﻮُﺼَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اَذإ ُلْﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲ ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗ ىرﺎﺨﺒﻟا هاور Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin umar telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Umar ra. menyampaikan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihal hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal ilu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”. Diriwayatkan oleh Bukhari. 37 Pada kalimat ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗﺎَﻓ yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam penentuan waktu selain rukyat. Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah: a. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah 2: 89 yang berbunyi:                                  Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadat haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah 37 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as- Sanadi, juz 1 Beirut:Dar al-Kitab al-Islam, tt, h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan jalur periwayatan yang berbeda. kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit hilal sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan, tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah. Oleh karena itu sangat penting dalam mengetahui pergerakan benda bulan sabit dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Sehingga kita diwajibkan untuk menguasai ilmu Falak. b. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi: ﻦﻋ ﻢﻠﺴﻣ ﻦﺑا ﻰﻨﻌﯾ ﻊﯿﺑﺮﻟا ﺎﻨﺛ ﺪﺣ ﻰﺤﻤﺠﻟا مﻼﺳ ﻦﺑ ﻦﻤﺣﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ ﺪﺣ ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا نا ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑا ﻦﻋ دﺎﯾز ﻦﺑا ﻮھو ﺪﻤﺤﻣ ﺎﻓ ﻢﻜﯿﻠﻋ ﻰﻤﻏ نﺎﻓ ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اوﺮﻄﻓاو ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اﻮﻣ ﻮﺻ لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ دﺪﻌﻟا اﻮﻠﻤﻛ ﻢﻠﺴﻣ هاور Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. Diriwayatkan oleh Muslim 38 38 Imam Ibn al-Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al al-Musama Shahih Muslim, juz 3 Beirut: Dar Al-Jail, Dar Al-Afaq, h. 124. c. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi: َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ ِﻊِﻓ ﺎَﻧ ْﻦَﻋ ِﻚِﻟﺎَﻣ ﻰَﻠَﻋ ُتأَﺮَﻗ َلﺎَﻗ ﻰَﯿْﺤَﯾ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ ُﷲ ﻰﻠﺻ ّﻰِﺒﱠﻨﻟا ِﻦَﻋ ُﷲ ِضَر َﻻ َلﺎَﻘَﻓ َنﺎَﻀَﻣَر َﺮَﻛذ ُﮫﱠﻧأ َﻢَﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َﻰِﻤْﻏأ نﺈَﻓ ُهْوَﺮَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ اوُﺮِﻄْﻔُﺗَﻻَو لَﻼِﮭﻟا اُوَﺮَﺗ ﻰّﺘَﺣ اﻮُﻣﻮُﺼَﺗ ُﮫَﻟاْوُرِﺪْﻗﺎَﻓ ﻢﻠﺴﻣ هاور Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dan Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya SAW., bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal Ramadhan dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihai hilal Syawal. Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah”. Diriwayatkan oleh Muslim 39 Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyalul hilal sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits. 40 Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang berbunyi sebagai berikut: 39 Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122. 40 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 53. ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا ﻦﻋ ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲ ﻰﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑإ ﻦﻋ لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ : ﺎﻧإ َﻦﯿﺛﻼﺛ مﺎﻤﺗ ﻲﻨﻌﯾ اﺬﻜھ و اﺬﻜھو اﺬﻜھ ﺮﮭﺸﻟا ﺐﺴﺤﻧ ﻻو ﺐﺘﻜﻧﻻ ﺔﯿﻣأ ﺔﻣأ ﻢﻠﺴﻣ هاور Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf ummi, tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini. Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga 29 hari. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. 41

C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia

1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong-bondong datang ke sana, tidak terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantaslah kiranya pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al- Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis 41 Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imror Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim, jil. 1, Jakarta: Pustaka Azzam, h. 419. merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik, begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasdi Jadid. 42 Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H1633 M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun saka tersebut. 43 Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab rukyat, hal ini ditandai dengan adanya pengunaan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan- kerajaan Islam. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia. 42 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 47. 43 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957, h. 12. Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai diterapkan dalam kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap mempergunakan penanggalan Hijriyah terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. 44 Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa kerajaan- kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik As- Samarkand. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda’ epoch dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal kitab induk seperti al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al-Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah kitab-kitab hisab di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang 44 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h. 22. dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat. 45 Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2UM.7 UM.9UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No. 1481968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat. 46 2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab. a. Rukyat Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang 45 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 49. 46 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h.22.