Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia
dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.
45
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada
tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan
10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum
dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2UM.7 UM.9UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967
No. 1481968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan
pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.
46
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia
terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab. a. Rukyat
Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29
bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang
45
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 49.
46
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat, h.22.
tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari istikmal.
47
b. Hisab Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal
bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki.
1 Hisab Urfi Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan
yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.
48
Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:
a Hisab Hijriyah Arab Lama peredaran satu bulan sinodis
49
selalu berubah- ubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang
terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah
29 hari 15 jam 11 menit ijtimak Syaban ke Ramadhan. Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis
bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 x 29,5306 hari +
47
Kardiman dkk, Garis Tanggal Kalender Islam 1421, Bogor: BAKOSURTANAL, 2001 h. 6.
48
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Dirjen Pcmbinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995, h. 7.
49
Jarak waktu dari satu ijtima’ ke ijtima’ berikutnya.
354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354 1130 hari dengan mengabaikan 36 detik pertahun. Untuk
menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. Jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 x 354
1130 hari = 10631 hari.
50
Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
Permulaan perhitungan 1 Muharam tahun 1 H ditetapkan pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini
menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal pada hari Rabu petang sewaktu matahari
terbenam sudah mencapai 5°57.
51
Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian, kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan
dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.
52
Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355 hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun
50
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 1990, h. 11.
51
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957, h. 11. Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad
Ma’shum bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622 M.
52
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.
Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan
29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini
merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut: ُﮫَﻧ ﺎَﯾِد ُﮫﱠﻔَﻛ ُﻞْﯿِﻠَﺨْﻟا ﱠﻒَﻛ
. ُﮫَﻧ ﺎَﺼَﻓ ُﮫﱠﺒُﺣ ﱠﻞَﺧ ﱠﻞُﻛ ْﻦَﻋ
29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2
Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik
menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10 1420:30= 47 daur sisa 10 tahun,
jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat. Masa daur satu siklus pada tahun Hijriyah terdiri dari 30
tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat tahun panjang, dan 19 tahun basithah tahun pendek.
53
b Hisab Islam ala Jawa
54
Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka. yang berdasarkan pada peredaran matahari.
55
Kemudian
53
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
54
Irfan Anshory, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com201005 mengenal- kalender- hijriyah.html.
55
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 13.
dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender
Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujiayini Malwa di India sekarang direbut kaum Saka Seythia dibawah
pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Salavahan. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti matahari
pada rasi Pisces awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada,
Aswina Asuji, Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai dengan matahari bulan Asadha dan
Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua
bagian: suklapaksa paro terang, dari konjungsi sampai purnama dan kresnapaksa paro gelap, dari selepas purnama
sampai menjelang konjungsi, masing-masing bagian 15 atau 14 hari tithi. Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16.
Misalnya, tithi pancami sulakpaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua
puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke- 17.
56
Kesultanan Demak,
Banten, dan
Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara
56
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957, h. 13.
bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi 1555 Saka atau 1043 Hijriah, Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo
Molana Matarami 1613-1645 dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan
kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043
Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa
selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul
Mafakhir Mahmud Abdulkadir 1596-1651 dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh
Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam.
57
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,
Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah
Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rabiul-
57
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957, h. 14.
Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah Mulud”.
58
Sya’ban merupakan
bulan Ruwah,
waktunya mendoakan arwah keluarga yang telah wafat. dalam rangka
menyambut bulan Pasa puasa Ramadhan. Dzul-Qadah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.
Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar Rayagung, saat berlangsungnya ibadah haji dan Iedul Adha.
59
Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Samaiscara yang
berbau Jahiliyah penyembahan benda-benda langit juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama
hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dcngan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.
60
Tetapi hari-hari pancawara Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi tetap dilestarikan, sebab hal ini
merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.
Dalam setiap siklus satu windu delapan tahun. Tanggal 1 Muharam Sura berturut-turut jatuh pada hari ke-1,
ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan
58
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957, h. 14.
59
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, h. 15.
60
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, h. 15.
numerologi huruf Arab: Alif 1, Ha 5, Jim Awwal 3, Zai 7, Dal 4, Ba 2, Waw 6 dan Jim Akhir 3. Sudah tentu
pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal, dan
Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya
tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 8 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.
61
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun 38=45l20, sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun
1130=44120, maka dalam setiap 15 windu 120 tahun, yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus maju satu hari
maupun pasarannya pancawara, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah.
62
Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun
1043 H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi 8 Juli dan selanjutnya
sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H 17 Mei tahun 1703 M kurup Jamngiah, artinya selama itu
tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi Awahgi= Alip mulai Jumuwah Legi, Kemudian sesudah itu diadakan
61
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, h. 16.
62
Muhammad Wardan, Hisab Urfi dan Hakiki, h. 16.
pergantian kurup menjadi Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi jatuh pada hari Kamis
Kliwon Amiswon= Alip-Kemis Kliwon, berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian setelah Kamsiah
berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro tahun
Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage, Aboge= Alip-Rebo-Wage. Adapun sekarang ini kurupnya sudah
berganti menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon Asopon= Alip-Seloso-Pon.
63
Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini adalah sebagai berikut:
Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H 8 Juli 1633 sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H 17 Mei
1703 M kurupnya jamngiah legi Angahgi. Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H 17 Mei 1703 M
sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 20 Oktober 1819 M kurupnya kamsiah kliwon Amiswon.
Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H 20 Oktober 1819 M sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H
24 Maret 1936 M kurupnya arbangiah wage Aboge.
63
Muhammad Wardan, Hisab urfi dan Hakiki, h. 17.
Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H 24 Maret 1936 M kurupnya tsalasiah pon Asapon.
64
Dan pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:
Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember
1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.
65
Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arbaiah baru diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September
tahun 1821 M, oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2 tahun, oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada
hari Senen Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H 6 Juni 1864.
Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865
atau 1353 H 5 Februari1933 M.
66
Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender yang bersifat jangka panjang. Kalender yang
menentukan awal bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan kepentingan kehidupan pada masa
64
Muhammad Wardan, Hisab urfi dan Hakiki, h. 17.
65
Muhammad Wardan, Hisab urfi dan Hakiki, h. 17.
66
Muhammad Wardan, Hisab urfi dan Hakiki, h. 17.
sekarang. Bukan kalender untuk menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah.
2 Hisab Hakiki Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada
peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan
kadang-kadang 2 bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan
hisab urfi.
67
Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya
bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu
menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Iedul fitri harus dirayakan.
68
Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan
kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola. Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya
bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besarnya ada dua golongan yaitu yang berpedoman kepada
67
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
68
Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari httpppbi.fiba.blogspot.com201003 html.
ijtimak semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam.
Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:
69
a Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub
Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam dan keesokan
harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan yang baru. Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan
tidak memperhitungkan posisi hilal dan ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtimak. Meskipun hilal masih
dibawah ufuk, maka malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru.
b Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri
Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu pendapat baru yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah
ditentukan oleh kejadian ijtimak sebelum terbit fajar. Maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat
matahari terbenam pada malam itu belum terjadi ijtimak. Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada
para ahli yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan
69
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
atas peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan hari raya haji yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia.
c Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk
hakiki Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu
bulan Qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki. Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang
melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau.
Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat
bahwa jika setelah terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat terbenam matahari, maka
malamnya sudah dianggap bulan baru, sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada dibawah ufuk
hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan baru. d
Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi, maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru.
Dimaksud dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau dan sejajar dengan ufuk hakiki.
Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan
yang berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang
populer, sehingga banyak para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini.
e Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk
mar’i Sistem ini pada dasarnya sama seperti sistem hisab
yang berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan posisi hilal pada saat terbenam matahari
setelah terjadi ijtimak. Hanya saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai ketinggian hilal dari
ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap nilai ketinggian itu.
Koreksi-koreksi tersebut adalah: Kerendahan ufuk
Pengaruh ketinggian tempat si peninjau. Semakin tinggi kedudukan si peninjau semakin besar
nilai kerendahan ufuk ini, akibatnya semakin rendahlah ufuk mar’i tersebut.
Refraksi
Refraksi adalah perbedaan antara tinggi benda langit menurut penglihatan dengan tinggi benda langit
menurut penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar cahaya secara miring menembus
lapisan udara yang mengelilingi bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda langit
yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang
sebenarnya.
70
Semidiameter jari-jari
Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah titik pusat hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh
karena itu harus diadakan penambahan senilai semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal.
Parallaks beda lihat
Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah tinggi hilal dari mata si peninjau. Sedang menurut
astronomi dari titik pusat bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si peninjau dan dari
titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan istilah “parallaks” beda lihat.
70
Sa’adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976, h. 18.
f Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin
dapat dirukyat imkamur rukyat. Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat.
Para ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan
rukyat bilfi’li. Ada yang mengatakan 8°, 7°, 6°, 5°, dan lain sebagainya.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap lebih sesuai
dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai
dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk menentukan
awal bulan
yang berkaitan
dengan pelaksanaan
ibadah. Pada
perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran hisab rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu:
1 Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah dengan merukyat mengamati hilal secara langsung. Apabila hilal
bulan sabit tidak terlihat atau gagal terlihat, maka bulan kalender berjalan digenapkan istikmal menjadi 30 hari.
71
2 Hisab Hakiki Wujudul Hilal Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal
bulan kalender Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: ijtimak konjungsi telah terjadi sebelum matahari terbenam ijtima’ qablal
ghurub, dan Bulan terbenam setelah matahari terbenam moonset after sunset; maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal
bulan kalender Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian altitude bulan saat matahari terbenam.
72
3 Imkanur Rukyat Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan kalender
Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura
MABIMS, dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan
kalender Hijriyah terjadi jika: a
Pada saat matahari terbenam, ketinggian altitude Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi jarak lengkung Bulan-
Matahari minimum 3°, atau
71
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http:id.wikipedia.orgwikiHisabdan_rukyatImkanur_Rukyat_MABIMS
.
72
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http:id.wikipedia.orgwikiHisabdan_rukyatImkanur_Rukyat_MABIMS
.
b Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung
sejak ijtimak.
73
4 Kesatuan Wilayah Hukum Menurut konsep ini, kriteria penentuan awal bulan kalender
Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa dalam arti luas telah
memasuki bulan Hijriyah yang baru meski yang lain mungkin belum melihatnya.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria
Imkanur rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok
ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab tidak
semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal bulan
Qamariyah.
74
73
Mutoha,“Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 23 Desember 2010 dari http:mutoha.BIogspot com200610hilal-ramadhan.html.
74
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.